...Bantu Like ya!!...
...***...
"Gaby, wooy!!"
Panggil seseorang kepada gadis cantik yang sedang berjalan santai di koridor sekolah.
Mendengar namanya dipanggil, Gadis itu seketika menghentikan langkah dan berbalik badan melihat siapa yang memanggilnya.
Senyumnya seketika merekah lebar memperlihatkan permen karet di dalam mulut.
"Via!!" Teriak gadis cantik itu sambil melambaikan tangan.
Gaby Lovania Frederick.
Atau kerap di panggil Gaby. Memiliki wajah cantik hidung bangir dan mata Hazel, rambut sepinggang lurus selalu di urai cantik, usianya baru 17 tahun dan sekolah menengah atas kelas 12.
Apakah Gaby ini gadis pintar yang selalu juara di sekolah? Atau selalu ikut lomba cerdas cermat seperti matematika?
Ah tidak. Gaby bukanlah gadis pintar yang selalu juara di sekolah, bahkan sepuluh besar pun gadis itu tidak masuk.
Tidak memiliki bakat? Tentu saja Gaby memiliki bakat, yaitu melukis. Mungkin dalam lukis melukis Gaby juaranya, bahkan selalu mewakili sekolah untuk lomba melukis dan selalu mendapatkan juara.
Gaby juga memiliki Cita-cita menjadi desainer, seperti almarhum mamahnya.
Bahkan sampai saat ini butik milik mamahnya masih berkembang dan Gaby yang melanjutkan butik itu, tentu saja dengan bantuan sang ayah dan tangan kanan mamahnya yang masih setia bekerja di sana.
Frederick Wijaya nama Daddy Gaby. Si pemilik sekolah Frederick High School yang saat ini Gaby tempati dan salah satu orang terkaya di kota ini.
Gaby merupakan anak tunggal dan pewaris satu-satunya perusahaan Frederick.
Sementara sang mamah sudah lama meninggal sekitar tiga tahun lalu, sampai saat ini Frederick belum memiliki istri lagi. Bukan karena Gaby yang melarangnya untuk tidak boleh memiliki istri lagi, tapi pria itu yang tidak menginginkannya.
Frederick selalu berkata. Istrinya hanya satu tidak akan tergantikan, mungkin cintanya sudah habis di almarhum mamahnya Gaby.
Usia Frederic saat ini 35 tahun. Ya, memang masih terbilang muda untuk menikah lagi.
Frederick dan almarhum Istrinya memang menikah muda saat masih sekolah dan langsung memiliki anak yaitu Gaby.
Jika di ceritakan panjang kisah cinta Frederick dan istrinya.
Frederick begitu posesif kepada istrinya yang merupakan cewek tercantik dan terpopuler di sekolah, mungkin separuh cowok di sekolahan menyukainya. Karena takut istrinya direbut oleh pria lain, tanpa pikir panjang Frederick menikahinya.
"Ada apa Vi?" Tanya Gaby.
Saat ini gadis itu sudah berdiri dihadapan Gaby.
Via Adisti. Wajahnya tak kalah cantik dari Gaby, rambut sebahu matanya bulat dan hidung bangir, tinggi badannya lebih pendek dari Gaby. Gadis itu terlihat imut dengan jepitan rambut berwarna pink bentuk mawar.
"Pulang sama siapa? Dijemput nggak sama si om-om tampan itu?" Tanya Via sambil nyengir memperlihatkan gigi gingsul-nya.
Ya memang saat ini waktunya pulang sekolah.
Gaby memutar bola mata jengah mendengar kata 'pria tampan yang keluar dari mulut mungil sahabatnya.
"Tampan apanya? Kaya kanebo kering gitu" Ucap Gaby malas.
"Cek." Via berdecak. "Orang tampan banget!!"
Gaby hanya menghela nafas, dan berfikir.
'Si Om jemput nggak ya?'
"Hmm, gue baru inget, kalau gue pulang sama Dion, emangnya kenapa?"
Dion, cowok tampan ketua basket merupakan pacarnya Gaby.
Via menghela nafas pelan, bibirnya mengerucut wajahnya berubah kecewa.
Gaby yang melihat perubahan raut wajah Via, seketika merasa heran. Ada apa dengannya?
