NovelToon NovelToon

Putra Sang Letnan Kolonel

Pria Asing dalam Kamar

"SELAMAT UNTUK PERAWAT KAMI YANG AKHIRNYA AKAN MENIKAH!"

Teriakan diiringi tepuk tangan para tenaga medis mengukir senyum seorang gadis yang bernama Zoya. Malam ini adalah malam terakhirnya melajang karena esok lusa dia akan menjadi istri dari seorang Dr. Radit Agatha Wijaya. Seorang dokter bedah, anak dari pemimpin rumah sakit yang disegani dan dikagumi banyak wanita, tapi siapa sangka Keysha Qiana Zoyalah yang menjadi wanita terpilih.

"Zoya, jangan pernah lupa sama kita jika sudah menjadi menantu direktur," ejek temannya.

"Tidak mungkin aku lupa. Aku masih tetap bekerja di sini walau aku sudah menikah," tutur Zoya yang langsung memeluk teman-temannya.

"Terima kasih semuanya, tapi aku harus pergi. Ada acara bersama keluargaku."

Zoya, pamit yang langsung meninggalkan rumah sakit. Masih mengenakan pakaian dinasnya Zoya, mengendarai mobil menuju hotel tempat dimana keluarganya mengadakan perayaan sebelum hari pernikahannya.

Setibanya di hotel, Zoya langsung memarkirkan mobilnya lalu turun sambil membawa satu paper bag di tangannya.

"Zoya!" panggilan dari seorang gadis mengalihkan pandangannya.

"Mika, maaf aku terlambat aku harus ganti pakaianku dulu," jelas Zoya pada gadis yang kini sudah berdiri di hadapannya.

"Aku akan antar kau ke kamar ganti. Ayo!"

"Terima kasih, Mika."

Mika merangkul tubuh Zoya, senyumnya yang menawan mengisyaratkan ketidak sukaan. Hubungan Zoya dan Mika memanglah tidak sedekat itu, mereka hanya saudara tiri yang saling mengalahkan. Tapi tidak dengan Zoya, yang tulus menyayangi Mika.

"Kamu naik saja ke lantai dua, lalu masuk ke kamar 305 ini akses masuknya. Tidak ada siapa pun di sana karena itu kamarku." Zoya memberikan kunci kamarnya.

"Terima kasih Mika, aku pergi dulu. Bilang pada papa dan mama aku akan keluar dalam lima menit."

"Tentu," balas Mika dengan senyum yang khas_tampak mencurigakan.

****

"Siapa kau! Kenapa kau ada di sini?"

Zoya sangat terkejut, bahkan sangat gelisah ketika melihat seorang pria yang tidak dikenalnya ada di dalam kamar hotel adiknya. Entah, bagaimana cara pria itu masuk tetapi Zoya, harus pergi lebih cepat sebelum ada orang yang melihatnya dan itu akan membuat mereka salah paham. Namun, belum sampai depan pintu sebuah tangan sudah menarik tubuhnya lebih dulu.

"JANGAN PERGI!"

Suara serak, yang baru dikenalnya. Zoya, berbalik lantas mendorong pria itu tapi ... Tubuhnya ikut terbawa.

"JANGAN PERGI, AKU INGIN BERSAMAMU MALAM INI."

"TIDAK! LEPAS!"

Zoya, tidak bisa lagi berontak. Tubuh kekar itu terlalu kuat, mata elangnya menatap sayu pada dirinya. Zoya, diam-diam memperhatikan ... Apa mungkin pria itu dalam bawah sadarnya? Namun, siapa peduli mau dalam keadaan sadar atau tidak Zoya harus cepat-cepat pergi.

"Uhh! Lepas!"

Zoya kembali berdiri. Dia bergegas lari tapi tangan pria itu menarik tubuhnya, mendekapnya dengan erat sampai Zoya kehabisan nafas. Zoya semakin takut saat pria itu membalikan tubuhnya, dia mengukungnya dan terjadilah hal yang tidak pernah Zoya harapkan.

