..."Lo emang bodoh, tapi bukan berarti karena itu doang Lo dicela. Karena semua manusia memiliki jalan sendiri untuk belajar."...
...-Ryan Alvindra-...
...•...
...•...
...°...
Gadis itu, dengan rambut diikat, seragam sekolah berantakan, beraksi dengan skateboardnya mendarat tanpa ampun diatas lantai. Baru saja turun dari tangga.
Menyambut rutinitas sehari-hari, dimulai dari sarapan pagi.
"Astaga, jantung gue senam lagi anj*r!!" Seperti biasa, kakak cowoknya berteriak kesal.
"Plis Lo jangan bikin gue stress."
Ren Ethanian, salah satu cowok yang punya kesabaran setipis tisu, namun malah terpilih untuk diuji oleh tuhan dengan keberadaan adik perempuannya yang seratus persen memancing emosi.
"Alah, lebay." Ashana Zyle, sang adik, malah tertawa cekikikan.
Ren menatap sinis.
"Kok bisa si nyawa Lo betah? Lagian Lo udah tua, kalem dikit Napa!" Tukasnya jengkel.
Zyle mengangkat bahu santai, "Tua-an juga Lo kali kak. Wkwk."
Hampir saja satu lembar roti tawar melayang ke wajahnya kalau saja bunda tidak segera datang menahan Ren.
"Sabar sayang, Zizi juga duduk. Jangan kebiasaan makan diatas skateboard gitu, ah."
Bungsunya nyengir.
"Ini pant*t Zyle gak mau diajak duduk Bun." Lagi-lagi ngeles.
"Apaan! Lo ngereog kayak gitu bisa!" Ren menyela marah. Masih kesal dengan kebiasaan Zyle yang selalu melempar skateboardnya dari atas tangga lalu lompat setiap pagi, tentu saja otomatis membuatnya jantungan.
'TIIIN!' di luar terdengar suara klakson panjang, itu motor Ryan. Sahabat dua kakak-adik ini sejak kecil.
Ryan Alvindra, anak konglomerat keturunan Tionghoa, yang tidak suka orang lain tahu kekayaannya. Dia memang baik, apalagi terkadang otaknya sama-sama sengklek kayak Zyle.
Jangan kira matanya sipit, karena Ryan memiliki mata tajam agak sayu, berkulit putih kemerahan. Yang jelas, dia termasuk salah satu primadona sekolah.
Ren buru-buru menyalami bunda, "Bun, Ren berangkat ya. Itu Ryan udah nyamper." Ucap Ren, sambil memakai sepatu.
Sebenarnya di rumah ada motor, tapi Ren selalu malas bonceng Zyle yang bar-bar itu. Makanya ia nebeng Ryan ke sekolah.
Zyle ikut-ikutan menyambar tasnya sambil berlari keluar pintu. Berteriak pamit, "Zyle juga Bun! Adios!"
Gak apa-apa lah gak salaman, yang penting bunda denger dan liat.
(Konsep sesat, jangan ditiru:,-)
Ryan tersenyum lebar menyambut Zyle, lantas melakukan ritual pertemuan biasa.
Pertama tos kepalan tangan lalu memutar sikut kemudian Zyle membuat gaya peace di samping pipi Ryan, dan sebaliknya.
"Eiy,"
"Yo!"
Mereka terbahak-bahak.
Ren menatap heran.Cringe banget asli.
"Sehat Nona?"
"Agak kurang suplemen sayang, dikit." Timpal Zyle bercanda.
"Eh, gue nebeng juga ya? Boti."
"Berangkat sendiri Sono! Ryan kan bekingan gue." Ren cepat-cepat mengusir adiknya.
Apa boleh buat, Zyle terpaksa berangkat sendiri naik skateboard kesayangannya.
"Dasar Ren guguk."
Gadis itu mulai jalan duluan, perlahan menaiki papan skateboard.
"Eh, Lo kan tau dia bakal bikin masalah kalo bawa skateboard? Kenapa dibiarin kocak?" Ryan bertanya cemas pada Ren, ia tahu betul karakter Zyle.
"Au ah, paling gue jadi tumbal."
...***...
Siapa yang tidak kenal dengan namanya? Si cewek cantik skateboard paling friendly. Paling heboh, sekaligus paling bar-bar.
Anak kelas sepuluh A, Ashana Zyle. Dia terkenal karena ciri khas sering membawa skateboard kemana-mana, setiap orang yang dia lewati di sekolah pasti disapanya tanpa ragu. Ketos SMA dharma Surya sekalipun.
"Keren banget kan gue?! Ini namanya klickflip!" Zyle memamerkan skill skateboard barunya pada Jane.