"Gue kira lu dijemput, tadinya sih pen ikut numpang soalnya gue nggak di jemput sama supir" Jawab Via lesu.
Jika Gaby pulang bersama Dion itu artinya Via harus pulang sendiri naik taksi atau ojek online. Ah, malas sekali.
Gaby mangut-mangut, ternyata itu alasannya.
"Ooh gituu, yaudah bareng sama kita aja!!"
"Ishh!!"
Plak.
"Aduuh Via iih!!" Gaby meringis mengelus tangannya yang di pukul, sedikit terasa sakit.
Via mendelik setelah memukul Gaby, tangannya terlihat di depan dada.
"Gue ikut dimana? Dion kan bawa motor" sebalnya, Gaby memang selalu mengada-ngada
Gaby cekikikan. "Didalam jok, lu kan pendek tuh jadi masuk di Jok. Hahaha---upss!!"
Gaby menutup mulutnya saat preman karet yang ada di mulut hampir saja keluar gara-gara tertawa.
Via yang melihatnya bergidik jijik.
"Iih jorok!!"
Gaby hanya nyengir, lalu berjalan mendekati tempat sama dan meludah membuang permen karet yang ada di dalam mulutnya. Setelah itu kembali mendekati sang sahabat.
Via menggembungkan pipinya kesal. Nasib jomblo memang seperti ini.
"Aruna sama Naura di mana? Lu ikut sama mereka aja"
Ya selain Via, Gaby juga memiliki dua teman lain, tapi entah kemana mereka sekarang.
"Ah lu kaya nggak tau mereka aja!! Mereka udah pulang sama pacar masing-masing." Keluh Via.
Ya di antara mereka hanya Via lah yang tidak memiliki pujaan hati. Ah tidak tepatnya Via itu Gamon alias gagal move-on, padahal yang menyukai Via banyak, tapi gadis itu malah terjebak di masa lalu.
Gaby menghela nafas panjang di hembuskannya secara kasar. Terkadang Gaby kasian juga dengan Via yang gamon.
"Makanya nggak usah Gamon-gamon deh, udah lupain mantan lu itu, cowok yang suka sama lu banyak, Vi!!"
Via memutar bola mata jengah. Selalu saja seperti ini, mereka menyuruhnya untuk melupakan mantan tercintanya, tidak tau saja bagaimana cintanya Via kepada cowok itu.
"Apa sih Lo, gue benar-benar cinta sama kak Bara"
"Cih...Gui binir-biniri cinti simi kik Biri. Bacot kata gua mah, Via!!" Cibir Gaby.
Mungkin mulut Gaby sampai berbusa pun Via tidak akan mendengarnya.
Via menghela nafas kasar, tidak memperdulikan cibiran Gaby atau merasa sakit hati karena itu sudah biasa.
"Udah nih ya, daripada gamon mending---"
"Ada apa ini ribut-ribut para gadis-gadis cantik!!"
Ucapan Gaby terpotong, dengan tiba-tiba ada cowok heboh menghampiri mereka.
Cowok itu langsung merangkul bahu kecil Via wajahnya petantang petenteng terlihat tengil sekali.
Gaby dan Via langsung menatapnya.
Gaby seketika tersenyum menatap cowok itu.
"Naaah, lu pulang bareng Liam aja Vi." Saran Gaby.
Cowok yang bernama Liam itu menaikan sebelah alis, lalu menatap Via yang masih ia rangkul.
Via memutar bola mata malas.
"Ogah banget!! Nanti gue di keroyok sama cewek-ceweknya si Liam!!" Tolak Via mentah-mentah sambil melirik Liam.
"Pffttt.....Hahaha!!"
Mendengar ucapan Via, Gaby malah tertawa ngakak, sementara Liam hanya tersenyum kecut.
"Udah ah gue pulang pake taksi aja." Via menghempaskan tangan Liam dari pundaknya dan ingin berjalan namun.
"Etsss, tunggu dulu Vi!!" Cegah Liam sambil mencekal tangan Via.
Dengan malas Via menatapnya. "Apa siih?"
"Pulang bareng gue aja, rumah kita kan satu arah!!"
Dengan tersenyum lebar penuh ketulusan, Liam menawarkan untuk mengantar Via pulang.
