NovelToon NovelToon

BANGKITNYA MATA API MEMBARA

episode 1 PATAH HATI EVAN

Pada suatu malam di sebuah bukit perkemahan yang berada di pinggiran kota. Sedang ada acara camping bersama seluruh mahasiswa dan mahasiswi salah satu kampus di kota itu. Acara camping ini sudah berlangsung selama 4 hari dan 4 malam.

Malam itu begitu cerah dengan di hiasi oleh gemerlapnya bintang-bintang di langit. Para mahasiswa dan mahasiswi telah selesai melaksanakan acara bakar-bakar dan telah kembali ke tenda mereka masing-masing.

Di salah satu tenda terlihat dua orang mahasiswa yang sedang mengobrol dengan sangat serius.

"Evan, apa kamu sudah memikirkannya dengan matang untuk mengungkapkan perasaan mu terhadap Lidia?" tanya seorang mahasiswa bernama Juno kepada rekan satu tendanya yang bernama Evan.

"Aku lihat Lidia ini sepertinya sama sekali tidak pernah suka terhadapmu, aku merasa dia hanya memanfaatkan mu saja," sambung Juno.

Juno adalah sahabat baik dari Evan, melihat Evan ingin mengungkapkan cintanya, Juno mencoba untuk menasehatinya.

Juno mengingat Evan selalu membantu Lidia mengerjakan semua tugasnya, bahkan Evan juga dengan senang hati mengerjakan tugas teman Lidia jika Lidia memintanya. Bahkan Evan juga selalu menuruti apa yang di perintahkan oleh Lidia dengan senang hati.

Juno di sini dapat melihat bahwa Lidia hanya ingin memanfaatkan Evan saja, tapi sepertinya Evan tidak berpikir demikian.

Sedangkan Lidia adalah wanita tercantik dan modis di kelas mereka.

Rambutnya yang panjang bergelombang membuatnya tampil mempesona dengan di topang oleh kaki yang jenjang membuatnya begitu sempurna.

"Apa yang kamu katakan, selama ini aku sudah mengejarnya dan Lidia pasti juga suka kepada ku," balas Evan dengan penuh rasa percaya diri.

Evan membayangkan bagaimana Lidia selalu tersenyum terhadapnya setelah dia melakukan apa yang di perintahkan oleh Lidia. Evan menganggap senyuman Lidia itu bahwa Lidia juga suka terhadapnya.

Evan sendiri merupakan seorang mahasiswa dengan penampilan biasa saja dengan wajah yang lumayan tampan.

Sejak kecil Evan telah di tinggalkan begitu saja oleh kedua orang tuanya, sehingga dia harus berjuang sendiri untuk dapat hidup dan dapat berkuliah seperti sekarang.

Evan juga mulai mengambil sebuah kotak kecil dari dalam tas miliknya. Kotak itu berisi sebuah cincin kecil yang belum lama dia beli.

Setelah bekerja paruh waktu sambil berkuliah selama beberapa bulan, akhirnya Evan berhasil membeli cincin tersebut. Evan berencana memberikan cincin itu untuk Lidia sambil mengutarakan perasaannya.

Evan juga mulai keluar dari tendanya dengan penuh bersemangat. Juno yang melihatnya juga hanya bisa menghela nafasnya dan memutuskan untuk mengikutinya.

Di perjalanan menuju ke tenda tempat Lidia berada terasa begitu aneh. Di mana tenda-tenda yang mereka lewati tampak sepi sekali dan hening.

Sesaat kemudian tampak cahaya terang yang berasal dari tenda tempat Lidia berada. Cahaya itu berasal dari ponsel-ponsel milik para mahasiswa dan mahasiswi yang menyalakan senternya. Senter ponsel itu di arahkan tepat ke depan tenda Lidia, sehingga membuatnya begitu terang.

Evan dan Juno yang penasaran juga segera mendekat sambil menyelinap di sela-sela orang untuk mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

Begitu terkejutnya mereka berdua mendapati seorang pria berlutut di hadapan seorang wanita yang di mana wanita itu adalah Lidia.

"Lidia mau kah kamu menjadi pacarku dan bersama denganku?" tanya pria yang berlutut tersebut sambil mengeluarkan sebuah cincin berlian yang besar.