Gadis yang paling dekat dengannya di sekolah. Alena Janesha aski, teman sebangku.
Di jam terakhir olahraga bebas mereka masih ada di lapangan basket. Jane sengaja menunggu Zyle puas main skateboard.
"Yoi,"
Zyle tiba-tiba berhenti, ganti berjalan mendekati Jane.
"Eh, bolos mapel Matematika kuy."
Jane yang gila belajar jelas menolak mentah-mentah.
"Lo aja lah, gue masuk duluan ya. Udah mau mulai." Berdiri.
"Eh, ada Ryan!"
Jane langsung menoleh panik setengah penasaran, "mana?!"
"Pfft... bwahah, selamat, anda kena Preng! Si Ryan lagi ngudud kali di rooftop." Ujar Zyle asal, tertawa keras-keras.
"Kagak yaa! Ryan gak pernah ngudud, gue gak bakal ketiprot sama omongan Lo."
Muka Jane memerah, malu.
Zyle tambah tertawa, reaksi jane selalu lucu kalau diledek tentang Ryan, crush abadinya.
Dia buru-buru pergi duluan, meninggalkan Zyle sendiri.
Dunia memang sempit, baru dijadikan omongan, tiba-tiba Dua cowok itu datang menghampiri Zyle.
Ren menekan pipi adiknya,
"Heh, bocah, sana masuk."
"Kakak juga diluar kok."
Ucap Zyle, tersenyum miring.
"Eiy,"
Ritual pertemuan biasa.
"Yo!"
Ryan tertawa.
Dia dan Ren masih memakai Jersey basket, keringat di mana-mana.
"Zi, kandang 200 nego." Jokes Ryan, hanya Zyle yang tertawa,
"Duit gue abis buat infak."
Mereka berdua tertawa tambah kencang.
Lagi-lagi Ren menatap heran,
Sumpah, gak ngerti lagi sama selera humor Mereka.
"Oh iya, tadi Ian dicariin Jane."
"Suruh ikut biro perjodohan aja dia, gue udah punya." Ryan menimpali santai, mengangkat bahunya.
"Wiss~ siapa tuch? Kasi tau dong, gausah secret-secret-an!"
Zyle langsung ribut.
Ryan tersenyum samar. Bukannya menjawab, dia dan Ren malah berjalan masuk ke gedung sekolah sampai di depan pintu kelas Zyle.
"Dah, masuk sana."
"Ah! Jahat Lo! Kasih tau dulu kek!" Seketika Zyle tantrum, menolak mentah-mentah masuk ke kelas.
"Lo b*go? Udah, ntar gue spill!" Ryan tetap mendorong punggungnya, "masuk dulu sekarang."
Terpaksa Zyle menurut.
"Awas berani bohongin gue. Dasar medit."
Dua cowok itu melambai santai, lanjut berjalan ke arah tangga lantai empat, tempat kelas anak dua belas.
...***...
Jam istirahat pertama, sekolah ini dihebohkan dengan berita kedatangan mantan ketos dari pertandingan basket tingkat daerah. Yang katanya izin selama sebulan lebih untuk pertandingan itu.
Terutama para kaum hawa, para fans si mantan ketos tahun kemarin itu.
"Kak Devano udah balik coy, hari ini dia datang ke sekolah!!"
"Seriusan? Makin hensem gak? Calon imam gue itu."
"Mantan ketos tahun kemarin? Sekarang anak kelas dua belas kan?"
Kelas jadi berisik. Jane sampai memakai headset, sementara Zyle jangan ditanya, dia sudah kelayapan entah kemana.
"Dia makin Badas parah njir! Tipe gue banget. Wkwk."
"Lah, boro-boro dideketin. Emang cakep sih, tapi dia kan papan banget, alias datar banget jadi makhluk."
"Pas jadi ketos aja sus banget, gila."
Kak Devano, yah, gue tahu dia emang julit plus jaim. Tapi...
Jane melonggarkan headset nya.
Perasaan gue gak enak. Zizi bikin ulah apalagi?!
Feeling seorang sahabat memang selalu benar. Di saat kelas heboh membahas Devano, saat itu pula Zyle justru berhadapan dengannya langsung di lapangan basket.
Padahal niatnya datang untuk main skateboard, karena permukaan lapangan basket sangat halus, otomatis paling enak berseluncur Disana.
Tapi,
"Nama you siapa Men?"
Siapa cowok jangkung nan mengkilau ini?!
Rambutnya lebat, belah di tengah, berwarna agak kecoklatan. Bertubuh tinggi proporsional. Wajah keturunan luar negeri.
Devano menyeringai bingung.
Siapa cewek Yakult ini? (Sebutan untuk orang pendek.)
