Agent Na | Na Jaemin.
Prologue
𝓖𝓪𝓷𝓰𝓷𝓪𝓶 𝓬𝓲𝓽𝔂─
Tepat pada distrik A. malam yang terpenuhi ketegangan dan keanehan akan kasus yang menggemparkan kota.
Penemuan mayat gadis yang terbungkus rapi tanpa ada jejak disekitarnya.
Mark Lee.
“Aku yakin ini bukan dilakukan oleh satu orang.”
Na Jaemin.
“Jangan mengambil keputusan terlalu cepat.”
Pemuda dengan notabene sebagai senior dari Jaemin.
Ia hanya menghela nafas mendengar ucapan juniornya satu ini.
Na Jaemin.
“Bukti kosong..
Na Jaemin.
Pelaku dibalik kasus ini benar-benar bermain rapi.”
Mark Lee.
“Apa yang kau katakan itu benar.”
“Hei.. apa kalian menemukan sesuatu?”
Pemuda dengan headset yang terpasang itu mendekati keduanya.
Mark Lee.
“Aku telah memperingatkanmu untuk tidak menggunakan headset saat menyelidikan.”
Mark Lee.
“Lepaskan alat itu.”
Jisung hanya menatap jengkel, beruntunglah dia seniornya disini.
Mark Lee.
“Apa maksud tatapanmu itu? anak nakal.”
Tch. bersabarlah Jisung, menghadapi senior yang gila aturan ini memang cukup menguras energi.
Ji Jisung.
“Sudah, sekarang kau puas?”
Jaemin mengabaikan pertengkaran keduanya. dirinya harus fokus pada kasus.
Saat tim forensik hendak menutup mayat gadis tersebut. Jaemin segera menghentikan pergerakan mereka.
Na Jaemin.
“Mark.. kemarilah.”
Mark dan Jisung segera menghampiri Jaemin.
Mark Lee.
“Kau menemukan sesuatu?”
Na Jaemin.
“Apa kau ingat saat mayat dari kasus bulan lalu?”
Mark mencoba mengingat kembali kejadian sebulan yang lalu.
Mark Lee.
“Ukiran sebuah angka..
Mark Lee.
Pelaku memberikan petunjuk.”
Jisung memicitkan pandangan. pemuda maniak musik tersebut mendekati mayat gadis itu.
Menyentuh sebuah ukiran angka yang ada tepat dipergelangan kiri tangannya.
Ya, Petunjuk yang dengan sengaja ditunjukan oleh pelaku berupa Angka acak.
Kali ini adalah angka dua puluh satu.
“Apa maksud dari angka ini..”
Jeno Na
Sebuah tempat yang jarang dikunjungi. tempat yang pas bagi dirinya beraksi.
Berkutat dengan banyak tumpukan lembaran bagaikan anak tangga.
Perpustakaan, tempat ternyaman bagi pemuda yang menduduki peringkat atas dalam fakultas.
Menarik kacamata yang hampir terjatuh. Jeno Na, lelaki dengan barinton khas miliknya.
Menatap pria didepannya yang tengah menatap dirinya jengah.
Lee Haechan.
“Apa kau tak lelah membaca buku tebal itu?”
Kembali pandangan pemuda berkacamata itu kembali pada buku yang ditangannya.
Lee Haechan.
“Menjadi jaksa memang sungguh rumit.”
Haechan mengambil salah satu buku yang diambil temannya itu.
Lee Haechan.
“Apa kau salah ambil, jen?”
Lee Haechan.
“Aku akan mengembalikannya.”
Saat hendak menarik novel ke tempatnya.
Sebuah suara berat menghentikannya.
Jeno Na.
“Letakkan buku itu kembali.”
Buku yang jeno baca ia tutup. tidak, bukan karna sudah tidak dirinya baca.
Hanya saja ia telah selesai membacanya.
Segera Jeno mengambil buku dari tangan temannya.
Lee Haechan.
“Tidak biasanya kau membaca novel..
Lee Haechan.
Terlebih bergenre thriller seperti itu.”
Jeno hanya diam. ia menatap datar lelaki dihadapannya kini.
Lee Haechan.
Kau terlihat menyeramkan seperti itu.”
Jeno berdiri dari duduknya, segera memasukkan buku novel bergenre thriller ke dalam tas miliknya.
Lee Haechan.
“Hey! kau ingin kemana?”
Haechan segera mengambil tas ranselnya dan menyusul.
Apartement
Memperlihatkan pemuda dengan kemeja putih berlengkapkan jas hitam memasuki apartement unit 205.
Unit yang ditempati oleh dua saudara bermarga Na. Ya, apartement Jaemin dan Adiknya.
“Kau baru pulang? tak biasanya kau pulang larut, kak.”
Na Jaemin.
“Bukankah aku sudah mengirim pesan padamu?”
Na Jaemin.
“Aku akan pulang telat hari ini.”
Na Jaemin.
“Kau tidak membacanya?”
Pemuda dengan atasan tak terbalut pakaian, serta pinggang yang terlilitkan handuk itu terdiam sejenak.
Jeno Na.
“Ponselku hilang..
Jeno Na.
Jadi, aku tak tahu kau mengirim pesan.”
Na Jaemin.
“Kau menghilangkannya lagi?”
Na Jaemin.
“Bukankah baru sebulan lalu aku─
Jeno menaiki satu alisnya kala ucapan sang kakak yang terhenti.
Na Jaemin.
“Besok aku akan mengantarmu membeli ponsel untukmu.”
Jeno Na.
“Kau tidak kerja besok?”
Segera Jaemin melangkah menuju kamarnya, sebelum masuk, dia melirik Jeno yang hanya terbalutkan handuk.
Na Jaemin.
“Kau mandi malam lagi?”
Na Jaemin.
“Jangan terlalu membiasakan mandi malammu itu, tak baik untuk tubuh.”
Na Jaemin.
“Kau mengerti?”
Jaemin segera menutup pintu kamar miliknya.
Meninggalkan Jeno yang melanjutkan aktivitasnya yang sempar tertunda.
Mengambil soda dan cemilan ringan dikulkas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!