NovelToon NovelToon

Cassanova - Dendam Gadis Buta

BAB 1. GELAP MALAM YANG ANEH

...Sebelum baca jangan lupa di like, coment, vote dan subscribe yah cintaQ. Karya Asli author. Stop Plagiat....

...Jangan lupa mampir dikarya ku yang lain:...

...1-Ketulusan Seharga 50Milyar....

...2-Jurig....

...3-Ada Apa Dengan Kita....

...4-Hiltja Raven Queen....

...5-Sitomat Yang Kau Campakkan....

...****************...

Terdengar suara petir yang menggelegar, memecah langit kelabu dan menandakan hujan sebentar lagi akan turun. Di dalam surau tua yang terbuat dari kayu, Casanova, seorang perempuan muda yang telah kehilangan penglihatannya sedang melipat mukena nya yang baru saja ia gunakan untuk sholat.

Malam ini seharusnya waktu untuk setoran hafalan bersama teman-temannya pada Pak Ustadz. Namun, hanya Casanova yang duduk sendiri di surau itu, menunggu dalam sunyi dan malam yang gelap.

"Sepertinya memang tidak jadi mengaji malam ini. " gumamnya.

"Apa...Mungkin karena mau hujan, jadi mereka memilih untuk tidak datang," gumam nya lagi sambil meraba papan-papan kayu di sekeliling surau itu.

Ia bisa merasakan kehampaan ruangan itu, hanya diisi oleh suara serangga dan gelegar petir yang sesekali menyambar langit dimalam itu.

Meski matanya tak mampu melihat, Casanova dapat merasakan suhu yang kian dingin dan angin yang semakin kencang berhembus. Ia mengenakan jilbabnya kembali dan duduk menanti, berharap langkah Pak Ustadz atau suara teman-temannya terdengar dan datang malam ini.

Namun yang datang hanya suara hujan yang mulai membasahi atap surau, dan petir yang menggema yang semakin keras dan kuat membuat malam itu menjadi lebih seram.

"Ah, mungkin memang lebih baik aku pulang saja sekarang," gumamnya lirih. Casanova pun berdiri pelan, menggenggam tongkat kesayangannya erat-erat.

Dengan langkah hati-hati dan terukur, ia keluar dari surau, membiarkan petir dan hujan rintik menjadi pengiring perjalanan pulangnya dalam gelapnya malam.

Malam begitu pekat, seperti selimut hitam yang menelan segalanya. Tidak seperti biasanya, kampung yang biasanya hidup meski tersembunyi di balik pelosok, kini membisu. Tak ada suara tawa anak-anak, tak ada alunan radio tua dari rumah-rumah kayu warga, yang hanya terasa kesunyian yang menyesakkan dada.

Kampung tempat Casanova tinggal seakan terjebak di masa lalu. Jauh dari kemajuan zaman, diapit hutan dan bukit, akses jalan sulit, dan sinyal nyaris tak pernah menyapa. Tempat itu terasa terasing dari dunia luar.

Warga di sana masih erat memeluk adat dan budaya lama. Terlalu lama. Bahkan ada yang masih mempersembahkan sesajen di bawah pohon-pohon besar saat malam Jumat Kliwon. Casanova tak pernah benar-benar paham maksudnya, dan untuk apa, tapi sejak kecil ia tahu jangan pernah keluar saat malam mulai berbisik.

Namun, segalanya mulai berubah sejak beberapa tahun terakhir. Ulama dari luar mulai datang, membawa cahaya agama ke tempat yang terlalu lama dihuni bayang-bayang.

Mereka mengajarkan tentang Islam, tentang tauhid, dan menyingkirkan ritual-ritual lama yang tak berpijak pada wahyu. Kampung itu perlahan lahan bangun dari tidur panjangnya. Dan hidup kembali dari kebiasaan adat istiadat.

Casanova adalah gadis yang merupakan warga desa itu yang hatinya tersentuh dengan cahaya itu. Sejak kecil, ia tak pernah mengenyam pendidikan formal karena keterbatasan fisiknya.

Matanya yang tak mampu melihat. Tapi jiwanya haus akan ilmu. Dan ketika usia 13 tahun, datang seorang ustadz dari jauh dari sebuah kota, membawa program tahfidz untuk anak-anak kampung. Sejak hari itu, Casanova memantapkan hati.

Ia ingin menjadi Hafizah dan penghafal Al-Quran, meski banyak yang mencibir, mencemooh, dan menyebut mimpinya sebagai kesia-siaan belaka. Dan sangat mustahil dengan matanya yang buta.