Sementara di dalam resort, dua keluarga sudah berkumpul. Mereka menunggu sangat gelisah, karena Zoya belum juga datang.

"Mika, bukankah kamu tadi menjemput Zoya? Dimana dia sekarang?"

"Tadi aku mengantarnya ke kamar Papa. Sebentar, biar Mika panggilkan."

"Tunggu!" tahan Radit sosok laki-laki yang akan meminang Zoya esok. "Izinkan saya ikut," sambungnya membuat kedua orang tua mereka tertawa.

Radit pasti sudah sangat gelisah memikirkan Zoya. Tapi tidak dengan Mika, yang sangat ingin jika Radit melihat semuanya.

"Baik, ayo Dr. Radit," ajak Mika yang mengiring Radit ke kamarnya.

Perasaan Radit pasti sudah tidak menentu apalagi Zoya, yang kini tengah tidur bersama pria asing dalam keadaan full naked. Zoya, terkapar dalam beberapa saat, tubuhnya yang lemas dan rasa nyeri pada sebagian tubuhnya membuatnya hilang kesadaran.

Lama ia terdiam, menerawang langit-langit kamar samar_ Zoya mendengar suara pintu yang terbuka. Sosok Radit dengan samar ia lihat berlari meninggalkan kamar, diikuti Mikayla yang ikut berlari meninggalkannya.

Zoya, masih belum sadar penuh, ia melirik ke samping kanannya yang terdapat sosok pria asing dibalut selimut sedang tertidur pulas.

Sontak mata Zoya membola, Zoya bangun lantas duduk yang langsung mengintip tubuh indahnya dibalik selimut.

"Tidak-tidak ... Apa yang terjadi? Ini hanya mimpi."

"TIDAK!"

"Dr. Radit! Dr. Radit!"

Radit tiba-tiba saja pergi mengejutkan semua orang. Kedua orang tuanya bingung tapi tetap mengkuti Radit pulang, dengan raut wajah yang penuh emosi dan marah. Tuan Omar yang syok dan bingung terus mengejar Radit hingga lobi, Omar sangat marah karena Radit tiba-tiba membatalkan pernikahannya setelah memfitnah putri pertamanya Zoya.

"Saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Pernikahan saya batalkan malam ini juga."

Semua orang tercengang, tapi tidak dengn Mikayla yang tersenyum penuh kemenangan.

"Mika!"

"Iya Papa!"

"Panggil Zoya sekarang! Suruh dia turun."

"I-Iya Papa."

Mikayla segera berlari menuju kamar, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Zoya di tengah lorong. Zoya, berlari dengan tertatih seperti menahan rasa sakit_mungkin dibagian intimnya. Dia berlari ke arah Mika dengan wajah lembab seperti sudah menangis.

"Mika, dimana Radit?"

Zoya, masih ingat siapa yang baru saja masuk ke kamarnya walau kelihatan samar tapi Zoya sudah bisa menduga.

"Untuk apa kamu mencari Radit? Radit sudah pergi."

"Zoya tunggu!" teriakan Mika menghentikan langkahnya.

"Aku harus bertemu Radit!" tegas Zoya.

"Yakin kamu ingin bertemu Radit setelah apa yang kamu lakukan? Radit sudah membatalkan pernikahannya setelah melihat calon istrinya tidur dengan lelaki lain."

Zoya melirik dengan sinis, lantas mendekat ke arah Mika.

"Kamu menjebakku?"

"Apa! Untuk apa aku menjebakmu?

"Kamu memberikan kunci kamarmu lalu tiba-tiba ada pria masuk ... Siapa jika bukan karena kamu!"

"Apa kamu melihat seorang pria saat masuk ke dalam kamar? Tidak, kan. Itu artinya kamu sendiri yang membawa masuk pria asing dan tidur dengannya!"

"APA!"

