"Siapa yang memberikanmu kepercayaan diri untuk datang ke sini?" Memakai gaun biru tua dengan detail gemerlap diatasnya, Cassie Night menatap tak senang pada Aleena Clark—sang sahabat yang telah menikamnya dari belakang.
Maka dari itu, Cassie tidak lagi menganggap Aleena sebagai sahabat, melainkan musuhnya.
"Tentu saja Felix yang memberikannya." Aleena memasang senyum terbaiknya sambil membalas tatapan Cassie dengan keangkuhan yang dihiasi provokasi, dia bahkan sangat percaya diri ketika menambahkan, "Jangankan hanya mengundangku ke pesta ulang tahun pernikahan kalian, dia bahkan bersedia meninggalkanmu jika aku memintanya."
Ya, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Cassie dengan Felix yang ke tujuh tahun.
Perjamuan besar hari ini sudah dari jauh hari direncanakan oleh Felix, dia mengundang semua teman, mitra kerj, bahkan sengaja mengundang ratusan awak media untuk meliput hari bahagianya bersama Cassie.
Namun, yang tidak Cassie duga adalah Felix juga mengundang Aleena di hari bersejarah itu.
Padahal, Felix jelas tahu hubungan Aleena dan Cassie sangat buruk.
Itu karena, minggu lalu Cassie tidak sengaja menangkap basah Felix dan Aleena tengah bermesraan.
Cassie menggenggam erat gelas anggur di tangannya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak terpancing emosi oleh kata-kata Aleena.
Tidak diragukan lagi, Aleena memang mampu mempengaruhi Felix.
Cukup dengan satu panggilan telepon saja, Aleena bisa membuat Felix meninggalkan Cassie entah bagaimanapun situasinya.
"Oh, ya?" Cassie mengangkat sebelah alisnya, sementara senyum miring menghiasi wajah cantiknya. "Kalau begitu, kenapa kamu tidak mencoba meyakinkan Felix untuk menceraikan aku?"
Aleena terbungkam, dia juga menggertakkan giginya dengan keras hingga rongga mulutnya hampir mengeluarkan darah segar.
Bukannya Aleena tidak tahu, Cassie telah melayangkan gugatan cerai kepada Felix begitu mengetahui perselingkuhan mereka.
Tidak hanya menolak bercerai, Felix bahkan berlutut sehari semalam di bawah hujan salju. Dia juga menggunakan kedua anaknya untuk membujuk Cassie.
Sialnya, Cassie bersedia memaafkan dan memberikan kesempatan kedua untuk Felix karena tidak ingin kedua putranya kehilangan sosok ayah di usia mereka yang masih sangat kecil.
Aleena dengan erat mengepalkan kedua tangan yang menggantung di kedua sisi tubuhnya, dia memang mampu menggerakkan hati Felix untuk menduakan Cassie.
Namun, meyakinkan Felix untuk menceraikan Cassie belum bisa dia lakukan hingga saat ini.
'Apa yang Felix lihat dari wanita ini? Kenapa dia menolak menceraikannya?' Aleena menatap Cassie dari ujung kepala sampai ujung kaki, perasaan iri-dengki pun mulai menggerogoti hatinya.
Harus dia akui, Cassie tidak hanya terlahir dengan sendok emas di mulutnya, tetapi juga memiliki paras yang sangat cantik.
Kelap-kelip pada gaun Cassie seperti bintang dari langit malam yang dipetik hanya untuk menyempurnakan sosoknya.
Tatapan Aleena jatuh pada kalung berlian yang memperindah leher jenjang Cassie, itu adalah karya terakhir Jessica Earl sebelum memutuskan untuk hiatus.
Hati Aleena semakin berdarah ketika mengingat kalung yang diberi nama 'True Love' itu dimenangkan oleh Felix pada acara lelang amal hanya untuk diberikan kepada Cassie.
Dia sempat merayu Felix untuk memberikan 'True Love' padanya, tetapi Felix dengan kesadaran penuh malah memberikan 'True Love' pada Cassie.
Sebagai gantinya, Felix hanya memberikannya kalung berlian ratusan juta yang masih tidak sebanding dengan True Love.