“Anak buta ingin jadi penghafal Al-Quran?” begitu bisik-bisik warga, sering kali mendengar ejekan dan hinaan seperti itu. Tapi Casanova tak goyah. Ia tetap semangat walau ia kerap diejek.

Pak Ustadz Zaenal, gurunya, melihat sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia bahkan memberikan satu mushaf khusus hanya untuk Casanova. Yang diberi tanda, dan dijelaskan halaman demi halaman, dan dihafalkan dalam gelap oleh gadis yang hidupnya telah lama diselubungi kegelapan itu.

Casanova tahu, dunia ini penuh suara sumbang dan tatapan sinis. Tapi ia juga tahu, jika keyakinan pada Allah lebih besar dari rasa takut, maka tidak ada kegelapan yang tak bisa dilalui.

Meskipun cita-cita nya itu tampak sangat mustahil. Namun jika Allah menghendaki, tidak ada yang tidak mungkin. Dan dengan usahanya yang semangat dan pantang menyerah. Ia yakin Allah pasti akan memberikan kemudahan pada setiap hambanya yang mau berusaha.

Di usianya yang sekarang ini yang telah menginjak 21 tahun, Casanova telah menghafal 10 juz Al-Qur'an. Capaian itu menjadi sumber semangat yang tak pernah padam dalam dirinya.

Setiap malam, ia mengaji tanpa henti, tanpa peduli dingin, hujan, atau sunyi yang melingkupi. Termasuk malam ini. Malam yang mestinya menjadi momen istimewa baginya yaitu menyetor hafalan juz 11 kepada sang guru Ustadz Zaenal.

Namun entah mengapa malam ini tampak berbeda. Sejak senja, langit sudah menggantung awan gelap seolah menahan sesuatu yang berat. Bu Rahmi, ibunya, melarang Casanova keluar malam ini.

“Mendungnya terlihat aneh, nak. Diam saja malam ini dirumah, ya,” kata sang Ibu dengan cemas.

Tapi Casanova tak mau melewatkan kesempatannya. Ia bersikeras berangkat, Ia berharap lulus dan bisa naik ke hafalan berikutnya. Bu Rahmi hanya bisa pasrah, melihat semangat sang anak, meski hatinya tak tenang.

Sebagai ibu tunggal, Bu Rahmi tahu betul perjuangan putrinya. Cassanova memang berbeda matanya tak bisa melihat sejak lahir. Tapi justru dalam gelap itulah Allah menitipkan cahaya padanya dengan kemampuan nya menghafal yang luar biasa.

Satu persatu ayat meresap di benaknya lebih cepat dari anak-anak lain. Dan kini, langkahnya menuju rumah sang ustadz seperti biasa berbekal hafalan, tongkat, dan keyakinan. Setelah lama menunggu disurau.

Jalan setapak itu sudah sangat ia kenal. Pagar kayu yang dingin disentuh tongkatnya satu per satu, mengiringi langkah perlahan.

Tap... tap... tap... (bunyi halus tongkatnya berpadu dengan desir dedaunan)

Tapi entah kenapa malam ini terasa berbeda. Angin seperti membisikkan sesuatu. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Casanova merasa gelap yang dulu bersahabat kini berubah menjadi musuh. Ia mulai merasa ketakutan.

Seperti ada sesuatu yang mengintai dirinya.

Tap...

Tap...

Tap...

Langkah lain. Bukan miliknya. Bukan tongkatnya. Seperti langkah kaki yang sangat berat, pelan... dan mengikuti dari belakang tubuhnya. Casanova pun berhenti. Karena rasa penasaran nya. Tapi suara itu tidak terdengar. Tiba-tiba menghilang.

Tap...

Tap...

Tap...

Denyut jantungnya melonjak, seperti hendak meledak dari dalam dada. Bulu kuduknya meremang. Ada yang tidak beres. Ia tahu itu. Dan yang paling mengerikan adalah ia tidak bisa melihat siapa atau apa yang mengikutinya dibelakang. Perasaan jadi tidak enak dan tak menentu.

Ingin rasanya ia berlari, tapi dengan keterbatasan penglihatan sangat mustahil baginya untuk berlari. Casanova tampak sudah mulai gelisah. Ia pun mulai mempercepat langkah kakinya dengan tubuhnya yang gemetar.

BERSAMBUNG..

