NovelToon NovelToon

RENCANA YANG INDAH KIRIMAN DARI TUHAN

Bab 1 : Mamah Minta Kado.

Seorang pria yang terlihat sangat lelah ini menujukan ekspresi yang tidak enak saat membuka pintu rumahnya, benar saja firasatnya tidak pernah membohongi. Baru sampai dirumah dengan niat hati yang awal ingin segera beristirahat, akan tetapi semua bayangan itu sirna saat melihat wanita separuh baya sudah berdiri tegap sambil melipat tangannya dihadapan mata, walau dengan beberapa pengawal yang sudah menunggu disamping-samping sudut ruangan di rumahnya sendiri.

"Assalamualaikum, Mamahku tersayang. Ada apa ini? Kok banyak banget bodyguard di rumah?" ucapnya sambari berjalan mendekati wanita paruh baya tersebut.

Terlihat pria muda yanga ada di belakang sang mamah memberikan kode pada Khafi jika mood sang mamah sendang kurang baik. Khafi langsung paham dengan kode yang di berikan oleh asistennya itu.

"Kok salam Khafi nggak di jawab si mah?" ucapnya kembali sambil tersenyum tipis ke arah sang mamah, dengan wajah sang mamah yang cemberut dengan tatapan tajam kearah sang putra.

"Walaikum'salam!" jawabnya jutek, entah kenapa mamahnya terlihat sangat kesal dengannya.

"Ada apa sih Mah anakmu ini baru pulang kerja loh, udah dapat tatapan kayak orang gak suka gitu?" ucap sang putra pada sang mamah.

"Mamah lagi marah sama kamu!" masih dengan nada yang agak jutek dengan ekspresi kesal.

"Waw! Apa ini kok jawabnya gitu? Nanti cantik mamah hilang loh!" sang anak yang masih sempat menggoda mamahnya yang masih dengan wajah kesal dan marah.

"Khafi," panggilan itu membuat Khafi otomatis menegang karena panggilan khas sang mamah jika lagi ngambek padanya.

"Iya Mamahku tersayang, yang cantik yang manis. Ada apa? Kenapa Mamah datang kok nggak bilang sama Khafi dulu, kan bisa Khafi jemput kalau mau datang."

"Jangan basa-basi lagi. Sini kamu! Mamah mau minta pertanggung jawab dari kamu sebagai seorang anak," ucapnya dengan nada agak marah.

Tak bisa ia tolak permintaan sang mamah, ia langsung menurut dan mendekatkan diri pada ibunya. Seraya menundukkan kepalanya, menarik nafasnya perlahan.

"Iya Mah ada apa?" jawabnya lemah lembut pada wanita yang telah melahirkan dirinya ini.

"Nak, Mamah tidak tahu lagi harus bagaimana memberikan peringatan sama kamu, dan mamahbjuga nggak tahu lagi cara pikiran kamu sebagai seorang anak. Kamu katanya janji sama Mamah jika tahun ini kamu akan memberi kan mamah mantu, dan akan membawa calonnya, tapi sampai detik ini kamu tidak ada tanda-tanda untuk mengenalkannya. Kamu pasti bohongin Mamah lagi kan," ungkap Airin, yang sedang memarahi putra bungsunya yang kadang buat dia naik darah karena tingkahnya yang semaunya aja.

Sang anak hanya bisa menarik nafas pasrah, dia lupa akan janji yang dia ucapkan di ulang tahun mamahnya tahun lalu bahwa dia akan bawa kado yang spesial untuk mamahnya di tahun ini tapi.. Saking sibuknya, dia sampai lupa akan janji tersebut, untuk mencari kado untuk sang mamah.

"Nggak kok!" Jawabnya seakan tak yakin dengan ucapannya sendiri.

"Bahkan kamu tidak yakin sama apa yang kamu katakan itu Khafi, kamu mungkin bisa membohongi orang lain yang tidak kenal sama kamu, tapi kamu tidak bisa membohongi mamahmu yang 10 bulan aku mengandung kamuu," ucap sang mamah yang mengelus kepala putranya lembut.

"Maaf yah mah. Lagi di cari kok," ucap Khafi yang masih berusaha untuk tetap terlihat tenang.

"Masih ada waktu kok! Mamah akan menunggu dengan sabar, sampai hari H. Kamu belum dapat, kamu mau ta'aruf sama anak temen mamah?" ucap Airin.

"Iya, nanti di liat dulu cocok apa nggak sama Khafi. Karena aku mau cari yang nyaman mah, bukan sekedar seorang pendamping saja. Tapi yang juga bisa di terima sama mamah dan aku," ucap Khafi yang menjelaskan.

"Baiklah, kalau kamu begitu," ucap Airin yang melihat ekspresi wajah putranya sudah mulai serius.

Airin sangat tahu sekali soal putranya, karena sifat Khafi yang begitu sangat mirip dengannya, saking miripnya kata-kata Khafi juga sama dengan dirinya waktu di tanya sama orang tuanya dulu saat mau di jodohkan dengan Khanafi Radhitya Prasetyo.

Disisi lain ia tak mau berbohong pada sang mamah, tapi ia juga tidak yakin akan kemampuannya untuk mencari pasangan seorang diri dengan jadwal dia yang padat. Walau dia seorang pria yang sudah dikatakan sangat mapan dalam segara urusan dan punya segalanya, hanya kurang satu yaitu seorang pelengkap ibadahnya yaitu seorang pendamping yang bisa berjalan bersama-sama dengannya.

"Lalu kapan! Kapan kamu akan kenalkan dia sama Mamah? Jangan lama-lama yah Khafi." tanya sang mamah menujukan ekspresi yang begitu sangat penasaran.

"Hemmm... Nanti ya Mah, sabar!" jawab Khafi yang ingin menenangkan sang mamah sementara.

"Mamah masih harus sabar lagi yah Khafi , berapa lama lagi Mamah harus sabar Khaafiii..." Nadanya sudah mulai menekan.

"Iya nanti Mah, sabar! Belum ketemu hilalnya aja, kalau sudah ketemu hilalnya nanti Khafi akan langsung kenalkan dia ke mamah." Khafi yang bingung harus bilang apa lagi untuk menenangkannya.

"Jangan bilang kamu belum punya pacar atau wanita yang kamu sukai atau yang akan kamu jadikan istri, iyakan!" Tebakan sang mamah tepat sasaran.

