NovelToon NovelToon

Wanita Di Balik Pohon Pisang

Bab 1. Warsih ketakutan

"Halah kok ya lepas pula rantai sepeda ku!" keluh Warsih ketika sedang mengayuh sepeda nya malam malam.

Tadi dia terpaksa keluar rumah walau sudah pukul delapan malam karena gula nya habis dan suami butuh mau buat kopi setelah lelah kerja di ladang seharian, mau tak mau dia pun keluar dari rumah menggunakan sepeda ontel karena Warsih tidak bisa naik motor.

Agak merinding juga karena harus melewati kebun pisang yang sangat luas sehingga hampir setengah hektar sendiri, dulu nya sangat terawat saat pemilik masih ada, namun sekarang menjadi tempat yang sangat menakutkan sehingga kalau malam tidak ada yang berani lewat sini karena takut akan ada nya hantu seorang wanita.

Bagian lain masih ramai kalau jam segini karena kampung sini sudah hampir seperti kota keadaan nya, namun ada juga beberapa tempat yang sangat menakutkan untuk di lewati. contoh nya ya seperti kebun pisang ini, bukan cuma satu atau dua orang saja yang pernah melihat hantu wanita bermuka di cabik cabik pada kebun pisang ini.

Malah sekarang sepeda Warsih rantai nya lepas pula di sini sehingga dia sangat ketakutan setengah mati, mau loncat saja dari bagian sini sambil meninggalkan sepeda. tapi sayang pula karena takut nanti malah di ambil orang sepeda nya, mau tak mau Warsih harus membenarkan rantai dengan penerangan senter yang di ikat di kepala nya.

"Ya Allah merinding sekali rasa punggung ku." keluh Warsih yang sedang jongkok.

Karena tangan yang gemetar karena ketakutan, Warsih jadi tidak bisa bisa memasang rantai nya dan terus saja salah tempat. ada rasa ingin menangis karena begitu frustasi, mau jalan menuntun sepeda pun masih jauh tempat yang ramai.

Kalau tempat ramai maka sudah pasti akan ada yang menolong dia memasang rantai sepeda ini, meski tidak di tolong Warsih pun bisa juga, ini tidak bisa karena hati dia tidak tenang akibat takut yang melanda tidak berkesudahan di dalam hati. mau jongkok dengan tenang saja tidak bisa, berulang kali menoleh kebelakang karena takut tiba tiba nanti akan di sergap dari belakang oleh hantu itu.

Wuuusssh.

Wuussshh.

"Masya Allah, malah sudah ada angin pula begini." keluh Warsih melihat kanan kiri pada daun pisang yang bergoyang.

"Ayo lah cepat masuk, aku kok takut sekali ini rasa nya." Warsih tidak sabar lagi rasa nya.

Sreeeeng.

"Allah!" kali ini Warsih tegang tidak karuan.

Wuuusssh.

Sreeeng.

Wuuusssh.

"Tolong lah jangan kau tampakan dirimu, aku sama sekali tidak menganggu kau! tolong ya, aku sungguh minta tolong pada mu wahai gadis cantik." Warsih berkata agak keras.

Sebab angin lewat ini sambil membawa bau bangkai yang sangat memualkan perut, sudah bisa di duga bahwa sebentar lagi dia akan muncul untuk menampakan diri. tak lain dan tidak bukan, sorot senter yang ada di kening Warsih sudah menemukan baju compang camping berdiri tegak di hadapan nya bersebrangan dengan sepeda yang sedang dia perbaiki.

"A..aku....aku tidak menggangu mu, tolong jangan ganggu aku ya." Warsih tidak berani mengangkat kepala.

Hening tidak ada jawaban, menurut orang orang yang pernah menemui nya memang hantu gadis ini tidak pernah mengeluarkan suara sedikit pun, baik itu menangis atau pun tertawa. kalau pun muncul maka dia cuma diam menatap orang yang di datangi, tapi walau dia cuma diam itu sudah membuat orang kocar kacir tidak karuan karena sangking takut nya.

"ALLAAAAH!"

"Jangan ganggu aku, tolong ya jangan ganggu aku!" Warsih ketakutan melihat muka yang di sayat sayat itu berdiri di hadapan nya.

Hantu wanita ini hanya diam saja menatap nya dengan tatapan yang sangat tajam, Warsih tidak bisa cuma diam saja menahan rasa takut, walau rantai belum di pasang maka dia langsung kocar kacir lari ketakutan karena ini sudah tidak bisa lagi mau di tahan takut nya, berlari sambil membawa sepeda adalah pilihan yang paling tepat.

...****************...