BAB 2 PARA PEMUDA YANG DURJANA

Langkah Casanova semakin cepat, menyusuri jalan setapak yang mulai sepi, ditelan senja yang berwarna tembaga muram. Napasnya tersengal. Tubuhnya gemetar, tapi ia memaksa terus berjalan. Bayangan kegelisahan menari di wajahnya. Suasana begitu sunyi hingga detak jantungnya sendiri terdengar seperti dentuman keras di telinga.

“Mau ke mana sich, cantik? Kenapa jalannya tergesa-gesa sangat sich?” ujar seorang pemuda.

Deg... (bunyi jantung Casanova)

Suara itu menyergap dari belakang, suara yang begitu kasar, asing, dan tak diundang. Casanova nyaris melompat. Jantungnya serasa mau meledak. Ia berhenti sejenak, tapi tak menoleh.

Nalurinya menjerit agar ia tetap bergerak. Bukan karena takut akan makhluk gaib, tapi justru karena manusia-manusia yang tak bisa dilihatnya… manusia yang bisa menyakiti dan mencelakai nya.

“Hai Cantik! Sombong sangat, sich! Jangan cepat-cepat donk jalannya! Nanti jatuh, loh. Sini, Abang bantuin jalan!” kata suara lain, yang terdengar lebih nyaring dan penuh ejekan.

Casanova tercekat. Suara itu berbeda, dan kini ia tahu pria itu tidak sendiri. Langkah-langkah berat mulai mendekat. Udara malam itu seolah membeku. Ditambah lagi dengan rintik hujan.

“Iya nih, sombong sangat sich jadi cewek. Sini pegang tangan Abang, biar kamu tidak jatuh!” ujar pemuda yang lain lagi.

"Oh... Tuhan... ada berapa banyak mereka. Tolong selamatkan aku dari sini. "gumam Casanova dalam hati dengan ketakutan.

Tiba-tiba, sebuah tangan kasar menggenggam lengan Casanova. Dingin. Menjijikkan. Ia spontan melepaskan diri, mengibas keras sambil mengayunkan tongkat panjang yang sedari tadi ia genggam erat. Tongkat itu melesat liar di udara dan hampir saja menghantam wajah salah satu dari pemuda-pemuda itu.

“Aw! Aw! Aw! Galak sangat sich, jadi cewek. Eh...gadis buta! kau tak bisa melihat saja belagu. Dasar wanita sombong!” hardik pemuda itu, dengan suara yang penuh kebencian dan kesal.

"Ha... Ha.. Ha... Kalau difikir fikir cewek sombong seperti ini, bagusnya kita apain ya biar tidak belagu lagi. "sorak pemuda-pemuda itu.

Tawa pun meledak di sekitar Casanova. Tawa yang tidak lucu, melainkan seperti suara iblis yang bersorak melihat mangsanya gemetar dan ketakutan. Tapi di balik tawa itu, tersimpan sesuatu yang lebih mengerikan kekaguman yang menyimpang, hasrat dan nafsu yang tersembunyi di balik hinaan dan ejekan.

Benar kata orang, Casanova adalah kembang desa. Cantik dan mempesona, walau matanya tak melihat. Kecantikannya terlalu mencolok untuk dibiarkan berjalan sendiri di dunia yang penuh durjana ini.

Langkah Casanova mulai tersendat. Nafasnya semakin tak beraturan. Derap sepatu para pemuda itu di belakangnya semakin nyata, menguntit seperti bayangan gelap yang tak mau lepas. Langit sudah benar-benar muram. Disetiap sudut gang tampak seperti mulut raksasa yang siap menelan siapa saja.

Tongkatnya terus bergerak, menyapu tanah, dinding, bahkan udara, seolah mencari celah untuk kabur dari jerat yang mengancam. Tapi suara-suara itu... mereka masih mengikutinya. Suara tawa yang melecehkan. Suara ejekan yang menusuk batin.

“Jalannya cepat juga, ya. Tapi apakah dia bisa lari. Sampai mana, kamu bisa menghindar Cantik?” ujar seorang pemuda.

Casanova menggelengkan kepala dengan cepat, nyaris panik. Suaranya lirih, namun penuh ketakutan.

“Siapa kalian? Aku mohon… jangan ganggu aku. Aku hanya mau pulang,” ucapnya memelas, berharap nada suaranya cukup menyentuh sisi kemanusiaan para pemuda pemuda itu.

Namun harapan itu runtuh seketika saat salah satu dari mereka tertawa kecil, dan sinis.

