Gionatan duduk di depan bar di klub malam milik sahabatnya. Sahabatnya Gionatan yang bernama Bagas adalah pemilik klub malam Black Orchid sekaligus bartender tersohor di kota J karena paras rupawan dan kepiawaiannya melakukan show keren dalam meracik aneka macam minuman baik non alkohol maupun yang beralkohol.
"Yo! Jangan cari cewek lagi malam ini! Tobat Lo" Ucap Bagas sambil memasukkan minuman hasil racikannya ke dalam gelas khusus untuk cocktail.
Gio, nama panggilannya Gionatan, menyesap gelas kecil berisi minuman beralkohol favoritnya lalu mengunyah es balok kecil dan mengabaikan ucapan sahabatnya.
Angan Gio justru melayang ke kejadian dua bulan silam saat Julia, kekasihnya yang sudah ia pacari sejak SMA muncul di apartemennya lalu menempelkan bibir ke bibirnya. Gio refleks mendorong pelan tubuh kekasihnya itu sambil berkata, "Jangan seperti ini Babe! Aku tidak ingin melakukan itu sebelum kita menikah"
Gio sangat mengidolakan ayahnya yang selalu memperlakukan mamanya dengan penuh kasih sayang dan hormat. Ayahnya juga selaku setia menjaga janji pernikahan. Untuk itulah Gio tidak pernah melakukan hal yang lebih dari sekedar mencium pipi dan kening ke Julia sejak mereka masih SMA.
"Tapi, aku ingin Gio. Aku ingin melakukannya bersama kamu sebelum aku pergi ke Italy" Julia berkata sambil menciumi wajah Gio dengan penuh napsu.
Gio mengerang kalah maka terjadilah pergulatan panas sepasang kekasih di luar pernikahan. Gio membuka mata dan refleks menyibak selimut lalu pria tampan itu menatap kekasihnya saat dia tidak menemukan bercak darah di sprei.
Julia bangun lalu memunguti bajunya yang berserak di lantai sambil berkata, "Aku memang sudah tidak perawan. Aku selingkuh saat kita masih kuliah dan aku harus putus sama kamu karena aku harus menikah dengan pria itu lalu ke Italy"
Gio bergegas bangun dan memakai boxernya dengan wajah kalut, "Nggak! Aku nggak mau putus sama kamu Babe. Aku akan bertanggung jawab. Persetan dengan pria yang sudah lebih dulu merenggut keperawanan kamu. Persetan kamu udah pernah selingkuh. Kita mulai dari nol. Aku akan lamar kamu dan aku akan menikahi kamu"
Julia menyampirkan tasnya setelah memakai kembali high heelsnya sambil berkata, "Nggak. Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita, Yo. Kamu dan aku sama-sama sibuk dan kita jarang sekali bisa ketemuan. Aku butuh pria yang bisa selalu ada buat aku. Kita putus, Yo dan aku akan menikah besok dan lusa aku akan terbang ke Italy. Selamat tinggal, Gionatan Wibisana"
Gionatan Wibisana hanya bisa melongo dan berdiam diri di tempat saat Julia melenggang pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya.
Brak! Suara gebrakan tangan Bagas di meja bar menyentak angan Gio dari kejadian masa lalu. Malam paling mengenaskan di sepanjang hidup Gionatan Wibisana.
"Bangke, Lo! Ngagetin aja" Gio melotot ke Bagas.
"Makanya jangan ngelamun kesambet setan kapok, Lo"
"Kalau setannya seksi dan cantik Gue nggak akan nolak" Gio mengangkat sedikit sudut kanan bibirnya dan Bagas hanya berdecak kesal lalu melanjutkan pekerjaannya di balik meja bar.
"Jangan balas dendam pada Julia dengan cara seperti ini, Yo! Lo nggak takut kena penyakit? Tiap Minggu gonta-ganti pasangan ONS (One Night Stand)"
"Gue dokter, tolol! Gue tahu gimana caranya jaga diri Gue" Sahut Gio kesal.
"Lagian nggak semua cewek tuh jahat dan kejam kayak Julia jadi ngapain Lo perlakukan cewek sekejam itu, Yo? Hanya ONS dan boom! Selesai"
"Badan siapa ini?" Gio menunjuk dadanya sendiri.