Khafi hanya menelan salivanya bulat-bulat, Khafi hanya bisa diam. Fakta memang dia tak punya bayangan akan sosok wanita yang dia ingin kenalkan atau untuk dia lamar sebagai seorang pendamping memang tidak ada di lintasan pikiran.

"Maaf ya Mah." Wajahnya mulai tertunduk saat mendengar suara permintaan mamah.

"Mamah gak butuh permintaan maaf kamu, Mamah hanya butuh kamu bawa calon istrimu ke depan Mamah. Sampai 6 bulan di hari H, jika kamu belum juga bawa kadonya buat mamah. Nanti Mamah akan purik loh. Nggak mau minum obat, mogok makan, dan nggak mau kontrol titik. Ayo Wendi kita pulang," ucap Airin yang membuang muka pada putranya.

"Eh! Kok berasa kayak aku yang rugi yah! Padahal Mamah yang nggak mau minum obatnya loh," dumalan Khafi yang saat ini bingung.

"Baik nyonya." Jawab Wendi sang asisten. 8 orang itu berjalan pergi meninggalkan tempat, mengikuti sang nyonya, wendi dan 7 bodyguard sang mamah yang berjalan meninggalkan rumah singgah Khafi.

"Eh kok gitu sih ancamannya? MAAAH, tunggu dulu dong..." Teriakan sang putra tidak ia hiraukan lagi, langsung berjalan pergi meninggalkan tempat.

Wanita separuh baya itu langsung berjalan menuju pintu keluar dan di ikuti sama asisten pribadinya, dengan beberapa pengawalnya yang satu persatu di tangan mereka membawa satu persatu barang-barang milik nyonya ya.

"Maafkan saya Pak, Nyonya memaksa ingin datang kerumah, nyonya tahu jika anda akan pulang dari LN hari ini. Beliau juga seharusnya ada jadwal kontrol hari ini tapi..." ucapan itu terputus karena teriakan panggilan dari Airin membuat Wendi harus cepat-cepat pergi.

"WENDI! Cepat kesini sekarang juga." Panggilan keras dari wanita yang sudah sampai di pintu keluar.

"Iya nyonya. Maafkan saya Pak," ucapnya secara bergantian menyahuti nyonya dan bicara dengan Khafi, putra dari majikannya.

"Tidak apa-apa Wendi, pergilah." Jawab Khafi yang hanya melepaskan Wendi.

"Saya permisi pak," ucap Wendi sambil pamit pada Khafi.

Setelah kepergian Mamahnya, Khafi berjalan ke arah sofa dengan badannya ia jatuhkan terduduk dengan sangat lemas sambil menatap langit-langit ruangan tersebut. Ia bingung dengan apa yang dikatakan oleh mamahnya, ancaman mamahnya terkadang membuat dia khawatir sendiri.

Kenan yang langsung buru-buru datang karena khawatir dengan kondisi Airin, jika terlalu sering emosional itu akan menganggu kesehatannya. Baru saja masuk ke rumah Khafi setelah melihat Mamahnya keluar dari rumah dengan sangat buru-buru, ia awalnya ingin bicara dengan Mamahnya. Tapi, karena Airin sudah masuk ke dalam mobil, jadi Kenan tak bisa mendatangi mamahnya yang sudah melaju keluar dari halaman rumah Khafi.

"Sorry dek! Mas gak bisa cegah Mamah, untuk datang ke sini. Mas tahu tempat ini privasi buat kamu," ucap sang kakak yang merasa bersalah pada adek yah itu.

"Nggak apa-apa Mas, lagian ini juga salah aku kok!" jawab Khafi yang memang sudah pasrah.

"Mas harus kejar mamah, dia belum kontrol bulan ini. Yaudah Mas pergi ya, kamu istirahat dulu besok kalau kamu mau ketemuan sama Mas, bisa kamu datang aja kerumah kita obrolin bersama-sama." Sambil menepuk pundak sang adek sebelum pergi.

"Iya Mas. Ati-ati di jalan, Salam aja buat Reva dan Mba Inara," ucap Khafi.

"Iya. Assalamualaikum," ucap sang kakak yang lansung buru-buru pergi agar bisa kekejar mobil mamahnya.

"Walaikum'salam warohmatullahi wabarakatuh." jawab salam yang lengkap sekali.

"Dalam 6 Bulan mau cari dimana? Ya Allah, aku pasrahkan semua jalan takdirku yang engkau rencanakan ini untukku." Doanya yang begitu tulus dalam lamunannya.

...****************...

Keesokan paginya, Khafi yang tengah duduk di singgasana kantor dengan berkutat dengan beberapa tumpukan dokumen pekerjaan dan laporan-laporan pekerjaan yang baru saja di list oleh sekretarisnya.

"Fi, ini data yang kamu minta kemarin." Suara yang baru saja masuk dari pintu, suara khas Dimas adalah sekretaris sekaligus sahabatnya. Meletakkan dokumen itu di meja, sambil melihat kopi yang di minum Khafi sudah habis.

"Thanks!" jawab Khafi tanpa melihat Dimas, ia masih fokus pada komputernya.

"Why? Apakah ada masalah?" tanya Dimas yang khawatir karena masih pagi tapi kopi Khafi sudah habis 2 gelas.

" Iya aku baik, jangan tanya masalah padaku jelas pasti banyak masalah." Jawab Khafi yang memperlihatkan bahwa dirinya tengah sangat lelah bingung dan perasaan yang bercampur aduk.

"Okey, sorry jika pertanyaanku salah. Apakah kamu bisa cerita padaku," ucap Dimas sebagai sahabat yang baik ia menawarkan jasa pendengar.

"Nggak! Semua baik kok." Khafi yang gensi tak mau mengatakannya kelu kesa itu pada siapapun. Karena dia tahu jika itu adalah masalah sendiri yang dia buat dalam pikirannya.

"Di kantor, apa di rumah atau tempat lainnya?" Dimas gak mau menyerah ia masih tetap berusaha untuk menggali informasi.

"Apanya?" Kebingungan Khafi dengan pertanyaan itu.

"Mukamu itu tidak bisa menujukan ke bohongan Khafiii..." Dimas yang sudah faham akan sikap, tingkah, dan bagaimana si Khafi.

"Aku baik-baik saja Dim, udah sana kerjain lainnya." Risih akan kehadiran sahabatnya itu membuat dia tak mau Dimas ada di ruangannya terlalu lama.

"Tante Airin minta menantu lagi kan!" Tebakan itu membuat Khafi langsung menoleh.

"Bagaimana kamu tahu?" Spontanitas Khafi langsung mengatakannya.

