Nayla menghembuskan nafas panjang, ia memejamkan mata sejenak untuk mengabaikan segala bisikan yang ia dengar di belakangnya. Ia menatap lurus ke arah hakim yang tengah membaca gugatannya.
Dan saat hakim bertanya sekali lagi apakah keputusannya untuk bercerai sudah bulat, Nayla menganggukkan kepalanya dengan sangat yakin.
"Iya. Saya tetap ingin bercerai tuan hakim." Ucapnya dengan mantap dihiasi senyum tipis diwajah cantiknya.
Mungkin orang-orang akan menganggapnya gila, saat tersenyum di situasi seperti itu. Pernikahan yang ia jalani selama 5 tahun harus kandas begitu saja. Walaupun memang ada rasa kecewa, sekarang ia jauh merasa lebih lega.
Stefan, mantan suaminya melirik ke arah Nayla dengan tatapan bingung bercampur menyesal. Ntah apa yang di sesalkan olehnya. Mungkin ia juga bertanya-tanya kenapa Nayla bisa tersenyum bahkan terlihat lebih lega tanpanya.
Selama ini Nayla telah menjadi istri dan pasangan yang begitu sempurna untuk Stefan. Hubungan keduanya terjalin begitu erat, mengingat mereka adalah teman sedari kecil. Pasangan yang begitu sempurna di mata orang-orang.
Namun, kebahagiaan itu langsung hilang begitu saja saat Stefan dengan terang-terangan membawa seorang gadis ke tengah hubungan pernikahan mereka. Dan secara tidak tahu malunya, ia ingin menjadikan gadis itu istri keduanya.
Sayangnya, Nayla bukanlah wanita bodoh yang hanya akan patuh pada keinginan suaminya. Tentu saja, Nayla menolak keras keinginan itu. Dan ia lebih memilih berpisah dengan suaminya daripada harus diduakan.
"Saya tetap ingin bercerai tuan hakim. Tak ada alasan bagi saya untuk tetap mempertahankan pernikahan ini. Lagipula, saya tak ingin menjadi penghalang bagi dua orang yang saling mencintai." Imbuh Nayla dengan nada setengah mengejek.
Kerumunan orang-orang di belakangnya langsung berbisik mencibir. Begitu juga Stefan yang langsung menatap tajam ke arahnya. Ia tahu, hal itu akan merusak harga diri dan reputasi stefan. Karena, semua orang akhirnya tahu kalau Stefan lah yang bermasalah hingga terjadi perceraian itu.
Namun, Nayla tak sedkit pun merasa gentar, karena ia tahu di belakangnya ada keluarga dan juga teman-temannya yang mendukung penuh keputusannya.
Ia ingin segera persidangan itu berakhir, agar ia segera terbebas dari Stefan dan segala dramanya. Pernikahan yang sudah bagaikan racun dalam hidupnya, memang sudah tak layak lagi dipertahankan.
Setelah menimbang segala bukti yang ada, hakim pun membacakan keputusannya. Ia menyetujui perceraian Nayla dan Stefan. Dan saat palu sudah diketuk, mereka berdua sudah resmi bercerai.
Mendengar itu, udara berat di sekitar Nayla langsung terasa terangkat. Ia menghembuskan nafas lega. Suasana hatinya juga jadi jauh lebih baik. Akhirnya, ia terbebas dari belenggu yang telah menyiksanya beberapa waktu ini.
"Apakah persidangannya sudah selesai?" Tanya seorang pemuda yang duduk di kursi paling belakang. Ia berbicara dengan setengah berteriak sampai semua mata tertuju padanya.
Pemuda itu perlahan bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan, ke arah Nayla yang masih duduk di kursinya. Stefan menatap itu dengan bingung, terlebih saat ia mengenali siapa pemuda itu.
"Karena anda sudah sendiri sekarang. Bolehkah aku menggenggam tanganmu, nona?" Ucap Hayden dengan senyum menggoda. Nayla pun ikut terseyum dibuatnya.