Gaby yang melihat senyuman cerah Liam seketika tersenyum sinis, melipat tangan di depan dada
'Si playboy cap gajah ini mau deketin Via.' Batin Gaby yang paham gelagat buaya Liam.
Via mengerutkan kening nampak berfikir. Sebenarnya Via mau-mau saja di antar oleh Liam, agar uangnya tetap utuh tidak membayar taksi.
"Tapi gue nggak mau kena masalah gara-gara pulang bareng lo."
Namun Via tidak mau berurusan dengan cewek-ceweknya Liam yang jamet itu.
Liam itu cowok playboy, pacarnya di mana-mana mungkin separuh gadis di sekolah ini pacarnya Liam.
"Cek tenang aja, lu nggak akan kena masalah. Udah ayok kita pulang!!" Liam menarik begitu saja tangan Via, nampaknya cowok itu tidak mau di tolak.
"Gue duluan Gab." Pamit Via terburu-buru karena Liam terus menariknya.
"Okee!!" Sahut Gaby.
"Heeh Liam, antar Via sampai rumah, awas aja kalau, lecet gue gibeg lu!!." Peringatan Gaby.
Liam tidak menanggapi hanya mengacungkan jari tengahnya, sungguh menyebalkan sekali bukan.
.....
"Sayang!!"
Teriak Gaby sambil berjalan cepat menghampiri seorang cowok yang sedang berdiri di dekat motor sport hitam.
Cowok itu menoleh, senyumnya merekah lebat ketika melihat kedatangan Gaby.
"Lama nunggu ya?" Tanya Gaby bergelayut manja di tangan cowok itu.
Dion tersenyum, mengelus lembut kepala Gaby. "Nggak kok biasa aja"
"Mau langsung pulang? Atau jalan-jalan dulu?" Tanya Dion menatap Gaby penuh cinta.
Dion Michio Adyison. Cowok tampan dengan tinggi 180 itu merupakan pacar Gaby. Mereka berpacaran sudah 5 bulan lamanya.
Gaby tersenyum mengangguk antusias.
"Aku mau jalan-jalan dulu sebelum pulang!!"
"Oke, pake helm dulu ya!!"
Dion mengambil helm di atas motor khusus untuk Gaby, ingin memakaikannya kepada gadisnya itu.
"Ehem"
Pergerakan Dion terhenti ketika mendengar deheman seseorang.
Kedua sejoli itu langsung melihat ke sumber suara.
"Om?" Ucap Gaby dengan wajah terkejut.
Tidak jauh dari mereka ada seorang pria dewasa.
Pria itu berjalan mendekat, satu tangannya di masukan ke dalam saku celana, raut wajahnya begitu dingin dan datar, seperti tidak bersahabat.
Penampilannya rapih seperti orang kantoran. Tubuhnya tinggi tegap bak model, wajahnya lebih tampan dari Dion, walaupun begitu di mata Gaby tetap Dion lah yang paling tampan.
"Om, ngapain di sini?" Tanya Gaby dengan raut wajah berubah kesal.
Gaby selalu merasa kesal dengan pria tampan ini, puncaknya setelah kejadian satu Minggu lalu.
Gaby rasa itu adalah hal paling buruk dalam hidupnya. Berharap hanya mimpi, tapi kenyataan tidak bisa di rubah menjadi mimpi.
Statusnya berubah gara-gara pria itu.
***
LIKE, VOTE KOMEN!!! Makasih
"Saya menjemput Nona!!" Ucap pria itu lalu melirik Dion menatapnya dari atas sampai bawah, satu alisnya terangkat, kembali menatap Gaby.
Wajah Gaby di tekuk. "Nggak usah om, aku mau pulang sama pacar aku!!"
Gaby mencekal tangan Dion posesif, menekan kata pacar, seolah pria itu harus tau jika dirinya memiliki kekasih.
Dion mengangguk. "Iya om, untuk kali ini saya yang antar Gaby pulang."
Sebenarnya Dion dan pria itu merupakan sepupu.
"Tidak, Gaby pulang dengan saya, Dion" dengan cepat pria itu menolak mentah-mentah.
Madava Ricard. Pria tampan dengan tinggi 185 ini merupakan tangan kanan Frederick sekaligus bodyguard Gaby, usianya baru 25 tahun.