"Badan Lo" Sahut Bagas dengan kening bergelombang.
"Jadi diem, Lo! Gue tahu apa yang Gue lakukan" Gio kembali menyesap minumannya dan Bagas hanya bisa menghela napas berat.
Berat memang berat menasehati seorang Gionatan Wibisana yang sudah dingin sedingin es hatinya, karena patah hati.
"Tiap weekend itu malam untukku berburu jadi diem Lo"
"Ya, ya, suka-suka Lo lah" Sahut Bagas dengan helaan napas kesal.
Gionatan kemudian mengedarkan pandangannya untuk mencari cewek menarik yang akan dia bawa ke hotel malam itu.
Sementara itu, di belahan kota J yang lainnya, seorang wanita cantik, berwajah oriental dengan rambut hitam panjang indah bak model iklan shampo, tengah mencepol asal rambutnya sambil berjalan ke ruang kerja tunangannya.
Pintu ruang kerja tunangannya sedikit terbuka dan itu membuat wanita cantik berwajah oriental yang bernama Aylin itu tersenyum simpul karena dia ingin mengejutkan tunangannya. Namun, justru dirinya yang terkejut saat kedua bola mata hitamnya yang dibingkai bulu mata nan lentik menangkap tunangannya memangku seorang wanita berseragam perawat dan tunangannya mencium liar wanita itu. Alih-alih menegur tunangannya, Aylin justru membekap mulutnya lalu berbalik badan dengan cepat.
Aylin masuk ke mobil sahabatnya yang menyala alih-alih masuk ke mobilnya sendiri lalu wanita cantik itu langsung memeluk sahabatnya dan menangis.
Tamara mama sahabatnya Aylin mengusap punggung Aylin sambil bertanya, "Kamu kenapa? Hmm?"
"Mas Jefry selingkuh. Dia berciuman dengan seorang perawat dan.....dan......"
Tamara langsung mendorong kedua bahu Aylin dan berkata dengan senyum lebar, "Kebetulan aku juga lagi suntuk habis debat sama Mama mertuaku. Kita hangout ke klub langgananku, yuk!"
Aylin mengusap pipinya sambil bertanya, "Hah?! Aku belum pernah ke klub malam, Tampah sedekahan"
Tamara terkekeh geli lalu berkata, "Makanya aku akan ajak kamu ke sana Lintah kampung. Dijamin kamu bakalan happy dan lupa sama masalah kamu. Pasang sabuk pengaman kamu!"
Aylin memakai sabuk pengaman dan terpaksa menuruti ajakan Tamara karena dirinya ada di dalam mobilnya Tamara dan dirinya malas balik. Dia masih sangat marah dan malas bertemu dengan Jefry.
Kembali ke Gio yang masih belum berminat menarik seorang cewek untuk dia ajak ke hotel.
"Udah pulang aja! Tobat malam ini aja, Yo!" Bagas menepuk punggung Gio.
Gio berdecak, "Tzk! Bentar lagi. Siapa tahu aku ketemu bidadari"
Bagas sontak tertawa ngakak, "Hahahahaha! Mana ada bidadari pergi ke klub malam, anj*r"
Gio menoleh ke belakang dan memberikan tatapan mautnya ke Bagas yang membuat Bagas kembali tertawa ngakak dan menepuk punggung Gio lalu melanjutkan kembali pekerjaannya.
Gio sontak melirik ke kanan saat dia mendengar suara merdu seorang cewek, "Tampah sedekahan, pulang aja, yuk! Aku nggak nyaman, nih. Aku belum pernah ke tempat beginian"
"Shhhhh! Nikmati freedom dan kesenangan duniawi ini, Lintah kampung. Mau pesan apa?"
"Es jeruk aja" Sahut suara merdu itu dan suara itu membuat seorang Gionatan Wibisana langsung memutar kursinya menghadap ke meja bar lalu pria tampan itu memiringkan kepalanya dan dalam hitungan sepersekian detik cowok tampan itu menopang kepala miringnya dengan lengan kanan kekarnya.