“Ha... Ha... Ha... Kami juga mau pulang, cantik. Kita bareng saja, yuk. Bosan kan kalau jalan sendirian? "jawab seorang pemuda lagi.

"Tidak takut kalau tiba-tiba Miss Kun datang nyolek kamu dari balik pohon?” ucapnya lagi sambil tertawa, jelas-jelas mengejek.

“Eh, lu becandanya jangan sembarangan,” sahut teman pemuda itu. “Kalau dia muncul beneran baru tahu rasa, lu! Hati hati kalau bicara, bro! "tambahnya lagi.

Casanova mundur setapak, lalu memilih berbalik. Ia tak ingin berada di tengah lingkaran suara-suara asing itu. Ia tak bisa melihat, tapi instingnya tahu, bahwa niat mereka tidak baik. Nafasnya tercekat. Langkahnya begitu cepat, tapi kenapa dunia terasa sempit.

Tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya.

“Lepas!

"Tolong!

"Tolong aku!” teriak Casanova dengan sekuat tenaga.

Suaranya menggema di antara rumah-rumah yang tampak gelap dan tertutup. Tidak ada yang membalas. Hanya suara angin dan rintik hujan yang dibarengi desahan tawa para pemuda pemuda itu.

Gadis itu terus meronta, tapi genggaman mereka terlalu kuat. Jumlah mereka empat orang dan kini mereka mulai panik karena Casanova terus berteriak. Ia berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya.

Suara teriakan Casanova nyaris memekakkan telinga dan tentu saja bisa memanggil warga. Para pemuda-pemuda itu saling pandang, antara satu sama lainnya. Dengan ketegangan.

Namun salah satu dari mereka bertindak dengan cepat, mendekapkan tangannya ke mulut Casanova dengan kasar.

“Diam!” desisnya tajam.

Casanova menggeliat, suaranya tercekik. Ia hanya bisa menangis dalam diam, tubuhnya gemetar. Napasnya memburu, penuh ketakutan. Dunia baginya telah berubah menjadi lorong sempit tanpa harapan dan celah sedikit pun.

Apa pun yang akan terjadi malam ini, ia tahu ia tak bisa mengandalkan siapa pun selain dirinya sendiri.

Sementara itu, keempat pemuda itu saling lempar pandang. Dalam hati mereka, ketakutan mulai tumbuh. Tapi hasrat yang telah lama dipendam menutupi sisa logika. Mereka telah mengincar Casanova sejak lama sang kembang desa yang selalu menjadi pujaan banyak lelaki.

Mereka tak pernah bisa menerima penolakan, apalagi dari seorang gadis buta yang mereka anggap terlalu sombong karena berani menolak ajakan perkenalan dari salah satu mereka. Casanova tau batas yang bukan mahramnya, itu sebabnya ia menolak untuk berkenalan.

Penolakan itu membuat rasa sakit hati dan tumbuh menjadi dendam. Si pemuda itu menyimpan amarahnya dalam diam, dan ia pun memiliki pikiran jahat terhadap Casanova. Lalu ia pun mulai menghasut teman-temannya untuk mencelakai Casanova.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seperti nya malam ini Dewi Fortuna memang sedang berbaik hati kepada mereka. Kini gadis itu ada di depan mata mereka.

Dan malam ini, mereka pikir, adalah malam yang tepat untuk memberi pelajaran kepada Casanova karena kesombongannya itu.

“Gadis buta itu harus diberi pelajaran, karena dengan kesombongannya dia berani menolak ku. Cepat bawa dia sebelum ada orang yang melihat kita. ” kata seorang pemuda kepada teman-temannya.

Padahal Cassanova hanya ingin menjaga jarak dari lelaki mana pun demi menghindari fitnah. Bukan karena dia sombong. Tapi niat baik itu malah dijadikan bahan untuk mengolok dan menyakitinya.

Malam itu, hujan tampaknya tak akan berhenti. Awan menggantung gelap, dan angin menggigit. Kampung yang biasanya ramai seolah berubah jadi sunyi. Casanova tak tahu bahwa malam itu adalah malam yang telah dipilih oleh para durjana itu untuk menyakitinya.

“Cepat bawa dia! Ayoo...Jangan sampai ada yang lihat! Cepat...buruan. "desis salah satu dari mereka sambil menoleh dengan gelisah ke sekeliling. Takut kalau niat busuk mereka tercium warga.

BERSAMBUNG...

