FINBLOOD : RATU GELAP LAUTAN
BAYANGAN DI KABUT
[Latar: Lautan malam, kabut tebal menyelimuti kapal yang berlayar]
Gelombang malam berbisik dingin… Kabut tebal menyelimuti lautan.
SERAPHYNE
“Datanglah, jiwa-jiwa malang… ke dalam pelukanku yang abadi…”
Bernyanyi merdu, tapi dingin dan menusuk.
Kapten
“Apa itu suara nyanyian? Perhatian semua! Jangan dengar nyanyian itu!”
REED ALBRECHT
“Kapten, aku mendeteksi frekuensi aneh. Itu bukan suara manusia biasa. Hati-hati!”
IVY RUELLE
“Kita sudah tahu legenda Finfolk. Ini bukan mitos. Seraphyne sedang mendekat.”
Noah Varen
“Tapi itu cuma suara! Kita harus tetap rasional.”
SERAPHYNE
“Tenggelamlah, dan rasakan kedamaian abadi…”
Kapten
“Semua bersiap! Kita akan melewati badai ini…”
Tapi malam itu, lautan berubah menjadi kuburan. Seraphyne, putri laut yang brutal, telah memulai perburuan...
Noah Varen
“Kapal mulai oleng! Ini bukan badai biasa!”
IVY RUELLE
“Seraphyne… dia mengendalikan kabut ini. Kita harus tetap tenang.”
REED ALBRECHT
“Siapkan senjata! Aku nggak akan biarin makhluk itu main-main sama kita.”
Kapten
“Semua ke pos jaga! Jangan beri kesempatan dia menguasai kita!”
SERAPHYNE
“Jangan lawan, kalian hanya akan mempercepat kematian…”
Di tengah kabut pekat, sosok Seraphyne mulai tampak. Matanya ungu menyala, rambutnya melambai seperti bayangan kematian.
IVY RUELLE
“Aku pernah melihat dia… dan aku tahu apa yang akan terjadi jika dia berhasil.”
Noah Varen
“Kita harus cari cara melawan. Ini bukan lagi soal percaya atau tidak, ini soal bertahan hidup.”
REED ALBRECHT
“Aku akan usir dia dari sini… atau dia mencoba mati.”
Malam itu, pertarungan antara manusia dan makhluk laut yang haus darah pun dimulai...
OMBAK DARAH
[Latar: Dek kapal bergetar, air laut mulai naik, suara nyanyian makin memekakkan]
SERAPHYNE
“Kemarilah… tenggelam bersamaku… kalian akan menjadi bagian dari kerajaan laut.”
Kapten
“Tutup telinga kalian! Jangan dengarkan dia!”
Beberapa awak kapal mulai berjalan ke arah pagar kapal… wajah kosong, mata berkaca-kaca, seperti terhipnotis.
IVY RUELLE
“Mereka kena dampak suara siren! JANGAN DEKATI AIR!”
REED ALBRECHT
(melemparkan pisau ke tali layar)
“AKU BILANG JANGAN DENGARKAN DIA!”
(berlari menarik salah satu awak kapal kembali)
Noah Varen
(mengaktifkan alat di tangannya)
“Ini frekuensi penyeimbang suara. Harusnya bisa memecah gelombang vokal siren…”
SERAPHYNE
(tersenyum licik)
“Kau pikir bisa kabur? Ibuku menunggumu di dasar laut…”
Gelombang tinggi tiba-tiba menghantam kapal. Dari ombak muncul sosok lain…
Matanya merah darah. Kulitnya retak seperti porselen tua.
Ratu Moirenne telah bangkit.
Ratu Moirenne
“Manusia… kalian telah merusak lautan kami. Kini saatnya kalian membayar.”
REED ALBRECHT
(bersiap dengan senapan)
“Dua siren?! Sial… kita butuh keajaiban.”
IVY RUELLE
(pelan)
“Bukan keajaiban… kita butuh seseorang yang tahu rahasia mereka.”