Gionatan Wibisana menilai cewek yang berada tidak jauh dari kursinya. Seorang cowok botak duduk di sebelah Gio yang membuat Gio harus memiringkan lagi kepalanya lalu menopangnya lagi dengan lengan kanan agar bisa menilai cewek yang meminta es jeruk di klub malam sekelas Black Orchid.
Hmm, cantik, wajahnya oriental, tubuhnya ramping tapi punya lekukan yang sempurna. kemeja putih lengan panjang yang dia gulung, rambutnya yang dicepol asal, dan bawahan rok ketat selutut berbahan kain, membuat dia sempurna dan sial! Gionatan mengedarkan pandangannya dan menemukan banyak pasang mata cowok mengarah ke cewek cantik bercepol itu. Banyak pria hidung belang mengincarnya, sial!
Gionatan menggeram kesal saat dia melihat pria botak memasukkan sesuatu ke es jeruk cewek bercepol cantik itu saat cewek itu asyik mengobrol dengan temannya.
Gionatan hendak mencegah cewek itu untuk tidak meminum jus jeruk berbahaya itu, tapi terlambat. Cewek itu menenggak habis jus jeruk itu tanpa curiga.
"Tzk! Bener-bener polos tuh cewek!" Desis Gionatan sambil melangkah lebar ke cewek itu sebelum pria botak brengsek meraih pinggang cewek itu.
Tamara terkejut melihat kepala sahabatnya jatuh ke dada cowok tinggi, berparas tampan dengan badan atletis.
"Hei! Dia cewekku!" Teriak cowok botak brengsek yang tadi memasukkan sesuatu ke jus jeruk cewek yang saat ini pingsan di dalam pelukannya Gionatan.
Gionatan berbalik badan sambil memeluk bahu cewek jus jeruk saat pria botak brengsek itu menahan pundak Gionatan.
Bugh! Gionatan mendaratkan bogem mentahnya ke pria botak brengsek itu. Pria botak brengsek itu sontak pingsan ke lantai.
Bagas sontak berteriak ke semua orang yang mendekat dan ingin mengeroyok Gio, "Tenang! Dia pantas mendapatkan bogem mentah! Lanjutkan kesenangan kalian!"
Saat semua orang kembali ke aktivitas mereka, Tamara menepuk punggung cowok keren di depannya yang masih memeluk Aylin.
Gionatan memutar badannya dan Tamara langsung melebarkan senyumannya, "Lintah kampung, emm, maksudku Aylin, temanku itu lugu banget. Aku nitip dia, ya. Ini alamat apartemennya. Tolong anter dia pulang karena aku masih belum puas bersenang-senang dan satu lagi, tunangannya selingkuh. Buat dia lupa sama tunangannya yang brengsek itu. Jefry Thien memang brengsek, tzk!"
Sebelum Gionatan sempat menyemburkan protes, Tamara berlari kencang ke lantai dansa.
"Damn!" Umpat Gionatan sambil menyentak tubuh cewek yang bernama Aylin saat cewek itu mengusap-usapkan kening di dada Gionatan sambil bergumam, "Panas banget, tolong aku! Panas banget" Gionatan lalu membopong cewek cantik bercepol itu ala bridal.
Bagas sontak mendengus kesal lalu berkata, "Sial! Lo beneran dapet bidadari, Bro"
Gionatan hanya mengangkat sudut bibir Kanannya lalu pergi meninggalkan Bagas dan meja barnya Bagas setelah meletakkan kartu kreditnya di meja bar.
Bagas mengambil kartu kreditnya Gionatan sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya yang masih belum bertobat berganti-ganti cewek.
Gio memasangkan sabuk pengaman ke cewek cantik bercepol itu sambil mengumpat kesal, "Sial! Malam ini juniorku kayaknya beneran puasa. Mana tega aku memakan jeruk imut dan lugu seperti ini. Mana cantik banget nggemesin begini" Gio mencubit pelan pipi cewek itu lalu tersenyum geli menertawakan dirinya sendiri yang tidak tega memakan cewek di malam berburunya.