Madava bekerja dengan Frederick sudah dua tahun lamanya menggantikan sang ayah.
Ya, Madava menggantikan ayahnya yang pensiun karena sudah sepuh waktunya istirahat.
Gaby menghela nafas kasar, menatap Madava malas. "Om plis deh, jangan suka memaksa!!"
Suka sekali bodyguard-nya ini memaksa. Bodyguard macam apa yang seperti ini? Tidak patuh kepada majikan, tapi Gaby yang harus patuh kepadanya.
Dion melirik Gaby, gadisnya terlihat kesal. Kembali menatap Madava dengan wajah datar. Sebenarnya sudah biasa Madava menyulitkannya untuk membawa Gaby.
"Om tenang saja nggak usah khawatir, saya akan menjaga Gaby mengantarnya pulang selamat sampai tujuan." Dion mencoba meyakinkan.
Madava langsung menatapnya tajam, seolah tidak mau di bantah.
Melihat tatapan tajam Madava membuat Dion merasa terintimidasi, dengan canggung mengalihkan pandangan sambil mengelus belakang kepala.
Dion tau bagaimana sifat om-nya yang tidak suka di bantah dan dirinya juga tidak bisa membantah Madava.
"Gaby akan pulang dengan saya" Tegas Madava.
Nah kan, Madava pasti tetap kekeuh dengan pendiriannya.
Dion menghela nafas kasar. Selalu kesusahan hanya ingin mengantar Gaby pulang gara-gara om sepupu yang menjadi bodyguard sang kekasih. Seharusnya sebagai saudara Madava membantunya bukan malah menyulitkan.
"Om!!"
Gaby menghentakkan satu kakinya kesal, tidak terima Madava se enak jidat mengatur.
"Saya tunggu di mobil Nona!!"
Tidak ingin di bantah atau mendapat penolakan lagi, Madava pun segera berjalan menuju mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari mereka. Tidak perduli walaupun Gaby marah, karena ini juga demi kebaikan gadis itu.
"Issh, kesel banget!!" Keluh Gaby.
"Sayang!!" Menatap Dion dengan wajah memelas cowok itupun menatapnya.
"Kenapa dia keras kepala nggak kaya kamu, padahal kalian sepupu." Keluh Gaby.
Tentu saja Gaby tau mereka sepupu.
Dion tersenyum lembut, juga tidak bisa protes ini diluar kendali pacarnya. Dan Dion paham, sebagai bodyguard om-nya harus menjalankan tugas untuk menjaga Gaby.
"Yaudah nggak papa!!"
Mengelus lembut kepala Gaby lalu mengecup pucuk kepala gadisnya.
Madava yang berada di dalam mobil melihat interaksi Gaby dan Dion.
Tangannya mencekal kuat stir rahangnya mengetat tatapannya begitu tajam, raut wajah Madava semakin datar saja saat melihat Dion mengecup kepala Gaby.
Menghela nafas kasar, mengalihkan pandangannya menatap tajam ke depan.
"Kau---terlalu nakal nona" gumamnya dengan suara rendah.
Gaby mengerucutkan bibir lalu mengangguk. "Yaudah, kamu hati-hati dijalan ya aku duluan"
Dengan berat hati, Gaby akan pulang bersama Madava. Rencana mereka yang akan pergi jalan-jalan kini sirna begitu saja gara-gara bodyguard menyebalkan itu.
Tiba-tiba Gaby berjinjit lalu.
Cup.
Mengecup pipi Dion, membuat cowok itu terkejut, namun sekian detik tersenyum lebar pipinya menghangat sampai ke telinga.
Dion blushing. Rasa kesal terhadap sang om kini sirna begitu saja setelah Gaby mengecup pipinya.
"Semakin nakal, hmm!!"
Madava kembali menyaksikan adegan yang membuat hatinya terasa panas.
Entah mengapa, setelah ada status lain di antara mereka, Madava tidak suka melihat gadis itu di sentuh oleh pria lain. Ya, walaupun Dion lebih dulu berpacaran dengan Gaby, tapi tetap saja, rasa tidak suka itu menguasai hatinya.
Brak.
Dengan kasar Gaby membanting pintu mobil yang ada di belakang, membuat pria di balik kemudi terkejut, langsung menoleh menatap protes gadis cantik itu.
