Di luar sana hujan dengan deras mengguyur permukiman warga.dingin yang semakin pekat menghantam tubuh mungil itu membuat seorang gadis tidak bisa lagi tidur dengan nyenyak.selimut kecil juga lusuh yang di miliki hanya cukup untuk satu orang saja itu pun sudah dia berikan kepada adik nya.sedari kecil ia sudah terbiasa mengalah kepada adik dan ibu nya.
Suasana di sekeliling rumah masih gelap gulita hanya ada suara rintik hujan yang berdesakan turun.
Dia lalu bangkit dari tidurnya yang lumayan panjang,tanpa berganti pakaian dia keluar dari kamar yang hanya berukuran kecil dan sempit.tidak ada pintu ataupun kasur empuk.mereka sudah kebal dengan kasur tipis yang penting bisa tidur sudah luar biasa.tidak ada yang nama nya mengeluh atau merengek minta kemewahan yang ada hanya pasrah dan bersyukur masih bisa makan dan sekolah.
" Bu.." panggil nya sambil mengerjakan mata berulangkali menyesuaikan dengan cahaya lampu yang tidak terlalu terang tapi cukup untuk menerangi dari kegelapan.
Maklum saja di dalam kamar lampu nya sengaja di matikan demi mengirit listrik dan pengeluaran,butuh waktu bagi nya untuk bisa menormalkan penglihatan nya dengan berpegangan pada kusen pintu.
Tidak ada siapa pun lagi di ruang tamu sekaligus dapur ini,hanya ada ibu nya yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
"Bu." panggil nya lagi membuat seorang wanita yang berumur empat puluhan menatap ke arah nya sambil tersenyum hangat.
Senyum ini yang selalu di rindukan,senyum itu juga yang mampu membuat dia bertahan dalam kesusahan.dalam hati selalu memanjatkan doa supaya sang ibu di beri umur panjang sehingga bisa melihat kesuksesan nya kelak.
" Ada apa nak? Ini masih pagi sekali,kenapa Kamu sudah bangun?" tanya sang ibu yang mulai berdiri dan membereskan semua kekacauan yang sudah di lakukan nya.
" Aku sudah tidak mengantuk lagi Bu! Sudah mau jalan ya Bu?" tanya nya ketika melihat sang ibu mengikat rambut keriting tanpa ada bedak yang menghiasi wajah yang kusam dan terdapat banyak noda hitam.
Sekejam dan sekeras itu memang hidup mereka, untuk membeli bedak saja tidak mampu,setiap kali ada uang Bu Maryah selalu menyisihkan uang itu untuk biaya sekolah anak-anaknya. Cukup untuk makan dan biaya sekolah saja sudah cukup.yang lain nya tidak lagi di hiraukan.meskipun punya suami tetapi sang kepala keluarga itu sama sekali tidak pernah melakukan tanggung jawab nya sebagai kepala rumah tangga.yang ada duit Bu Maryah juga ikut di rampas.setiap kali Bu Maryah lupa menyimpan uang nya di tempat yang tersembunyi,dalam sekejap mata uang itu pasti sudah masuk ke saku celana suami nya dan tidak akan bisa untuk di ambil lagi.
"Iya Nak, nanti jangan lupa sarapan kalau berangkat sekolah,ingatkan juga adik mu." ucap nya lalu membungkus kotak putih yang berisi beberapa macam gorengan hasil buatan nya sendiri.
"Jam setengah tujuh nanti ada istri Pak RT yang akan datang ke sini mengambil pesanan nya,tolong beri ya nak.Ibu tidak sempat mampir nanti kesiangan buka warung nya." Sang putri mengangguk paham sudah terbiasa dengan hal seperti ini bahkan tidak jarang dia ikut mengantar pesanan ke rumah warga demi membantu ibu nya yang super sibuk.
" Total nya tujuh puluh lima ribu,uang nya kamu simpan atau bawa ke sekolah saja dulu,jangan di simpan dalam lemari atau dimana pun." sambung Bu Maryah lagi dan Putri nya yang bernama Naima langsung mengerti maksud dari ucapan ibu nya.