Gionatan sontak membeliak saat bibir cewek itu menempel ke bibirnya lalu tangan cewek itu menundukkan kepalanya Gio ke dada cewek itu.
"Damn!" Gio mengumpat kesal saat tangan cewek itu menjambak rambut cepaknya sambil bergumam, "Sakit banget, panas banget, tolong aku! Tolong aku! Panas banget!"
Gionatan menggeram frustasi dan membungkam bibir gadis berkulit putih itu. Tidak memberikan kesempatan pada gadis cantik itu untuk mengerang kepanasan dan kesakitan lagi. Aylin tanpa sadar membalas ciuman itu dan di saat Aylin membuka mulut untuk mencari oksigen, lidah Gionatan bergerak masuk menjelajah tiap sudut di rongga mulutnya.
Shit!!!! Gionatan dengan cepat menarik kepalanya lalu menghempaskan dirinya ke jok mobil sebelum kebablasan.
Cewek itu terkulai lemas dan bergumam lirih, "Panas sekali, tolong aku!"
Dengan napas yang masih menderu, Gionatan menjalankan mobil sambil merogoh saku kemejanya. "Iya, iya, sabar!" Gionatan menatap kartu nama yang dia ambil dari saku kemejanya sambil terus menjalankan mobilnya, "Aku akan anter kamu pulang. Teman kamu sudah kasih aku kartu nama kamu, Aylin Buana, S.Psi dan kamu seorang dosen, great! That's great, Girl!"
Beberapa menit kemudian, Aylin berjalan sempoyongan setelah Gionatan berhasil menariknya keluar dari dalam mobil.
"Eh, eh, tunggu!" Gionatan bergegas menutup pintu mobil lalu memencet tombol kuncian di kunci remote mobil dalam hitungan sepersekian detik agar dia bisa segera berlari kecil menyusul langkah sempoyongan gadis berkulit sangat putih itu untuk menyentak gadis itu ke gendongannya. Dia membopong gadis itu ala bridal. Kepala gadis itu terkulai di pundak Gionatan.
Di dalam lift, tiba-tiba kepala gadis itu tegak sempurna lalu matanya melotot ke Gionatan, "Kamu siapa?"
Gionatan mengerjap kaget lalu menjawab gugup, "A....aku..... hmpppth" Gionatan terbeliak saat gadis cantik itu memagut bibirnya.
Gionatan mengerang pasrah dan dengan senang hati dia menciumi bibir gadis cantik itu dan gadis cantik itu membalasnya dengan menggebu.
Ting! Pintu lift terbuka dan sambil berjalan keluar dari dalam lift, Gionatan masih membopong gadis yang bernama Aylin dan masih membalas ciuman menggebu gadis itu.
Gionatan terpaksa menarik bibirnya untuk bertanya dan suaranya terdengar serak, "Sandinya apa?"
Gadis cantik itu menyahut dengan mata sayu dan suara yang terdengar lebih serak, "Ulang tahunku"
"Tzk! Bodoh! Aku nggak tahu tanggal ulang tahun kamu" Gionatan menghela napas kesal.
Aylin menampar pelan pipi Gionatan lalu bergumam lirih, "Kau yang bodoh. Kau dokter, tapi bodoh. Selingkuh dengan perawat, cih! Cari model atau sesama dokter, kek. Kenapa perawat, hah?! Kau tolol dokter Jefry"
"Tzk! Ngocehnya nanti aja! Katakan dulu tanggal ulang tahun kamu" Gionatan menyentak tubuh Aylin yang merosot turun "Sial!" Gionatan berdecak kesal sambil mendekap erat tubuh gadis itu supaya tidak jatuh ke lantai. "Jangan gerak-gerak lagi! Berbahaya untuk kita berdua kalau kamu gerak-gerak terus, cih!"
Aylin mendongak lalu menyipitkan mata, "Berbahaya apa, kenapa?"
"Tzk! Katakan saja tanggal ulang tahun kamu?!" Suara Gionatan mulai meninggi.
"Tiga kosong kosong enam" Sahut Aylin sambil menyusupkan wajahnya ke dada tegap.
Gionatan langsung memencet angka itu dan terbukalah pintu apartemennya Aylin.