BAB 3. CASANOVA TERNODAI

Mereka menarik tubuh Casanova, menyeretnya dengan paksa. Casanova terus menendang, menjerit, dan meronta ronta. Tapi cengkeraman mereka kuat dan langkah mereka tergesa gesa menuju sebuah kebun di pinggiran kampung, jauh dari jangkauan siapa pun.

Ketika mereka tiba di tempat yang mereka anggap cukup tersembunyi, salah satu dari mereka mendorong tubuh Casanova ke tanah.

“Tolooong!!!”

"Tolooong!!!"

"Tolooong!!!"

Casanova menjerit sekuat nya, kali ini tanpa penghalang di mulutnya. Hingga suaranya melengking menembus angin malam dalam hujan. Namun yang ia dapat hanyalah tawa.

“Minta tolong saja terus! Hujan deras seperti ini. Siapa yang mau dengar teriakan kau di tempat begini?” ucap salah satu dari mereka, diikuti tawa panjang, berderai, menyerupai suara setan dalam mimpi buruk.

Casanova terduduk, tubuhnya gemetar. Ia mencoba mundur, menjauh, tapi punggungnya membentur batang pohon. Nafasnya memburu. Air matanya mengalir tanpa bisa ia cegah. Ia tahu, tempat ini jauh dari siapa pun. Tapi tetap saja ia berteriak karena itu satu-satunya harapan yang tersisa.

“Tolong... jangan macam-macam. Aku... aku hanya mau pulang. Aku mohon, Tuan... jangan sakiti aku,” isaknya, suara lirih yang keluar di antara tangisnya. Ia sudah tidak bisa menahan gemetar. Setiap kata keluar dengan rasa takut yang menusuk.

Casanova menengadah, wajahnya basah air mata. Bibirnya bergetar sambil terus berdoa dalam hati semoga malam ini bukan malam terakhirnya. Semoga ada satu jiwa yang lewat. Satu jiwa saja yang mendengar teriakannya dan sudi menolongnya.

“Ha... Ha... Ha... Minta dilepaskan? Enak saja! Biar tau rasa lu, jadi perempuan jangan sombong sangat!” hardik salah satu dari mereka.

Lama lama Casanova mendengar suara itu. Suara itu seperti tak asing di telinga Casanova, seakan pernah ia dengar sebelumnya. Dan seperti nya ia mengenal pemilik suara itu. Tapi dalam keadaan kacau itu, pikirannya terlalu tumpul untuk mengingat.

“Kita akan pulang,” sahut yang lain.

“Tapi tunggu setelah kita bersenang-senang dulu ya cantik. Sayang kalau sudah sejauh ini. Kita tidak bersenang-senang. Tenang saja, kamu juga akan suka nantinya. ” lanjutnya sambil tertawa rendah, penuh niat buruk.

Salah satu dari mereka mendekat, tangannya menyentuh pipi Casanova yang basah oleh air mata. Gadis itu menggeleng, menggigil, hatinya semakin dicekam rasa takut. Dalam ketakutan nya ia terus berdoa dalam hati agar ada seseorang yang dapat menyelamatkan nya dari para lelaki durjana ini.

Casanova memang tidak bisa melihat dunia di sekelilingnya, namun wajahnya adalah anugerah yang membuat banyak hati tergoda. Bahkan Pak Kades yang dihormati warga pun pernah mencoba mendekatinya dan berniat ingin memperistri nya.

Tapi Cassanova, atau lebih tepatnya ibunya, menolak dengan tegas. Bagaimana mungkin seorang pria beristri dan sudah tua berani bermain api dan tertarik dengan gadis buta seperti dirinya?

Banyak gadis di kampung menaruh iri kepada Casanova. Tapi Casanova tak pernah merasa dirinya istimewa. Ia bahkan tak tahu rupanya sendiri. Baginya, hidup adalah doa dan kesabaran. Tapi malam ini, semua ketenangan itu akan hancur.

“Jangan sentuh aku! Pergi kalian!” Casanova menepis tangan kasar yang mencoba mendekati dan menjamahnya.

"Tolooonggg....

Ia berteriak, mencoba membebaskan diri, meski ia tahu mungkin tak akan ada orang yang mendengarnya.

“Jangan sentuh? Baiklah. Kalau begini bagaimana?” sahut pemuda itu sambil mendekatinya lebih agresif dan mencium bibir Casanova.