"Hahaha... Sudah aku duga dan menebaknya dengan tepat." Dimas malah tertawa terbahak-bahak karena melihat ekspresi kaget yang konyol dari muka syok milik Khafi.

"Hah! Kamu tahu dari mana? Apakah kamu bisa baca pikiranku?" ucapan konyol dari seorang jenius seperti Khafi membuat Dimas menatap dengan tatapan mata tajam.

"Khafi, aku ini bukan temenan sama kamu kemarin atau seminggu yang lalu, tapi kita temenan sudah hampir seperapat abad. Kita temenan sejak kita TK, mana mungkin aku tidak tahu bagaimana kau dan keluarga besarmu." Penjelasan Dimas yang mengatakan dengan ketegasan.

Khafi hanya manggut-manggut karena apa yang dikatakan oleh Dimas memang ada benarnya, Dimas adalah anak dari sahabat ibunya. Makanya saat pertama kali di pertemukan mereka, itu menjadi hari pertama mereka berteman, tak heran jika mereka sudah seperti saudara sendiri.

"Gimana? Kamu sudah punya rencana, atau kamu sudah menemukan tambatan hatimu. Jangan bilang kamu belum punya?" ucap Dimas yang mengatakan ingin mengetahui lebih lanjut.

"Memang belum, bahkan terlintas saja dipikiran ku nggak ada." Jawab Khafi yang pasrah akan keadaannya yang sangat frustasi.

Dimas malah ikut rungsing dengan hal itu, disisi lainnya Khafi sudah seperti saudaranya. Apa lagi di usia mereka saja Khafi sudah tertinggal jauh, Dimas yang sekarang sudah punya istri dan mau dua anak karena istrinya sedang hamil anak kedua mereka.

"Ulang tahun Mamah kali ini minta di kenalkan lagi, gimana mau cari cewek dalam waktu singkat!" Dumal Khafi yang terdengar oleh Dimas yang masih ada di hadapannya.

"Iya makanya Khafi, kamu itu jangan terlalu fokus sama kerja dong! Masalah pribadi kamu juga harus kamu pikirkan. Yaudah gini saya mau kasih kamu saran, mendingan kamu balikan lagi saja sama mantanmu si Resti lagian aku dengar dia sudah janda tuu."

"Nggak mau!" Jawaban Khafi sangat tegas menolak.

"Kenapa?" Dimas semakin bingung karena dulu Khafi sangat bucin sekali sama Resti.

"Dim kamu tahu kan aku putus sama dia gara-gara apa alasannya, so aku udah gak cinta lagi sama dia." Penjelasan Khafi yang membuat Dimas faham.

"Iya cinta bisa berjalan seiringnya waktu bro, ayolah dari pada kamu di tagih terus kan sama Mamahmu."

"Nggak deh! Biarlah dunia ini hancur, dan jika seandainya sampai di dunia ini tak ada wanita lagi hanya menyisakan satu wanita yaitu Resti. Saya lebih baik jadi petapah gunung."

"Ha ha ha..."

Dimas ketawa begitu sangat lepas mendengar ucapan Khafi yang konyol, sedangkan Khafi yang diam memandang Dimas yang tertawa.

"Apa yang lucu Dim?" ucap Khafi yang menatap tajam.

"Iya kata-kata kamu itu lucu banget sih Khafi, pantes aja Tante sangat khawatir jika putra kesayangannya itu seorang GAY, karena pemikiran kamu yang konyol soal asmara ini buat semua orang ketar-ketir."

"Mau gimana lagi orang belum ada yang mampuh untuk menanam satu bunga di tanah yang gersang kan."

"Apa maksudmu? Apakah kamu jadikan hatimu sebagai ladang atau gurun, wah perumpamaan yang bagus. Lalu apakah kamu punya persiapan buat kado ulta tante?" tanya Dimas yang menoreh luka kembali.

"Dimas kamu sengaja melukai aku atau kamu sengaja menyindir ku, itu lah mamah minta kado agar dia di kenalkan sama calon istri ku. Kamu ini gimana sih," ucap Khafi yang menatap tatapan elangnya.

"Okey! Sorry sorry sorry, jadi kamu belum ada pandangan gitu buat nyari atau ada cewek yang kamu incer, atau cewek yang kamu suka kek minimal."

"Nggak ada. Satupun tak ada. Jelas!" Khafi mempertegas yah.

"Baiklah. Coba deh kamu pikirkan lagi mungkin cinta pertama kamu atau orang yang pernah kamu temui, seperti klien-klien yang pernah kerja sama denganmu apakah tak ada yang kamu suka dari perempuan di luar sana."

Saran Dimas yang membuat Khafi otomatis berfikir, karena dia selama ini tidak pernah memikirkan hal lain selain kerja. Semua Klien yang dia temui semua adalah rekan bisnisnya, jadi tak punya pemikiran sedikitpun untuk menjalin hubungan yang lebih serius.

"Nggak, aku nggak mau sama wanita luar negeri atau wanita bule."

Khafi yang memang tak mau punya wanita bule dengan alasan yang konyol, yaitu tak mau dia tinggal di luar negeri meninggalkan sang mamah yang tidak merestuinya.

"Lah, terus kamu cari yang gimana? Yaudah kasih tahu aku biar aku juga ikut bantu cariikan, setidaknya sesuai sama tipe kamu deh, jadi selera cewekmu ini seperti apa?"

Bersambung...

Bagaimana ceritanya kali ini? Maaf jika kurang memuaskan bisa lanjut ke episode selanjutnya, jika seru boleh minta support yah!

Boleh tambahkan ke daftar bacaan, dan like dan tinggalkan komen. Saran masukan dan keluhan, Vote dukungan juga.

Bab 2 : Pencarian Calon.

Percakapan dua sahabat ini semakin serius karena Dimas yang ikut memikirkan bagaimana caranya agar Khafi bisa bertemu dengan tambatan hatinya yang di harapkan oleh dirinya dan ditunggu oleh seluruh keluarga besarnya. Dimas dan Khafi berdiskusi tentang bagaimana cara menemukan wanita yang tepat, agar dapat membuat taman bunga yang ada di hati Khafi mulai gersang menjadi subur hingga berbunga-bunga.

"Coba kamu kasih clue bagaimana tipe ideal kamu?" tanya Dimas yang ingin tahu selera dari Khafi.

Khafi hanya diam sambil melihat di layar komputernya, sambil memikirkan selama ini dia tidak memiliki waktu untuk hal tersebut bahkan dia juga tidak tahu seperti apa tipe yang dia inginkan.