Gionatan kembali membopong Aylin dan melangkah masuk lalu menutup pintu dengan tumit kaki kirinya.
Gionatan bergegas membawa Aylin ke kamar mandi lalu menurunkan Aylin di bawah shower, "Kamu harus diguyur air dingin lalu aku akan kasih kamu obat pereda nyeri kamu pasti punya obat itu, kan? Itu obat umum dan......" Pria tampan itu terbeliak saat Aylin menyentuh jakunnya.
"Benda apa ini? Kenapa lucu sekali bisa naik turun begini" Aylin terkekeh geli sambil mengusap lembut jakun Gionatan.
Gionatan menyentak bahu Aylin sambil berkata, "Tidak! Jangan lakukan itu! Sial!" Tubuh Gionatan seketika terasa panas dingin.
Gionatan langsung mendudukkan gadis cantik itu di lantai kamar mandi lalu dia berbalik badan, "Lakukan sendiri!" Pria tampan itu kemudian berlari keluar dari dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya.
Gionatan bergegas berlari ke lemari es mini yang terpampang cantik di sudut kanan meja kerja gadis cantik itu dan berharap dia menemukan air soda yang dingin u tuk menenangkan dirinya dari gejolak yang tidak ingin dia puaskan malam ini.
Tidak kepada gadis lugu dan cantik itu. Tidak! Begitulah tekad Gionatan.
Gionatan membuka lintu lemari es mini itu dan langsung tersenyum lega, ada cukup banyak kaleng cola dingin. berjejer rapi di dalam lemari es mini itu. Pria tampan itu menyambar cepat satu kaleng cola dingin untuk dia minum sampai tandas.
Saat Gionatan mengusap bibirnya dengan punggung tangan sambil melemparkan kaleng cola yang sudah kosong ke bak sampah, dia melihat Aylin berjalan sempoyongan keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut basah, kepala yang berusaha tegak, dan gumaman, "Kenapa seluruh dunia berputar-putar begini? Apakah ada gempa?"
Gionatan terkekeh geli melihat tingkah konyolnya gadis cantik yang kini memakai jubah mandi.
Gionatan menghampiri gadis cantik itu lalu membopong gadis itu ke ranjang.
Dengan gerakan super lembut, Gionatan membaringkan gadis itu ke ranjang.
"Tunggu sebentar! Jangan tidur dulu! Kamu harus minum obat pereda nyeri dulu" Gionatan bergegas berlari ke lemari penyimpanan obat yang terpajang di dinding.
Setelah mengambil obat anti nyeri yang dia butuhkan, Gionatan berlari kecil ke ranjang lalu duduk di tepi ranjang dan membantu gadis cantik itu meminum obat itu dengan air putih dari gelas yang tersedia di atas nakas di dekat ranjang.
Lalu, Gionatan membaringkan kembali gadis itu di ranjang dan menyelimuti gadis itu sampai ke dada.
Saat Gionatan berdiri terdengar suara petir yang begitu kencang dan gadis itu sontak duduk tegak sambil berteriak kencang, "Aaaaaaa!!!!!"
Gionatan sontak melompat ke ranjang ketika gadis cantik itu menarik lututnya lalu menempelkan wajah di tengah lutut dan menutup kedua telinga dengan telapak tangan.
Gionatan mengusap lembut bahu gadis cantik itu sambil berkata, "Itu cuma petir. Jangan takut, shhhhh!"
Gionatan terbeliak saat gadis itu memeluk pinggangnya dan bergumam di sela isak tangisnya, "Aku takut.....Ayah jangan pergi! Ayah hari ini hujan......jangan pergi, hiks, hiks, hiks!"
Gionatan menghela napas panjang lalu membaringkan gadis cantik itu ke ranjang dengan super lembut kemudian dia menepuk-nepuk pelan bahu gadis cantik itu sambil berkata, "Shhhhh! Bobok lagi, ya, ada aku di sini. Jangan takut, hmm?"
Pelan-pelan mata gadis cantik itu terpejam dan tidak begitu lama terdengar dengkuran halus.