Pernah lagi suatu hari gara-gara lupa menyimpan uang hasil jerih payah ibu nya, uang yang di letakkan begitu saja di dekat meja kompor langsung hilang, padahal rencana nya uang itu mau di gunakan untuk membeli buku nya dan sang adik.bukan Dito adik dari Naima yang mengambil uang itu melainkan adalah bapak mereka sendiri.
Jika di tanya dan di desak untuk mengembalikan uang tersebut,pria itu justru marah-marah kepada anak-anaknya.Bu Maryah yang malas bertengkar lebih memilih untuk diam dan mencari solusi tanpa melibatkan anak-anak nya.
" Jangan lupa tutup pintu nya lagi, kamu tidur saja dulu sambil nunggu hujan reda dan pagi datang." ucap Bu Maryah tidak ada jawaban dari Naima yang tengah menatap ibu nya dengan pandangan mata kosong.
" Naima jangan melamun, pagi-pagi sudah melamun anak gadis ibu, tidak baik nak." tutur Bu Maryah masih sanggup tersenyum padahal beban di pundak nya begitu berat.
" Iya Bu." jawab Naima lalu hening seketika.
Naima mengambil gelas dari rak piring yang sudah hampir roboh,warna gelas yang di gunakan nya juga sudah menguning karena gelas ini pemberian dari salah satu tetangga nya.
Ia teguk habis isi gelas sampai kosong,dan lagi Naima kembali menatap sang ibu dengan tatapan mata yang sulit untuk di jelaskan.
" Ibu berangkat ke pasar sama siapa?" tanya Naima karena di luar sana hujan masih deras dan mereka tidak memiliki motor kecuali bapak nya.
"Jalan kaki sama pakai payung kan bisa." jawab Bu Maryah santai dan terbiasa menempuh perjalanan jauh sendirian dengan banyak barang di tangan nya.
Mau naik angkot sayang uang nya, meskipun sudah lelah membuat gorengan tidak membuat Bu Maryah bermalas-malasan.di tangan kiri ada sebuah senter berukuran besar yang biasa di gunakan untuk menerangi perjalanan nya.
" Telpon bapak saja Bu,minta antar dulu .Bapak belum pulang ya?" tanya Naima tanpa menunggu jawaban dari ibu nya dia malah mengintip ke kamar sang ibu yang terlihat kosong dan sudah rapi tanpa berpenghuni.
" Ibu jalan kaki saja,Bapak mu tak tau di mana.nanti di telpon malah ngamuk." Bu Maryah selalu mengalah dan makan hati dengan suami nya sampai membuat tubuh nya kurus seperti saat ini.
Beliau tidak mau bertengkar di depan anak-anaknya takut anak nya trauma dan tidak betah berada di rumah,namun suami nya malah sebalik nya .mau seperti apapun suami nya tetap saja pria itu adalah ayah dari anak- anak nya.
" Sini biar Naima saja yang menelpon Bapak,pinjam handphone ibu." handphone yang di maksud adalah handphone jadul yang berukuran kecil dan hanya bisa di gunakan untuk menelpon serta mengirim pesan tanpa ada kamera ataupun aplikasi canggih lain nya.
Naima sendiri belum memiliki handphone berbeda dengan teman-teman nya di sekolah.Naima sama sekali tidak merasa malu atau minder.toh ada ataupun tidak nya handphone tidak menjamin kecerdasan seseorang.bukti nya meskipun hidup pas-pasan sering tidak jajan di sekolah dan tidak memiliki laptop ataupun handphone.Naima mampu bersaing dengan mereka yang berasal dari keluarga berada serta punya segala nya.
Naima seorang siswa yang berprestasi dan merupakan kesayangan semua guru.
" Tidak usah nak,ibu berangkat sekarang ya takut nya telat sampai di pasar."ujar Bu Maryah buru-buru pergi dari pada harus melihat putri nya memperlihatkan wajah kesal karena ulah ayah nya sendiri.