Rombongan para pemuda banyak yang nongkrong di pos ronda dan itu juga sampai malam, sebab kampung ini sedang di landa masalah dengan mati nya para wanita hamil yang di ambil bayi nya oleh iblis. jadi mereka berjaga bukan cuma untuk maling saja, melainkan juga menjaga para Ibu hamil di desa nya.

Walau mereka juga tidak bisa apa apa untuk melawan iblis yang sedang meraja lela itu, namun setidak nya apa bila ada keributan besar, maka mereka akan langsung datang untuk membuat berita agar bisa di tolong oleh momok nya kampung ini yaitu Purnama dan Arya tentu nya.

"Tolooooongg ada setaaaan!"

"Hoi ada yang minta tolong itu, siapa yang berteriak?" Digo cepat turun dari pos untuk melihat kejalan.

"Kayak nya di kejar setan, buruan ambil senter lah untuk di lihat." Riski juga ikut turun melihat orang yang sedang lari.

"Itu loh orang nya, tapi aku belum lihat wajah orang nya." ujar Digo melihat Warsih membawa sepeda.

"Ibu Ibu itu kelihatan nya, lari pun masih sempat juga bawa sepeda." Riski rasanya mau tertawa.

"Heh kau ini orang tua lagi ketakutan malah kau tertawakan!" sentak Arka tidak suka karena dia mudah iba pada siapa pun yang lagi kesusahan.

Warsih yang akhirnya menemukan tempat ramai pun menarik nafas lega karena dia bisa lepas dari rasa takut yang amat sangat luar biasa, masih terbayang wajah gadis itu sehingga mata Warsih terus berkedut kedut karena ketakutan. beruntung sudah sampai sini dan rombongan para anak remaja sudah jaga di pos sehingga merasa aman, belum lagi nanti yang rombongan para orang tua juga akan duduk sini karena pos sebenarnya terbagi tiga dan itu juga tiga generasi.

"Bude Warsih kenapa kok lari lari?" tanya Arka sopan.

"Aaahh alhamdulilah Bude masih bisa sampai sini, itu hantu di pohon pisang keluar lagi." sahut Warsih sudah pucat pasi.

"Ih yang benar lah, Bude!" Riski paling penakut di antara mereka bertiga.

"Tidak apa apa, kan dia tidak mengganggu orang." Arka berkata menenangkan.

"Tidak mengganggu bagai mana? sudah jelas dia sering menampakan diri begitu kok kata mu malah tidak mengganggu!" protes Digo kesal.

"Itu cuma kebetulan saja, lagi pula kan dia memang sudah lama di sana dan dia tidak pernah keluyuran di tempat lain." jelas Arka.

"Ya memang dia tidak pernah ketempat lain, tapi mau lewat sana kalau malam tuh jadi takut." ujar Riski.

Warsih menarik nafas lega karena sudah ketemu orang dan bodo amat mereka mau debat, malah dia sangat senang karena Arka membantu nya untuk memasang rantai sepeda yang lepas tadi.

Halaman pertama dan up malam ni besty, jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.

Bab 2. Mencuri pisang

"Jadi gimana soal rumah kamu yang di kampung itu, Mas?" Juwita bertanya pada suami nya.

"Udah biarkan saja lah, aku malas juga mau mengurus yang di sana." jawab Radja.

"Sayang lah kalau di biarkan begitu saja, di jual kan ya jadi uang." Juwita memang perhitungan walau sudah jadi orang kaya.

"Siapa yang mau beli, memang kalau di jual lumayan besar uang nya." sahut Radja lagi mengingat rumah dan juga kebun warisan dari orang tua nya.

"Lah kan iya, mending jual lah nanti uang nya bisa ku pakai shoping." Juwita tertawa pelan.

"Kalau ada waktu besok di lihat dulu lah, di bersihkan biar menarik peminat." ujar Radja pelan.

"Ku temani lah besok, tidak ada kerjaan kan kamu?" Juwita sangat semangat.

Radja cuma mengangguk saja karena sebenarnya dia agak malas mau kembali kekampung halaman nya, ada rasa tidak nyaman dan malas juga mau lama lama di sana. apa lagi keuangan nya pun sangat mantap, semua ini hasil dari warisan orang tua nya yang sangat kaya saat di desa.

Oleh sebab itu warisan rumah besar dan juga kebun luas itu dia abaikan saja, cuma istri nya ini yang agak tamak sehingga apa apa semua mau di kuasai dan di jadikan uang untuk diri nya. takut bila di ambil orang, namun dia tau nya Radja adalah anak tunggal dalam keluarga Raharjo.