Gionatan menarik selimut sampai ke dada gadis cantik itu lalu dia tidur miring dengan tangan kiri karena tangan kanannya digenggam erat oleh gadis cantik itu.
Dia menatap wajah cantik yang sangat putih dan lembut dengan helaan napas panjang, "Fiuuhhh! Tidur juga akhirnya dan baru kali ini aku berpuasa di malam berburuku. Aku tidak tega memakan kamu" Gionatan tersenyum geli menertawakan dirinya sendiri lalu dia merebahkan kepalanya di atas bantal dan tidak begitu lama dia pun mendengkur halus.
Keesokan harinya, Aylin membuka mata lalu menarik kedua tangannya ke atas untuk melakukan peregangan.
"Akhirnya bangun juga"
Suara bas yang dalam dan sangat maskulin itu membuat Aylin menoleh kaget dan sontak menggeser badannya menjauhi sosok tampan yang tengah tersenyum padanya.
"A....apa aku ada di Nirwana dan bertemu salah satu dari dewa Yunani?" Gumam Aylin.
Gionatan mendengus geli lalu berkata, "Terima kasih untuk pujiannya, tapi bisakah kamu bangun karena lenganku sepertinya kesemutan dan aku harus segera pergi bekerja"
Aylin sontak bangun lalu menoleh ke belakang dengan kening bergelombang.
Gionatan ikut bangun sambil memijit lengannya saat Aylin menunduk dan mendongak cepat ke pria tampan itu lalu berteriak sangat kencang, "Aaaaaaaa!!!!!!"
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kanannya Gionatan.
Aylin melotot lalu merosot turun dari kamar mandi kemudian berlari kencang ke kamar mandi saat pria tampan itu mengusap pipi di bekas tamparannya Aylin.
Gionatan sontak berteriak, "Terima kasih untuk tamparannya!" Ke pintu kamar mandi yang ditutup dengan keras.
Pria tampan atau biasa disebut ganteng sama saudara-saudarinya kalau dia pulang ke kota S itu kemudian merosot dari tempat tidur. Dia melangkah ke pintu kamar mandi.
Tok,tok,tok!
Suara ketukan itu membuat pundak Aylin terangkat sangat tinggi bahkan dia hampir melompat di tempat saking kagetnya.
Aylin diam membisu dan terus menatap bayangan dirinya di pantulan cermin sambil mengingat-ingat apa yang sudah terjadi semalam.
"Jus jeruk! Aku pergi dulu. Aku tidak ambil keuntungan semalam. Aku hanya menemani kamu tidur karena kamu takut sama petir dan terus menggenggam tanganku. Aku pergi dulu. Aku tinggalkan nomer ponselku di nakas. Bye!!!!"
Aylin memutar badan menghadap ke pintu, tapi dia masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
Gionatan melangkah pergi meninggalkan Aylin dengan helaan napas panjang.
"Tunggu! Jus jeruk? Kenapa dia memanggilku begitu?" Aylin kembali memutar badan menghadap ke cermin, "Aku tidak menemukan bercak merah, ungu, atau biru yang sering aku baca di novel dan aku tidak menemukan noda darah di seprei. Berarti benar pria itu tidak mengambil keuntungan. Lalu, jus jeruk? Ah! Jus jeruk itu akar permasalahannya. Jus jeruk itu pasti dimasukki obat sama dia dan membuatku tidak sadarkan diri" Aylin bergegas mandi saat jam di dinding kamar mandi menunjukkan pukul tujuh. Dia harus mengajar pukul sembilan.
Aylin hanya makan sereal lalu berlari keluar sambil membuang kotak sereal yang sudah kosong ke bak sampah.
Aylin berlari ke lift yang hampir menutup dan Aylin melihat ada tangan berotot menahan pintu lift.
Aylin masuk begitu saja dan langsung berdiri membelakangi si pemilik tangan berotot yang tadi menahan pintu lift untuknya.
"Terima kasih" Ucap Aylin tanpa menoleh ke belakang.
"Kamu berutang banyak terima kasih" Sahut si pemilik tangan berotot itu.
Aylin sontak memutar badan lalu membeliak kaget.
Gionatan melambaikan tangan dengan senyum lebar.
