NovelToon NovelToon

Repeat Time, Saving Us [Taekook]

Prolog

Jeon Jeongguk itu sangat cuek dan tidak pernah bisa menjadi pacar yang sempurna.
Tapi ia percaya cintanya pada Kim Taehyung cukup dimengerti tanpa perlu kata-kata atau perhatian kecil.
Tapi satu per satu, momen yang ia abaikan berubah menjadi penyesalan abadi.
.
Pada malam itu, Taehyung di kafe sendirian, lalu mengirim pesan terakhir yang tak segera Jeongguk balas. Ketika akhirnya Jeongguk ingin menelepon, telepon itu justru membawa kabar buruk. Taehyung mengalami kecelakaan dan tidak terselamatkan.
Dunia Jeongguk runtuh. Ia menanggung luka yang dalam, terpenjara dalam kenangan, pesan-pesan lama, dan keinginan kosong untuk memutar waktu.
Sampai suatu hari, ketika matanya terbuka dalam kelelahan, ia menemukan pesan itu kembali—pesan terakhir Taehyung, seolah waktu memberinya satu kesempatan baru.
Taehyung
Taehyung
[Sebentar lagi aku akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaanku, kamu semangat kerjanya ya!]
Dengan hati bergetar, Jeongguk membalas, penuh janji.
Jeongguk
Jeongguk
[Jangan pulang sendiri. Aku akan menjemputmu.]
Dengan kesempatan yang diberikan padanya. Kali ini, Jeongguk bersumpah tidak akan membiarkan Taehyung pergi lagi.

1.1. Penyesalan

Jeon Jeongguk tidak pernah menjadi pacar yang sempurna. Bukan karena dia tidak mencintai Kim Taehyung—Tuhan tahu, dia mencintainya lebih dari apa pun di dunia ini—tapi karena Jeongguk selalu percaya, Taehyung akan mengerti. Bahwa cintanya sudah cukup dipahami tanpa perlu dijelaskan. Tanpa perlu diperjelas lewat kata-kata atau tindakan kecil.
Ketika Taehyung mengirim pesan panjang, menceritakan betapa dia merindukan Jeongguk, betapa sepinya hari-hari tanpa kehadirannya, Jeongguk hanya membalas singkat.
[Iya, nanti kita ketemu.]
Ketika Taehyung meminta, dengan suara pelan namun berharap, agar Jeongguk menemaninya pulang larut malam, Jeongguk hanya sempat mengetik.
[Hati-hati di jalan ya.]
Ketika Taehyung menelepon dengan tawa ceria, penuh antusiasme bercerita tentang hal-hal kecil dalam hidupnya, Jeongguk mengangguk sambil terus menatap layar laptopnya, hanya mendengarkan setengah hati, lebih fokus pada pekerjaan yang tak kunjung selesai.
Jeongguk pikir, semua itu tidak apa-apa. Dia pikir, Taehyung akan tetap ada di sana besok, atau lusa, atau kapan pun dia akhirnya punya waktu untuk benar-benar memperhatikannya.
Tapi dia salah.
Karena sekarang, ponsel Seobin tidak akan pernah berdering lagi.
.
.
.
Hari itu seharusnya hari biasa.
Taehyung, seperti hari-hari sebelumnya, bekerja di kafe hingga shiftnya berakhir. Dia mengirimkan pesan terakhir dengan nada yang masih sama lembutnya.
Taehyung
Taehyung
[Sebentar lagi aku akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaanku, kamu semangat kerjanya ya!]
Jeongguk tidak langsung membacanya.
Pekerjaan menumpuk, deadline menghantui, dan pikirannya terjebak dalam dunia yang mengabaikan Taehyung untuk kesekian kalinya. Dua jam kemudian, baru dia membuka ponselnya, membaca pesan itu tanpa banyak berpikir, lalu membalas singkat.
Jeongguk
Jeongguk
[Oke]
Lalu dia kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
Saat akhirnya dia selesai, Jeongguk meraih ponselnya lagi, bersiap untuk menelepon Taehyung. Tapi sebelum sempat menekan tombol panggil, ponselnya berdering lebih dulu. Nama Taehyung muncul di layar, membuat Jeongguk tersenyum kecil, lega.
Dia menjawab tanpa ragu.
Namun, bukan suara Taehyung yang menyambutnya.
Suara asing, berat, dan serius di ujung telepon memberitahunya bahwa Taehyung mengalami kecelakaan. Bahwa dia kini ada di rumah sakit, dalam keadaan kritis.
Jeongguk tidak ingat bagaimana dia berlari keluar, tidak ingat bagaimana dia menerobos lalu lintas malam itu. Yang dia ingat hanyalah jantungnya yang berdetak kencang, pikirannya dipenuhi doa-doa panik.
Tapi ketika sampai di rumah sakit, yang menyambutnya hanyalah tubuh Taehyung yang sudah ditutupi kain putih.
Tidak ada lagi senyum lebar, tidak ada lagi panggilan hangat, tidak ada lagi Taehyung yang selalu menunggunya.
Dunia Yohan runtuh, seketika, tanpa ada kesempatan untuk meminta maaf.
Tanpa kesempatan untuk mengatakan "Aku mencintaimu." sekali lagi.
Karena terkadang, 'nanti' itu tidak pernah datang.