\=Sebenarnya dia yang ketinggian, 180 cm. Sedangkan Zyle 165 cm.
Zyle balas melotot dengan beraninya. Berkacak pinggang menghalangi Devano.
"Gue Devano, bisa minggir?"
Apa? Difan? Donal?
"Oke, Abdul, Lo bisa main skateboard juga?" Satu-satunya alasan Zyle sengaja mendekati Devano adalah karena melihat Devano yang kelihatan punya hobi sama.
Devano mengernyitkan alis. Sokap banget ni cewek kurcaci, njir lah.
"Iya,"
Zyle tersenyum lebar, "coba mainin dong!!" Pintanya setengah memaksa.
"Tapi Lo harus minggir dari situ kalo gue bisa." Tukas Devano, ikut tersenyum miring.
"Ay, ay, dodol!"
"Devano."
"Oh iya, maap. Lupa." Nyegir lagi.
Devano mendengus pendek. Sebenarnya ia agak tidak nyaman didekati perempuan.
Gue benci hal kayak dulu terulang lagi. Tapi, mungkin dia beda.
"Dipan!! Lo ngapain? Ayo dong!" Zyle berseru tidak sabaran.
Iya, dia beda. Liat aja muka ngeselinnya itu sama sekali gak tertarik dengan penampilan gue.
Devano mendadak tersenyum tipis.
"Astaganaga, Lo keselek jin apa? Ngapain senyum² gitu? Penonton kecewe nih." Teriak Zyle, manyun.
Devano berancang-ancang, yang kerennya, dia melakukan shooting basket diatas skateboard dengan jarak jauh, sambil melakukan klickflip skateboard.
Seketika bulu kuduk Zyle merinding menyaksikan atmosfer luar biasa.
"Anjay!!! Kece banget!!" Bersorak heboh.
Zyle berdiri, "gue juga mau coba!!"
"Pemula gak boleh." Padahal Devano sudah melarang.
Tapi lihat saja, gadis satu ini keras kepala. Dia tetap mencoba, berusaha meniru gayanya barusan.
'PRANG!'
Sial, bola itu meleset dan melayang menembus jendela kaca ruang guru, malahan Zyle terpeleset saat kakinya mendarat keatas papan lalu ia jatuh menghantam lantai semen lapangan.
"Zizi!! Lo kenapa??!!" Jane yang baru datang langsung panik, melihat darah mulai merembes dari belakang kepala sahabatnya.
"Bocor!!"
"Bawa ke UKS!!"
...***...
Dan tragedi memilukan itu diakhiri saat kedua orang tua Zyle dipanggil ke kantor guru untuk mengganti biaya jendela kaca yang pecah, sekaligus ditegur oleh kepsek.
Bunda sekarang duduk di samping ranjang UKS tempat Zyle berbaring.
"Jadi."
Zyle menelan ludah, ngeri.
"Sori Bun, Zyle kan gak sengaja."
Kalau Ren sudah pasrah duduk di pojokan. Masa bodoh.
"Bunda gak mau tahu, pokoknya besok kamu gak boleh nyentuh skateboard dulu. Dan skateboardnya bunda sita selama sepekan."
"Aahh!! Jangan Bun, plis!" Tak pelak lagi, putrinya ini tidak terima.
Tapi keputusan bunda sudah bulat, "tidak Zizi." Tukas beliau tegas.
"Ini demi kamu juga, kamu masih sakit."
"Sakit apanya bunda? Kan cuma kepentok dikit kok."
"Pala Lo kepentok! Udah bocor gitu, t*lol!" Sela Ren (sebenarnya khawatir, dia yang paling panik tadi).
Ayah lembut mengusap rambut Zyle.
"Sayang, gak apa-apa ya. Apa mau ayah beliin PS aja? Atau game VR?"
Bunda melotot, mencubit paha ayah. "Jangan dimanja Mulu, Zizi udah gede."
"Kan karena kamu juga dia jadi kecanduan skateboard!"
Ayah ikut murung bareng Zyle.
"Bunda kamu emang gitu," berbisik pelan.
"Oh iya, nanti kalian pulang cepat ke rumah. Karena sore ini bunda dan ayah mau berangkat kerja diluar kota. Ada yang mau bunda omongin dulu." Terakhir, ibunya berdiri.
"Kamu istirahat aja kalau masih pusing."
Ayah menepuk-nepuk pundak Zyle, "ayah pulang ya."
Tidak menyahut, Zyle terlanjur badmood.
...***...
Tebakan Ren benar.
Yang dimaksud bunda 'ada yang mau diomongin' itu apalagi kalau bukan soal Zyle.