Zoya dan Mika langsung menoleh. Tuan Omar sudah berdiri dengan rahang yang keras, sorot mata yang tajam dan kepalan tangan yang siap menghantam wajah Zoya. Tamparan keras mampu memalingkan wajah Zoya, tetesan air matanya seakan mewakili perasaannya saat ini. Untuk pertama kali dalam hidupnya Zoya ditampar oleh sang ayah.

"MEMALUKAN! MULAI DETIK INI KAMU BUKAN LAGI ANAKKU!"

"Papa ...," lirih Zoya hampir tidak terdengar.

"KARENA ULAHMU RADIT MEMBATALKAN PERNIKAHANNYA, APA YANG AKAN TERJADI PADA KELUARGAKU JIKA DUNIA TAHU SKANDAL YANG DIBUAT PUTRIKU SENDIRI."

"Papa ... Zoya bisa jelaskan, ini tidak seperti yang Papa bayangkan."

"Papa sangat kecewa Zoya," lirih Omar penuh dengan penekanan.

Tubuh Zoya menyusut terkapar di atas tanah. Air mata berlinang menatap kepergiaan sang ayah. Tidak pernah Zoya bayangkan malam ini adalah malam kehancurannya, malam dimana ia kehilangan segalanya. Kehormatan, cinta, dan keluarga.

Zoya, menghapus air matanya, perlahan ia bangkit yang berlari menuju kamar. Namun, setibanya dalam kamar Zoya tidak melihat pria asing itu lagi. Kemana dia?

...----------------...

Assalamualaikum sahabat penaku, apa kabar kalian lama ya tak jumpa. Ini karya aku yang baru mohon dukungannya ya karena novel ini sedang mengikuti kontes 🙏.

Jangan lupa subscribe dulu lalu like setelah membaca dan ... Tinggalkan jejak kalian di kolom komentar. (Kasih review tentang bab pertama ini ya )

Terima kasih reader

Follow akun IG - @dini_rtn

Follow akun Tiktok- @Dini_ra

Wassalamualaikum🙏

Zayden dan Zayda

"SATU ... DUA ... SATU ... DUA!"

Seruan tegas dari para pasukan perwira sudah menjadi bahan tontonan setiap hari bagi si kecil Zayden dan Zayda. Hal pertama yang dilihatnya adalah para prajurit yang berlatih kebugaran di pagi hari. Mereka akan duduk di atas balkon kamarnya, sambil mengunyah roti panggangnya.

"Zayda, coba kamu perhatikan apa ada yang mirip denganku di antara mereka?" Perintah Zayden, dengan mulut bergoyang.

"Sebentar aku sedang mengamatinya," balas Zayda, si gadis kecil berambut ikal yang selalu mengawasi para prajurit dengan seteropong kecilnya.

Besar di lingkungan keras yang penuh dengan tantangan membuat mereka melakukan semua tingkah para prajurit yang sedang berlatih. Seteropong salah satunya untuk melihat musuh dari kejauhan.

"Berikan padaku! Kau sangat lamban." Zayden merampas paksa benda kecil itu dari tangan adiknya.

"Hei, itu milikku!" protes Zayda, dengan mimik wajah ngambeknya.

Zayden tidak peduli yang terus memperhatikan beberapa prajurit di bawah sana. Siapa sangka seteropong kecilnya menangkap satu sosok perwira tampan, dengan tubuh tegak, yang berdiri seolah sedang menatapnya. Matanya menatap tajam, diikuti jari telunjuk yang menunjuk ke arahnya.

Zayden merasa terancam.

"Zayden ada apa denganmu?" tanya Zayda pada Zayden yang tiba-tiba menurunkan seteropongnya. "Kau melihat sesuatu?" Zayda ingin mengambil alih seteropong tapi ditahan Zayden.

"Jangan! Kita terancam, musuh menyadari keberadaan kita." Ocehan Zayden si bocah yang baru berusia 7 tahun.