Pria tersebut adalah Samuel yang merupakan seorang kapten basket di kampus mereka. Walaupun tidak setampan Evan, tapi popularitas Samuel adalah yang nomor satu di kampus tersebut.

Selain jago dalam bermain basket, Samuel juga merupakan putra dari pengusaha kaya raya, sehingga banyak wanita yang tergila-gila terhadapnya.

"Tentu saja aku mau," jawab Lidia dengan cepat.

Samuel juga langsung memakaikan cincin berlian ke jari tangan dari Lidia dan kemudian mereka langsung berpelukan.

Tepuk tangan yang meriah seketika terdengar dari mahasiswa dan mahasiswi yang menyaksikan itu semua.

Sementara itu, seketika Evan tidak bisa menerimanya dan langsung maju menghampiri mereka.

"Lidia, apa maksudnya ini?" tanya Evan.

"Kamu tidak boleh menerimanya," sambung Evan.

Lidia dan Samuel tampak terkejut dengan kehadiran Evan ini dan langsung melepaskan pelukan mereka.

"Evan..." ujar Lidia.

"Lidia cepat lepaskan cincin dari nya!" ujar Evan.

Evan meraih tangan Lidia dan hendak melepaskan cicin yang di pakainya, namun Lidia langsung menepis tangannya.

"Apa yang kamu lakukan?" ujar Lidia dengan nada marah.

"Bagaimana jika kamu merusaknya?" sambung Lidia.

Evan tampak terkejut dengan sikap Lidia ini, biasanya Lidia selalu bersikap ramah dan tersenyum kepadanya.

Evan kemudian mulai mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan sebelumnya dari kotak kayu.

"Aku juga mau memberikan mu cincin, aku juga suka kepadamu, aku mau kamu jadi pacarku," ujar Evan.

Semua orang yang berada di sana dapat melihat cicin yang di keluarkan oleh Evan begitu sangat kecil sekali.

"Evan ini apa tidak tahu malu sekali, menyatakan perasaan dengan cincin kecil seperti itu, mungkin harganya hanya satu juta saja," ujar salah seorang di sana.

"Lidia adalah wanita tercantik di kelas, banyak sekali pria yang suka terhadapnya, di sukai oleh pria kere seperti Evan, bukankah itu sama saja sial," ujar orang yang lain.

"Di bandingkan dengan cincin berlian dari Samuel, jelas bagaimana langit dan bumi, Lidia juga tahu siapa yang harus di pilih," ujar orang yang lain lagi.

Semua orang juga mulai mengatai Evan dan menghinanya. Walaupun cincin itu murah, tapi bagi Evan, dia memerlukan beberapa bulan menabung untuk dapat membelinya.

Ekspresi Lidia sendiri juga terlihat sangat kesal sekali. Tindakan Evan ini sama saja telah mempermalukannya di hadapan semua orang.

Lidia mengambil cincin Evan dan langsung melemparkannya jauh ke dalam semak-semak.

"Lidia, apa yang kamu lakukan?" tentu saja Evan terkejut.

"Kenapa kamu membuang cincinnya?" sambung Evan bertanya.

"Cincin murahan seperti itu memang selayaknya di buang," jawab Lidia.

"Bukankah selama ini kamu selalu tersenyum kepadaku karena juga suka terhadapku?" tanya Evan.

"Suka... apa kamu pikir aku buta?" balas Lidia.

"Kamu lihat penampilanmu itu, apa mungkin wanita secantik diriku bisa suka kepadamu?" sambung Lidia.

Lidia kembali mengatakan bahwa dirinya tersenyum kepada Evan hanya karena ingin memanfaatkan nya saja. Evan cukup pintar sehingga dapat membantunya mengerjakan tugas dan jika dirinya sedang mager ia bisa menyuruh-nyuruh Evan melakukan apa saja.

Evan yang mendengarnya seketika hatinya langsung hancur berkeping-keping. Tidak di sangka wanita yang telah di sukai selama ini begitu tega terhadapnya.

Selama ini dirinya di mata Lidia hanyalah seorang pria pesuruh yang tidak berarti sedikitpun baginya.

"Evan, apa kamu pikir pria kere sepertimu bisa mendapatkan Lidia, kamu terlalu banyak mengkhayal," ujar Samuel kepada Evan.