Ren hanya mengangguk-angguk saat bunda menasihati panjang kali lebar.
"Pokoknya jangan berantem, marahan, atau saling usil. Kalian harus akur, jaga diri. Zyle dilarang ngelawan kakak." Ucap bunda tegas.
"Iyaa.."
"Ren, dengar gak?"
"Iya Bun.."
Bunda tersenyum puas, menarik kopernya.
"Mungkin ayah bunda perginya sekitar tiga bulan, uang jajan di transfer ya."
Zyle gemetar menyalami bunda.
Skateboard...
"Bunda, uang jajan lancar ya."
"Anak ini, bukannya didoain." Kata bunda tak habis pikir, tersenyum mencubit pipi Zyle lagi.
"Sana jagain Abang kamu."
Ren yang sedang membantu menaikkan koper ke bagasi, spontan berteriak, "kebalik Bun!!"
"Oke, kids. Bunda sama ayah jalan ya!!"
Semua bawaan sudah rapi di bagasi, bunda masuk ke dalam mobil disusul ayah. Seperdetik berikutnya mobil itu keluar dari garasi.
Dari jauh, bunda masih melambai.
...***...
"Terima kasih atas perhatiannya, karena disini saya perempuan jadi saya tidak meminta maaf apabila ada kesalahan, karena perempuan selalu benar." Zyle tersenyum lebar menutup presentasi tugasnya hari ini. Seluruh anak kelas tertawa mendengar penutup Zyle yang ngabrut banget, apalagi anak cowok.
"Macem-macem aja kamu. Ini nilai kamu sebenarnya kurang bagus, tapi karena public speaking kamu bagus jadi nilainya saya naikin satu angka." Kata pak Irwan.
"Ah, pelit banget sih pak, minimal naikin yang banyak lah." Protes Zyle.
Pak Irwan melotot, "heh, udah dikasih malah ngelunjak! Duduk sana!"
"Sori pak!!"
Pak Irwan geleng-geleng kepala.
"Dasar anak jaman now. Ada pertanyaan? Kalau nggak saya tutup pelajaran kita,"
Sudah pasti tidak ada yang mau bertanya, jelas-jelas mereka mau cepat-cepat istirahat.
"Baik, sekian pelajaran kita. Saya pamit dulu." Pak Irwan mendengus, sudah menebak maksud wajah-wajah muridnya yang seolah bilang, gece pergi pak!
Bel istirahat berbunyi.
Para cowok berhimpitan duluan keluar pintu dengan tujuan mati kantin di lantai bawah.
Sedangkan yang cewek heboh mengerumuni meja Tania, siswi cantik bercita-cita menjadi vlogger beauty.
Dia membawa produk make up baru dari luar negeri.
"Jen, gue mau nimbrung sebentar ke sono ya." Zyle berdiri.
"Jangan bikin kacau."
"Iya!"
Sahabatnya berlari kecil, sembarangan menyelip di tengah kerumunan. Sampai akhirnya berhasil sampai di depan Tania.
"Tan, gue bagi juga dong."
Yang Tania pegang, liptint. Zyle tidak terlalu bisa memakainya, Tania yang super peka, reflek membantu.
"Dah, ngaca coba."
Tersenyum bangga di depan cermin kecil Tania, gadis itu mengangguk.
"Sip Nuna, arigato."
Kemudian dengan pede, ia keliling kelas memamerkan bibirnya yang memakai Liptint.
Memang kalau dasarnya good looking, apa saja yang dipakai pasti kelihatan bagus.
Zyle puas dengan reaksi positif anak-anak sekelas.
"Pamerin ke siapa lagi yaa?" Menoleh kesana-kemari.
"Yosh, ke kakak sama Ian!" Lantas teringat dengan duo cowok itu. Ia berlari mencari kakaknya di kantin, karena biasanya Ren selalu jajan saat istirahat.
"Lah, gak ada??"
Diluar dugaan, Ren tidak ada.
Zyle melongok ke jendela, dan malah melihat sosok kakaknya di lapangan basket.
"Woh, disana to!" Lanjut berlari.
Disisi lain, Ren sibuk bermain game online, seperti biasa by one dengan Ryan.
Mereka fokus sekali sampai Zyle yang kesal akhirnya sengaja muncul ngesot dengan posisi terlentang di lantai lapangan.
"Anj*r!! Kaget!!" Bahkan Ren tidak sengaja menjatuhkan hpnya ke wajah Zyle.
'bletak!'
"Sakit kak!!" Zyle menyingkirkan hp Ren sambil bangun, duduk di depan kakaknya.
"Kak, ada yang beda gak?" Menatap serius.
"Hum..muka Lo lebih slenge'an." Jawab Ren asal.