"Nggak ada yang khusus sih, aku juga bingung sendiri jika ditanya begitu olehmu, mau cari yang bagaimana yah? Mungkin yang bisa buat jantungku berdebar tak karuan kali yah." Penjelasan Khafi yang spontan membuat Dimas terdiam.

"Emang ada kelainan jantung kamu Fi. Masa tipe kamu sendiri malah kebingungan sendiri, lagian mana saya tahu kamu jantung berdegup kencang atau tidak sama orang yang kamu sukai, kan kamu sendiri yang merasakannya," ucap Dimas sambil geleng-geleng kepala.

"Iya karena selama ini aku juga nggak tahu maunya yang bagaimana, dan seperti apa. Yang cantik sudah banyak, yang baik sudah aku rasakan, yang kaya raya aku juga kaya. Yang punya status sosial aku kurang suka, yang manis juga aku di porotin dan di manfaatin doang, yang Miss universe aku ditinggal nikah. Makanya aku juga bingung dengan tubuhku sendiri, apa lagi diriku telah di reset untuk siap berikan yang terbaik untuk pekerjaan. Bukan pasangan, bagaimana dong!" ucap Khafi yang sangat jujur.

"Hah?! Itu memang sangat sulit, bagaimana aku bisa membantumu untuk keluar dari penjara terhebat ini Khafi, apa lagi pemikiran kamu ini memang agak lain dan sangat berbeda dari manusia normal lainnya, mana bisa aku mencari wanita pasanganmu. Jika kalau kamu saja tidak tahu selera yang kamu sukai, dan tidak punya patokannya gimana tipe idaman kamu. Begini saja Khafi aku kasih tahu yang namanya ciri khusus itu harus secara spesifik entah dia imut kek, dia punya mata yang indah kek. Bukan yang bisa dapat membuat jantungmu berdebar kencang. Itu namanya kamu menyiksa diri tahu gak!" Dimas agak sewot dengan permintaan Khafi.

"Ha-ha-ha... Emang nggak bisa gitu kah?Iya habis gimana lagi, kalau aku bilang cantik itu mayoritas, kalau aku bilang wanita baik itu juga terdapat pada semua wanita jadi bingung, aku mau bilang khusus tipeku seperti apa aku juga nggak tahu sendiri."

"Iya juga sih. Yaudah gini aja kita pikirkan bareng-bareng sekarang. Jika kamu menemukan apa yang kamu sukai. Langsung kamu katakan, bagaimana kalau kita sisihkan dulu kerjaan ini," ucap Dimas yang menyingkirkan semua berkas-berkas yang ada di mejanya Khafi.

"Terkadang permintaan mamah ini buat aku mati muda dengan cepat, karena pasti tidak hanya ini saja nantinya," ucap Khafi yang mengingat bahwa mamahnya agak rewel dengan hal itu.

"Lah emang ada yang lain lagi selain minta calon mantu?" tanya Dimas yang juga syok.

"Pastinya. Kalau misalnya sudah ada calon istri yang akan aku dicecer kapan kamu kenalkan sama mamah, pastinya mamah akan punya permintaan yang lainnya lagi. Seperti kapan kamu menikah, lalu berikutnya adalah minta cucu, tambah pusing palaku. Masih mending aku ngerjain tugas negara deh! Dari pada permintaan mamah yang segunung itu," ucap Khafi risih.

"Hahahaha... Aduh perutku sampai sakit gara-gara mendengar leluconmu ini Khafi. So, kamu fine?" Dimas yang tertawa lepas mendengar penjelasan dari Khafi.

"Sudah tahu jawabnya kan, sudah sana kamu kembali kerja, jangan memperparah otakku tahu gak!" ucap Khafi yang agak kesal.

"Okey-okey sorry. Gini aja, gimana kalau aku kenalkan sama beberapa temen istriku, mau gak?" ucap Dimas yang punya saran yang lebih baik.

"Liat dulu deh!" jawab Khafi yang agak ragu dengan permintaan sang teman.

"Deal?" Dimas menyodorkan tangannya untuk minta kepastian.

"Kan tadi aku bilang mau liat dulu, kok minta deal sih?!" Khafi yang tidak mau buru-buru ambil keputusan karena kepepet.

"Iya sah-sahan saja dulu, kan ini mah terserah kamu Fi jika nanti ada yang cocok sama kamu ya Alhamdulillah, tapi sebaiknya kamu coba dulu kenalan sama salah satunya kan," ucap Dimas menyakinkan Khafi.

"Iya deh!" jawab pasrah yang tidak percaya diri dengan perannya.

Malam harinya pukul 20.00 bagian barat, berada di kediaman rumah Dimas yang sekarang sudah pakai piyama tidurnya setelah kembali dari kamar putranya yang baru saja ia tidurkan.

"Anakmu sudah tidur?" tanya Kiki sang istri.

"Sudah buktinya aku kembali ke kamar kan, kok kamu belum tidur?" tanya Dimas.

"Belum kan nungguin kamu." Jawab Kiki yang langsung saja nemplok kayak karet di badan Dimas.

"Sayang, ada apa? Apa yang kamu pikirkan. Apakah semua baik-baik saja." Melihat sang suami dengan tatapan kosong membuat Kiki khawatir.

"Aku lagi kepikiran sama wanita yang di sukai Khafi, kira-kira tipe yang bagaimana yah lebih cocok sama Khafi?" ucap Dimas yang curhat sama sang istri.

"Hah?! Maksudnya gimana?" Kiki kebingungan karena nggak biasanya Dimas sampai kepikiran masalah pribadi boss ya itu.

"Khafi katanya di tuntut sama Tante Airin untuk segera menikah tahun ini. Dia si suruh nyari calon istri, tapi tipenya Khafi agak rumit." Penjelasan Dimas yang membuat sang istri bangkit dari pelukannya.

"Agak rumit gimana sayangku," ucap Kiki yang menatap kearah suaminya.

"Gini sayang, kira-kira ada gak ya temen kamu yang masih single dan masih gress. Alias masih perawan ting-ting yang belum menikah?" tanya Dimas yang ingin mencarikan calon yang pas untuk Khafi.

"Ada tiga orang bestie aku yang masih gress dan belum menikah. Ada Devny, Sarah dan Dita." Jawab Kiki yang mengingat beberapa temen yang masih sering ia hubungi.

"Seriusan? Boleh dong di kenalkan sama Khafi," ucap Dimas dengan wajah yang sumringah saking senengnya.