Evan tampak terdiam dengan mata yang memerah. Hatinya begitu sakit dan dadanya terasa sesak. Selama ini kebaikannya ternyata telah di manfaatkan.

"Lidia, malam ini aku menginap lagi di tendamu ya," ujar Samuel kepada Lidia.

"Tentu saja, seperti 2 malam sebelumnya, apapun yang kamu lakukan juga boleh," balas Lidia.

Mendengar itu Evan juga langsung paham maksud dari perkataan mereka. Evan tidak pernah menyangka bahwa bahkan Lidia telah tidur satu tenda dengan Samuel selama beberapa malam ini.

Samuel dan Lidia juga langsung masuk ke tenda dan semua orang juga mulai membubarkan diri.

Evan tampak diam berdiri membatu dengan mata yang merah dan hati yang sangat terluka. Sekilas cahaya api terlintas di kedua mata Evan dan langsung menghilang dengan cepat.

Kilauan cahaya api itu muncul akibat reaksi rasa sakit yang di terima Evan, tapi tidak ada yang bisa melihatnya.

Juno sahabat Evan juga mulai menghampirinya yang terlihat begitu lesu dan sedih.

"Evan sudahlah, wanita seperti Lidia tidak cocok untukmu," ujar Juno mencoba menenangkan Evan.

"Kamu seorang pria yang baik, kelak pasti akan mendapatkan wanita yang baik juga," sambung Juno.

episode 2 IBU JUNO SAKIT

Evan juga langsung memeluk Juno dengan erat. Tampak sekali persahabatan mereka adalah yang terbaik.

Tiga tahun kemudian persahabatan Evan dan Juno memang sangat abadi, hanya saja nasib baik masih belum berpihak kepada mereka. Setelah lulus kuliah mereka berdua bukannya bekerja kantoran, kini justru bekerja menjadi pekerja bangunan konstruksi.

Siang hari Evan dan Juno sedang bekerja mengaduk semen bersama rekan kerja mereka yang lain. Tiba-tiba saja ponsel milik Juno berdering dan segera juno juga langsung mengangkatnya.

"Halo," ujar Juno di telepon.

Seseorang mulai berbicara kepada Juno dengan terburu-buru. Ekspresi Juno juga langsung berubah seketika.

"Baiklah, aku akan segera ke sana," ujar Juno.

Juno mematikan panggilnya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

Tampak ekspresi wajah dari Juno yang begitu panik dengan tubuh sedikit bergetar.

"Juno, apa yang terjadi?" tanya Evan.

"Ibuku tiba-tiba saja pingsan dan sudah di bawa ke ruang sakit oleh tetangga," jawab Juno dengan panik.

"Aku harus segera pergi ke sana," sambung Juno.

"Kalau begitu kamu cepatlah pergi, semoga tidak terjadi hal buruk kepada bibi," ujar Evan.

"Setelah menyelesaikan pekerjaan ku, aku juga akan menyusul mu," sambung Evan.

"Ya," balas Juno.

Juno segera pergi dengan tergesa-gesa menuju ke rumah sakit. Ibunya adalah satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa, sehingga membuat Juno begitu sangat khawatir.

Sore harinya setelah Evan selesai bekerja, dia juga langsung menuju ke rumah sakit ke tempat ibu dari Juno di rawat.

Di depan sebuah ruangan, Evan melihat sosok Juno yang sedang duduk sendiri dengan tatapan kosong. Matanya tampak begitu sangat merah yang menandakan dirinya baru saja berhenti menangis.

"Juno, bagaimana kondisi bibi?" tanya Evan.

Namun Juno hanya diam saja tidak menjawab, sementara dari jendela kamar ruangan, Evan dapat melihat ibu dari Juno yang sedang terbaring di ranjang dengan memakai infus dan selang oksigen.

"Juno, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Evan sambil duduk di sebelah Juno.

Seketika Juno juga langsung memeluk Evan dan menangis di pundaknya. Terlihat dengan jelas rasa kesedihan yang sangat mendalam dari diri Juno.

Evan juga langsung dapat menyadari bahwa kondisi kesehatan ibu dari Juno pasti sangatlah serius, sehingga membuat Juno seperti ini.