"Dengan senang hati tuan." Jawabnya sambil menerima uluran tangan Hayden.
Nayla pun bangkit dari duduknya kemudian melingkarkan tangannya dilengan Hayden dengan mesra.
"Apa maksud semua ini Nayla?!" Seru Stefan yang terlihat sangat marah.
Nayla hanya diam dan tersenyum menyaksikan tatapan murka mantan suaminya itu. Ia merasa sangat puas dengan drama yang baru saja ia buat. Menurutnya itu cukup untuk membalaskan penghinaan Stefan padanya selama ini.
....
Keluarga Calypso adalah salah satu keluarga besar dan terpandang di negara A. Kekayaan dan nama keluarganya terkenal di seluruh penjuru negeri. Dan Nayla merupakan anak kedua sekaligus putri satu-satunya dari keluarga itu. Nayla Elara Calypso.
Dari kecil ia hidup dengan terhormat dan bergelimang harta. Ia juga sangat di sayang oleh keluarganya. Kehidupan yang begitu sempurna.
Ditambah saat pertama kalinya ia bertemu dengan kelurga Stefan dari keluarga Saverio. Keluarga itu adalah keluarga paling terpandang dan terkemuka di negara A. Dan Stefan adalah satu-satunya anak sekaligus pewaris dari keluarga itu. Stefan Bastian Saverio
Keduanya bertemu untuk pertama kalinya saat berusia 7 tahun. Dan setelah pertemuan itu, keduanya menjadi teman akrab dari kecil. Kedua keluarga yang merasa kedekatan anak-anak mereka cukup baik mencoba untuk mengikat keduanya dalam hubungan yang lebih dalam.
Saat itu, baik Nayla dan Stefan sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Membayangkan mereka akan hidup bersama menjadi sebuah keluarga suatu hari nanti, dengan hubungan pertemanan mereka saat itu, justru membahagiakan bagi keduanya.
Setelah menikah di usia mereka yang ke 25 tahun waktu itu. Keduanya menjalani kehidupan pernikahan yang begitu damai. Nayla menjalankan peranannya sebagai istri dan pasangan yang luar biasa di samping Stefan. Terlebih tepat beberapa bulan setelah pernikahan pemimpin keluarga Saverio, ayah Stefan meninggal dunia.
Dan semenjak saat itulah, Stefan harus mewarisi semua kekayaan sekaligus beban dari keluarganya. Dan di saat itulah peranan Nayla sangat besar. Ia berdiri begitu kokoh di samping sang suami, sampai Stefan bisa bangkit menjadi pemimpin keluarga yang besar seperti sekarang.
Namun, kedamaian itu langsung runtuh selama setahun terakhir sebelum tuntutan perceraian akhirnya Nayla layangkan pada suaminya, setelah 5 tahun pernikahan.
...
Hari itu saat Nayla baru saja sampai di rumah, setelah melakukan meeting penting dengan salah satu kolega bisnis suaminya, ia merasa ada yang aneh dengan suasana rumahnya itu.
Ia melihat para pelayan sedang berbisik dan menatapnya dengan tatapan bingung dan iba?
"Apa yang terjadi?" Tanya Nayla pada para pelayan setianya.
"Maafkan saya harus mengatakan ini pada anda nyonya ... Sebenarnya, baru saja tuan pulang dengan membawa seorang gadis muda bersamanya. Tuan membawanya ke paviliun belakang." Jawab Ana kepala pelayannya sambil membungkukkan badannya merasa tak tega harus menyampaikan berita itu pada nyonya yang sangat ia hormati itu.
Nayla hanya diam, ia berusaha mencerna apa maksud dari perkataan Ana itu.
"Mungkin itu tamu suamiku? Apa yang salah dengan itu?" Tanya Nayla yang berusaha masih berpikir positif.