"Kamu?! Kamu nenguntitku?" Aylin melangkah mundur untuk menjaga jarak dengan pria berwajah tampan itu.
"Namaku Gionatan Wibisana bukan kamu. Aku biasa dipanggil Gio dan hai Jus jeruk"
"Ka.....kamu yang memasukkan sesuatu ke jus jerukku kemarin malam, kan? Dasar!!!"
Gionatan dengan tangkas menahan tangan Aylin yang melayang lalu menarik Aylin sampai tubuh gadis itu menempel di tubuhnya.
"Lepaskan!" Aylin memutar tangannya yang berada di genggamannya Gionatan.
Gionatan semakin erat mencengkeram tangan itu sambil berkata, "Denger, ya! Kalau mau nuduh itu bawa bukti. Aku yang dimintai tolong sama temen kamu untuk nganter kamu pulang karena dia masih ingin bersenang-senang. Kalau mau marah cari info dulu. Kamu marah sama orang yang salah Jus jeruk"
Gionatan melepaskan tangan itu dan membiarkan Aylin melangkah mundur dengan wajah penuh tanda tanya. Namun, tatapan Gionatan terus mengarah ke wajah cantiknya Aylin.
Aylin melotot ke Gionatan lalu berbalik badan dengan cepat memunggungi Gionatan. Dia tidak kuat ditatap intens sama cowok yang kerasnya sangat rupawan dan tubuhnya atletis.
Selain tampan dia juga wangi. Wangi vanila mint persis sama seperti wangi mendiang ayah. Batin Aylin sambil menggigit bibir bawahnya.
Dia cantik banget pagi ini. Pakai celana kain warna cokelat terang dan blus warna hijau tosca lalu.....sial! Kenapa dia harus mengucir rambutnya setinggi itu? Leher cantiknya yang sangat putih terekspos, tuh. Batin Gionatan.
Suana hening karena Aylin tidak mau berbicara begitu pula dengan Gionatan.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Aylin berlari keluar dari dalam lift tanpa menoleh ke belakang. Gionatan mengekor lari kecilnya Aylin dengan senyum terkulum.
Kaki kecilnya lucu banget berlari seperti itu. Gionatan mendengus geli dan melangkah lebar mendahului Aylin. Meskipun Aylin berlari kecil tapi kakinya pendek dan Gionatan hanya dengan langkah lebarnya bisa menyalip Aylin. Gionatan menyalip Aylin sambil menarik kucir rambutnya Aylin.
Aylin berhasil meraih ujung lengan kemejanya Gionatan sambil berteriak, "Tunggu! Kenapa kau tarik kucir rambutku? Kembalikan!"
Gionatan menyentak tangan Aylin lalu dia memutar badan sambil berlari dan berteriak, "Lain kali jangan dikucir terlalu tinggi aku tidak rela leher cantikmu dilihat banyak orang. Hanya aku yang boleh melihatnya!"
"Hei brengsek! Siapa kau, hah?! Berani atur-atur Gue! Berhenti!!!!"
Cowok tampan itu melambaikan tangan dengan tawa lebar dan berbalik badan sambil berteriak, "Sampai ketemu lagi Jus jeruk"
Aylin berlari kecil tapi kakinya yang jauh lebih pendek dari cowok tampan itu tidak bisa mengejar laju lari cowok tampan itu. Dia akhirnya kehabisan napas dan membungkuk dengan memegang lututnya dan terengah-engah.
Aylin kemudian menegakkan badan lalu celingukan mencari mobilnya dan ckiiiitttt!!!! Mobilnya Tamara tiba-tiba berhenti di depannya dan wajah cantiknya Tamara meringis di jendela. "Buruan masuk Lintah kampung!"
Aylin menghela napas panjang lalu bergegas masuk ke dalam mobilnya Tamara.
Tamara melajukan mobil setelah sahabatnya memakai sabuk pengaman lalu dia mulai mengoceh, "Mobil kamu ada di rumah sakit. Kamu lihat Jefry berciuman terus kamu nyelonong masuk ke mobilku dan kita pergi ke......."
Aylin menoleh ke Tamara, "Apa kamu yang menyuruh laki-laki......"