'Aku juga bekerja keras, tapi kenapa semua hal baik hanya menjadi miliknya?!' Aleena mencoba mengendalikan perasaan iri yang semakin menggerogoti hatinya, dia sangat mendambakan keberuntungan yang mengelilingi Cassie.
Tidak hanya cantik, Cassie juga menjadi putri bungsu yang dimanja oleh seluruh keluarga seolah-olah dia adalah harta karun.
Memiliki Felix Murphy yang kaya-raya dan penyayang sebagai suami seakan menjadi pelengkap keberuntungan Cassie.
Aleena menggertakkan giginya dan menggeram di dalam hati. 'Apa Tuhan tidak punya mata sehingga hanya berpihak padanya?'
"Cassie, memangnya kenapa jika Felix menolak bercerai denganmu?" Aleena mengembalikan kepercayaan dirinya dan menatap angkuh pada Cassie sambil berkata, "Bagaimanapun, di hati Felix hanya ada aku!"
"Apa gunanya memiliki hatinya?" Cassie mencebik sinis, dia tidak lagi peduli pada siapa hati Felix tertaut. "Selama aku menyandang status sebagai Nyonya Murphy walau sehari saja, kau hanya akan menjadi orang ketiga yang tidak akan pernah bisa berdiri dengan penuh percaya diri di sampingnya."
"Kau!" Aleena menggeram tertahan, sebelum akhirnya memperhatikan sekeliling hanya untuk memastikan tidak ada tamu yang menyadari emosinya hampir melambung tinggi.
Jika tidak mengingat dirinya tengah berada di keramaian pesta megah yang diselenggarakan oleh Felix, Aleena pasti sudah mencabik-cabik mulut beracun Cassie.
'Cassie, tunggu saja ... aku pasti akan membunuhmu!' Aleena menatap Cassie dengan tatapan yang kental dengan niat membunuh.
Dalam hitungan detik, Aleena berhasil mengendalikan emosinya dan tersenyum mengejek sambil berkata dengan sarkas. "Dalam suatu hubungan, orang yang tidak dicintailah yang lebih pantas disebut orang ketiga!"
Cassie memutar bola matanya dengan jengah. "Terserah kau saja!"
Cassie terlalu malas meladeni Aleena, dia juga tidak ingin berebut cinta dari pria yang tidak setia.
Jadi, dia pun berniat pergi.
Namun, kata-kata Aleena selanjutnya berhasil menghentikan niat dan langkah kaki Cassie.
"Cassie, akan kutunjukkan padamu di mana letak hati Felix!" Aleena memamerkan senyum liciknya sambil melirik Felix yang sedang berbincang dengan beberapa rekan kerja dan hanya berjarak beberapa meter saja.
Cassie belum sempat bereaksi, dia hanya bisa menatap bingung pada Aleena yang tiba-tiba menarik tangannya dan melompat ke dalam kolam renang.
Kejadiannya begitu cepat sehingga Cassie tidak bisa menghindar, dia pun hanya bisa pasrah membiarkan tubuhnya memancing riak air kolam sampai melambung keluar.
"Ada yang jatuh ke dalam kolam!"
"Itu Nyonya Murphy dan Nona Clark, cepat selamatkan mereka!"
Para tamu mulai mendekat untuk menyaksikan kegaduhan, ada juga beberapa orang yang berteriak meminta bantuan.
Felix juga tidak ketinggalan, dia berdiri di pinggir kolam dengan perasaan gamang begitu menyadari yang tenggelam adalah Cassie dan Aleena.
Mereka berdua memiliki porsi masing-masing di hati Felix, membuatnya bingung harus memilih menyelamatkan Cassie terlebih dahulu ataukah Aleena.
"Felix, tolong aku!" Aleena yang berpura-pura akan tenggelam berteriak ke arah Felix sambil melambaikan tangannya.
Teriakan itu menyadarkan Felix yang segera mengangkat pandangannya dan menyaksikan Aleena hampir tenggelam.
Tanpa berpikir panjang, Felix pun segera terjun ke dalam kolam demi menyelamatkan Aleena.
Di sisi lain, Cassie hanya bisa menyaksikan tindakan Felix dengan hati yang remuk seolah-olah ada tangan tak kasap mata yang merematnya.
Di tengah keputusasaan, Cassie tetap berjuang agar dirinya tidak ditelan air kolam.