"Malas sekali aku kembali kesana, yang ada malah aku ingat saja dengan dia!" Radja merutuk pelan dan menyambar kunci mobil.

"Mau kemana kamu, Mas?" Juwita langsung bangkit.

"Ada urusan!" Radja tak menoleh dan langsung pergi.

"Kalau bukan harta mu maka tidak mungkin aku mau jadi istri mu, sikap dingin nya itu!" Juwita merutuk sendirian sambil menatap mobil Radja yang kian menjauh.

"Apa apa cuma pulang sebentar dan pergi lagi, aku yakin kalau di luar dia punya kekasih lain." Juwita sudah curiga dengan suami nya itu.

Greeeep.

Saat Juwita sedang bingung untuk menebak nebak apa yang sedang terjadi pada suami nya, sebuah tangan kekar merangkul pinggang wanita ini dengan erat nya, sesaat dia terperanjat kaget namun langsung tersenyum karena dari bau nya saja dia sudah hapal. tidak lain dan tidak bukan bahwa pria yang ada di belakang nya adalah Mateo, sang berondong yang selalu ia sewa.

"Lama sekali suami mu pergi, aku sudah tidak sabar menunggu." bisik Mateo di telinga Juwita.

"Biasa lah, biar pun lama aku pun tidak melakukan apa apa dengan dia." jawab Juwita menikmati rabaan nya Mateo.

"Kau tidak boleh dengan nya, boleh nya dengan aku saja." bisik Mateo lagi yang membuat Juwita merasa bahagia karena kekasih nya posesif.

"Pindah kekamar saja." Juwita sudah tidak tahan lagi akan godaan nya Mateo.

"Kita coba di tempat baru, rumah mu kan tidak ada pembantu atau cctv nya juga." Mateo mendorong Juwita di sofa.

"Aaaahh, sayaaaangg!" Juwita sangat terpesona melihat tubuh sexy nya Mateo.

Dia menuduh Radja punya selingkuhan di luar sana sehingga tidak pernah menyentuh diri nya selama hampir satu tahun ini, namun nyata nya dia lah yang sudah bermain gila dengan pria bayaran. Juwita rela membayar seorang berondong dengan harga lima ratus ribu untuk satu hari, namun semakin hari malah Mateo semakin dekat sehingga bukan cuma lima ratus saja dalam sehari.

"Ochhhh, aaaahh nikmat nya!" Juwita menjerit karena sedang di pompa.

"Tentu nya ada bayaran lebih untuk kan?" Mateo meraba dari leher hingga kedada.

"Aaaaahhh, kau tenang saja karena aku ada sesuatu untuk mu." Juwita sampai merem melek menikmati nya.

"Sssshhh, aaaahhkkkk!" Mateo juga menggerang merasakan nikmat nya.

Tidak pernah tau bahwa sepasang mata yang penuh dendam menatap nya penuh kebencian, namun sosok yang melayang itu sama sekali tidak bisa lama di sini. kehadiran nya cuma sebentar saja dan segera pergi, bila dia memaksakan diri maka arwah nya bisa terbakar di rumah ini.

...****************...

Semilir angin menerpa pohon pisang yang berbaris sangat luas itu, dulu sama sekali tidak ada daun kering di sana, karena di tata rapi oleh tukang kebun nya. namun saat ini begitu semak belukar sehingga terasa sangat menakutkan, banyak buah yang sampai menguning dan warga tidak mau mengambil nya karena takut.

"Sudah lah yang matang ini saja, Pak." Bu Asri menyenter suami nya yang sedang mau mencuri pisang di kebun luas itu.

"Itu ada pisang kepok nya besar sekali, kalau di jual laku lima puluh ribuan itu." Pak Sarjo tertarik dengan buah nya yang besar.

"Tidak usah, kita makan saja yang mateng ini." Bu Asri takut walau dia pun juga butuh uang untuk memberi makan empat anak nya yang masih kecil.

"Kamu diam saja, aku akan mengambil yang besar itu." Pak Sarjo tidak mau mendengarkan istri nya.

"Ya Allah kok begini sekali to hidup ku, mau makan saja sampai harus mencuri." Bu Asri mengusap air mata nya dan segera pulang kerumah karena rumah nya memang dekat dengan kebun pisang ini.

Pak Sarjo masih sibuk menebang pohon dengan hati hati agar tidak menimbulkan suara, dengan uang lima puluh ribu maka bisa mendapatkan beras sekitar lima kilo bila beli di petani nya langsung. tapi kalau di toko paling kencang dapat empat kilo, bisa untuk makan tiga hari beras segitu.