Malam terus bergulir… dan darah pertama pun terciprat ke dek.
Pertempuran sudah dimulai.
[Latar: Dek kapal, badai masih mengamuk. Tubuh awak kapal tergeletak. Beberapa sudah tak bernyawa.]
Noah Varen
(napas tersengal)
“Kita… kehilangan hampir setengah kru…”
IVY RUELLE
(membasuh darah di pipi)
“Mereka tidak mati karena luka… tapi karena suara itu. Otak mereka meleleh perlahan.”
REED ALBRECHT
(memeriksa tubuh salah satu kru)
“Dia mati dengan mata terbuka. Pupilnya… bolong.”
SERAPHYNE
(di ujung kapal, menyanyi pelan)
“Lautan memelukmu… lebih hangat dari dunia manusia…”
Ratu Moirenne melayang di atas air, tubuhnya dikelilingi pusaran darah dan arwah-arwah yang berteriak dari dasar laut.
Ratu Moirenne
“Kalian tak pantas hidup. Kalian mencemari, membunuh, dan menginjak-injak kerajaan kami.”
IVY RUELLE
(desis pelan)
“Mereka bukan cuma siren… mereka adalah penguasa kematian laut.”
Noah Varen
(membuka jurnal tua)
“Di sini tertulis… hanya satu cara membungkam suara mereka: darah sesama.”
REED ALBRECHT
“Kau serius? Kita harus buat mereka saling melukai?”
Di kejauhan, Seraphyne menoleh ke arah ibunya.
Wajahnya tiba-tiba murung… tangannya bergetar. Apakah ada konflik dalam dirinya?
SERAPHYNE
(batin)
Mengapa aku merasa… ini bukan sekadar balas dendam?
Ratu Moirenne
(teriak)
“BUNUHLAAH MEREKA, ANAKKU!”
SERAPHYNE
(pelan)
“…Ya, Ibu.”
Tapi di hatinya… badai lain mulai berkecamuk. Dan darah belum berhenti mengalir malam itu.
TANGISAN DARAH
[Latar: Badai mulai mereda. Langit kelabu. Mayat berserakan. Di kejauhan, Seraphyne berdiri sendiri di ujung kapal.]
Di balik sorot matanya yang dingin… ada riak kecil yang menolak kekejaman itu.
SERAPHYNE
(berbisik pelan)
“Mereka… terlihat seperti manusia itu. Yang dulu pernah menolongku…”
[Kilas balik – 300 tahun lalu, desa nelayan]
Moorenne Muda
“Tenang, sayang. Ibu akan membuat mereka semua merasakan apa itu terbakar…”
Sejak hari itu, lautan menjadi tempat dendam. Dan Seraphyne… tak pernah lagi bernyanyi dengan hati.
[Kembali ke kapal sekarang]
IVY RUELLE
“Lihat matanya… dia ragu. Dia… mungkin bisa dipatahkan.”
REED ALBRECHT
(genggam senjata)
“Jangan bodoh, Ivy! Dia sudah bunuh belasan orang!”
Noah Varen
“Tapi kalau kita bisa memecah hubungannya dengan ibunya… mungkin kita bisa selamat.”
Ratu Moirenne
(teriak keras dari laut)
“Anakku! Bunuh mereka! ATAU AKU YANG AKAN MEMUSNAHKANMU JUGA!”
SERAPHYNE
(berbisik, berlinang air mata darah)
“Jadi, bahkan aku tak lebih dari alatmu, Ibu?”
Angin kembali berembus. Tapi kali ini… bukan nyanyian yang terdengar dari Seraphyne.
Melainkan… tangisan.
SERAPHYNE
(menatap Ivy):
“Kau… kenapa kau tak takut padaku?”
IVY RUELLE
(pelan):
“Karena aku tahu bagaimana rasanya dibentuk oleh luka.”
Untuk pertama kalinya… kematian berhenti. Tapi apakah Seraphyne akan melawan ibunya? Atau jatuh makin dalam ke kegilaan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!