Namun, sekuat apa pun dia berusaha naik ke atas, Cassie justru merasa dirinya tenggelam semakin dalam.
"Felix ... tolong!" Cassie tidak bisa berteriak keras seperti Aleena, tetapi gumaman lemahnya itu masih mampu menarik perhatian Felix yang berusaha keras membawa Aleena ke pinggiran kolam.
'Felix, kamu tahu aku tidak bisa berenang, tapi kamu malah mengabaikan aku demi menyelamatkan Aleena.' Cassie menelan kekecewaannya dan memejamkan matanya dengan pasrah, membiarkan tubuhnya melayang ke dasar kolam.
'Felix, aku menyesal ... aku menyesal telah memaafkan dan memberikanmu kesempatan kedua, aku lebih menyesal lagi menikahimu.'
'Jika kehidupan selanjutnya benar-benar ada, aku berharap Tuhan tidak akan pernah mempertemukan kita lagi ....'
"Felix?" Cassie membuka matanya, sorot bingung pun seketika menghiasi netranya ketika wajah sang suami hampir memenuhi indera penglihatannya yang sedikit buram.
"Iya, ini aku." Felix tersenyum lembut dan dengan gerakan paling halus dia meletakkan tubuh Cassie yang berada di dalam gendongannya ke atas ranjang besar. "Kamu istirahatlah dulu, aku masih harus menemui klien."
Setelah mengatakan itu, Felix mengecup kening Cassie dengan mesra, sebelum akhirnya menarik selimut untuk menghangatkan tubuh sang istri.
"Klien?" Kerutan di dahi Cassie terlihat semakin jelas.
"Iya, Sayang," kata Felix dengan gemas mencubit pipi Cassie. "Apa seteguk alkohl membuatmu lupa kalau malam ini kamu menemaniku ke perjamuan untuk menemui klien?"
'Tempat perjamuan?' gumam Cassie di dalam hati, kebingungan jelas semakin melanda dirinya. 'Bukankah aku seharusnya berada di rumah sakit?'
Seingat Cassie, dia dijatuhkan ke kolam renang oleh Aleena dan tenggelam karena tidak bisa berenang.
Dia pikir, dirinya bisa bangun karena berhasil diselamatkan dan seharusnya tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
Namun, kenapa malah menemani Felix menemui klien?
Tunggu dulu!
Cassie langsung memperhatikan sekeliling begitu sebuah ingatan dan pemikiran melintas di kepala kecilnya.
'Ini ... villa Keluarga Murphy?' Bola mata Cassie tampak membesar, tetapi Felix masih saja tidak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada sang istri. 'Kalau begitu ....'
Pemikiran Cassie terhenti ketika suara Felix yang diselimuti kasih sayang kembali berkumandang. "Kamu tidur saja dulu, begitu selesai ... aku akan langsung kembali dan menemanimu di sini."
Setelah berbicara, Felix menepuk lembut kepala Cassie seolah-olah wanita itu adalah kucing peliharaannya yang imut dan patuh.
Cassie menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk senyuman lembut, tetapi ekspresinya berubah drastis ketika Felix sudah berbalik dan pergi.
Hanya ada sorot dingin yang menghiasi netra Cassie, bahkan bibir tipisnya membentuk senyuman sinis saat dirinya mendengus, "Hah! Jika aku tidak bangkit dari kematian, aku pasti masih tertipu dengan kelembutanmu."
Cassie ingat, di kehidupan sebelumnya dia memang pernah menemani Felix menghadiri perjamuan yang diselenggarakan oleh Keluarga Murphy di Villa Angin.
Malam itu, kejadiannya sama persis dengan yang terjadi saat ini.
Cassie hanya meneguk sedikit alkohl yang disuguhkan oleh Aleena, tetapi tubuhnya tiba-tiba saja terasa lemah seolah-olah dia telah kehilangan seluruh tenaganya.
Kemudian, Aleena dengan baik hati mengingatkan Felix untuk mengantarkan Cassie beristirahat.
Begitu saja, Felix pun membawa Cassie ke kamar mereka.
Yang terjadi selanjutnya ....
Seorang wanita tiba-tiba saja menarik tangan Felix dan mendorongnya ke dinding.