Beberapa menit kemudian, Juno juga telah kembali tenang dan mulai menceritakan kondisi ibunya kepada Evan.

Ibu Juno menderita sebuah benjolan tumor di kepalanya yang cukup besar. Tindakan operasi harus di lakukan dalam Minggu ini, jika tidak, maka nyawa ibunya tidak akan dapat tertolong.

Evan juga terkejut mendengarnya dan tidak menyangka ibu dari Juno menderita salah satu penyakit paling berbahaya seperti ini.

"Pihak rumah sakit mengatakan, paling tidak aku harus membayar 3 milyar terlebih dahulu baru operasinya bisa di lakukan," ujar Juno terlihat tidak berdaya.

Uang 3 milyar adalah jumlah yang sangat banyak bagi Juno yang hanya bekerja sebagai kuli bangunan konstruksi. Hal itu membuat Juno pusing bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat ini.

Evan juga sangat prihatin terhadap apa menimpa ibu dari Juno. Ibu dari Juno adalah orang yang baik dan bahkan Evan juga sudah di anggap seperti anaknya sendiri.

"Juno aku ada tabungan belasan juta di rumah, kamu bisa memakainya, walaupun jumlahnya sedikit, aku harap bisa berguna," ujar Evan.

"Evan, terima kasih," balas Juno.

Esok harinya Juno dan Evan mulai mencoba mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Mulai dari menjual barang-barang berharga yang mereka miliki, hingga mencari pinjaman uang ke sana dan kemari.

Sementara di tempat lain, di sebuah rumah mewah terlihat seorang kakek tua yang sedang terbaring di ranjang kamarnya dengan tangan terpasang infus.

Kakek tua itu adalah kakek Darmawan pemilik dari salah satu perusahaan besar yang bergerak dalam bidang perhiasan batu giok yang bernama Darmawan group.

"Huh..." dokter menghela nafasnya setelah memeriksa kondisi dari kakek Darmawan.

"Uhuk... uhuk..." kakek Darmawan berbatuk dengan sangat lemah.

Sementara seorang wanita muda cantik yang sedang berdiri terlihat begitu sangat panik di sana. Wanita muda cantik itu adalah cucu perempuan kesayangan dari kakek Darmawan.

Cucu perempuan dari kakek Darmawan bernama Lisa Darmawan. Lisa merupakan direktur cantik dari perusahaan Darmawan group milik kakek Darmawan.

"Dokter bagaimana kondisi kakek saya?" tanya Lisa dengan khawatir.

Dokter kemudian mengajak Lisa untuk berbicara di luar kamar berdua saja. Setelah berada di luar kamar kakek Darmawan, dokter mulai menjelaskan kondisi dari kakek Darmawan.

"Nono Lisa, anda juga sudah tahu bahwa kondisi tuan besar Darmawan sudah semakin memburuk seiring waktu," ujar dokter.

"Selaga macam metode pengobatan telah saya lakukan, tapi tetap saja tidak ada hasilnya," sambung dokter tidak berdaya.

Lisa yang mendengarnya semakin merasa sedih. Kakek Darmawan adalah orang yang paling sayang terhadap dirinya setelah kepergian dari kedua orang tuanya.

10 tahun yang lalu, kedua orang tua Lisa meninggal karena insiden kecelakaan. Sejak saat itu Lisa di besarkan oleh kasih sayang kakeknya.

"Nona Lisa sebenarnya ada faktor lain yang mungkin saja bisa membuat kondisi tuan besar Darmawan membaik," ujar dokter.

"Benarkah dokter?" tanya Lisa dengan penuh harapan.

"Kalau begitu cepat katakan caranya, saya pasti akan melakukan apapun yang terbaik demi kakek," sambung Lisa.

"Mungkin jika nona Lisa bisa membuat tuan besar Darmawan dalam kondisi senang dan bahagia, itu bisa memicu metabolisme dalam tubuhnya membaik," jawab dokter.

"Pada dasarnya perasaan senang dan bahagia dalam diri seseorang adalah metode penyembuhan paling dasar yang juga tentunya harus menghindari orang tersebut banyak pikiran," sambung dokter.

Mendengar perkataan dokter ini, seketika Lisa juga langsung terdiam. Lisa mengerti arti dari maksud yang dokter itu katakan.