"Yang jadi pertanyaan aku, apakah Khafi mau Sayangku. Seleranya kan tinggi banget, temen-temen aku pasti maunya sama Khafi secara fisik aja dia pria yang sempurna."

"Itu dia, tapi apa salahnya kita coba dulu kan. Kalau suka atau tidaknya itu terserah Khafi iya ngga, toh yang jalani semuanya adalah dia."

"Iya juga sih. Yaudah besok saya hubungi mereka yah!" ucap Kiki yang sudah tenggelam dalam pelukan suaminya lagi.

...****************...

Keesokan paginya Kiki yang sudah duduk di sofa ruang tengah setelah suaminya pergi berkerja, ia langsung menghubungi grup chat yang ada di ponselnya. Scrol nama dan kontak yang ada di sana, sambil lihat foto profil dari setiap kontak yang ada disana.

KIKI : Hallo BESTIE... Apa kabarmu?

SARAH : Hallo juga bumil, Kabarku baik. Gimana kabarmu disana?

KIKI : Baik juga. Sarah, apakah kamu sibuk hari ini? Kalau tidak sibuk yuk me time?

SARAH : Aduh maaf banget bumil. Aku sibuk banget lagi persiapan mau nikah. Jadi aku lagi di kurung sama orang tuaku nih gak boleh kemana-mana.

KIKI : Eh udah mau nikah aja. Kok undangannya belum nyampe ke aku sih beb.

SARAH : Hahah... Sabar ya nanti juga nyampe kok H-3 ya kamu harus dateng yah.

KIKI : Beres deh!

Pesan singkat ini terhenti disini, Kiki terdiam sambil bengong memikirkan Sarah mau nikah jadi tinggal dua pilihan yaitu Devny dan Dita. Lalu ia hubungi Devny temennya yang lainnya, seperti biasa basa-basi tanya kabar dan lainnya.

KIKI : Hallo Dev...

DEVNY : Hallo juga Ki, ada apa nih kamu chat pribadi di nomer ini. Biasanya di grup?

KIKI : Hehe iya kangen aja.

DEVNY : Pasti ada maunya nih katakan ada apa? Aku gak bisa lama nih mau shift masuk kerja lagi.

KIKI : Eh kamu lagi kerjanya. Aku ganggu kamu dong?

DEVNY : Lagi jam istirahat sih, jadi ada apa?

KIKI : Kerja dimana Dev?

DEVNY : Gue di Jepang nih Ki...

KIKI : Eh jauhnya. Jadi gak bisa me time nih sama aku. Niat hati mau ngajak hayuk nongkrong bareng lagi.

DEVNY : Aduh maaf ya Ki. Nanti deh 5 Tahun lagi me time yah.

KIKI : Kelamaan Beb.

DEVNY : Ha-ha-ha iya kan aku baru aja tanda tangan kontrak say.

Kiki hanya bisa narik nafas dalam-dalam karena semua temen-temen yah punya kehidupan masing-masing. Sekedar informasi saja untuk mengetahui kabar, ia memikirkan siapa lagi yang masih single dan akan bisa cocok sama Khafi yang notabene seorang Presdir dari perusahaan yang cukup mapan.

Pesan itu juga terhenti di sini, Kiki tidak melanjutkan percakapan lagi karena sudah tahu kondisi dari masing-masing bestienya, satu mau married yang satu jadi TKW jadi satu-satunya harapan dia adalah menghubungi Dita.

Jam makan siang Kiki mendatangi kantor tempat kerja suaminya, iya akan masuk lift tapi saat pintu lift terbuka melihat suaminya yang juga ada di dalam sana. Kiki tersenyum lebar, sekilas melihat Khafi yang juga di samping sang suami.

"Di jemput tuh!" ucap Khafi yang melihat Kiki, Dimas yang masih mengecek jadwal Khafi di Ipad-nya.

"Eh, maksudnya apa?" Dimas agak bingung sama apa yang dikatakan oleh Khafi.

Lalu Khafi memberitahu Dimas jika ada seseorang yang berdiri tepat di hadapannya. Dimas lalu melihat ke arah pandang Khafi.

"Lah kok kamu datang ke kantor?" ucap Dimas yang melihat Kiki agak kaget karena jarang-jarang Kiki mau bertandang ke kantor tempat kerjanya jika tidak butuh-butuh banget.

"Iya sengaja karena anak-anak katanya mau makan bareng sama papihnya. Aku nyidam loh," ucap Kiki yang mengusap-usap perutnya sambil memperlihatkan buncitnya.

"Udah sana ladenin dulu binimu, aku ke kafe duluan." Khafi yang jalan mendahului Dimas.

Berlalu pergi meninggalkan pasangan itu, Khafi yang berjalan yang agak cepat meninggalkan pasangan suami istri itu bermesraan, sampai di sebuah kafe yang biasa dia istirahat terlihat begitu sangat ramai, ada banyak karyawan juga yang menyapanya dengan sopan. Khafi juga menjawab tidak kalah sopannya, karena tempat itu juga disediakan untuk para pecinta kopi. Khafi sangat menghargai semua karyawan yang ada di perusahaannya tersebut, bahkan bisnis kecil-kecilan dari orang-orang yang mau menjalin kerja sama juga tidak ia tolak jika itu baik.

"Permisi? Apakah kursi ini kosong?" tanya Khafi yang membawa nampan berisi sepiring nasi lengko dengan air putih di sampingnya.

Beberapa karyawan yang duduk di sana langsung menoleh ke sumber suara, kaget bukan main karena melihat direktur malah mendekati mereka.

"I-i-iya pak ko-ko-kosong," ucap salah satunya sampai tergagap-gagap.

"Santai saja, lagian saya hanya numpang makan kok!" ucap Khafi yang meletakan nampan nasinya.

Kursi malah di tarikkan oleh karyawan yang duduk di sebelahnya. "Iya pak silakan duduk," ucap salah satunya kembali.

Ada kursi kosong dengan 3 orang yang duduk di sana dari staf, para staf itu kaget karena direktur malah ikut duduk dengan mereka.

Dimas langsung mendudukkan istri di sofa tunggu diruang kerjanya dengan sangat hati-hati sekali.

"Kamu ada apa ke sini. Khafi jadi sendirian tuh perginya," ucap Dimas yang khawatir sama Khafi.

"Khafikan sudah besar sayang, biarin aja sih. Toh dia pasti lagi butuh waktu untuk sendiri kan!" jawab Kiki memikirkan hal yang di dalam logikanya.