" Jangan lupa bangun kan adik mu jam 6 nanti,dia ada piket dan ulangan hari ini." sambung nya sebelum akhirnya mulai mengayunkan kaki meninggal kan rumah yang sudah sangat tua dan butuh untuk renovasi secepatnya.
Naima menghela nafas dengan tubuh yang lunglai, selalu saja seperti ini.dia harus melihat ibu nya berjuang sendirian memenuhi kebutuhan keluarga, sementara seseorang yang seharusnya memikul tanggung jawab itu malah tidak perduli dan sering keluyuran tidak jelas di luar rumah, bukti nya sekarang saja belum pulang dan tidak tahu berada di mana.
" Apa tadi malam Bapak tidak pamit sama ibu?" teriak Naima supaya sang ibu bisa mendengar suara nya.
" Sudah jangan di bahas lagi,malu sama tetangga." balas Bu Maryah berjalan lurus menapaki jalanan yang basah dan hanya beberapa motor yang melintas di dekat nya.
Naima memandang kepergian ibu nya dari kejauhan.semua tetangga belum ada yang bangun karena memang sekarang bukan nya jam untuk bangun tidur.berbeda sekali dengan ibu nya yang tidak kenal waktu bahkan kurang tidur demi bisa mencari nafkah untuk anak-anak dan isi perut mereka.
" Kenapa Ibu sangat sabar sekali sih Bu?" gumam Naima mengusap mata yang berair.
Tidak tega melihat perjuangan ibu nya,iba dan khawatir bercampur menjadi satu.Naima ingin membantu ibu nya namun selalu di tolak mentah-mentah dan dia di minta agar fokus saja di sekolah.
Padahal gaji bapak nya sebagai buruh pabrik sangat lumayan dan cukup untuk menghidupi keluarga mereka yang sederhana,namun pada kenyataannya sangat miris sekali.
Sang ibu harus berjibaku memenuhi kebutuhan keluarga sementara gaji sang Bapak tidak tahu entah kemana.setiap kali Naima ingin mengajak mengobrol ibu dan bapak nya,sang ibu selalu menolak dan meminta dia untuk diam dan jangan ikut campur urusan orang tua.
Kepahitan yang mereka rasakan di dalam rumah, berbanding terbalik dengan kehidupan Bapak nya di Luar sana,handphone bapak nya saja keluaran terbaru dan sepeda motor nya selalu mengkilat.kepada Kakak dan keponakan nya selalu royal berbanding terbalik dengan apa yang Naima dan Dito rasakan selama ini.
Setiap kali Naima minta uang jajan pasti selalu di marahi dan tidak jarang di ancam untuk berhenti sekolah.Dito apalagi !Adik nya pernah mendapatkan kekeras4n dari sang Bapak hanya karena Dito minta di beli sepatu bola . padahal bapak nya baru gajian tapi alasan nya tidak punya uang.kata nya uang habis untuk beli beras namun yang Naima lihat selama ini bukan bapak nya yang beli beras dan kebutuhan dapur lain nya, melainkan sang ibu yang merangkap sebagai ibu rumah tangga juga kepala keluarga di keluarga kecil mereka ini.
" Aku tidak akan tinggal diam! Aku akan membantu Ibu keluar dari hubungan yang tidak masuk akal ini."
Bersambung.
Hai semua nya
Author sangat membutuhkan support kalian di karya terbaru author ini ya.
Bantu like setiap bab yang kalian baca, tinggal kan jejak di kolom komentar dan jangan lupa bantu rate ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya guys.
Ketika Naima sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk Adik nya, orang yang sejak tadi Naima ingin lihat wajah nya akhir nya pulang juga dengan penampilan yang acak-acakan.
Setelah memarkir kan sepeda motor nya, Rudi lalu masuk ke dalam rumah menyelonong begitu saja tanpa mengucapkan salam atau sekedar menyapa kedua buah hati nya.
" Siap kan air panas untuk Bapak,jangan lama Bapak harus segera berangkat kerja." perintah Rudi begitu otoriter.