1.2. Upacara pemakaman

Keluarga Kim mengadakan upacara pemakaman sederhana untuk Taehyung. Semua orang berkumpul, berdoa, memberikan penghormatan terakhir. Tapi Jeon Jeongguk... tidak ada di sana.
Dia terlalu takut untuk datang. Terlalu takut menghadapi kenyataan bahwa Taehyung benar-benar pergi.
Di sudut hatinya yang rapuh, Jeongguk masih menyangkal. Masih berharap saat membuka mata besok, semuanya akan kembali seperti biasa—Taehyung akan mengirimkan pesan konyol, menelepon sambil tertawa, atau menunggunya di depan apartemen.
.
Tiga hari.
Itu waktu yang dibutuhkan Jeongguk untuk akhirnya berani melangkahkan kaki ke rumah keluarga Kim, tempat upacara pemakaman Taehyung diadakan.
Tiga hari penuh penyiksaan, penuh kebisuan, penuh penyesalan yang menjerat pikirannya tanpa henti.
Dan saat dia akhirnya berdiri di depan rumah itu, semuanya terasa berbeda. Biasanya rumah itu ramai dengan tawa, hangat dengan percakapan. Tapi hari ini—lampu-lampu rumah itu temaram, nyaris redup, seakan ikut berkabung.
Suasana hening. Berat. Hanya terdengar suara para pelayat yang berbicara pelan, seperti takut merusak keheningan duka yang menguasai ruangan.
Jeongguk melangkah masuk dengan ragu. Kakinya terasa berat, seolah menolak setiap langkah mendekati altar pemakaman di tengah ruangan. Dan di sana, di atas meja berbalut kain putih, berdiri foto Taehyung.
Taehyung tersenyum dalam foto itu, senyum lebar yang selalu membuat dunia Jeongguk terasa lebih cerah.
Senyum yang kini tinggal kenangan.
Jeongguk merasa tubuhnya kosong. Napasnya dangkal. Jiwanya seolah tertinggal entah di mana, sementara dia sendiri hanya berdiri di sana—sebuah cangkang tanpa isi, dihantui kehilangan yang terlalu besar untuk dipahami.
Matanya berair saat akhirnya dia menundukkan kepala dalam-dalam, tangan di sisi tubuhnya mengepal erat, menahan rasa sesak yang membakar dadanya.
Dari sudut matanya, dia melihat Ayah Taehyung mendekat. Jeongguk menahan napas, bersiap untuk kemarahan, tuduhan, bahkan kebencian. Dia pantas mendapatkannya. Tapi yang datang bukan kemarahan.
Hanya sebuah tepukan lembut di bahunya. Sebuah sentuhan yang menghangatkan, sekaligus menghancurkannya.
Ayah
Ayah
Kau pasti menderita juga.
Kata pria itu, suaranya serak namun hangat.
Jeongguk menggigit bibir bawahnya keras-keras. Tangisnya hampir pecah saat itu juga.
Ibu Taehyung ikut mendekat. Wajahnya sembab, matanya merah karena terlalu banyak menangis, namun dia memaksakan sebuah senyum kecil—senyum penuh kebaikan, yang membuat Jeongguk ingin berlutut dan meminta maaf ribuan kali.
Ibu
Ibu
Terima kasih... sudah menyayangi Taehyung.
Suaranya lirih namun tulus.
Dan kemudian, Taejung. Adik Taehyung, yang biasanya menyebalkan, suka mengejek Jeongguk kapan saja diberi kesempatan. Dia berdiri sedikit lebih jauh, menunduk dalam-dalam. Saat akhirnya berbicara, suaranya pelan, hampir tak terdengar.
Taejung
Taejung
Hyung pasti marah kalau lihat kamu nyalahin diri sendiri terus.
Jeongguk tidak bisa berkata apa pun.
Tidak sepatah kata pun.
Dia hanya berdiri di sana, menggenggam tangan di sisinya sekuat tenaga, mencoba menahan air mata yang terus mendesak keluar, mencoba menahan diri agar tidak runtuh sepenuhnya di hadapan keluarga yang seharusnya dia jaga.
Tapi bagaimana mungkin menjaga mereka...
Kalau dia bahkan gagal menjaga satu-satunya orang yang paling dia cintai?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!