Dimana kakeknya selama ini mendesak Lisa untuk segera menikah, namun Lisa selalu menolaknya. Lisa adalah seorang wanita yang sangat cantik, tapi dia adalah seorang wanita yang dingin dan belum pernah berpacaran.

Banyak pria yang suka kepadanya, namun Lisa sama sekali tidak tertarik kepada mereka. Lisa hanya fokus bekerja memajukan perusahaan perhiasan Darmawan group.

Hal itulah yang menjadi beban pikiran kakeknya, sehingga membuat kesehatannya juga semakin menurun.

"Dokter, aku mengerti," balas Lisa.

"Saya harap nona Lisa dapat mempertimbangkannya dengan baik, karena mungkin hanya ini saja yang bisa membuat tuan besar Darmawan sembuh," ujar dokter.

Kemudian sebuah panggilan masuk di ponsel milik Lisa. Panggilan itu berasal dari asistennya di kantor yang meminta Lisa datang untuk menandatangani beberapa dokumen.

Lisa berpamitan untuk pergi ke kantor, sementara dokter juga kembali masuk ke dalam kamar kakek Darmawan.

"Dokter bagaimana?" tanya kakek Darmawan sambil bangkit dan duduk di ranjangnya.

Kakek Darmawan kali ini tidak terlihat lemas seperti sebelumnya.

"Saya sudah mengatakan seperti apa yang tuan besar inginkan," jawab dokter.

"Nona Lisa sepertinya juga serius memikirkannya," sambung dokter.

"Lisa ini adalah cucu kesayangan ku, dia seorang wanita cantik, masa berpacaran saja belum pernah sekalipun, aku hendak menjodohkannya dia selalu menolak, jadi jangan salahkan aku berbohong seperti ini," ujar kakek Darmawan.

"Aku tidak bisa tenang jika dia belum menikah, orang seumuran denganku seharusnya sudah mempunyai cucu," sambung Kakek Darmawan.

Kakek Darmawan sengaja bersekongkol dengan dokter memalsukan kondisi kesehatannya kepada Lisa. Semua itu di lakukan untuk memaksa Lisa agar segera menikah. Karena kakek Darmawan sudah kehabisan cara meminta Lisa untuk menikah.

Di tambah lagi kakek Darmawan ada alasan tersendiri memaksa Lisa menikah, yang pada intinya itu semua demi kebaikannya juga.

episode 3 MENIKAH

Sore hari, Lisa sedang mengemudikan mobilnya setelah kembali dari perusahaannya. Perasaan Lisa masih tidak enak memikirkan kondisi kesehatan kakeknya. Jika dia tidak segera mengambil keputusan, Lisa takut sesuatu yang terburuk akan terjadi kepada kakeknya.

Muncul niatan dalam benaknya untuk menikah demi kesembuhan dari kakeknya. Tapi Lisa juga bingung karena selama ini tidak ada satupun pria yang dia sukai.

Sementara Evan yang baru saja pulang bekerja sedang berjalan kaki menyebrangi jalan raya di sebuah lampu merah untuk menuju kembali ke rumahnya. Tiba-tiba saja sebuah mobil melaju ke arahnya, sehingga membuat Evan terkejut.

Mobil itu adalah mobil yang di kendarai oleh Lisa. Lisa tampak kurang fokus mengemudikan mobilnya karena memikirkan tentang masalah pernikahan dan kakeknya.

Setelah menyadari ada orang yang hendak dia tabrak, Lisa segera menginjak rem mobilnya dengan cepat.

"Cit..." suara gesekan ban mobil dan aspal terdengar dengan keras di sana.

Akhirnya mobil Lisa dapat berhenti tepat waktu sebelum menabrak Evan. Bekas gesekan ban mobil sepanjang beberapa meter juga terlihat di jalanan.

Lisa segera turun dari mobil untuk melihat kondisi orang yang hampir saja dia tabrak. Sementara tubuh Evan tampak gemetaran karena nyaris saja dirinya di tabrak mobil.

"Kamu bagaimana mengendarai mobil, apa tidak melihat lampu rambu lalulintas sedang merah," ujar Evan dengan marah-marah.

"Atau jangan-jangan SIM yang kamu dapatkan hasil nembak," sambung Evan.