"Iya juga sih, tapi dia lagi butuh temen curhat tahu." Penjelasan Dimas.

"Aku mau infokan sesuatu soal temen-temenku,"

Di suatu taman santai, Dimas dan Kiki duduk berhadapan di sana, ia sama-sama sedang menyeruput secangkir jus yang dibuat Dimas.

"Jadi gimana temen-temen kamu sudah dihubungi belum semuanya?" tanya Dimas.

"Nah itu dia, temen-temen ku sudah semua ku hubungi. Hanya saja ada kabar buruk dan kabar baik kamu mau dengar yang mana dulu."

Dimas malah menarik nafasnya dalam-dalam. "Kenapa kamu malah main tebak-tebakan sih," ucap Dimas.

"Iya karena 2 temenku kayak gak bisa akan lanjut ku kenalkan sama Khafi."

"Lah kenapa?" Dimas yang bingung dan sangat penasaran dengan alasannya.

"Sarah katanya mau nikah. Devny lagi di jepang jadi TKW." penjelasan singkat Kiki.

"Terus temenmu yang lainnya gimana? Apakah ada jawaban dari mereka."

"Ada satu lagi yang belum dibalas, namanya Dita," ucap Kiki kepada suaminya.

"Cepat kamu hubungi lagi sayang. Terus tanya apakah dia mau ketemuan?"

"Nah itu dia, sudah aku tanyakan padanya. Karena masih ceklis satu sayangku. Belum dijawab-jawab lagi sama dianya," ucap penjelasan Kiki yang memperlihatkan layar pesan chat yang hanya terterah chat antara Kiki yang kirim pesan pada Dita.

"Yaudah tunggu saja mungkin dia sedang sibuk." pemikiran positif Dimas.

"Iya juga sih." Kiki yang hanya bisa menunggu chatnya di balas oleh Dita.

Setelah makan siang berdua dengan suami, Kiki memutuskan untuk pulang lebih dulu karena mau ke pasar sekalian mau ke tokoh sembako untuk beli bahan untuk makan malam yang diminta oleh putranya.

Bersambung...

Bab 3 : Bertemu Denganmu.

Khafi yang sedang pesan kopi pada seorang pelayan, setelah makan siang ini dia menunggu pesanannya diantar di meja yang saat ini hanya tinggal dia sendirian yangbduduk disana, karena para karyawan yang lain sudah masuk jam kerja mereka. Dengan tatapan kosong yang kearah keluar jendela melihat jalanan yang sangat ramai. Tak sengaja tatapan pandangannya terarah pada seorang wanita berhijab coklat, dengan pakaian baju Pemda yang sedang menyebrangkan anak-anak SD.

"Guru yang baik," dumalnya seraya sambil tersenyum tipis.

Tak lama pelayan mendatanginya membawa pesanan milik Khafi. "Permisi Pak ini pesanan yah, satu Americano dan satu porsi kue cookies!" ucapnya sambil meletakan kopi dan piring cookies.

"Iya terimakasih." Jawab Khafi yang santai, pelayan itu pergi dengan wajah memerah karena merasa deg-degan saat mengantar pesanan tersebut.

Pelayanan wanita itu lalu malu-malu melihat Khafi yang masih sibuk dengan ipad miliknya. Temen dari si pelayan menyenggolnya, ia ingin tahu jawaban dari sikap temen setelah mengantarkan pesanan.

"Ada apa denganmu?" seraya bertanya kepada temennya tersebut.

"Pelanggan disana tipe aku banget! Aduh, aku sampai lupa nanya nama dan alamat rumahnya." Sambil tepok jidatnya karena lupa nanya soal itu.

"Salah, yang bener kamu minta kontak WhatsApp yah! Kalau rumahnya terlalu dini kamu ingin tahu."

"Lebih cepat lebih baik, harus sat set sat set kalau nggak nanti dia di embat orang."

"Ya elah kamu ini terang-terangan banget sih. Yaudah mending tanya Surya sana, kan dia megang kasir tuh sapa tahu dia punya no kontaknya."

"Iya kami bener banget." Ia mendekati temen yang menjaga kasir.

"Surya, boleh aku tanya gak?!" ucapnya sambil wajahnya sumringah.

"Mau tanya apa?" jawabnya bingung.

"Tahu pelanggan duduk disana gak? Nama dan no kontaknya dia apa?" ucapnya sambil wajah memohon.

"Nggak tahu. Tapi, yang ku tahu dia bekerja di perusahaan disana. Jadi kemungkinan dia akan sering ke sini, lagian dia seminggu bisa 2x kok." penjelasannya.

"Jadi dia sering ke sini, kok aku nggak pernah tahu ya ada cowok setampan itu berada di sekitarku. Aduh kemana aja aku selama ini, padahal dia di depan mata. Okey, nggak apa-apa aku tahu sendiri aja nama dan minta no kontak dia."

Pelayan itu sudah menyiapkan berbagai tak-tik jitu membuat persiapan yang mungkin menurutnya sangat mantap, temen penjaga kasir hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkah lagi pegawe wanita ini.

"Terserah kamu aja, tapi kerjakan dulu pekerjaan kamu sindy," ucapnya.

Tiba-tiba Khafi yang tengah di fokuskan dengan berbagai dokumen masuk ke email-nya ia hanya bisa mescroll semuanya. Sambil gelengkan kelapa karena seperti tidak ada hari libur baginya, sampai nafas terlihat berat karena itu. Ia langsung menutup Ipad-nya, kembali menikmati waktu istirahat yang singkat itu.

"Bagaimana aku mau cari pasangan coba, kerjan aku aja sebareg-abreg gini. Nggak ada selesai-selesainya, di kerjain yang ini yang lain muncul. Gila nih laporan banyak juga yang harus ku cek," dumal kekesalannya.

...Tring......

Lalu tiba-tiba ada suara notif pesan masuk dari hp miliknya. Pesan masuk dari sang mamah, membuat raut wajah Khafi berubah.

MAMAH : (Khafi besok mamah mau berikan kamu satu kesempatan lagi, mamah akan memperkenalkan kamu sama Shofia, anaknya Tante Ulfa. Kali ini tolong kamu jangan nolak lagi ya, mamah sudah kepalang janji sama tante Ulfa. Jadi kamu siapkan dirimu jangan terlambat untuk datang di acara arisan mamah, jam 2 siang , jemput mamah ya.)