Dahi Naima mengernyit tak suka mendengar perintah dari bapak nya,bukan bermaksud ingin menjadi anak durhaka,namun bapak seperti apa dulu yang harus dia hormati dan di perlakukan baik.
" Gas nya habis Pak." jawab Naima melanjutkan sarapan dengan cepat.
Dia juga meminta adik nya untuk segera menghabiskan sarapan agar mereka segera berangkat ke sekolah.
" Kenapa bisa habis? Memang nya Ibu mu ngapain saja di rumah,gas habis saja tidak tahu." gerutu Rudi kesal membanting keras pintu yang sudah lapuk sampai membuat pintu itu rusak terbelah dua.
Naima ingin membantah ucapan Bapak nya, dengan cepat di tahan oleh Dito karena tidak mau melihat Kakak nya di marahi oleh sang bapak.
" Bapak itu sudah kelewatan To! Kerjaan nya marahin ibu terus." sungut Naima di iyakan oleh Dito dengan anggukan kepala nya namun untuk saat ini diam jauh lebih baik.
" Sudah jangan di lawan lagi Mbak." kata Dito dengan mulut yang terisi penuh oleh nasi , tempe dan juga ikan asin.
Naima kembali melanjutkan sarapan dengan selera makan yang sudah hilang,namun dia tetap harus menghabiskan makanan nya supaya di sekolah nanti tidak perlu jajan lagi,uang saku pemberian dari ibu nya bisa dia simpan untuk keperluan lain.
Tok...Tok
Pintu rumah di ketuk, meskipun pintu itu terbuka namun sebagai tamu memang sebaiknya bersikap seperti itu, tidak seperti Rudi yang tidak punya akhlak sedikit pun.mau nya di hargai tapi lupa cara menghargai orang lain.
" Ini pesanan nya Buk." ucap Naima dengan pelan takut kedengaran sama bapak nya yang sedang mandi.
" Terimakasih Naima, Ibu langsung pamit pulang ya." Naima mengangguk sopan tidak lupa menampilkan senyum ramah nya.
Uang pemberian dari Bu RT langsung di kantongi nya, setelah itu dia kembali masuk dan menyimpan piring kotor di baskom besar nanti sepulang dari sekolah baru di cuci.waktu nya terlalu mepet untuk melakukan nya sekarang belum lagi kamar mandi sedang di pakai oleh bapak nya .
" Pak kami berangkat dulu." pamit Dito karena Naima sudah berdiri di depan rumah.
" Mana Mbak mu?" tanya Rudi mengabaikan kata pamit dari Dito.
Jika bukan karena ibu nya yang meminta untuk selalu menjadi anak baik dan menghormati orang tua nya, sudah dari kemarin Dito melampiaskan kekesalannya terhadap Rudi.meskipun sering di pvkvl tetap saja Dito di tuntut untuk berlaku sopan.
" Ada apa Pak?" tanya Naima muncul hanya kepala nya saja .
" Setrika seragam kerja Bapak,ibu mu sangat pemalas sekali.kerja nya hanya ngerumpi saja.rumah berantakan tidak di bersihkan sama dia." ucap Rudi membuat darah Naima seketika mendidih.
Naima meminta Dito untuk segera berangkat lebih dulu tak perlu menunggu diri nya,adik nya tidak boleh telat berangkat ke sekolah,kalau dia sendiri gampang itu .dia bisa lari ataupun numpang di motor orang yang mau memberi tumpangan kepada nya.
Jangan harap Bapak nya ini mau mengantar dia dan adik nya ke sekolah.numpang ke warung depan saja tidak boleh takut sepeda motor nya kotor.namun jika keponakan nya yang naik boleh-boleh saja tanpa ada kata kotor ataupun malas.
" Kamu jangan pemalas ! Yang cepat kerja nya nanti Bapak telat." bentak Rudi di belakang punggung Naima.
Sambil menyeka keringat yang bercucuran,Naima melempar baju itu ke pangkuan bapak nya.rasa nya telinga nya sudah tidak sanggup lagi mendengar kata malas yang di ucapkan oleh bapak nya.bukan kah kata-kata itu cocok untuk bapak nya sendiri.