Seketika Ryan menggebuk punggungnya.
"Jangan cari ribut bloon!!" Berbisik.
"Bibir Lo pake apaan itu?"
"Ini liptint punya Tania. Bagus kan? Kayak Nuna-Nuna Korea! Ya, jjinja.... sh*bal.." Zyle berlagak menjadi artis Korea yang sering dilihatnya di drama.
"Lo nonton gituan?"
"Enggaklah, cuma gak sengaja liat aja kok!" Zyle ngeles, bisa-bisa Ryan meledeknya sampai mampus. Kan gak lucu banget.
"Kalian ngapain disini?" Tanya Zyle.
"Nunggu Ipan." Ren yang menjawab.
"Ipan siapa?"
Panjang umur, yang dibicarakan datang.
"Ni, punya Lo berdua. Batagor pesenan Ren gak ada, gue ganti siomay aja."
Suara itu! Zyle melongok keatas melihat wajahnya.
"Owalah, si Abdul!!"
Cowok yang kemarin ia jaili di lapangan.
Devano ikut duduk.
"Lo adiknya Ren kan? Sori ya yang kemarin."
Zyle tersenyum menyentuh plester luka di belakang kepalanya.
"Fine. Tapi...."
Devano menunggu.
"Lo harus ajarin gue yang cara masukin bola basket sambil naik skateboard itu, ya!" Ucap Zyle. "Ya?" "Ya? Ya?"
Devano terpaksa mengangguk, astaga, ribut banget.
"Iya..."
Zyle langsung berjingkrakan senang, kemudian berlari sambil berteriak, "mission complete!!"
Gadis itu bukannya keluar lewat pintu besi, malahan melompati pagar kawat yang lumayan tinggi.
Devano sontak terkejut, shock.
"Dilompatin?!"
Ren santai menjawab, "emang agak Laen anaknya. Biasa, gen Z."
Devano masih bengong.
Gue gak salah liat kan?! Sumpah gila, gue baru Nemu cewek yang bisa lompat begitu!! Dan-dia ngapain harus lompat coba?! Kalo bisa lompat tinggi, harusnya pantes main basket, tapi badannya kecil.
...***...
Hari Senin pekan berikutnya.
Zyle merayakan hari skateboardnya dikembalikan. Masa penyitaan sudah berakhir.
Kalau sedang senang, otomatis dia tambah rusuh. Lihat saja tampang Jane macam kertas lecek.
Akhirnya jam istirahat tiba, Jane buru-buru ingin duduk sebentar di taman sekolah, melepas stress.
"Jen, mau ikut gak? Ke kelas atas." Ajak Zyle tiba-tiba, tersenyum.
Jane menghembuskan nafas, yaudah lah, daripada dia bikin kacau nanti.
"Mau cari siapa di lantai atas?"
Zyle tidak menjawab, sambil menaiki tangga ia berancang-ancang meletakkan skateboard di lantai atas.
Jane mendengus lagi. Berusaha berpikir positif. Oke, mungkin dia mau ketemu kakaknya.
Belum selesai harapan sia-sia itu, Zyle yang naik skateboard di koridor lantai empat malah ditegur OSIS.
"Zi, jalan aja! Jangan kaya gitu, ah!" Kata kak Daniel.
Zyle nyengir kuda, "yaudah, gendong ajalah kak!!" Dia malah balas bercanda.
Sumpah deh, enteng banget bilang bercanda, dikira orang ga baper. Mana tu bocah good looking lagi. Jane menyeret kerah seragam Zyle.
"Udah, gak usah macem-macem."
Kali ini Zyle menurut, dia menenteng skateboard sampai di kelas Ren.
Kedua matanya gesit menyapu kelas, mencari sosok seseorang.
"Mana, ya.."
Jane bingung. Ren jelas tidak ada di bangkunya.
"Lo cari siapa cantik?"
Lagi-lagi Zyle tidak menjawab, gadis itu menjentikkan jarinya, senang menemukan sosok 'dia' yang tertidur di meja belakang.
"Hoo~ tidur ye~"
Dengan santainya masuk ke dalam kelas duabelas, dan menghampiri meja belakang.
"Dipa~"
Zyle mengambil posisi duduk di kursi depan menghadap meja Devano.
'tuk,tuk' ia menusuk-nusuk rambut cokelat Devano dengan jari.
"Bangun, ini ai, Zyle cepmek."
Jane menangkis tusukan jari terakhir, "udah zi, dia lagi tidur itu. Lagian Lo mau ngapain nyamperin dia? Kenal aja nggak."
Larangan adalah perintah. Zyle semakin gencar memaksa Devano bangun.