Gaby pun menatapnya dengan tatapan sinis, tangannya terlipat di depan dada memalingkan wajah sebal.
Madava hanya menghela nafas tanpa menegur. Karena sudah biasa dengan tingkah kekanakan Gaby.
"Sabuk pengamannya pakai Nona." Titah Madava sambil menyalakan mesin mobil.
Gaby mendelik, dengan wajah cemberut memakai sabuk pengaman.
***
Di perjalanan menuju rumah, hanya keheningan yang menyelimuti mereka, tidak ada yang mau bicara, apalagi Gaby masih sangat kesal dengan Madava
Tring tring.
Tiba-tiba terdengar suara ponsel memecahkan keheningan.
Madava merogok saku jas mengeluarkan benda pipih miliknya, karena ponselnya lah yang berdering.
Setelah membaca nama si penelpon pria itu segera menerima sambungan telponnya.
"Iya tuan?" Ucap Madava, memelankan laju mobilnya.
[Apa kamu sudah menjemput princess nakal saya, Dava?] Tanya seseorang di sebrang sana.
Madava langsung melirik Gaby dari kaca spion depan, gadis itu sedang menatap ke luar jendela dengan wajah di tekuk bibirnya manyun beberapa senti.
"Iya tuan saya sudah menjemput, Nona"
Gaby yang mendengar itu, memutar bola mata jengah, tau siapa yang menelpon Madava pasti Daddy-nya.
[Baik lah, pastikan Gaby tidak keluar rumah]
"Baik tuan"
Nut.
Sambungan telpon diakhiri, Madava kembali memasukan ponselnya ke dalam saku jas.
Ini yang membuat Madava melarang Gaby pulang bersama Dion. Frederick selalu menelponnya untuk memastikan apakah dirinya sudah menjemput Gaby, dan jika tidak berhasil membawa Gaby atau gadis itu pergi dengan orang lain, makan Frederick akan marah besar kepadanya.
"Nona, apa mau mampir dulu untuk belanja? Saya---traktir!!"
Berusaha mencarikan suasana itu yang Madava lakukan, karena gawat sekali jika Gaby terus marah, yang ada gadis itu akan marah kepada Daddy-nya juga, dan tentu akan berimbas kepada Madava.
Ya, jika Gaby kesal atau marah, orang lain akan terkena imbasnya.
Gaby langsung menatap Madava, pipinya menggembung matanya sedikit memicing, gadis itu sedang berfikir.
"Mau!!" Jawab Gaby setelah beberapa saat berfikir.
Madava tersenyum tipis, tau bagaimana meluluhkan Nona-nya jika sedang marah, bawa saja jajan pasti tidak akan menolak.
Yah, seperti gadis-gadis pada umumnya, Gaby suka jajan.
.....
"Nona---apa masih ingat membeli yang lain?" Tanya Madava ragu, menatap Gaby yang berjalan di depannya sambil melihat-lihat rak Snack.
Gaby menghentikan langkah, berbalik badan menatap Madava.
Menaikkan sebelah alisnya tersenyum miring, Madava terlihat kesusahan membawa troli.
Gaby mengangguk santai dan kembali melihat snack-sncak.
"Yaah, masih banyak yang mau di beli. Hmm kira-kira ada beberapa snack lagi!!"
Madava menghela nafas pelan,
menatap troli yang sudah dipenuhi dengan Snack, tapi Gaby masih ingin membeli yang lain.
Apa gadis ini sedang mengerjainya? Madava jadi curiga.
Saking penuhnya troli, beberapa snack terjatuh saat Madava bergerak mendorong.
"Mampus, gue abisin uang lu ya om, siapa suruh larang gue jalan sama Dion!!!" Batin Gaby tak perduli betapa kesulitannya pria itu.
Ya Madava benar, Gaby memang mengerjainya.
...***...
Cklk.
Gaby masuk kedalam kamar, menutup pintu melepas tasnya dan di lempar begitu saja ke atas meja.
Merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit yang tidak ada menariknya sama sekali.
"Menyebalkan" Gerutunya kesal.
"Selalu saja mengganggu, padahal gue sama Dion mau jalan-jalan!!"
Ya, masih sedikit kesal dengan Madava.
Harapan jalan-jalan bersama sang kekasih sirna begitu saja gara-gara bodyguard-nya yang selalu mengatur.