"Maaf harus mengatakan ini lagi nyonya. Saya rasa itu bukan hanya sekedar tamu... Ta-tadi tuan memerintahkan kami untuk memperlakukan gadis itu dengan baik mulai sekarang. Gadis itu tiba dengan salah satu kaki yang digips. Sepertinya ia baru saja terluka dan tuan sangat memperhatikan gadis itu." Jawab Ana dengan berat hati.
Nayla kembali terdiam. Sisi lain hatinya sudah mulai menebak ke arah mana obrolan ini berakhir. Namun, ia masih berusaha tenang. Ia masih melihat beberapa pelayan yang seperti ingin menambahkan ceritanya, tapi terlihat ragu.
"Kalau masih ada yang ingin kalian sampaikan. Kalian bisa mengatakannya padaku." Ucap Nayla dengan tenang.
"Se-sebenarnya, gadis itu terlihat sangat cantik nyonya. Wajahnya yang kecil terlihat imut, polos dan tak bersalah ... Ta-tapi, tentu saja tak secantik anda nyonya. Dia tak punya kharismatik seperti anda. Maksud saya, kecantikan gadis itu seperti kecantikan gadis-gadis pemikat." Imbuh Lisa pelayannya yang lain.
Batin Nayla mulai berkecamuk. Ia bertanya-tanya siapa gadis yang dibawa oleh suaminya itu? Apakah memang seperti dugaan para pelayannya bahwa suaminya itu telah terpikat pada kecantikan gadis itu?
"Apa ada yang mau menambahkan lagi?" Tanya Nayla sekali lagi ke arah pelayannya.
"Ini hanya dugaan saya nyonya. Se-sepertinya tuan menyukai gadis itu. Tuan terlihat sangat memperhatikan gadis itu. Saya tak pernah melihat tuan seperti itu selain pada anda selama ini." Ucap Risa salah satu pelayannya yang lain.
Mendengar perkataan Risa itu, seakan ketakutan dalam hatinya telah menjadi nyata. Nayla hanya bisa diam mematung di tempatnya.
"Anda tenang saja nyonya. Kami semua ada dipihak anda. Siapapun gadis itu, nyonya yang kami akui hanyalah anda." Ucap Ana memberi dukungan pada Nayla yang terlihat begitu terpukul saat itu.
Nayla bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Haruskan ia segera berlari menuju ke paviliun belakang dan menangkap basah suaminya itu? Atau apa yang harus ia lakukan? Ia tak pernah menyangka hal ini akan terjadi dalam kehidupannya. Sampai ia tak bisa berpikir secara jernih.
Akhirnya, Nayla memilih menunggu di dalam kamarnya sampai sang suami datang. Ia masih belum mau melihat secara langsung hubungan antara suaminya dengan gadis itu. Ia berdiam diri menunggu Stefan datang padanya.
Namun, berapa lama pun ia menunggu. Malam itu, suaminya tak datang ke kamarnya. Di sanalah Nayla seakan mendengar suara retakan yang sangat besar dalam hubungan pernikahannya. Karena, mulai saat itu pernikahannya yang damai dan membahagiakan tak kan lagi sama.
.
.
.
Bersambung ...
Keesokan paginya, Nayla sudah terlebih dulu duduk di meja makan. Tak berselang lama suami yang ia tunggu kedatangannya dari tadi malam, akhirnya datang juga. Nayla berusaha tetap menjaga ketenangannya, sembari memotong sandwich di atas piringnya.
Nayla tetap diam, menunggu penjelasan dari suaminya. Namun, Stefan terlihat acuh dan bersikap seakan tak ada yang terjadi. Ia dengan santainya menyesap kopi tanpa mengatakan sepatah katapun. Tak tahan lagi, Nayla pun mulai membuka suara.
"Aku mendengar kalau kamu membawa wanita asing yang tak jelas asal-usulnya ke paviliun. Apakah itu hobi barumu, untuk mengoleksi pelac*r?" Tanya Nayla dengan nada yang ia buat setenang mungkin.