"Kalau memang Bapak rajin, seharusnya Bapak bisa mengantar Ibu ke pasar,jangan keluyuran di luar rumah." balas Naima sambil membalas tatapan mata tajam dari bapak nya.
" Jangan kurang ajar Kamu jadi anak! Tahu apa Kamu tentang Bapak." teriak Rudi sambil mendorong kepal4 Naima hingga membentur tembok.
Naima menegakkan tubuh nya dengan susah payah,Rudi menatap Naima bagaikan seorang musuh.tak ada tatapan cinta seorang ayah kepada anak nya.yang terlihat hanya amarah dan kebencian.
Entah apa salah Naima yang jelas Rudi sangat tidak menyukai nya.
" Aku tahu semua nya...Bapak bukan lah Bapak yang baik untuk Aku dan Dito, kerjaan Bapak marah-marah terus.Bapak juga tidak memberi nafkah kepada Ibu dan anak-anak Bapak.bagaimana apa masih kurang atau perlu Aku sebut kan semua yang sudah Bapak lakukan kepada kami?" Naima bebas mengeluarkan semua isi hati nya tanpa ada yang bisa mencegah nya.masalah bapak nya akan marah itu urusan belakangan yang penting sekarang dia bisa mengeluarkan isi hati nya.
" Lancang sekali Kamu! Kalau bukan karena Bapak ! Kamu dan adik mu itu tidak akan bisa sebesar ini,semua makanan yang Kamu makan di rumah ini hasil jerih payah Bapak,ibu mu mana bisa cari uang banyak." ujar Rudi berdusta membuat Naima tersenyum mengejek.
Naima bukan lagi bocah lima tahun yang dengan mudah bisa di kibuli, sekecil apapun kesalahan yang di lakukan oleh bapak nya bisa di sadari oleh Naima, meskipun sang ibu berusaha menutupi kelakuan buruk bapak nya tetap saja Naima akan tahun dengan sendirinya.
Mulut Bapak nya ini terlalu banyak teori tapi gagal dalam praktek nya.selalu menyalahkan ibu nya yang sudah berjuang keras mengganti kan posisi pria ini dalam keluarga mereka.
" Kalau memang Bapak banyak uang,Aku minta 150 ribu buat bayar uang sekolah." kata Naima sengaja mempermainkan emosi Bapak nya demi membuktikan ucapan Rudi.
Dan hasil nya sesuai dengan yang Naima duga,bicara selalu benar tapi di minta bukti langsung gagal paham.
" Bapak tidak ada uang,Kamu minta ibu mu saja, kerjaan mu hanya ngabisin uang terus." Rudi langsung mengenakan pakaian dan masuk ke dalam kamar meninggal kan Naima yang terus menengadahkan telapak tangan kepada nya.
" Pak mana uang nya,kata nya Bapak punya uang banyak." teriak Naima dari depan pintu.
" Diam Naima jangan berisik,sana berangkat sekolah biar jadi anak pintar tidak seperti ibu mu." balas Rudi dari dalam kamar.
" Memang nya kenapa dengan ibu,cari uang bisa,jadi ibu untuk anak-anak nya bisa,masak bisa .terus apa kurang nya ibu?" desak Naima ingin membuka mata bapak nya yang sedang tertutup.
Jika tidak ingat kepada ibu nya yang akan menangis dan marah kepada nya setiap kali membantah ucapan Bapak nya, mungkin sedari tadi Naima sudah berkata kasar.bisa Naima pasti kan sepulang sekolah nanti pasti ibu nya akan marah karena mendapat kan aduan dari Rudi.
" Kamu ini jawab saja terus ucapan Bapak,siapa yang mengajarkan Kamu jadi anak pembangkang seperti ini?" teriak Rudi berkacak pinggang membuat Naima mengelus dada karena kaget.
" Berani Kamu sama Bapak ya?" ujar nya lagi membuat Naima menatap nyalang ke arah Rudi.