"Gara-gara Daddy siih, ngapain coba adain bodyguard buat gue mana rese banget tuh om-om, gue jadi nggak bebas kemana-mana!!"
Sebenarnya Gaby heran, kenapa Daddy-nya mengadakan bodyguard? Jika bertanya, pria dewasa itu pasti akan menjawab, untuk menjaga princess Daddy yang nakal.
Sungguh menyebalkan sekali bukan? Apa Gaby ini princess kerajaan yang harus di jaga?
Menghembuskan nafas kasar, memejamkan matanya.
.....
Sementara itu snack yang Gaby beli sudah memenuhi meja makan.
Madava menatap datar Snack yang berhamburan di atas meja, sampai habis 500 ribu hanya untuk membeli snack
Kini Madava paham. Ternyata benar gadis itu mengerjainya. Uang 500 ribu miliknya melayang menjadi snack-sncak yang entah kapan habisnya.
Bukan hanya Madava saja yang ada di sana, namun beberapa art juga menatap heran meja makan. Mereka berfikir, untuk apa anak majikan membeli Snack sebanyak itu?
"Kira-kira bagaimana Nona Gaby menghabiskan snack-sncak itu?" Bisik seorang arti kepada temannya.
Yang lain mengedikan bahu tanda tidak tau.
"Entahlah."
****
...Like, komen, vote ikuti akun author...
...Like komen and vote!!!!...
...****...
Tring tring...
Gaby membuka matanya ketika mendengar dering ponsel.
Posisinya masih sama, berbaring di atas kasur dengan seragam sekolah yang melekat di tubuh mungilnya.
"Huuh, siapa sih?"
Mood Gaby masih sangat berantakan mendengar suara ponsel pun kesal.
meraih ponselnya di atas kasur lalu melihat siapa yang menelpon.
Mata Gaby tiba-tiba mengerjap, senyumnya seketika merekah lebar saat melihat nama seseorang di layar ponsel. Gadis situ nampak antusias.
"Dion sayang!!" Ucapnya membaca nama si penelpon dengan wajah berseri.
Mengubah posisinya menjadi tengkurap.
[Hallo Sayang!!] Ucap Dion setelah Gaby menerima sambungan telponnya.
Suasana hati Gaby langsung berubah, moodnya membaik ketika sang kekasih menelpon, apa lagi saat mendengar suara Dion yang selalu membuatnya candu.
"Iya sayang!!" Sahut Gaby dengan suara lembut.
[Hmm, aku mau ajak kamu Dinner nanti malah, bagaimana?]
Mendengar kata Dinner tentu semakin membuat Gaby senang. Gaby mengangguk antusias walaupun Dion tidak bisa melihat anggukannya.
"Aku mau sayang!!" Setujunya sedikit memekik saking senangnya.
Terdengar kekehan kecil di sebrang sana.
[Iya, kita udah lama nggak Diner. Emmm tapi apa Daddy kamu bakal izinin keluar?]
Dion rasa Frederick tidak akan mengijinkan Gaby keluar malam-malam. Karena sudah beberapa kali Dion merencanakan Dinner bersama Gaby tapi selalu gagal.
Sebagai pacar yang baik pun ingin terlihat baik di mata ayah sang pacar, dengan memberanikan diri Dion selalu meminta izin secara langsung kepada Frederick, namun pria paruh baya itu tidak pernah mengijinkan dan pada akhirnya Dinner itu gagal.
Tapi, Dion berharap kali ini Frederick akan mengizinkan.
Senyuman Gaby perlahan menghilang ketika mengingat sang Daddy. Bibirnya mengerucut sebal.
"Apa Daddy akan izinin gue keluar ya?" Batin Gaby pun tidak yakin daddy-nya akan mengijinkan keluar.
Menghela nafas kasar. "Aaaakh, nyebelin banget siiih!!" Gumam Gaby pelan agar Dion tidak mendengarnya.
Tapi Gaby berfikir bagaimana caranya agar bisa keluar rumah.
[Yang, bagaimana?] Tanya Dion ketika Gaby hanya diam.
[Daddy kamu nggak bakal izinin ya]
Nada suara Dion berubah, cowok itu terdengar lesu dan kecewa.