Seketika Stefan langsung terdiam seakan terusik dengan pertanyaan Nayla. Ia meletakkan gelas kopinya dengan kasar, sampai isinya memercik mengotori kain putih di bawahnya. Nayla tetap diam dan menatap lurus ke arah suaminya itu.
"Kamu salah paham. Jadi, tolong jaga ucapanmu." Ucap Stefan dengan ekspresi tak suka yang sangat jelas tergambar di wajahnya.
"Kesalah pahaman macam apa yang kamu maksud? Memang ada yang salah dengan perkataanku, Stef? ... Wanita tanpa status pernikahan yang menghabiskan malam dengan suami orang, kalau bukan pelac*r lalu apalagi?" Cerca Nayla dengan senyum mengejek.
"Cukup! Hentikan pembicaraan ini. Dia hanya wanita yang tak sengaja tertabrak mobilku kemarin. Karena, dia tak punya keluarga aku hanya menampungnya sementara di sini, sebagai bentuk tanggung jawabku. Hanya itu ... Sebaiknya, kamu jangan asal percaya dengan semua omong kosong dari para pelayan." Kata Stefan mencoba menjelaskan.
Namun, penjelasan itu saja tak cukup bagi Nayla. Begitu banyak kejanggalan yang ada. Tapi, sorot mata Stefan seakan menyuruhnya diam dan tak melanjutkan lagi obrolan itu. Jelas sekali terlihat kalau suaminya itu tak nyaman dengan pertanyaannya. Ia juga terlihat gelisah.
Akhirnya, sarapan pagi itu dilalui dengan suasana dingin dan mencekam. Hanya terdengar suara dentingan alat makan saja tanpa adanya obrolan sedikitpun dari pasangan suami istri itu.
Nayla, memilih diam untuk menghemat energinya. Dia tak sebodoh itu untuk tak bisa memahami situasi yang ada saat ini. Hanya saja ia masih tak tahu harus berbuat apa. Dan akhirnya, dia memilih diam dan mengacuhkan keadaan itu.
...
Setelah sarapan, Nayla kembali ke kamarnya untuk bersiap sebelum berangkat bekerja. Sedangkan Stefan memilih untuk berangkat terlebih dulu.
Di kamar Ana dan beberapa pelayannya yang lain segera mengelilingi Nayla dengan cemas sekaligus penasaran apa yang terjadi di meja makan tadi. Kebetulan mereka bukanlah pelayan yang bertugas di meja makan, jadi mereka tak tahu apa yang terjadi di sana.
"Dia mengatakan kalau, wanita itu hanyalah wanita yang tak sengaja ia tabrak kemarin. Karena, wanita itu hidup sendiri dan sebagai rasa tanggung jawabnya, akhirnya dia membawanya kemari." Ucap Nayla sambil menghembuskan nafasnya berat.
"Huh?! Itu sangat tidak masuk akal nyonya! Kalau hanya kasihan dan rasa tanggung jawab, kenapa tuan merawat sendiri gadis itu semalaman?! ... Anda harus tau, itulah yang ayah saya lakukan di awal kali perselingkuhannya dulu. Saya dulu begitu naif mempercayainya dan menerima pelac*r ayah saya. Sampai, akhirnya ia tega merampas posisi ibu saya." Seru Lisa yang sangat kesal setelah mendengar perkataan majikannya.
Nayla dan pelayan yang lain hanya diam dan fokus mendengarkan kekesalan Lisa.
"Lalu, kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa juga tuan menolak membicarakan wanita itu lebih dalam?! Pasti ada apa-apa diantara mereka nyonya!" Seru Lisa diakhir perkataannya.
"Walaupun dia berusaha menjelaskan apa yang terjadi menurut versinya. Aku memang sudah tau, kalau wanita itu bukan hanya seorang wanita acak yang dibawanya pulang. Tapi ... Pernikahan kami adalah pernikahan politik dari kedua keluarga besar. Sebaik apapun hubunganku dengannya dulu, bukankah aku harus menerima ini juga sebagai bagian dari bisnis?" Tanya Nayla dengan suara lirih. Ia benar-benar bingung harus bagaimana menyikapi hal ini.