"Lebih baik kita masuk, ayo!" ajak Zayden, menarik tangan sang adik untuk memasuki kamarnya.

Sementara di bawah sana, seorang perwira berpangkat Letnan Kolonel menggeleng, lalu berbalik ke arah prajurit yang sedang menertawainya.

"Kita dimatai anak kecil? Apa dia mata-mata?" tanya salah satu dari mereka.

"Dia hanya anak kecil, bukan musuh. Mungkin dia mengagumi salah satu di antara kita," ujar Letnan Kolonel Ardian, seketika bawahannya tertawa.

"Apa ada yang menghamili seorang gadis di sini? Sehingga mereka mencari ayahnya."

Celotehan lucu membuat mata sang Letnan melotot, seketika tawa renyah mereka pun hilang.

"Maaf, Letnan."

"Bercanda kalian tidak lucu. Cepat pergi dan bersiap-siaplah untuk latihan," tegas Ardian.

"SIAP LAKSANAKAN!" Serempak semua prajurit diiringi gerakan hormat. Seketika barisan pun bubar.

Ardian termenung, dia berbalik menatap ke atas balkon tempat anak-anak tadi. Seketika, wajahnya menjadi serius seolah sedang memikirkan hal lain. Nafasnya berhembus berat, Ardian langsung meninggalkan lapangan.

***

"Assalamu'alaikum! Selamat pagi anak-anak Mama pulang!"

"Mama!"

Zayden dan Zayda berlari menghambur ke arah ibu mereka yang baru pulang dinas. Seorang Dokter muda dari tanah air yang rela tinggal sendiri di negeri orang yang penuh dengan konflik.

Dialah Keysha Qiana Zoya. Zoya, yang dulu seorang perawat kini menjadi dokter hebat di negara orang setelah mengasingkan diri delapan tahun lalu. Tragedi malam itu menyisakan trauma yang mendalam, kehilangan kehormatan dan kehilangan kepercayaan membuat Zoya harus pergi ke tempat dimana dunia tidak mengenalnya. Beruntung saat itu, seseorang membawanya pergi ke tanah timur sebagai relawan medis yang membantu para korban perang pada masanya.

Setelah mencoba untuk damai dengan masa yang sulit Zoya, harus mendengar kabar pahit dari seorang dokter bahwa dirinya tengah hamil saat itu. Bukannya melupakan, Zoya malah semakin terikat dengan pria asing yang baru m*m*rkosanya waktu itu. Kenapa Tuhan menumbuhkan janin dalam rahimnya, apa harus dia hidup sendirian membesarkan anak yang dikandung tanpa tahu siapa ayahnya.

Sulit bagi Zoya memilih antara mempertahankan dan menggugurkan. Hidupnya semakin kacau, bahkan Zoya hampir hilang akal untuk melakukan bunuh diri. Tapi Tuhan berkehendak lain, orang-orang yang hadir di sekelilingnya saat itu adalah orang-orang hebat, yang sayang dan mendukungnya sehingga Zoya punya kekuatan untuk membesarkan kedua anak kembarnya.

"Mama kemarilah!" Zayden menarik tangan Zoya menuju meja makan.

"Ada apa? Apa kalian melakukan penyelidikan lagi?" tanya Zoya dibumbui dengan sedikit candaan.

Zoya, tahu apa yang dilakukan kedua anaknya, Zayden sangat terinspirasi pada prajurit hingga membuatnya selalu melakukan hal baru_mengikuti cara mereka. Namun, Zoya tidak pernah melarang, bahkan saking geniusnya mereka pernah melakukan eksperimen konyol, yang mengakses sistem rumah sakit secara ilegal_termasuk alasan Zoya yang tidak pernah lagi mengajak kedua anaknya ke rumah sakit.

"Mama, minumlah dulu." Zayda memberikan segelas air putih pada ibunya. Zoya, menerima yang langsung meneguknya.