Gaby bangun lalu duduk bersila di atas kasur. Mendengar suara Dion membuat Gaby tidak enak hati. Entah sudah keberapa kali Dion kecewa karena mereka gagal jalan berdua.
"Emmm, Daddy pulangnya di atas jam delapan malam sayang, jadi aku bisa keluar sebelum Daddy pulang."
Menggigit bibir bawahnya ragu dengan rencana ini.
[Emang gapapa sayang?] Dion pun terdengar tidak yakin.
"Nggak papa dong, kamu jemput aku jam 7 ya jangan terlalu malam takut Daddy keburu pulang!!"
Setelah dipikir-pikir rencana ini tidak buruk. Mereka bisa pergi sebelum Frederick sampai rumah.
[Oke sayang, tapi bagaimana dengan om Dava?]
Masih ada penghalang yaitu Madava.
"Ah itu tenang saja, si om pasti udah ke kantor lagi."
Gaby tidak perduli dengan Madava, pria itu pasti sudah ke kantor lagi karena biasanya seperti itu. Setelah mengantar Gaby pulang, Madava akan kembali ke kantor dan pulang bersama daddy-nya.
[Oke, kalau gitu sampai ketemu nanti malam]
"Iya sayang"
Nut.
"YESS NANTI MALAM DINER SAMA DION!!"
Pekik Gaby dengan semangat 45. Ya, karena jarang sekali mereka jalan berdua tanpa ada penghalang.
****
Pukul 19.00
Tok tok.
Gaby sedang duduk di kursi meja rias memperhatikan wajah cantiknya yang sudah selesai di poles oleh makeup.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya, menoleh ke arah pintu.
"Siapa sih"
Bangkit dari duduknya dan berjalan, mengambil tas di atas meja belajar. Setelah itu berjalan menuju pintu.
Cklk.
Membuka pintu dan...
Duk.
"ADUUUH, JIDAT GUE!!"
Pekik Gaby saat jidatnya terkenal pukulan seseorang.
Orang itu mengerjap terkejut, mundur satu langkah. Menatap Gaby khawatir.
"Maaf nona saya tidak sengaja!!" Ucapnya dengan wajah merasa bersalah.
Gaby menghela nafas kasar mendongak menatap kesal orang itu.
"Ishh Om!!"
Madava, mengetuk pintu kamar Gaby sementara tatapannya fokus ke layar ponsel, pria itu tidak menyadari jika pintu dibuka dari dalam dan dengan tidak disengaja, Madava pun mengetuk jidat Gaby yang seharusnya mengetuk pintu.
Tangan Gaby terlipat di depan dada wajahnya di tekuk sebal.
Madava meringis ketika melihat kening Gaby sedikit memerah. Menyentuh kening gadis itu dan di elusnya pelan.
"Sakit tau." Adunya dengan wajah merengut.
"Maaf nona, saya tidak sengaja." Sungguh Madava tidak sengaja melakukannya.
"Huuh" Gaby hanya menghela nafas.
Madava kembali menarik tangannya di kening Gaby.
Pria itu menyadari sesuatu, penampilan Gaby berbeda, menata Nona-nya dari atas sampai bawah lalu kembali ke atas, rapih dan sangat feminim.
Alis Madava terangkat sebelah. Kira-kira mau kemana gadis cantik ini sudah sangat rapih?
Gaby menyadari tatapan Madava.
"Ngapain tatap-tatap aku kaya gitu? Cantik ya? Iya laah aku emang cantik!!"
Dengan centilnya Gaby berjinjit lalu mengibaskan rambutnya ke wajah Madava, membuat pria itu mengerutkan kening, matanya memicing karena terkena kibasan rambut Gaby.
Menghela nafas pelan, sudah biasa dengan tingkah random sang anak majikan.
"Ini sudah waktunya makan malam, Nona." Wajahnya berubah datar seperti biasa.
Gaby memutar bola mata. Rasanya tidak pernah melihat Madava tersenyum. Aneh sekali bukan? Apa mungkin pria ini tidak bisa tersenyum? Seperti kanebo kering saja.
"Tunggu sebentar." Ucap Gaby tiba-tiba gadis itu seperti mengingat sesuatu. Madava hanya menatapnya saja.