Tanpa peringatan, ia melakukan tindakan yang membuat tubuh Casanova gemetar hebat. Gadis itu terkejut, wajahnya memerah oleh amarah dan rasa malu. Dengan sekuat tenaga, ia mendorong tubuh pria itu menjauh.

“Sok jual mahal lu. Bagaimana rasa ciumanku. Pasti nikmat kan? "ucapnya senang.

"Eehmmm...Tapi ternyata kamu bisa terdiam juga, ya?” Pria itu menyeringai puas, menertawakan kehancuran kecil yang baru saja ia ciptakan.

Casanova hanya bisa merapatkan tubuhnya ke tanah, memeluk dirinya sendiri sambil menangis dan terisak isak. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Malam itu, ia hanya berharap keajaiban benar-benar nyata datang kepadanya.

“Cuiiihh!!” Casanova meludahi wajah salah satu pemuda di depannya dengan penuh jijik.

“Aku tak akan pernah sudi disentuh oleh kalian! Dasar manusia keji! Tak bermoral! lelaki bejad. "jawab Casanova dengan lantangnya. Walau ada rasa ketakutan dalam dirinya.

Pemuda itu terperanjat sesaat, lalu wajahnya berubah merah padam karena emosi.

“Wah, berani juga dia, Ren! Cepat, habisi saja! Lama lama bisa membuat kita jadi emosi! bisa bisa darah ku mendidih ni lihat kesombongannya. "bentak yang lain, yang tak bisa lagi menyembunyikan amarahnya.

“Dasar gadis sombong! Kau akan menyesal berani menghina kami,” sahut Rendi, penuh dendam.

Dengan kasar, ia mencengkeram kepala Casanova dan menarik rambutnya. Gadis itu menjerit kesakitan, tubuhnya terguncang hebat. Tak cukup sampai di sana, tamparan keras mendarat di pipinya yang pucat. Ia menggertakkan giginya, menahan perih di wajahnya yang mulai membengkak dan memerah.

“AHHHH...

"TOLONG!

"TOLONG!!!” teriak Casanova dengan sekuat tenaga.

Tangannya berusaha menepis, menggoyahkan tubuh pemuda itu meski tubuhnya gemetar tak berdaya. Tangisnya pecah, bukan hanya karena rasa sakit, tapi karena ketakutan yang mendalam.

“Berisik!” sangat sich lu jadi cewek. "geram salah satu dari mereka.

“Pegang tangannya! Aku sudah tak tahan lagi lihat muka sombongnya yang cantik itu! ingin rasanya aku menciumi wajah itu sekarang juga. "ucap pemuda itu.

Mereka bergerak cepat, mencoba menundukkan perlawanan gadis buta itu. Satu di antara mereka tampak lebih dominan, berdiri dengan tangan menyilang dan sorot mata penuh arogansi.

Mereka membekap mulut Casanova, hingga dia tak bisa berteriak meminta tolong lagi. Dengan keadaan Casanova yang tak berdaya. Mereka pun mulai menggerayangi tubuh Casanova.

"Wow... mulus coi... Sexy gila nih cewek. " ucap salah satu pemuda.

"Ah... lu kalau hal beginian pasti cepat geraknya. " jawab seorang pemuda lagi.

“Sudah... Cepat bereskan ini! Jangan buang waktu lagi. Atau kalian semua tanggung sendiri, kalau gue tarik semua uang masuk dari Bokap gue untuk kebutuhan kelompok kita ini, apa kalian mau. "ancamnya.

“Tinggal gue bilang ke bokap-nyokap, selesai! Lu semua pada pasti tidak akan bisa foya foya lagi. "ancamnya lagi.

"Ok.. Ok.. Bro. Relax lah. Kami akan bereskan semua ini. "jawab seorang pemuda.

Pemuda-pemuda itu tampak segan padanya, takut kehilangan sokongan uang masuk dari Rendi anak orang paling kaya. Dengan cepat mereka pun menarik tubuh Casanova dan mulai membuka baju Casanova satu persatu. Situasi semakin mencekam, dan Casanova hanya bisa berharap ada seseorang yang datang untuk menolongnya sebelum semuanya terlambat.

"Tolooong...

"Tolooong...

"Tolooong... " teriak Casanova dalam keadaan mulut dibekab.

"Jangan lakukan ini padaku. Aku mohon sekali pada kalian. Aku merayu pada kalian jangan lakukan ini. Tolonglah... aku mohon.. "pinta Casanova dengan desiran tetesan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya yang buta itu.

BERSAMBUNG..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!