"Nyonya, meskipun pernikahan anda adalah pernikahan politik. Anda berdua sudah bersama dari kecil. Wajar jika anda merasa sedih dan kecewa saat anda dikhianati seperti ini ... Dan ini juga berlaku untuk keluarga anda. Anda adalah putri yang sangat di sayangi di keluarga anda, pasti mereka juga akan sedih saat mendengar situasi anda. Begitupun saya, nyonya. Bagaimana tuan melakukan ini pada nyonya kami yang baik dan sempurna ini?!" Seru Ana sambil menggenggam tangan Nayla dengan lembut.
Selain kepala payan, Ana adalah pelayan yang dibawa Nayla dari rumahnya dulu. Ana sudah melayani Nayla dari Nayla masih gadis hingga sekarang, ia begitu tau bagaimana majikannya itu. Ia pun ikut bersedih atas rasa sakit yang di rasakan Nayla.
Pelayan yang lain juga ikut menundukkan kepalanya bersedih bersama Nayla.
"Anda tenang saja nyonya. Sebanyak apapun tuan membawa gadis asing dan pelac*r ke rumah ini. Bagi kami, hanya andalah nyonya di rumah ini." Imbuh Risa yang bisa membuat Nayla sedikit tersenyum dibuatnya.
Apa yang dikatakan Risa ada benarnya. Karna, sebanyak apapun Stefan menghargai pelac*r itu. Wanita itu tak akan bisa menandinginya.
...
Hari demi hari, rumor kalau Stefan sudah membawa seorang pelac*r dan menyembunyikannya di paviliun belakang kediaman Saverio segera menyebar ke semua pelayan di sana. Terlebih para pelayan yang memang ditugaskan Stefan untuk melayani gadis itu.
Mereka saling bercerita ke pelayan yang lain betapa tuan mereka sangat perhatian dan sangat memanjakan gadis itu. Mulai dari membawakannya makan, menyuapi bahkan Stefan sampai memanggilkan dokter kepercayaan keluarganya untuk memeriksa dan mengobati gadis itu.
Nayla sendiri juga semakin menyadari perubahan dari suaminya. Kini, Stefan semakin jarang makan bersamanya. Bahkan, beberapa kali juga Stefan memilih menginap di paviliun bersama wanita itu. Nayla, bisa menebak kalau rasa ketertarikan suaminya pada pelac*r itu semakin dalam.
Dan lagi-lagi Nayla berusaha mengabaikan hal itu dan memilih menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia juga merasa lega karena tak pernah sekalipun bertemu dengan simpanan suaminya itu.
Paviliun belakang itu memang terletak cukup jauh dari kediaman utama. Bahkan, paviliun itu memiliki taman yang berbeda dari taman kediaman utama. Maka dari itu, Nayla merasa cukup bersyukur untuk hal itu.
Seperti hari itu, Nayla disibukkan dengan meeting untuk membahas event akhir tahun yang akan dilakukan perusahaan Saverio. Di perusahaan suaminya itu, Nayla memegang posisi sebagai ketua tim humas. Dan dialah yang selalu mengurus komunikasi dan acara-acara besar perusahaan dengan berbagai kolega bisnis perusahaan.
Event akhir tahun adalah salah satu acara besar yang selalu diadakan perusahaan Saverio untuk tetap mempertahankan hubungan baik dengan kolega bisnisnya. Biasanya acara itu berupa makan malam dan juga acara amal.
Banyak hal yang harus dipersiapkan. Dan tentu saja semua itu langsung menghabiskan banyak waktu dan tenaga Nayla. Namun, dengan segala permasalahan yang terjadi di rumah belakangan ini. Nayla merasa sangat terbantu dengan acara itu. Karena, ia bisa terus fokus dalam pekerjaan dan tak perlu lagi memikirkan masalah pelac*r yang dibawa oleh stefan.