Suara ponsel berdering memaksa Rudi menyudahi pertengkaran ini,namun sebelum meninggalkan putri nya Rudi masih sempat-sempatnya melakukan sesuatu kepada Naima membuat Naima menitikkan air kesedihan.
"Ya Allah...Kapan Bapak sadar nya."
Bersambung
Kurang dari lima menit lagi bel berbunyi akhirnya Naima sampai juga di sekolah nya.setengah berlari Naima memasuki kelas nya dan di sambut tatapan penuh tanya dari para sahabat.
" Ada apa Nai? Kenapa Kamu ngos-ngosan begitu?" tanya Lara teman sebangku nya.
Di kursi paling belakang, sepasang mata menatap lekat Naima.dia adalah sosok ketua kelas sekaligus menjabat sebagai ketua OSIS di sekolah ini.sudah lama dia memendam perasaan kepada Naima namun tidak berani mengutarakan nya.bukan tanpa alasan dia menyembunyikan perasaannya.semua karena ketidaksengajaan nya mendengar ungkapan Naima yang tidak ingin pacaran sebelum menjadi orang sukses.selama ini dia sudah berusaha mendekatkan diri kepada Naima namun ya seperti itu Naima nya acuh seakan-akan keberadaan nya hanya di anggap teman seperti yang lain nya.
" Huft....Huft...Huft.."Naima menghela nafas dengan rakus sambil menyeka keringat yang membasahi wajah natural nya.
" Ini minum dulu." Lara sangat perhatian kepada Naima .meskipun Naima berasal dari keluarga kurang mampu tetapi Lara begitu tulus menjadi kan Naima sahabat nya.
Setiap kali ada tugas sekolah yang susah dan tidak di mengerti nya,Naima lah yang menjadi penolong nya.semua cerita tentang Keluarga Naima sudah sampai ke telinga Lara.dia sangat kasihan kepada sahabat nya ini.tidak jarang Lara sering mentraktir Naima di kantin dengan berbagai alasan agar Naima mau menerima traktiran nya.
" Sekarang ceritakan kenapa Kamu sampai seperti ini? Apa Bapak mu bikin masalah lagi?" tanya Lara dengan nada pelan takut kedengaran sama yang lain nya.
" Sesuai dengan tebakan mu,hampir saja Aku telat gara-gara ulah Bapak yang minta di layani bak seperti raja, padahal Aku sudah mau berangkat ke sekolah.tapi masih saja di tuntut untuk menyetrika baju dan mengelap sepatu kerja nya." ujar Naima yang sebenarnya tidak suka menceritakan kelakuan bapak nya kepada sembarangan orang namun jika di pendam sendiri dia takut tidak akan mampu menampung semua nya sendirian.
Dari pada jadi beban pikirannya lalu berakhir masuk rumah sakit jiwa lebih baik dia ceritakan saja kepada Lara yang selama ini sudah terbukti bisa menjaga rahasia besar nya dengan baik.
Mau cerita kepada ibu nya tidak mungkin pasti dia lah yang akan di marahi dan di tuntut untuk minta maaf.kodrat nya sebagai anak di tuntut untuk terus berbakti kepada orang tua.namun para orang tua lupa bahwa mereka juga perlu menjaga perasaan anak-anak mereka.
"Ibu mu masih kerja?" tanya Lara lagi karena belum ada guru yang memasuki kelas mereka.
" Masih! Mau makan apa kami kalau Ibu tidak kerja.Aku pengen bantu Ibu jualan di sekolah malah di larang.kata Ibu takut Aku nya nggak bisa fokus belajar.padahal kan nggak seperti itu karena Aku bisa mengatur waktu ku." timpal Naima sambil mengeluarkan buku dan pulpen yang di butuhkan nya.tas yang di pakai oleh Naima sudah lusuh tak seperti teman nya yang lain.maklum sama tas itu sudah di pakai selama tiga tahun.selagi masih bisa menampung buku-buku pelajaran maka akan terus Naima pakai.