'Looh, si Om kok masih ada di rumah? Harusnyakan di kantor?' Batin Gaby baru menyadari Madava ada di rumah yang seharusnya di kantor.
Menghela nafas kasar, jika seperti ini Madava pasti mencegahnya keluar.
'Astaga, kalau gini gue nggak bisa keluar sama Dion!!.' Kesal Gaby.
Gaby pikir Madava sudah pergi ke kantor karena biasanya seperti itu.
Menghela nafas kasar. 'Bodo amat, gue tetap ingin pergi'
Walaupun begitu Gaby tidak perduli jika Madava melarang. Kali ini Gaby harus Dinner bersama Dion karena Gaby tidak mau terus mengecewakannya.
"Aku mau Dinner sama Dion!!" Ucap Gaby jujur.
Setelah mengatakan itu dengan wajah acuh, Gaby pun berjalan pergi, tidak ingin membuang waktu atau mendengar ocehan Madava.
"Nona, tunggu sebentar" Madava langsung mencegah.
Gaby menghentikan langkah. Sudah ia duga pasti Madava mencegah.
Pria itu berjalan dan berdiri di hadapan Gaby.
Sekali lagi menatap penampilan Nona-nya.
"Apa Nona akan pergi dengan penampilan seperti itu?" Madava tidak yakin dengan penampilan Nona-nya.
Gaby menaikan sebelah alis, lalu menatap penampilannya sendiri. Apa ada yang salah dengan penampilannya?
Saat ini Gaby menggunakan dress biru muda bermotif bunga-bunga di atas lutut dan high heels senada dengan warna bajunya.
Rambut di urai cantik dan wajahnya di poles make-up tidak terlalu tebal, Gaby semakin terlihat cantik dengan makeup.
Bahkan dalam hati Madava mengakui terpesona dengan wajah cantik Gaby.
"Memang kenapa? Masalah buat Om?"
Jangan bilang pria ini akan melarangnya menggunakan dress? Karena bukan kali ini saja Madava melarangnya menggunakan baju-baju seksi.
Sudah Gaby katakan, Bodyguard-nya ini terlalu mengatur dan ikut campur urusannya bahkan lebih dari sang Daddy.
Madava menghela nafas pelan.
"Bukan seperti itu Nona, tapi menurut saya ini terlalu pendek, nona akan---"
"Syuttt diem!!"
Gaby memotong ucapan pria itu, menaruh jari telunjuknya di bibir Madava.
Keduanya saling menatap.
"Nggak usah atur-atur aku." Tegas Gaby, kembali menarik jari telunjuknya dari bibir Madava.
Menghela nafas kasar. Menurut Gaby, Madava sudah keterlaluan mengatur.
"Emang Om itu siapa atur-atur Aku? Bokap aku bukan saudara aku juga bukan. Om itu cuman orang lain, jadi diem deh!!"
Memalingkan wajah. Paling tidak suka di atur-atur, tapi pria ini dan Daddy-nya selalu saja mengatur.
Madava menaikkan sebelah alis. Rupanya gadis ini telah melupakan sesuatu.
"Kelihatannya nona melupakan status kita yang sebenarnya!!"
Degh.
Mata Gaby mengerjap terkejut, tubuhnya kaku di tempat jantungnya berdetak kencang.
Menatap Madava dengan wajah berang, dadanya naik turun nafasnya memburu, jelas sekali gadis itu marah.
Kenapa Madava mengingatkannya ke status mereka yang tidak pernah Gaby inginkan.
"Om ingat ya---"
Gaby menunjuk tepat di hadapan wajah Madava. Satu tangannya terkepal kuat menahan amarah sementara matanya berkaca-kaca.
"Kita cuman sebatas Nona dan BODYGUARD, tidak ada status lain selain itu" Ucap Gaby penuh ketegasan.
Dengan kasar menarik jari telunjuknya, memalingkan wajah kesal.
Rahang Madava mengeras raut wajahnya berubah datar.
"Saya juga ingin seperti itu Nona, tapi kenyataannya ada status lain di antara kita" Ujar Madava dengan suara rendah.
Atmosfer di seketika berubah menegang. Keduanya saling menatap dengan tatapan sama-sama tajam, tidak ada keramahan sedikitpun seolah saling menyimpan rasa dendam.
...!!!...
...Liek komen vote ikuti akun author...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!