Sore harinya, saat pulang kerja, Nayla dengan sengaja berjalan ke taman belakang untuk bersantai sebentar ditemani Lisa. Namun, tak di sangka-sangka. Justru di sana ia bertemu dengan seseorang yang paling tak ingin ia temui belakangan ini. Dia adalah wanita pelac*r itu.
Wanita itu tengah duduk di kursi roda di temani dua orang pelayan di sampingnya. Saat melihat kedatangan Nayla, wanita itu berusaha berdiri dibantu oleh kedua pelayan itu. Nayla hanya diam memperhatikannya dan berniat untuk segera meninggalkan taman.
"Aku sangat tidak beruntung harus melihatnya di sini sekarang ..." Jerit hati Nayla saat itu.
.
.
.
Bersambung ...
"Tunggu!" Teriak Roselyn.
Nayla menghentikan langkahnya. Ia tak habis pikir dengan wanita itu, seberapa beraninya dia menghentikan langkahnya. Apakah wanita itu memang tak punya malu?! Keberadaannya di taman kediaman utama saja sudah aneh. Padahal, dia ditempatkan di paviliun barat yang juga memiliki tamannya sendiri.
Roselyn begitu bersih keras mendekati Nayla dengan kursi rodanya. Kedua pelayan di sampingnya sudah berusaha menghentikannya namun, hal itu sama sekali tak berhasil.
"Jangan nona!" Seru salah satu pelayan itu. Namun, seakan tuli, Roselyn tetap terus mendekati Nayla.
"Halo kakak. Namaku Roselyn. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kakak." Katanya dengan senyum ceria seakan perkataannya tak ada yang salah.
Nayla berbalik dan menatapnya dengan bingung. 'kakak'? Bagaimana bisa wanita itu memanggilnya kakak?! Memang apa hubungan mereka sampai dia berhak memanggilnya seperti itu?!
Nayla yang memang sudah merasa lelah dengan segala pekerjaannya hari itu, tak mau lagi berdebat panjang lebar. Ia memilih berbalik dan hendak melangkah pergi. Namun, Roselyn menahan tangannya.
"Anda sangat tidak sopan nona! Apa anda tau, dengan siapa anda sedang berbicara?!" Seru Lisa yang tak tahan lagi melihat ketidak sopanan Roselyn.
"Ma-maafkan aku ... Aku hanya ingin menyapa kakak saja ..." Ucap Roselyn ketakutan dan seakan bersedih. Dengan keadaan itu Nayla seakan terlihat seperti menindasnya. Padahal, dia tak melakukan apapun.
"Apa kita begitu akrab sampai, kamu bisa memanggilku 'kakak'?" Tanya Nayla akhirnya.
"I-iya. Aku menganal kakak. Walaupun, kita memang baru bertemu kok. Tuan Stefan pernah menceritakan kakak pada saya." Jawab Roselyn masih dengan tak tahu malunya.
"Oh, jadi begitu. Dia menceritakanku pada 'pelac*rnya' dan membiarkan dia memanggilku 'kakak' begitu?" Tanya Nayla dengan nada dingin.
Nayla juga mengamati penampilan wanita di depannya itu dari dekat. Ia memang terlihat masih muda, mungkin baru memasuki usia awal 20 tahunan. Wanita itu memang terlihat cantik seperti yang dikatakan pelayan kemarin. Kesan lemah lembut dan polos, merupakan daya tariknya seakan bisa mengundang siapapun untuk melindungi dan berpihak padanya.
"A-aku bukan pelac*r! Tuan Stefan membawaku kesini karena kasihan dan merasa bertanggung jawab padaku." Seru Roselyn yang terlihat kesal dan tak suka dengan panggilan yang dilontarkan Nayla.