"Mama, aku menyerah! Sebaiknya katakan sekarang apa ada ayah kita di antara mereka?"

"Uhuk!"

Sontak, Zoya tersedak. Dia terbelalak menatap Zayden. Sedangkan Zayda gadis itu hanya menepuk jidatnya sambil menggeleng.

"Zayden sudah Mama katakan jangan mencari papa."

"Sampai kapan Mama?"

"Pokoknya jangan pernah MENCARInya!" tegas Zoya, seketika suasana menjadi hening.

Zoya, seakan menekankan kepada Zayden untuk tidak mencari ayahnya lagi. Tapi Zayden, bersikeras bahkan bentakan barusan tidak membuatnya diam.

"Mama ... ucapkanlah dengan pelan, aku dan Zayda akan mengerti." Zayden melembutkan perkataannya kali ini. "Apa papa sedang melakukan misi rahasia dan dia khawatir pada kita sehingga merahasiakan keberadaannya," lirih Zayden sedikit berbisik.

Zayda jadi penasaran, yang siap menajamkan pendengarannya dengan benar.

"Mama apa yang Zayden katakan itu benar?" lirihnya hampir tak terdengar.

Zoya menghela nafas lantas bicara. "Ini untuk terakhir kalinya kalian bertanya hal yang sama dan aku akan bertanya juga jadi jawablah dengan cepat. APA KALIAN TIDAK BAHAGIA HANYA TINGGAL DENGAN SEORANG IBU SAJA?"

"K-kami ... Tentu kami bahagia."

"Ok. Kalau begitu, jangan pernah menanyakan hal itu lagi karena kalian hanya punya ibu."

Zoya, langsung pergi menuju kamarnya meninggalkan kedua anaknya yang masih terdiam mencerna ucapannya. Zayda dan Zayden saling menatap.

"Sudah aku bilang jangan terburu-buru. Mama jadi marah, kan." Kata Zayda dengan amarah.

"Tapi sampai kapan? Padahal aku sudah menduga jika perwira tadi adalah ayah kita," lirih Zayden dengan mimik wajah sedihnya.

"Perwira yang mana?" tanya Zayda penasaran.

"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya. Lebih baik aku keluar dan bertemu dengannya." Zayden berjalan dengan ekspresi yang murung.

"Hei, kau mau bertemu siapa?" tanya Zayda, yang diam sejenak seolah berpikir siapa yang akan Zayden temui. Sektika bola matanya membulat, "MAMA!"

***

Lagi-lagi Zayden pergi ke markas militer, bocah itu duduk manis di atas tembok pembatas yang dikelilingi kawat. Entah, bagaimana cara dia naik. Kedua tangan bersidekap dengan sepasang mata yang fokus menatap ke arah Ardian yang sedang melatih para perwira.

"ISTIRAHAT DI TEMPAT GERAK!" Serempak para prajurit menyimpan kedua tangan mereka di belakang punggungnya.

"BUBAR JALAN!" tegas Ardian, membubarkan barisan.

Ardian ternyata menyadari tatapan Zayden, sehingga menghentikan latihannya. Ardian melirik dengan mata elangnya, lantas berjalan ke arah Zayden, bocah kecil yang duduk dengan tenang sambil mengunyah permen karetnya.

"Kamu mengagumi kami?" tanya Ardian setelah mendekat, Zayden hanya menggeleng.

"Siapa namamu? Kenapa kau ada di sini dan selalu memperhatikan kami."

"Aku punya mata terserah aku mau menatap siapa." Jawaban yang tidak pernah Ardian duga.

Ardian tersenyum kecut. "Bocah ini pintar juga," lirihnya.

"Hai, bocah bagaimana cara kau sampai di dinding pembatas? Kau tidak tahu banyak ranjau di sini dan kau bisa saja mati karena menginjaknya," ujar Ardian kesal.

"Astaga ... Kenapa aku mengatakan hal yang tidak akan dimengerti olehnya," lirih Ardian.