Lara mengangguk tidak punya pertanyaan lain lagi, sahabat nya ini sangat tangguh sekali.Lara tidak bisa membayangkan bagaimana jika kisah pahit ini terjadi dalam keluarga mereka.mungkin sudah sejak lama Lara putus sekolah atau lebih buruk nya lagi terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Pelajaran hari ini di ikuti Naima dengan lancar tanpa hambatan, seperti biasa Naima akan mendapatkan nilai paling tinggi di antara semua teman sekelas nya.
Bel berbunyi,Naima buru-buru keluar dari kelas dengan Lara yang berdiri di samping nya.
" Bareng sama Aku saja Nai?" ucap Lara memberi tumpangan.
" Tidak usah Ra! Aku jalan saja.dekat kok." tolak Naima tidak enak merepotkan Lara yang di jemput oleh Mama dan juga Papa nya.
Pintu mobil milik orang tua Lara terbuka lebar,dari dalam sepasang suami istri yang seumuran dengan ibu nya tampak tersenyum kepada Naima.dengan sopan Naima membalas mengangguk kan kepala nya.
Lara sudah menceritakan semua kisah Naima kepada kedua orang tua nya, mereka juga bangga dan salut kepada Naima yang bisa menjadi siswi berprestasi di tengah keluarga yang kurang harmonis.
Sejujurnya Naima merasa iri melihat Lara sering di jemput oleh orang tua nya,kapan lah dia merasakan hal manis seperti ini.boro- boro di jemput.mau mencoba duduk di atas motor saja langsung di teriakin sama bapak nya.
Mata Naima nampak berkaca - kaca , dengan cepat dia menengadahkan kepala nya ke atas agar air mata itu tak tumpah membasahi wajah yang sudah di kenal kuat di hadapan semua orang.Naima tidak mau di kasihani oleh siapa pun.
" Jangan nolak terus dong Nai! Sekali-kali mau ya Aku antar pulang.tuh Mama juga udah manggil kita." bujuk Lara , Ibu dari Lara sering bertanya kenapa tidak di ajak Naima sekalian.padahal Naima nya sendiri yang tidak mau di ajak pulang bareng.
" Nggak bisa Ra! Kamu duluan saja kasihan orang tua mu sudah menunggu terlalu lama." lagi dan lagi Naima menolak tawaran Lara karena merasa tidak pantas duduk di dalam mobil mewah milik orang tua Lara.
Naima juga tidak ingin di anggap lancang ataupun memanfaatkan kekayaan orang tua Lara demi bisa duduk manis di mobil mewah,Naima sudah terbiasa pulang sekolah dengan jalan kaki,panas terik matahari dan rintik hujan sudah menjadi makanan sehari-hari.bila baju nya bau keringat ataupun basah.begitu sampai di rumah Naima langsung mencuci nya dan di jemur dekat teras supaya cepat kering.
" Hati-hati ya Nai." Lara menghampiri kedua orang tua nya, sedang kan Naima berjalan cepat masuk ke dalam sebuah gang yang bisa mengantar kan dia lebih cepat sampai di rumah.
Orang tua Lara mengernyit heran melihat hanya Lara yang masuk ke mobil, padahal tadi jelas-jelas ada Naima berjalan di samping putri mereka.
" Naima nya mana sayang?" tanya Ibu dari Lara.
" Mau jalan kaki saja kata nya Ma! Segan sama Mama dan Papa." jawab Lara setengah kesal karena Naima susah sekali menerima bantuan dari nya.harus di bujuk dengan ekstra baru lah sahabat nya itu mau menerima bantuan nya.kadang sudah di bujuk pun tetap saja di tolak ,jika itu orang lain mungkin mereka dengan senang hati menerima tawaran Lara.
Entah terbuat dari apa perasaan sahabat nya itu.semua yang akan di lakukan nya harus melalui pertimbangan yang matang.
Bahu Ibu Lara melorot sedih, padahal beliau sangat ingin mengajak Naima bercerita untuk sekedar memeluk sahabat anak juga boleh.beliau ingin memberi kan dukungan kepada Naima sekaligus mengucapkan rasa terimakasih karena sudah mengajarkan Lara berbagai mata pelajaran di sekolah.