"Aku tak peduli apa hubunganmu dengan Stefan. Cukup berhenti memanggilku kakak. Dan panggil aku 'nyonya' seperti yang lainnya memanggilku." Seru Nayla memberi perintah.
Roselyn membulatkan matanya seakan tak menyukai perintah Nayla itu. Ia pun mendengus dan dengan segera memutar kursi rodanya berbalik arah untuk kembali ke paviliun barat, tanpa berpamitan pada Nayla.
"Dasar pelac*r tak tahu malu!" Umpat Lisa yang begitu geram menyaksikan ketidak sopanan Roselyn sebelumnya.
"Siapa yang kau panggil pelac*r?!" Tanya Stefan yang tiba-tiba saja sudah muncul di belakang Nayla. Lisa segera membungkuk memberi salam. Ia cukup terkejut dan takut mendengar nada dingin dan mencekam dari tuannya itu.
"Roselyn, kenapa kamu di sini?" Tanya Stefan yang langsung berjalan ke arah Roselyn dengan khawatir dan melewati Nayla begitu saja.
"Tuan ..." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Ada apa? Jangan menangis." Ucap Stefan lembut. Namun, tetap saja air mata tetap menetes membasahi wajahnya.
"Ku bilang jangan menangis, Rose ..." Bujuk Stefan seperti tak tega melihat wanita itu menangis. Namun, air mata tak kunjung berhenti dari matanya.
Nayla hanya diam di tempatnya dan menyaksikan drama di depannya itu. Ia akhirnya melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa suaminya sangat memperhatikan wanita itu. Bahkan, ia dengan berani mengusap air mata wanita lain di depannya saat ini.
Nayla tak tahan lagi harus menyaksikan drama yang memuakkan itu. Ia pun memutuskan untuk berbalik pergi dari taman dan meninggalkan dua orang itu.
"Tunggu!" Seru Stefan menghentikan langkah Nayla.
Nayla hanya bisa menarik nafas panjang dengan kasar sebelum menoleh menatap Stefan di sana. Betapa kompak keduanya, pikir Nayla. Sebelumnya wanita itu juga menghentikannya dengan cara yang sama. Sekarang Stefan juga.
"Kamu boleh pergi, tapi tinggalkan pelayan itu." Perintah Stefan dengan tegas.
"Apa maksudmu? Dia pelayanku, kamu tak punya hak melakukan apapun padanya." Jawab Nayla dengan berani.
"Walaupun dia pelayanmu. Dia adalah pekerja yang berada di rumahku. Aku juga punya hak Nayla." Seru Stefan tak mau kalah.
"Memang alasan apa yang membuatmu ingin menahan pelayanku di sini?" Tanya Nayla yang tetap berusaha melindungi Lisa. Sedangkan Lisa sedari tadi sudah gemetar ketakutan.
"Kamu masih bertanya? Jelas-jelas dia sudah tak sopan dan memanggil tamuku dengan sebutan pelac*r. Jadi, dia harus dihukum." Kata Stefan penuh penekanan. Dan di sana Nayla bisa melihat mata Roselyn terbuka lebar seakan kagum dengan Stefan yang membelanya. Nayla hanya bisa tertawa mencibir melihatnya.
"Kalau begitu aku juga bisa melakukan hal yang sama pada wanita itu bukan?! Dia juga sudah bersikap tak sopan padaku. Beraninya tadi dia memanggilku nyonya rumah ini dengan sebutan 'kakak', padahal aku tak pernah mengizinkannya memanggilku begitu. Atau kamu yang menyuruhnya, Stef? ... Jangan menganggap kalau aku tak tahu apapun. Jangan mengusikku saat aku masih diam saja. Aku diam bukan berarti aku tak tahu, Stefan." Ucap Nayla dengan sorot mata yang tajam dan penuh penekanan.