"Siapa bilang, aku tahu maksud perkataanmu." Zayden mempertegas jika dia bukan bocah sembarangan.

Zayden berdiri sambil berkacak pinggang. "Aku bukan bocah, namaku Zayden!" tegasnya membuat Ardian terkekeh.

"Aku disini untuk mencari ayahku!"

"Ayah?" Ardian mengerutkan kening. "Siapa nama ayahmu?"

"Namanya Hm ....." Zayden kebingungan, jari telunjuknya terus mengetuk-ngetuk bawah dagu sambil melirik sekitar.

"Zayden!" Tiba-tiba suara Zoya terdengar, Zayden langsung berbalik ke arah ibu dan adiknya.

"Mama ...," lirihnya menggerakkan sepasang mata Ardian untuk melihat ibu bocah itu.

...----------------...

TBC .....

Bertemu

Satu jam sebelumnya, Zayda berlari ke kamar ibunya. Teriakannya yang melengking membuat Zoya harus cepat membukakan pintu. Zayda begitu panik setelah menyadari sesuatu akan terjadi.

"Mama! Gawat ... Ini gawat."

"Gawat apa Zayda? Bisa tidak, kalian tenang ... Izinkan Mama untuk istirahat sebentar." Kata Zoya sambil berkacak pinggang, matanya melotot penuh amarah.

"Tidak bisa Mama ... Karena ini sangat gawat tidak bisa ditunda," ungkap Zayda yang menggeleng.

"Ok, apa?" Zoya menarik nafas dalam, mencoba memberikan kesempatan kepada Zayda untuk bicara. Dan jika itu hal konyol maka Zoya tidak akan segan menghukum anak kembarnya.

"Huh ... Zayda tarik nafas dulu ya Mama." Katanya sambil mengibas rambut ikalnya.

"Zayden Mama ... Zayden pergi mau mencari papa!"

"Apa!" Zoya terbelalak.

"Iya, Mama. Zayden pergi ke bilik militer!" teriak Zayda dengan gaya centilnya.

Zoya semakin marah dan tidak tahan ingin menghukum putra sulungnya itu. Bagaimana bisa Zayden sangat bersikeras untuk menemukan ayahnya padahal tidak tahu rupanya seperti apa.

"Dasar bocah nakal! Kapan dia bisa diam sih. Dia tidak tahu seberapa bahayanya di sana." Katanya sambil berlalu. Zayda, mengekorinya sampai tiba di belakang markas militer, beruntung Zoya memilih jalan belakang dan dia bisa menemukan Zayden.

"Itu dia Mama!" tunjuk Zayda pada sosok bocah 7 tahun yang sedang berdiri di hadapan seorang perwira seolah sedang menantang.

"Zayden!"

Seketika Zayden menoleh. "Mama ...."

Lirikkan Ardian mengikuti arah mata Zayden. Ardian termenung yang sambil menatap serius ke arah wanita berbalut baju syar'i yang tertutup baju dinas berwarna putih. Gerakan mata Ardian tidak berhenti sampai Zoya tiba di hadapannya yang langsung memarahi Zayden.

"Zayden, apa kamu tidak tahu ini tempat berbahaya? Bisa-bisanya kamu pergi sendirian ke markas militer bagaimana sesuatu terjadi padamu!" Zoya sangat marah.

"Sekarang kita pulang!" Zoya menarik tangan Zayden, tapi langkahnya dihentikan Ardian.

"Tunggu! Kalian tidak bisa lewat sana." Ardian mengingatkan Zoya yang hendak melewati beberapa bendera merah. "Jangan melewatinya. Itu ada tanda bendera merah yang artinya banyak ranjau di sana," sambung Ardian.

Zoya berbalik lantas menatap Ardian.

"Ini markas militer bukan tempat bermain anak-anak, jadi tolong beritahu putramu untuk tidak datang ke tempat ini lagi. Dan satu hal lagi ... Putramu terlalu ikut campur yang terus memantauku dengan teropongnya."