"Tampan, berbadan atletis dan baik, ya! Aku menyuruh dia mengantarmu pulang"
"Kenapa Tam? Kenapa kamu langsung memercayakan aku ke laki-laki itu? Kamu kenal sama dia?" Cecar Aylin dengan mata yang mulai menyipit karena kesal.
"Aku tidak kenal tapi feelingku mengatakan kalau dia baik karena dia yang menyelamatkan kamu dari pria botak hidung belang yang memasukkan sesuatu ke jus jeruk kamu. Dia juga menghajar pria botak itu sampai terkapar di lantai"
Aylin mengarahkan pandangannya ke depan dengan helaan napas lega.
Tamara menoleh ke Aylin sekilas sambil menyemburkan, "Dia tidak ngapa-ngapain kamu, kan? Kalau iya, aku akan hajar dia lalu menjebloskannya ke penjara. Kau tahu, kan, kalau aku ini pengacara yang hebat kalau dibutuhkan, tapi yeeaahh aku lebih senang bekerja menjadi humas di rumah sakit dan sesekali mengajar di kampus. Lebih bebas"
Aylin menoleh ke Tamara, "Aku rasa dia tidak ngapa-ngapain aku. Tidak ada noda darah di seprei dan waktu aku bangun pagi tadi, dia masih memakai baju lengkap"
"Tuh, kan! Feeling seorang pengacara tidak pernah salah" Lirik Tamara dengan senyum lebar.
Aylin membuang napas kasar lalu berkata, "Tapi, feeling seorang pengacara bisa saja salah dan kau mempertaruhkan aku di dalamnya"
"Sori! Aku tidak akan melakukannya lagi lain kali. Kemarin aku sangat kesal. Aku berdebar lagi dengan mertuaku hanya gara-gara aku menolak melakukan trs kesehatan lagi. Aku subur, aku udah pernah tes kesehatan. Aku yakin kalau aku belum punya anak sampai sekarang ini, di usia pernikahanku yang sudah menginjak tiga tahun ini, masalahnya ada di suamiku, anaknya, tapi mertuaku tidak mau dengar dan tidak memperbolehkan anaknya untuk melakukan tes"
"Yang sabar, ya, Tampah sedekahan. Aku tahu kamu itu wanita kuat. Kamu pasti bisa melalui semuanya"
"Kamu juga Lintah kampung. Semoga kamu bisa segera dapatkan uang untuk operasi jantung adik kamu"
"Yeeeaahhh, semoga. Aku sudah kerja jadi dosen, kerja di rumah sakit juga dan sesekali menerima tawaran nyanyi di kafe, tapi tetap saja uangku belum cukup untuk membiayai operasi jantung adikku. Satu setengah milyar itu sangat banyak, Tam. Mungkin aku akan pindah ke rumah sewa saja yang lebih murah. Tinggal di unit apartemen mewah itu, aku mulai sayang sama uang sewanya, kan bisa aku hemat untuk biaya pengobatan jantung adikku dan biaya hidup ibukku sehari-hari
Beberapa menit kemudian, kedua sahabat itu sampai di universitas swasta tersohor di kota J dan mereka masuk ke kelas mereka masing-masing sebelum mereka ke rumah sakit untuk melanjutkan tugas dan tanggung jawab mereka di sana.
Aylin membeliak kaget saat dia melihat ada tangan menjulur ke atas dan jari telunjuk dan ibu jari tangan itu menjepit kucir rambutnya.
"Kenapa kau ada di sini?"
Gionatan mengangkat satu alisnya dan berkata, "Untuk mengembalikan kucir rambut kamu. Nih"
Aylin merebut kucir rambutnya dan berkata lirih karena kelasnya mulai penuh, "Sekarang keluar! Kau harus kerja, kan?"
"Aku malas kerja hari ini karena aku ingin melihat performa kamu dalam mengajar" Gionatan mengangkat kedua alisnya dengan senyum lebar.
Aylin memutar kedua bola matanya dengan jengah lalu terpaksa melangkah mundur untuk memulai kelasnya dan mengabaikan pria tampan yang duduk di bangku paling depan dengan senyum lebar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!