Mendengar perkataan Nayla itu, Stefan tak lagi bisa membalasnya. Dan saat itulah, Nayla baru benar-benar bisa pergi dari tempat itu. Stefan menatap kepergian Nayla sambil menggertakkan giginya menahan amarah. Dia juga segera mendorong kursi roda Roselyn dan membawanya pergi juga dari sana.
Seketika rumor kembali menyebar dengan cepat setelah perang dingin di taman sore itu. Semua pelayan semakin yakin, wanita yang dibawa tuan mereka memang benar seorang pelac*r. Dan betapa tuan mereka sangat peduli pada wanita itu.
Banyak pelayan yang mengecam perbuatan Stefan. Sebagian dari mereka yang sebelumnya menaruh rasa hormat pada Stefan kini sepenuhnya mendukung Nayla. Mereka juga khawatir, akan apa yang terjadi di masa depan nanti. Baru seminggu wanita itu ada di sana saja, suasana di rumah sudah terasa mencekam.
Dan semenjak hari itu, Stefan memutuskan untuk pisah kamar dari Nayla. Walaupun ia tak ke paviliun barat, ia juga tak mengunjungi kamar Nayla.
Pernah sekali, ia berbicara dengan Stefan saat mereka makan tepat sehari setelah kejadian di taman sore itu. Namun, perkataan suaminya itu justru semakin menyayat hatinya.
"Tolong bersikaplah baik pada Roselyn, sayang. Dia hanya wanita malang yang sebatang kara. Aku rasa kalian bisa dekat." Ucap Stefan yang langsung membuat Nayla menghentikan aktivitas makannya.
"Apa maksudmu Stef? Kamu menyuruhku akrab dengan wanita simpananmu? Apa kamu sudah gila?!" Seru Nayla yang tak habis pikir dengan permintaan suaminya itu.
"Sudahku katakan berulang kali. Dia bukan pelac*r atau wanita simpananku. Aku hanya bertanggung jawab padanya ... Ku mohon, sekali ini saja patuhi permintaanku, sayang ..."
"Aku tak punya kewajiban untuk patuh pada perintah tak masuk akal seperti itu, Stefan!" Ujar Nayla penuh penekanan.
"Haahh ... Kamu memang sangat keras kepala, tak sepertinya." Gumam Stefan yang langsung membuat Nayla terdiam.
Bisa-bisanya suaminya itu membandingkan dirinya dengan pelac*r itu?! Bahkan setelah dia meminta permintaan yang tak masuk akal padanya.
Nayla sudah tak lagi selera makan dan langsung pergi meninggalkan meja makan dan Stefan sendirian. Dan semenjak saat itulah, tak pernah lagi ada percakapan di meja makan. Bahkan, seringkali Nayla lebih memilih makan di kamar karena tak mau melihat wajah suaminya sedikitpun.
Betapa pun kuat dan hebatnya Nayla yang terus menjaga ketenangannya di depan Stefan dan juga semua orang. Nayla juga wanita normal pada umumnya yang bisa merasa sakit. Ia pun tak bisa menahan air matanya ketika sedang sendirian seperti itu.
Setiap malam, saat ia sudah seorang diri di kamar, ia akan teringat dengan tatapan dingin Stefan padanya. Padahal dulu, Stefan selalu menatapnya dengan kagum dan penuh kehangatan. Terlebih saat ia mengingat juga sikap lembut suaminya pada wanita pelac*r itu.
Nayla sadar pernikahannya sudah hancur. Hanya saja, ia masih belum tau keputusan terbaik yang harus ia ambil. Pernikahannya bukan hanya tentang dirinya dan Stefan, melainkan kerja sama antara dua keluaga besar.
Nayla, hanya bisa meringkuk di atas ranjang sambil memeluk tubuhnya sendiri. Ia meyakinkan dirinya sendiri untuk terus kuat dan bertahan. Lagipula, saat pagi tiba ia akan kembali disibukkan dengan pekerjaan yang akan membuatnya lupa dengan permasalahan rumah tangganya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Bisik Nayla di keheningan malam.
.
.
.
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!