Zoya, menelan ludah. Sorot matanya tidak berpaling dari wajah sang Letnan.

"Apa kau mendengarku?" tanya Ardian sambil mengibas-ngibas telapak tangannya.

Sementara kedua bocah itu saling berbisik menduga ekspresi ibunya. "Zayden, mungkinkah Mama terpesona dengan ketampanan pak Letnan?" bisik Zayda.

"Justru, itu bagus. Dia akan menjadi ayah kita," balas Zayden dengan senyum mengembang. "Bukankah menjadi putra sang Letnan Kolonel terdengar sangat keren," sambungnya.

Zayda menanggapi dengan tawa.

"Mereka hanya anak-anak tidak tahu akan bahaya. Lagi pula ini terakhir kalinya mereka datang. Maaf jika sudah merepotkan."

Zoya langsung berbalik menuju jalan lain membawa anaknya pergi dari tempat itu. Matanya berkaca, dengan peluh membasahi wajah dan tangannya. Zayden dan Zayda mendongak, menatap sang ibu ketika merasakan genggaman tangan yang erat.

Sementara Ardian, pria itu masih bertengger menatap punggung Zoya yang semakin menjauh. Wajah tegasnya menjadi bingung, memikirkan wanita itu yang seakan pernah bertemu.

"Suaranya ... seperti tidak asing tapi ... bertemu dimana?"

***

"Zayden," panggil Zayda sedikit berbisik.

Mereka di hukum sang ibu untuk tidak bicara dan tidak boleh keluar dari dalam kamar. Zayden bocah itu hanya fokus pada laptopnya, entah apa yang dia cari. Sementara Zayda, gadis kecil itu merasa bosan karena tidak bisa bicara sedikit pun.

"Zayden hei! Zayden ...."

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Zayda kembali ke atas kasur yang langsung pura-pura tidur begitupun dengan Zayden, tetapi bocah itu lupa mematikan laptopnya sehingga Zoya, menyadari kebohongan mereka.

"Jangan pura-pura tidur cepat turun dan keluarlah!"

Tidak ada jawaban. Zoya, menghela nafasnya lantas kembali bicara. "Jika kalian ingin tahu tentang papa kalian turunlah," tegasnya membuat sandiwara kedua bocah itu gagal.

Zayden dan Zayda menuruni ranjang, lalu mengikuti langkah sang ibu menuju ruang tamu. Mereka duduk setelah Zoya.

"Mama tidak membohongi kita, kan?" Tatap Zayden dengan curiga. Tangannya dilipat di bawah dada.

"Kalian mau dengar atau tidak?"

"Mau Mama!" Serempak Zayden dan Zayda.

Zoya menghela nafas. "Baiklah, dengarkan baik-baik," katanya.

"Zayden ... Zayda, Mama tahu kalian sudah besar dan kalian terus bertanya tentang ayah kalian. Namun, dia tidak ada disini tapi di negara kita tanah air kita .... Indonesia," jelas Zoya membelalakkan kedua anak kembarnya.

Kenapa Zoya, berkata demikian karena tragedi masa lalu terjadi di negaranya. Namun, pertemuannya dengan Letnan Ardian mengingatkannya akan satu hal.

"Mama, kenapa baru bilang sekarang?" tanya Zayda seolah sedang menginterogasi.

"Ya, kenapa sekarang?" lanjut Zayden.

Zoya, tidak akan mengatakan semua itu karena dia sudah bersumpah tidak akan kembali ke negaranya. Namun, pertemuannya dengan Ardian merubah segalanya.

Jantung Zoya seakan berhenti berdetak, sekujur tubuhnya terasa kaku dan dingin saat menatap mata elang yang pernah menghancurkan hidupnya. Zoya, mengingat dengan jelas seperti apa rupa pria asing itu.