" Yah padahal Mama rencana nya mau mengajak kalian cari makan dulu.Naima pasti tidak pernah makan di luar." ujar Ibu Lara memasang wajah sedih nya.
" Jangan kan makan di luar, jalan-jalan lihat pemandangan sore saja tidak pernah,dari pada makan dan jajan di luar.dia lebih suka menabung uang nya untuk biaya kuliah nya nanti." balas Lara sambil merebahkan tubuh lelah di kursi bagian belakang.
" Lain kali kalau Kamu jajan di sekolah,beli kan juga untuk Naima, nanti Papa tambah uang jajan mu." sahut Ayah dari Lara menimpali.
" Iya Pa, nanti Aku akan cari cara supaya anak itu mau menerima nya.Papa sama Mama tahu sendiri kan bagaimana sikap Naima yang tidak pernah memanfaatkan Aku sama sekali." diam-diam Lara sering memasukkan selembar uang ratusan ke dalam tas Naima.
Besok pagi Naima langsung protes kepada nya karena tahu kalau pelaku nya adalah Lara,namun Lara selalu berkilah dan berkata jika itu adalah rezeki yang tuhan berikan untuk sahabat nya itu.
Di dalam gang sempit yang hanya bisa di lalui sebuah sepeda motor.Naima tengah serius menghitung langkah kaki nya tiba-tiba saja di hampiri oleh seseorang.
Tin...Tin
Naima menoleh ke belakang ingin melihat siapa yang membunyikan klakson tersebut.
Seorang pria yang memakai seragam yang sama sedang tersenyum ke arah nya.
"Mau pulang ya Nai?" tanya pria yang bernama Malik yang selama ini memendam perasaan kepada Naima.
" Iya ." jawab Naima singkat dan kembali mengayun kan kedua kaki nya melewati kerikil kecil yang sudah menjadi teman baik nya selama ini .
Di SMA Bakti Darma Malik menjadi idola para gadis,tapi tidak untuk Naima yang ingin fokus belajar demi mengejar beasiswa .
Malik terus mengikuti langkah kaki Naima dan sengaja turun dari sepeda motor nya demi bisa mengobrol dengan pujaan hati.
" Kenapa sepeda motor nya di dorong? Tidak rusak kan?" tanya Naima merasa risih di ikuti oleh Malik.
Naima tidak ingin menjadi pusat perhatian para warga, mulut emak-emak di sekitar sini tidak ada saringan nya.Naima sengaja menghentikan langkah kaki nya menunggu jawaban dari Malik yang masih diam sambil tersenyum menatap nya.
"Aku sengaja mematikan nya biar bisa jalan bareng Kamu ." jawab Malik apa ada nya.
" Jangan kayak gini Malik! Sudah Kamu pulang duluan saja Aku sudah hampir sampai di rumah ku." bohong Naima supaya Malik tidak lagi mengikuti nya
Sebagai insan yang di titip kan sebuah hati atau perasaan,tentu saja Naima sadar jika Malik menatap nya dengan cara yang berbeda.Naima paham itu namun keteguhan hati untuk tidak mengenal cinta lebih dulu terlalu tinggi membentengi dirinya.dia harus menjadi orang sukses demi ibu dan adik yang sangat di sayangi nya.
" Aku bonceng saja mau nggak?" tawar Malik yang tahu kalau Naima berbohong karena jarak rumah Naima masih sangat jauh dari permukiman ini.
Suatu hari Malik pernah diam-diam mengikuti Naima sampai ke rumah nya.semua di lakukan nya demi mengetahui di mana alamat tempat tinggal Naima yang sesungguhnya.
" Tidak usah! Aku duluan ya." pamit Naima memilih jalan lain yang lebih sempit dari yang pertama dengan tujuan untuk menghindari Malik.
" Bagaimana lagi sih cara nya biar Aku bisa dekat sama Kamu." gumam Malik dengan wajah kecewa nya.
Bersambung
jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar ya guys, bantu rate ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ dan pencet tombol like' nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!