"Wake up man!! Wake up please!" Gadis itu mulai ribut menggoyangkan meja Devano.
"Tepati janji anda."
Kesal melihat Zyle yang sok-sokan plus gak becus, Jane akhirnya turun tangan. Ia menepuk-nepuk punggung kekar Devano.
Dan ternyata sangat efektif, sekejap cowok itu sudah duduk tegak.
Siapa?
Bingung menatap mereka berdua, otaknya berusaha mencerna keadaan.
Zyle nyengir menatap serius Devano.
"Katanya mau ngajarin?" Ucapnya enteng, menunjuk skateboard yang ia bawa.
Ha? Devano menyipitkan mata, hampir meletakkan kepala lagi di meja, tapi cekatan Zyle menahan dengan tangan mungilnya.
"Et, bangun dong."
"Gue ngantuk." Devano berdecak pelan. Mengangkat kepala. (Kasian liat cewek kecil kaya Zyle menahan beban kepalanya itu: menurut Devano, padahal enggak:^)
"Akh, omdo (omong-doang) banget Lo mah. Jahad." Gerutu Zyle, manyun, sambil menggoret-goret meja Devano dengan kuku jari.
"Aduh."
Tidak sengaja jari telunjuknya malah ikut tergores bekas serpihan kayunya.
"Sakit ga? Makanya meja gue jangan dirusakin gitu." Devano menggeliat, beringsut memeriksa goresan di jari Zyle.
Kelihatan cuek, tapi gampang khawatir. Lucu banget.
Zyle tersenyum kecil.
"Hmm..."
Devano mengeluarkan plester dari kantong samping tasnya, dan menempelkan di luka gores tadi.
"Kenapa lagi?"
"Nggak~ pokoknya nanti kalo udah gak ngantuk ajarin gue ya!" Zyle sok mengangguk, karena kali ini dia baik, anggep aja gue ngalah deh.
Gadis itu berdiri sambil tersenyum cuek berjalan keluar kelas, dari tadi tidak sadar dengan tatapan sirik kakak-kakak kelas cewek disitu, siapa tu cewek? Enak banget caper di depan Devano.
Jane menghembuskan nafas lega.
"pagiku cerahku~matahari bersinar~terang sekali~"
"makan Lo cewek."
Ren lama-lama bisa gila mendengar lagu asal mangap itu, suara cempreng Zyle yang merusak kuping.
pagi hari tanpa keberadaan bunda cukup berantakan. Apalagi Ren mengurusi satu bocah tantrum yang entah sejak kapan sudah bermain skateboard di ruang tengah rumah mereka yang termasuk luas.
Zyle beringsut mendekat ke meja makan dengan wajah cerianya.
"kak, mau nasi goreng telurnya dua jangan pake cabe!"
"berisik. minta tolong kek, jangan nyuruh gue." sahut Ren jengkel, wajahnya yang acak-acakan belum mandi.
"kakak jelek banget. Mandi sana. baunya satu kota juga kecium." gumam Zyle sambil mulai memainkan hp.
Ren berdecak, apa si, orang lagi masakin sarapannya dia sendiri. Ntar gue tinggal malah ngomel.
Untungnya, meskipun begitu juga, Ren adalah tipe kakak nakal yang sayang adik. Namanya juga anak laki-laki pertama.
mau tidak mau kan harus manjain adek ceweknya yang kurang ajar ini.
Ren juga punya skill memasak yang lumayan. Dibanding Zyle yang masak telor saja sampai bikin kekacauan, gosong, bunda panik wajan kesayangannya dibakar Zyle.
Ren selalu terbahak-bahak kalau mengingat kejadian itu. muka Zyle yang kotor terkena asap, panci hitam terbakar.
"Nih putri. Timunnya dimakan."
sepiring nasi goreng sesuai request Zyle sudah matang.
Bedanya ada susunan timun di pinggir piringnya. Zyle protes.
"Jangan timun, Zyle gak level, ah."
Ren menarik kursi, ikut duduk menyantap nasi gorengnya sendiri.
"banyak gaya. Udah makan aja."
"kakak yang ganteng~ nih...Aaaaa~" Jurus terakhir, Zyle tersenyum semanis mungkin, dengan gaya pesawat terbang menyuapi timun ke mulut kakaknya.
Ren memutar bola mata, malas. Mendengus.
"satu aja ya. Sisanya Lo yang makan."
Zyle manyun. Terpaksa makan, daripada Ren menolak memasakinya lagi.
'TINGTONG!'
suara bel yang dibuat dengan lagu kesukaan Zyle, balonku ada Lima mulai berputar begitu dipencet. Zyle bergegas berdiri, dengan skateboard meluncur ke depan pintu.