"Nduk, njaluk pisang yo." Pak Sarjo memikul pisang kepok yang sangat besar.

Wuusssssh.

Angin dingin menerpa punggung nya membuat pria ini segera menoleh kebelakang, seketika dia pucat karena yang di takuti memang benar muncul. dengan tubuh yang sangat kurus dan baju compang camping, wanita itu muncul dari balik pohon pisang.

"Aaaaahhh setaaaan!" Pak Sarjo berlari kencang walau harus memikul pisang nya.

Setan yang di takuti di kebun pisang ini hanya menatap nya penuh kebencian, namun dia sama sekali tidak menimbulkan suara atau pun tangisan. memang beberapa orang yang permah bertemu dengan nya mengatakan, bahwa wanita yang ada di balik pohon pisang itu tidak pernah bersuara apa bila muncul.

"Hooosssh, hoosssssh." Pak Sarjo terengah engah dan membawa masuk pisang nya kedalam rumah.

"Ada yang melihat, Pak?" Bu Asri cepat menutup pintu.

"Tidak ada." Pak Sarjo terduduk dengan wajah pucat di dapur nya karena masih terbayang dengan wajah wanita itu.

"Sampean melihat nya ya?" tanya Bu Asri lagi karena sudah ketakutan.

"Apa sih kau ini sibuk sekali, itu besok di jual biar bisa beli beras!" Pak Sarjo tidak mau terus terang.

Bu Asri cuma menatap suami nya dengan pandangan yang amat nelangsa, meratapi hidup nya yang amat sengsara ini karena mereka memang sering mencuri, terutama di kebun pisang karena jarak nya dengan rumah sangat dekat sekali.

Jangan lupa like dan comen nya ya guys, terima kasih.

Bab 3. Di tanya Arka

"Mak, lapar." Udin anak nya Asri yang paling besar berjalan kedapur.

"Makan saja tau mu, maka nya kerja biar bisa makan!" sentak Sarjo menatap anak nya bengis sekali.

"Kamu kok ngomong nya begitu sih, Pak!" sentak Asri tidak terima suami nya berkata demikian.

"Punya anak tau nya cuma makan saja, enggak di pikirkan sengsara nya jadi orang tua! geram Sarjo membanting topi.

"Anak ada itu karena kita dan itu juga tanggung jawab kita, ada kah kau lihat orang lain menyuruh anak untuk kerja?!" Asri sudah benar benar marah.

"Sudah lah, Mak. besok aku akan kerja di tempat Pak Lurah, dia lagi butuh tenaga untuk menanam padi." Udin tidak mau bila orang tua nya bertengkar.

"Makan pisang saja ya, Le! Mamak ndak punya apa apa untuk di makan." Asri ingin menangis saat ini.

Udin cuma mengangguk dan mengambil pisang dua biji untuk mengganjal perut nya yang sangat lapar, setelah itu dia keluar rumah untuk menuju pos kumpul bersama dengan teman teman lain. padahal Udin masih seumuran dengan Arka dan juga Digo serta Riski, tapi dia sudah tidak sekolah lagi.

Tentu alasan nya karena ekonomi orang tua yang tidak mencukupi, adik Udin saja masih ada tiga yang masih kecil kecil dan dua yang sekolah dasar. satu masih sangat kecil berumur tiga tahun, Sarjo adalah tipe pria yang cuma suka membuat anak saja tapi malas kerja untuk memberi makan.

"Hei Bro, lama sekali kau datang." Riski menyambut Udin.

"Di tungguin lama sekali kau ini, ayo duduk kita main kartu." Digo juga sudah tidak sabar karena gabut.

"Makan dulu lah, aku bawa makanan ini." Arka datang sambil membawa bungkusan lima buah di tangan nya.

"Nah ini teman ku memang, ayo kita makan saja." Riski pun girang menyambut Arka.

"Ayo makan, aku beli lebih ini karena takut ada yang datang lagi." ajak Arka menepuk pundak Udin.

"Aku tidak usah lah, sudah kenyang barusan makan." tolak Udin merasa agak malu pada teman teman nya.

Sebab Udin merasa dia tidak bisa membalas mereka semua seperti ini, di antara mereka berempat cuma Udin yang tidak pernah traktir teman. selalu saja kalau tidak Arka maka yang dua, jangan kan mau traktir teman teman nya ini, mau untuk makan sendiri saja dia tidak punya uang.

"Makan lah, aku tau kau lapar." Riski menarik tangan teman nya.

"Tidak usah kau pikirkan soal balas budi, besok kalau kau gajian besar baru kau ajak kami makan." Digo memberikan satu bungkus untuk Udin yang sudah duduk.