Evan hendak mengatainya lagi, tapi seketika langsung terperangah melihat sosok Lisa yang turun dari dalam mobil.

Sesosok wanita dengan kulit yang begitu putih bersih di topang kedua kaki yang jenjang membuatnya Evan terdiam.

"Cantik sekali," pikir Evan.

Lisa terlihat sangat cantik sekali dengan rambut panjang bergelombang. Kulitnya yang begitu putih dengan hidung yang mancung semakin tampak mempesona. Di topang dengan tubuh tinggi dan kaki yang jenjang membuatnya semakin sempurna.

"Maaf-maaf, hampir saja aku menabrak mu, kamu tidak apa-apa bukan?" ujar Lisa dengan rasa bersalah.

"Eh, aku baik-baik saja," balas Evan.

Evan yang sebelumnya marah, begitu mengetahui wanita cantik yang keluar dari dalam mobil, seketika tidak jadi marah.

"Bagaimana jika aku bawa kamu pergi ke rumah sakit?" tanya Lisa.

"Tidak perlu, aku juga tidak terluka," jawab Evan.

"Aku tadi sedang tidak fokus, jika kamu merasakan sesuatu di tubuhmu, aku akan bertanggung jawab membawamu berobat," ujar Lisa.

"Aku baik-baik saja, lain kali kamu harus lebih berhati-hati, jika tidak, kamu bisa membahayakan nyawa seseorang," balas Evan.

"Iya," ujar Lisa.

Lisa tentu saja merasa bersalah atas kejadian barusan. Jika dia tidak tepat waktu menghentikan kendaraannya, tentu saja pria di hadapannya ini mungkin berada di dalam bahaya.

Kemudian ponsel milik Lisa berdering mendapatkan panggilan telepon dari asisten rumah tangganya. Lisa juga segera menjawab panggilan tersebut.

"Halo," ujar Lisa di telepon.

Asisten rumah tangga itu langsung mengatakan bahwa kakek Darmawan kondisinya semakin memprihatikan. Kakek Darmawan kini menolak untuk makan dan minum obat sebelum Lisa memenuhi keinginannya untuk segera menikah.

Lisa yang mendengarnya seketika juga langsung menjadi panik. Jika kakeknya menolak untuk makan dan minum obat, tentu saja ini semakin membuat kondisi tubuhnya semakin buruk.

"Bibi, apa kah bibi sudah membujuk kakek?" tanya Lisa.

"Nona Lisa, semua cara telah bibi coba, tapi tuan besar tetap menolak dan mengusir bibi dari kamarnya," jawab asisten rumah tangga dengan nada bicara tidak berdaya.

"Bahkan tuan besar juga berkata, tidak akan makan sebelum nona Lisa menikah," sambungnya.

"Baiklah bi, Lisa paham," ujar Lisa.

Panggilan telepon itu kemudian berakhir. Sementara kakek Darmawan di kamarnya sedang santai sambil makan dengan lahap.

"Tolong ambilkan aku nasi lagi, takutnya Lisa tiba-tiba saja pulang!" ujar kakek Darmawan kepada asisten rumah tangga.

"Baik tuan besar," balas asisten rumah tangga.

Sandiwara kakek Darmawan terus berlanjut dengan lancar. Semua itu akan terus dia lakukan sampai Lisa menuruti keinginannya.

Sementara Lisa sendiri kini semakin pusing memikirkannya. Jika kakeknya terus seperti ini, maka kondisinya semakin memburuk dan akan bisa berakibat fatal bagi dirinya.

Tanpa sengaja Lisa mulai melihat ke arah Evan yang sebenarnya lumayan tampan walaupun hanya menggunakan pakaian yang sederhana saja. Seketika terbesit pikiran di benak Lisa terhadap Evan.

"Siapa namamu mu dan apa pekerjaan mu sekarang?" tanya Lisa kepada Evan.

"Eh..." Evan sedikit terkejut tiba-tiba saja wanita cantik di hadapannya ini bertanya tentang dirinya.

"Aku Evan, aku berkata sebagai pekerja konstruksi bangunan," jawab Evan.

"Pekerja konstruksi," ujar Lisa sejenak berpikir dengan tangan memegang dagu.