Ardian_Letnan itu, menumbuhkan kembali rasa traumanya. Zoya, sudah berusaha keras melupakan semuanya tetapi Ardian ... pria itu hadir di masa depannya. Keringat dingin tidak bisa Zoya sembunyikan, bertemu dengan Ardian membuatnya takut.

"Mama ...." Panggilan Zayden, membuyarkan lamunannya. Zoya sedikit mendongak_menyembunyikan tangisannya. Zoya tidak ingin curiga apalagi sampai anaknya tahu bahwa Ardian adalah ayah kandungnya. Itu sebabnya Zoya ingin kembali ke tanah air dan meninggalkan tempat yang selama ini sudah menjadi tanah kelahiran Zayden dan Zayda.

"Kita akan pulang ke Indonesia setelah tugas Mama selesai disini. Bila perlu Mama akan meminta perpindahan tugas segera."

Mata Zayden dan Zayda berbinar. Mereka pikir ibunya akan mempertemukannya dengan ayah mereka, tanpa mereka tahu ada kenangan pahit dalam jiwa Zoya.

"Terima kasih Mama." Kata Zayden dan Zayda yang memeluk ibunya. Zoya, membalas dengan pelukan hangatnya.

"Mulai sekarang, kalian jangan lagi mengawasi markas militer apalagi mengintip dengan teropong kalian. Jangan membuat masalah, dan fokuslah belajar. Bukankah kalian harus menghafal 10 Juz?"

"Tenang Mama ... Kami pintar, kami akan hafal hanya dengan membacanya tujuh kali."

Zoya tersenyum gemas. "Jangan sombong dengan ilmu yang kalian miliki. Cepat, tidur kembalilah ke kamar."

"Lalu Mama ... apa mau pergi lagi?" Zayda menjadi murung.

"Mama harus bekerja. Cepatlah tidur, nanti Sitto Aminah akan datang menjaga kalian."

Sitto berarti panggilan nenek. Aminah adalah penjaga si kembar yang jika saat Zoya bekerja akan menitipkannya kepada Aminah. Seorang wanita setengah baya yang sudah merawat Zayda dan Zayden sejak kecil bahkan sudah menganggap Zoya seperti putrinya.

Zoya harus kembali betugas meninggalkan Zayden dan Zayda yang masih cemberut. Zoya, menuruni anak tangga untuk sampai di lantai dasar, dan dia harus berjalan menuju rumah sakit.

Tiba-tiba sebuah dentuman keras menghentikan langkah Zoya. Badannya setengah merunduk sambil menatap ke arah langit yang mengkilat akibat cahaya orange yang menyala.

"Zoya!" panggilan seorang tenaga medis mengalihkan pandangannya. Zoya, menoleh dan langsung bangkit lalu berjalan ke arah temannya.

"Serena, apa yang terjadi?"

"Gencatan senjata baru saja terjadi di markas militer."

"Apa ..." lirih Zoya dengan terkejut.

"Kita harus segera pergi ke sana, karena banyak yang terluka."

Zoya, mengangguk lalu mengikuti langkah Serena. Mereka menaiki mobil ambulance menuju markas militer. Semua tenaga medis dikerahkan, banyak diantara perwira yang terluka, keadaan markas yang kacau menambah kesan kecemasan pada diri Zoya.

"Zoya, fokuslah. Anakmu pasti baik-baik saja." Serena menenangkan. Zoya hanya mengangguk lalu pergi ke sebuah camp militer.

"Letnan, Dokternya sudah datang," ucap seorang perwira yang memberitahukan kepada Ardian.

Ardian hanya diam sambil memegang satu bahunya.

"Dokter, silakan," lanjut perwira itu kepada Zoya.

Zoya dan Ardian hanya saling pandang.

...----------------...

Assalamualaikum reader, terima kasih yang sudah mampir baru episode 3 tapi kok gak rame sih. Ramaikan dong kolom komentarnya, like juga jangan lupa ya 🤗.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!