"Ryan!!"
"Whatsup! Gue bolos hari ini!" Ryan masuk, tidak memakai seragam.
"Serius? Bukannya Lo ada jadwal tambahan buat olimpiade?" tanya Ren santai.
"kagak, mama gue minta anterin ke rumah nenek nanti siang, kayanya nginep dulu sepekan. Gue izin, lah." jawab Ryan, tertawa kecil.
Zyle ikut-ikutan bersandar di bahu Ryan yang sedang duduk di sofa.
"ah, gue mau ikut dong!"
"boleh, pake kandang."
spontan Zyle menggebuk tangannya.
"jangan lama-lama tapi, ya. Soalnya sebel serumah sama Fir'aun." bisik Zyle pada Ryan.
"ntar kalo udah pulang, nginep aja disini."
Ren yang mendengar persengkokolan jahat itu langsung melempar Zyle dengan buku tugas.
"Berisik, Tikus masuk kandang sana!"
mendadak hp Zyle berdering keras.
gadis itu merangkak diatas sofa mengambilnya di meja samping.
"bunda telfon!" serunya heboh.
"halo bunda~ bunda cantik, kenapa uang jajan Zizi belom ditransfer???"
Bundanya berdecak alih-alih mengomel melihat wajah cantik si bungsu.
"tanya kabar bunda dulu, dong. Kamu udah sarapan sayang?"
"udah, nasi gorengnya pake timun. Zizi gak suka! Ren nya bodoh gak tahu selera adeknya sendiri!" adu Zyle sebal.
"bunda dimana?"
"bilang makasih ke kakakmu. Dia udah repot-repot itu. Emang kamu bisa masak nasi goreng?" timpal bunda meledek.
Wajah Zyle berubah memerah. Semakin malu saat Ren tiba-tiba muncul di belakang sambil tertawa cekikikan.
"bisa kok!" bisa-bisa mukanya meledak.
"bunda! Gimana kabarnya? Udah sampe hotel kan?" sapa Ren, jauh berbeda dari Zyle yang cuma tau minta duit.
"mana ayah?"
Bunda tersenyum di layar, mengangguk.
"iya. Udah di hotel. Ayah kamu lagi beli sarapan. Kamu gak berantem kan sama Zizi?"
Ren melirik Zyle yang badmood habis diledek.
"nggak Bun. Dianya yang cari gara-gara. Ngerepotin." jawab Ren spontan.
Zyle mengernyitkan alis, makin manyun.
"biarin! kalo kakak bohong pant*tnya kelap-kelip!"
"nyenyenye....okane kasegu wa stresss~" balas Ren santai, merebut hp adiknya.
"sabar, Ren. Kamu kan kakaknya." kata bunda menengahi dua makhluk yang entah kapan bisa dewasa ini.
"Bun, barangsiapa yang sabar maka itu bukan aku." Ren masih menyahut, "zi, lama-lama gue tenggelamin juga Lo di sungai amazon! Sana pake seragam!"
"bunda! Kakak di buang aja ke gurun!" dengan langkah geramnya yang dihentak-hentakkan ke lantai, Zyle menyeret kaki ke lantai dua.
Melihat pemandangan tak asing ini, Ryan hanya bisa tertawa-tawa.
Sementara bunda berkata kalau Zyle dimasukkan ke dalam club sains atas rekomendasi dari gurunya, karena unggul di bidang itu, mungkin saja Zyle juga bisa direkomendasikan ikut olimpiade sains akhir tahun nanti.
entah keluhan dan alasan apa yang nanti dikeluarkan dari mulut gadis itu, tapi Ren tahu Zyle pasti menolak mentah-mentah.
"Gak mau, nanti kalo Zizi depresi gimana?" "atau nanti malah bikin ramuan merubah manusia jadi cicak?" "kalo kakak bisa, yaudah kakak ajalah!" dan entah berapa banyak lagi alasan nggak masuk akal lainnya.
...***...
"mau kok."
"hah?"
"Zizi mau. Kata bunda nanti uang jajan jadi dua kali lipat." Zyle mengerjap lucu dengan polosnya.
Ren yang hampir merasa sedang halusinasi sampai ingin kentut saking herannya.
"serius Lo mau ikut club sains?"
"iya. masa orang selucu ini dikira bohong."
Zyle mengetuk pintu ruangan club sains di lantai tiga.
karena dekat dengan kelas kakaknya, sekalian saja ia minta diantar Ren.
Cklek!
pintu dibuka. Keluar seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar dengan wajah yang membuat Zyle langsung tersenyum nakal.
"eh lord basket!!!"
"kok Lo disini? lagi nongkrong? Ikut dong, nanti gue traktir kopi!"