"Kau pun seperti sama siapa saja, hal seperti itu kau pikirkan! Mama ku orang kaya, Ayah ku pengusaha laundry jadi aku banyak uang." Arka berkata sombong sambil bergurau.

Teman teman nya jadi tertawa karena Arka tidak pernah sombong, memang kalau kumpul saja baru akan ada canda tawa begini, Udin tersenyum dengan mata berkaca kaca karena senang dapat teman yang baik hati tidak pernah membully.

Kalau mau curhat ya dengan mereka juga, sebab yang lain mana bisa mau di ajak curhat, cuma teman teman yang ini yang paham akan keadaan Udin bagai mana. kadang kala mereka juga membantu, agar Udin dapat kerja memanen sawit atau menanam padi.

"Makan lah, ini bawa pulang untuk adik mu juga." Arka memberikan tiga bungkus lagi.

"Terima kasih kalian sudah sangat baik padaku." Udin mau menangis.

"Hei kau jangan menangis ya, aku lagi mau makan ini." Riski menepuk pundak Udin.

"Itu apa, Ar?" Digo malah menatap sesuatu dari kejauhan yang berwarna putih.

Arka ikut memperhatikan dengan seksama agar bisa melihat apa yang sedang melambai lambai itu, tiga teman nya sudah ciut karena tau itu hantu. Arka mengerut bingung karena itu adalah hantu yang selama ini menunggu pohon pisang, dengan langkah pasti dia mendatangi nya.

"Ar kau mau kemana woi?!" Riski ketakutan sendiri.

"Biar ku temani dia!" Udin mau mengambil senter.

"Gila kau, biar saja dia sendirian karena dia yang paham!" Digo cepat menyambar baju nya Udin.

"Tapi kasihan dia sendirian kesana?" Udin tidak tega pula melihat nya.

Arka berjalan santai dalam gelap nya malam untuk mendekati wanita yang berdiri di balik pohon pisang itu, hati Arka sudah menduga kalau wanita ini pasti ada sesuatu yang di inginkan sehingga aktif sekali menunjukan skil diri nya di hadapan semua orang yang kebetulan lewat atau pun sedang nongkrong di dekat kebun pisang yang begitu luas sekali ini.

"Kau mau apa?" Arka bertanya sambil menatap wajah nya yang rusak itu.

Kriiiik, kriiiik.

Hanya suara jangkrik saja yang terdengar karena hantu ini sama sekali tidak mau menjawab, namun mata nya menatap lurus pada mata Arka. pemuda ini bingung melihat reaksi nya yang demikian, seolah dia memang cuma mau menampakan diri saja di sini.

"Di lihat dari luka nya dia pasti meninggal dalam keadaan tersiksa parah." batin Arka menatap hantu ini.

"Aku bisa membantu mu bila kau bercerita, katakan saja kau mau apa." bujuk Arka pelan karena dia sungguh ingin tau.

Wuuusssssh.

"Malah hilang, tadi kau menampakan diri tapi pas di tanya kau malah kabur! kau mau apa?" teriak Arka bingung sendiri.

"Itu bocah kok berani sekali sih, aduh gelap nya di sana." Riski sudah cemas tidak karuan.

"Serasa ngobrol dengan besty pula, tapi setan itu kok langsung hilang barusan." Digo heran juga melihat nya.

"Apa dia takut pada Arka?" celetuk Udin yang ikut merinding.

Tampak Arka sudah kembali berjalan menuju pos kembali karena dia gagal mencari tau soal hantu wanita itu, sudah di tanya baik baik tapi dia malah pergi begitu saja, mana dia tidak tertawa atau pun menangis.

"Kan tidak mungkin ada hantu pendiam, biar di urus Bibi Maharani lah." gumam Arka sendirian.

"Gimana, apa dia takut padamu?!" Riski sudah sangat kepo.

"Hantu dari mana ya dia, di tanya tidak mau jawab." ucap Arka.

"Buseeet, kau tanya pula asal mana dia!" pekik Riski sangat syok.

"Kau kok tampan tapi aneh, giliran di ajak kenalan cewek malah menolak. ini malah hantu pula yang kau tanya asal mana!" sengit Digo.

Arka diam saja karena pikiran dia sudah di penuhi dengan tanda tanya besar, tubuh wanita itu penuh luka sehingga dia pasti di siksa, namun kenapa dia tidak mau bicara untuk mengatakan yang sebenarnya, benar benar cuma datang untuk menampakan diri saja.

**Jangan lupa like dan comen nya ya guys**.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!