"Astaghfirullah mamah-mamah gak sabaran banget sih, nungguin anak cari istri sendiri! Ini malah anaknya langsung main di jodoh-jodohin aja." Dumalan itu membuat Khafi hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena tidak tahu harus berbuat apa lagi jika mamah sudah bertindak.

Sampai di kantor lagi Khafi dengan raut wajah yang murung dan lesu membuat Dimas yang melihatnya langsung panik, karena dia merasa bersalah karena meninggalkan Khafi, ia langsung mendekati Khafi.

"Khafi kamu baru kembali?" ucap Dimas.

"Iya, sorry gue telat masuk kantor"

"Aku yang harusnya minta maaf ke kamu," suara yang agak berat karena Dimas yang tidak enak hati karena meninggalkan temennya yang sedang terpuruk itu.

"Kenapa?" Khafi yang bingung karena sahabatnya tiba-tiba minta maaf dengan wajah yang lebih sedih dari dirinya.

"Iya karena aku gak temenin kau ke kafe tadi." Penjelasan Dimas yang membuat Khafi tepuk jidat yah.

"Ya Allah, kirain kenapa? Santai aja kali, lagian kayak sama siapa aja. Toh bini kau tadi mampir." Sahut Khafi yang ngertiin jika temennya sudah menikah dan mau punya anak kedua juga.

"Iya setiap hari juga aku ketemu Kiki," ujar Dimas yang berjalan duduk di depan Khafi yang sedang santai di sofa sambil menonton TV di ruang kantornya.

"Kan ketemu sama aku juga tiap hari Dim, tapi Kiki lebih penting." Jawab Khafi yang biasa saja.

"Iya bukan begitu juga kali Fi, kamu juga penting no 2 bagiku." Penjelasan Dimas yang melihat Khafi berjalan menuju sofa.

Khafi yang mengambil remote TV lalu menyalakannya mencari Chanel yang dia sukai acaranya. Membuat Dimas bingung sendiri, kenapa malah nonton TV.

"Kamu gak ada kerjaan kah? Kok malah nonton TV." Dimas yang bingung karena melihat Khafi malah nonton TV bukannya kerja.

"Tuh kerja numpuk di meja belum aku pegang apa lagi aku liat, cuman aku lirik doang!" ucap Khafi yang menunjuk ke tumpukan kertas di atas meja yah.

"Lah kenapa kamu cuman lirik doang, gimana kamu akan menyelesaikan jika kamu malah duduk disini?" tanya Dimas.

"Aku mau refreshing dulu boleh kan Dim, lagian hari ini gak ada rapat-rapat atau ketemu sama klien kan!" ujar Khafi yang mengingat jadwal senggangnya.

"Iya sih," jawab Dimas singkat tapi masih bingung sama sikap Khafi.

"Otakku lagi nggak bisa save data apapun Dim, makanya aku butuh refreshing dulu." Jawab Khafi.

"Masih kepikiran sama permintaan mamahmu?" tanya Dimas.

"Iya masih Dim, malah besok mamah katanya mau kenalin aku sama anak temen ya lagi." Jelas Khafi yang mukanya bete.

"Hah! Ciusan, kamu akan di kenalkan salah satu anak temen mamah kamu yang mana lagi? Itu ide yang bagus sih menurut ku," ucap Dimas sangat antusias.

"Ide bagus palamu. Aku lagi sibuk gini mana ada waktu buat bermain cinta-cintaan, kayak anak ABG aja."

"Khafi kalau kamu nunggu senggang, mana ada waktu buat kamu me time akan ketemu sama cewek. Ulta Tante 3 bulan lagi loh," ucap Dimas yang menyarankan.

"Iya sih, tapi..." Kebingungan Khafi yang tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Udah nurut aja sama mamahmu, mungkin pilihan mamah kamu ada benarnya." Penjelasan Dimas.

"Iya deh!" Khafi akhirnya mengikuti saran dari temennya itu untuk mencoba ketemu sama putri dari anak salah satu temen mamahnya.

Tiba-tiba bunyi deringan panggilan masuk dari handphone Khafi yang saat ini sedang menyusun laporan pekerjaan dengan Dimas yang membantunya.

"Dari siapa sih Fi? Diangkat sekiranya bisa kamu angkat, itu pasti penting dan darurat." Cakap Dimas yang menegur Khafi.

Khafi langsung meraih hp miliknya, tertera nama Mba Inara. Kakak iparnya, dengan profil foto anak-anaknya.

"Walikum'salam iya. Hallo mba!... Lagi di kantor mba, ada apa?... Kebetulan nggak sibuk-sibuk banget sih mba, emangnya kenapa mba?... Iya bisa kok mba. Kapan mba?.... Eh, jam berapa ini... Okey mba, saya akan kesana." Panggilan itu terputus.

"Ada apa Khafi kok kayak panik gitu? Telfon dari siapa emangnya?" tanya Dimas.

"Dari Mba Inara dia minta aku jemput Reva di TK, mbaku lagi jemput mas di kantor," jawab Khafi yang mukanya khawatir.

"Lah Mas mu gak bawa mobil sendiri apa?" ucap Dimas yang tidak mengerti.

"Bawa tapi katanya Mas ku sakit Dim, jadi Mba Inara jemput Mas Kenan." Penjelasan Khafi.

"Yaudah sana, jemput keponakan kamu dulu." Suruh Dimas yang masih ikutan panik, tapi karena ia juga masih di sibukkan sama kertas-kertas yang sedang ia kelompokkan jadi hanya Khafi yang pergi.

"Terus ini gimana?" ucap Khafi yang tidak enak hati meninggalkan Dimas dengan tumpukan kerjaan itu.

"Tenang aja, nanti juga beres kok!" jawab Dimas yang menenangkan Khafi

"Sorry ya Dim jadi ngasih kerjain lainnya buat kamu, aku pergi sekarang yah!" ucap Khafi yang langsung mengambil kunci mobilnya.

Sampai di sebuah TK terlihat banyak anak-anak yang masih bermain di halaman bermain taman kanak-kanak tersebut, dengan di dampingi oleh ibu guru yang mengawasi mereka bermain, anak-anak yang bermain sambil menunggu jemputan dari orang tua atau wali mereka.

"Permisi Bu, maaf. Mau numpang tanya saya mau jemput Reva dari kelas A1. Saya omnya." Penjelasan Khafi pada salah satu guru yang ada.

"Om Khafii... Horeee di jemput om." Teriakan seorang anak yang bersuka cita melihat pria yang dia senangi menjemput yah.