"kenapa pake itu putih-putih? Kain kafan? Wkwkwkwk!!"
Cerewet banget.
ternyata ada seorang perempuan lagi yang sama tinggi dan cantik mengenakan jas lab. Rambutnya dikuncir indah berwarna.
ia memandangi Zyle, lantas muncul berpuluh pikiran tentang gadis cerewet itu.
apalagi dia seenaknya merangkul Devano dan bicara santai padanya tanpa rasa hormat sebagai kakak kelas.
Devano memakaikan Zyle jas lab yang dibawanya.
"ini harus dipakai di club. Jangan sampai kotor, ya. Lo udah daftar, kan. Kata guru bimbingan, lo didaftarin ortu Lo kemarin. Jadi form nya udah diisi, tinggal langsung masuk aja."
Zyle mematut penampilannya dari atas sampai bawah. Tersenyum lebar.
"get ready with profesor Zizi!" katanya sok serius.
Ren bersalaman dengan Devano, "jagain adek gue ya. Kalo dia bikin kekacauan jadiin bahan eksperimen aja."
Devano mengangguk dengan senyum tipis. "nggak ganggu kok dia. Lo juga sering-sering liatin hasil belajarnya nanti."
"eh, gue baru beli PC baru. Mau ngegame ntar malem?" ajak Ren. Untungnya Zyle nggak dengar atau dia akan mengacaukan rencana mereka habis-habisan.
Devano langsung antusias mengiyakan.
"ok. gue meluncur ntar malem. Btw mau martabak nanti?"
"boleh."
"Zyle suka apa? biar gue beli sekalian." Tanya Devano lagi.
"kasih aja pelet ikan."
"just kidding, dia mungkin suka mie ramen."
Percakapan mereka cukup sampai situ. Karena belum apa-apa saja, Zyle malah tidak sengaja menjatuhkan botol kimia kecil terbuat dari kaca sampai pecah.
sekarang mukanya seperti anak kelinci yang ciut dimarahi Gwen.
si cewek cantik tadi.
Devano buru-buru berlari menghampiri mereka. Malah jas lab baru tadi jadi bolong terkena cairan asam.
"Kenapa bisa pecah?"
"Lo gila zi? Baru masuk Lo udah bikin kekacauan! Gimana si?! Bikin gue stress Lo!!" Ren jelas marah, membentak adiknya.
tapi Devano menahan Ren,
"Zyle, lepas jasnya. Sana duduk dulu. Biar gue lihat kalau ada luka."
Situasi itu benar-benar kacau. Zyle yang hampir nangis duduk di pojokan. Ren melotot marah, sama dengan Gwen, dia memandang sinis Zyle.
Gwen memakai alat penjepit untuk mengambil pecahan kacanya. Sedangkan Devano dengan perlahan membereskan cairan itu.
disisi lain, karena Zyle lama kembali ke kelasnya, Jane jadi datang ke lab juga. Panik melihat Zyle.
"Ya ampun! Lo ngapain lagi? Lama-lama gue iket juga Lo."
Tapi Jane berhenti begitu melihat Zyle yang menunduk di pojokan. Diam saja.
"kamu abis ngapain? Gak jadi nih kita main skateboard nanti sore?" berusaha membujuk.
"Dia dihukum. Besok jangan ke lab. Tolong bersihkan juga kamar mandi lantai tiga." Seorang perempuan menyela. Itu Gwen, yang sorot matanya nyaris membuat Jane jantungan karena kaget.
Jane agak tidak suka cara bicaranya. Tapi apa boleh buat, Zyle sepertinya membuat kekacauan lagi.
"Jangan Gwen. Dia masih baru. besok biarin dia Dateng kesini." tukas Devano sambil berjongkok di hadapan Zyle. Gwen mundur.
Devano menatap lekat Zyle, tangannya yang besar mendarat diatas bahu gadis itu.
"Zyle, hati-hati. Jangan ceroboh, karena nggak semua orang mau memahami Lo. Jangan bertindak sembarangan di semua tempat."
"Lo nggak kesel kan ditegur Gwen?"
Zyle tidak mau membalas mata Devano.
"Zizi cuma mau belajar aja kok..."
"serius? Mau gue ajarin?"
Diluar dugaan Devano malah menawarkan diri. Jelas Zyle mengangguk senang.
"tapi sekalian itu ya.."
"apa?"
"s-k-a-t-e-b-o-a-r-d"
Devano mengangguk.
Zyle mulai menatap wajahnya yang teduh. entah kenapa, perasaannya campur-aduk.
Namun, tak ada yang sadar tatapan Gwen begitu menusuk dari sana.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!