Ternyata pria di hadapannya ini adalah seorang pekerja konstruksi, tapi Lisa justru tampak senang. Dengan demikian, Lisa justru akan lebih mudah mengaturnya ke depannya.

"Aku Lisa, apa kamu mau menikah dengan ku?" tanya Lisa.

"Uhuk... uhuk..." Evan langsung terbatuk.

Sontak saja Evan kaget bukan main mendengarnya. Tiba-tiba saja ada seorang wanita yang sangat cantik mengajaknya untuk menikah begitu saja.

"Nona, apa yang kamu bicarakan, kita baru bertemu sekali, apa kamu salah berkata?" balas Evan.

Evan merasa Lisa ini hanya berbicara asal saja, mana mungkin wanita secantik dia mau menikah dengan seorang pria miskin sepertinya.

"Tidak usah banyak bicara, kamu mau atau tidak?" tanya Lisa.

Evan langsung terdiam dan melihat raut wajah Lisa yang begitu serius, menandakan bahwa Lisa tidak sedang bercanda.

"Hanya orang bodoh yang menolak untuk menikah denganmu," jawab Evan.

Lisa begitu sangat cantik dan sempurna, pria mana yang tidak mau menikah dengannya, pikir Evan.

"Kalau begitu ikut denganku!" ujar Lisa.

Satu jam kemudian Evan dan Lisa baru saja keluar dari kantor pencatatan sipil. Terlihat dua buku nikah yang telah di pegang oleh masing-masing Evan dan Lisa.

Evan merasa ini seperti mimpi bahwa dirinya kini baru saja menikah dalam sekejap. Ada perasaan senang yang tidak bisa di ungkapkan dia dalam dirinya.

Entah kebaikan apa yang telah dia lakukan sebelumnya, sehingga bisa menikah dengan seorang wanita cantik bak seperti seorang dewi.

"Masukan nomor ponselmu!" ujar Lisa menyodorkan ponselnya.

Evan juga segera menabahkan nomor ponselnya ke dalam ponsel milik Lisa.

"Jika aku membutuhkanmu aku akan menghubungimu," ujar Lisa berjalan pergi masuk ke dalam mobilnya.

"Eh..." Evan tampak bingung.

"Kita baru menikah, kamu mau kemana?" tanya Evan.

"Kamu jangan berpikir terlalu berlebihan," balas Lisa.

Lisa mulai mengatakan bahwa dirinya menikah dengan Evan hanya menginginkan statusnya saja. Lisa hanya membutuhkan buku nikahnya saja untuk dia tunjukkan kepada kakeknya.

"Aku pergi dulu, kamu bisa mencari taksi untuk kembali," ujar Lisa.

Lisa mulai menjalankan mobilnya pergi dari sana. Lisa menuju kembali ke rumahnya untuk menunjukkan kepada kakeknya bahwa dirinya kini telah menikah seperti apa yang d inginkan olehnya.

Sementara Evan akhirnya mengerti mengapa tiba-tiba saja ada seorang wanita cantik yang mengajaknya menikah. Ternyata wanita tersebut hanya ingin memanfaatkan nya saja. Terlihat raut wajah kecewa dari Evan yang akhirnya hanya bisa menghela nafasnya saja.

"Sialan, pernikahan macam apa ini, bila tahu seperti ini, lebih baik aku tolak saja," gerutu Evan sendiri.

Lisa sendiri mengemudikan mobilnya segera menuju kembali ke rumahnya. Sampai di rumah, Lisa segera menuju ke kamar kakeknya.

Mengetahui Lisa cucu perempuannya telah kembali, kakek Darmawan segera berbaring kembali di ranjangnya dan berpura-pura sakit.

"Lisa kamu sudah kembali," ujar kakek Darmawan dengan suara lirih.

"Kakek kenapa tidak mau makan dan minum obat, Lisa sangat khawatir sekali?" tanya Lisa.

"Tidak apa, biarkan saja, uhuk... uhuk..." jawab kakek Darmawan sambil berbatuk.

"Toh cucu kesayangan kakek juga sudah tidak perduli lagi, buktinya satu permintaan kakek saja sulit sekali untuk di penuhi," sambung Kakek Darmawan.

"Soal itu aku sudah memenuhinya, kakek sekarang tidak perlu khawatir lagi," ujar Lisa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!