"Nah tuh anaknya," ucap guru tersebut sambil menunjuk Reva yang berlari ke arah Khafi.

Reva saking senangnya di jemput om yah ia tak ingat jika bersama guru kelas, ia langsung lari dan memeluk omnya.

"Om Khafi yang jemput Reva. Mamah mana?" ucap polos Reva yang sangat bahagia banget kalau di jemput om yah, karena ini baru pertama kalinya Khafi jemput ponakannya.

"Lah emang mau jemput siapa lagi kalau bukan kamu Va, ada-ada aja kamu ini, Mamah mu lagi Papah di kantor."

"Om-om-om nanti kita mampir ke disney dulu yaa mau main playground." Antusias Reva yang meminta main dulu dengan om yah.

"Eh, jadi ini alasan kamu sangat seneng di jemput sama om," ucap Khafi yang mukanya pura-pura cemberut mengejek keponakannya.

"Nggak! Reva juga seneng kok kalau Om Khafi sering jemput kakak." Dengan nada bicara yang sangat manja pada om yah.

"Dasar kamu ini, kok jadi mirip Mamah Inara yah?" sambil mencubit pipi ponakannya.

"Iyakan anaknya," jawab Reva yang senyum lebar pada ponakannya.

"Permisi maaf. Saya guru yah Kakak Reva, apa ini bener Om ya Reva?" tanya seorang guru wanita yang sudah ada di hadapan dua orang yang sedang bercengkrama itu.

Khafi menaikan wajahnya setelah mendengar suara itu, arah pandangan matanya tertuju pada lawan bicara yang lainnya bukan Reva keponakannya lagi. Melihat wanita yang ada di depannya berpakaian pemda, ia sempat tak menyangka kalau guru yang ia lihat pada saat menyebrangkan anak-anak sekolah malah ketemu lagi di TK.

Hah! Kok guru ini ada di sini, ku pikir dia pengajar di SD depan kafe tadi. Ternyata aku salah dugaan, dia malah jadi guru Reva. Suara dalam pikiran Khafi saat melihat guru Reva.

"Maaf Pak. Kok malah bengong, ada yang salah sama pertanyaan saya. Jika ada yang salah saya minta maaf pak!" ucap guru tersebut.

"Ah tidak, maaf. Iya benar Bu, saya om yah Reva," jawab Khafi yang gelagapan.

"Maaf saya hanya memastikan saja karena tadi kiriman foto dari bunda kakak Reva nggak jelas, jadi saya tanya kembali."

"Maksud ya Bu? Kiriman foto apa yah?" Khafi agak bingung sama apa yang dikatakan oleh gurunya Reva.

"Itu tadi saya dapat panggilan telepon dari Bundanya kakak Reva, katanya beliau berhalangan jemput karena Ayahnya kakak Reva sakit, jadi yang jemput katanya omnya. Saya minta foto karena agar tidak salah orang dan ngasih anak ke orang yang tidak bertanggung jawab."

"Ouh iya Bu, terimakasih atas informasinya dan terimakasih atas perhatiannya. Saya Khafi bener om yah Reva," ucap Khafi menunjuk dirinya sendiri.

"Terimakasih atas konfirmasi yah Pak." Jawabnya dengan ramah tamah.

"Iya Bu, mari... Ayo Reva kita pulang," ucap Khafi yang bergantian.

"Iya, hati-hati di jalan kakak Reva," ucapan yang bergantian.

"Da-dah Bu guru. Assalamualaikum," ucap Reva sambil mencium punggung tangan gurunya.

"Walaikumsalam kakak, dah Kakak Reva," jawabnya sambil tersenyum manis dengan tatapan mata yang tertuju pada gadis kecil yang akan masuk kedalam mobil hitam dengan di bantu oleh pria dewasa.

Setelah mobil itu meninggal halaman sekolah, guru tersebut baru masuk kembali ke kantor. Di dalam mobil Reva yang merajuk minta di temani ke playground membuat risih telinga Khafi, jadi mau tidak mau dia menuruti kemauan ponakannya itu.

Sampai rumah dimana seorang wanita tengah berdiri di depan pintu dengan raut wajah cemasnya, karena sampai sore putrinya yang belum juga pulang. Sedangkan adiknya hp tidak aktif membuat kepanikan memuncak, ia menitipkan anaknya agar di jemput adiknya malah lambat pulang.

"Aduh kemana sih dua orang itu, kok nggak ada kabar-kabar, Khafi bawa kemana anakku. Kok sampai sore gini nggak ada keliatan bayangnya juga. Udah hpnya nggak aktif lagi," dumalan kekesalan Inara.

Sebuah mobil baru saja sampai di halaman rumah disambut oleh satpam rumah tersebut, dengan senang. Bergegaslah Inara keluar dari dalam rumah saat mendengar suara mobil Khafi.

"Ya ampun kalian ini pergi kemana saja sih, Khafi. Tadi mba kan minta tolong sama kamu, suruh kamu jemput Reva kok kamu malah ngilang gak ada kabar dan baru pulang jam segini coba kasih tahu kalian dari mana saja hah?" ucap Inara yang sudah marah memuncak.

"Mamah jangan marahi om dong! Nanti om nggak mau jemput Reva lagi," ucap putrinya memotong pembicaraannya.

"Iya habis kalian baru pulang jam segini habis kemana saja?" tanya Inara pada kedua orang tersebut.

Khafi hanya diam sambil tersenyum tipis, lalu Reva mengambil tas miliknya yang di bawakan oleh Khafi. "Habis ke games studio," jawab cepat Reva sambil pergi meninggalkan mamahnya dengan wajah yang agak kesal.

"Hah, kamu main dulu. Kan sudah mamah bilang kalau pulang sekolah harus langsung pulang, ini malah keluyuran. Pasti kamu yang ngajarin dia kan Khafi, jangan kamu ajak-ajak Reva bermain sesudah pulang sekolah dong!" sewot Inara pada putrinya dan bergantian pada adik iparnya.

"Hah! Khafi lagi yang kena, terserah deh! Khafi balik ya, Assalamualaikum." Khafi yang terlalu lelah tak mau memperpanjang urusannya, atau menjelaskan ke salah pahaman diantara Inara, Reva dan dirinya.

"Khafiii... Tunggu dulu dong, jelaskan dulu padaku kalian ini habis dari mana saja," teriakan Inara.

"Segitu om sudah jelaskan mamah ini budeg ya, kita habis main di games studio main-main di Disney." Penjelasan Reva putrinya.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!