"Aleena, kenapa kamu di sini?" Felix terkejut karena tindakan Aleena, dia lebih tidak menduga wanita itu akan berani muncul di kamar pribadinya dengan Cassie.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh menemuimu?" Aleena memasang ekspresi cemberut di wajahnya, sementara tangannya dengan nakal menjalar di atas jas yang dikenakan Felix.
"Boleh, kamu tentu saja boleh menemuiku kapan pun kamu mau. Namun, tidak di sini ...." bisik Felix sambil ke arah ranjang, dia menghela nafas lega begitu mendapati Cassie masih memejamkan mata dengan damai.
"Kenapa? Kamu takut dia mengetahui skandal kita?" Aleena semakin berani, dia mengalungkan kedua tangannya ke leher Felix dan berbisik lirih. "Tenang saja, dia tidak akan bangun karena aku mencampurkan obat tidur ke dalam minumannya."
Mendengar itu, barulah Felix mengerti mengapa Cassie tiba-tiba menjadi lemah dan terlihat menguap beberapa kali seolah-olah wanita itu telah bergadang selama berhari-hari.
Pada saat yang sama, Felix juga menjadi jauh lebih tenang dan tidak lagi menahan diri untuk menyambut provokasi asmara dari Aleena.
Dia tidak tahu saja, yang diberikan Aleena pada Cassie bukanlah obat tidur, melainkan obat untuk melemahkan sistem saraf.
"Karena kamu terus mengabaikan aku untuk memanjakan Sisie hingga membuat bayi kita tidak senang, maka kamu harus memberikan kompensasi yang layak untukku."
Seperti ikan yang disuguhkan umpan, Felix tampak bersemangat mengambil alih kendali. Dia berbalik mendorong tubuh Aleena ke dinding, lalu mulai menyerangnya dengan ganas.
'Cassie, seharusnya kamu menyerah, kan?' Aleena sangat menikmati serangan Felix, dia juga diam-diam tersenyum licik ke arah ranjang. 'Hanya jika kamu menyerah, aku dan bayi dalam kandunganku akan menikmati kemewahan.'
Tanpa sepengetahuan Felix, Cassie yang berpura-pura tidur hanya bisa meneteskan air mata kesakitan dalam diam.
Meski sudah pernah mengalami kejadian serupa di kehidupan sebelumnya, pengkhianatan Felix dan Aleena tetap saja masih menyakitinya.
Itu seperti pukulan ganda yang menghantam hatinya!
Namun, rasa sakit, sedih, dan kecewa yang tengah membaur menjadi satu di dalam diri Cassie tidak membuatnya bangkit dari tempat tidur hanya untuk menangkap basah perselingkuhan Felix dan Aleena.
Dia tidak ingin gegabah seperti yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya ....
Cassie turun dari ranjang, dia melangkah pelan mendekati pasangan haram yang masih dimabuk asmara itu.
Cassie merasa setiap langkah yang diambilnya begitu berat seolah-olah ada beban yang terikat di kakinya.
Dari kejauhan, Aleena yang sudah menyadari keberadaan Cassie justru menatapnya dengan menantang sambil memamerkan senyum provokasi.
Cassie mengabaikan Aleena, dia berhenti di belakang Felix dan menegurnya dengan tenang. "Felix ...."
Mendengar suara familier yang begitu tenang, Felix menghentikan aksinya dan menegang sejenak, sebelum akhirnya segera berbalik.
"Sisie ...." Felix menatap Cassie dengan gugup, lalu melirik Aleena dengan tatapan menyalahkan sambil mengeluarkan suara yang cukup pelan. "Bukankah kamu bilang dia tidak akan bangun?"
"Aku juga tidak tahu kenapa bisa begini," balas Aleena memasang ekspresi takut yang dibuat-buat.
Berbeda dengan Felix, Cassie justru sangat tenang seolah-olah percintaan sang suami dengan sang sahabat tidak melukai hatinya dengan kejam.
Melihat Cassie begitu tenang, Felix malah semakin terguncang seolah-olah ada ombak besar yang menghantamnya. "Sayang, kenapa kamu bangun?"
"Kalau aku tidak bangun, bagaimana aku bisa mengetahui perbuatan kalian yang sangat menjijikkan ini?" sarkas Cassie sambil melayangkan tatapan jijik ke arah Felix dan Aleena seolah-olah tengah menatap hama.
"Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat ...." Felix mendekat, mencoba meraih pergelangan tangan Cassie hanya untuk memberikan penjelasan.
Jika sebelumnya Cassie senang dipanggil 'sayang' oleh Felix seolah-olah dialah wanita yang paling dicintai di muka bumi ini, sekarang panggilan itu malah terasa sangat menjijikan.
"Jadi seperti apa?" Cassie mengangkat sebelah alisnya dengan sinis. "Apakah Aleena yang merayumu, atau kamu dalam keadaan tidak sadar saat ini?"
Tidak memberikan kesempatan pada Felix untuk beradu argumen dengannya, Cassie kembali bersuara. "Felix, sebelum kamu memberikan alasan, pastikan kamu sendiri mempercayai alasan yang kamu buat."
Aleena diam-diam tersenyum miring, tetapi ekspresinya segera berubah menyedihkan ketika berkata, "Sisie, jangan salahkan Felix ... salahkan saja aku."
"Kau diam!" bentak Cassie, amarah mulai menyulut dirinya. "Tidak ada tempat untukmu berbicara di sini!"
"Felix ...." Aleena menatap Felix dengan mata berkaca-kaca, berharap pria itu memberikan pembelaan untuknya.
Bukannya membela sesuai keinginan Aleena, Felix justru menegurnya sambil mendelik tak senang. "Diamlah."
Mana mungkin dia masih punya waktu membujuk Aleena, sementara Cassie saja belum ditangani dengan baik.
Aleena segera menunduk dengan wajah cemberut, tetapi kedua tangan yang mengepal di kedua sisi tubuhnya justru menunjukkan betapa geramnya dia saat ini.
"Cassie sialan!" gerutu Aleena di dalam hati.
"Sayang, dengar—"
"Felix, ayo, bercerai," sela Cassie masih dengan sikap tenang yang membuatnya tampak berkelas. "Besok aku akan meminta pengacaraku mengurus kontrak perceraian, mari kita menyelesaikan prosedurnya secepat mungkin."
Setelah mengatakan itu, Cassie langsung meninggalkan Villa Angin tanpa memperdulikan senyuman kemenangan yang menghiasi wajah Aleena.
Dia juga tidak menghiraukan panggilan dan kejaran sang suami di belakangnya, bahkan tatapan ingin tahu dari orang-orang sekitar pun tak diindahkannya.
Namun, Cassie malah bimbang bercerai dari Felix begitu sang suami mendatanginya bersama kedua anaknya dan mengatakan mereka membutuhkan keluarga yang utuh.
Keteguhan Felix saat berlutut di tengah hujan salju selama sehari semalam semakin membuat hati Cassie goyah, hingga akhirnya dia luluh dan bersedia memaafkan sang suami serta memberikan kesempatan keduaa padanya.
Di kehidupan ini ....
"Aku akan mengubah takdirku sendiri dan tidak akan membiarkan jalamg itu mendapatkan apa yang diinginkannya!" Cassie diam-diam mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
"Felix, aku juga tidak menginginkanmu lagi!" tambah Cassie sambil memejamkan matanya, membiarkan suara-suara menjijikkan Aleena menghiasi indera pendengarannya hingga menghujam jantung hatinya.
"Anggap saja pengabdianku sebagai seorang istri selama tujuh tahun ini seperti memberi makan pada anjin!"
"Nyonya Murphy, ini adalah dokumen kematian palsu untuk Anda dan kedua anak Anda yang dijadwalkan seminggu kemudian." Petugas wanita yang mengenakan pakaian formal menyodorkan sebuah dokumen ke arah Cassie.
Tanpa ragu, Cassie mengambil alih dokumen itu dan membacanya sejenak.
"Nyonya, apa yang terjadi? Kalian berdua jelas pasangan paling bahagia di dunia."
Rasa ingin tahu sang petugas begitu tinggi, dia sungguh tidak mengerti kenapa Cassie memilih menghilang dari kehidupan suaminya dengan cara seperti ini.
Padahal, Felix Murphy adalah suami idaman hampir seluruh wanita di dunia!
Bahkan, tidak sedikit pasangan muda yang mengidolakan kehidupan harmonis dalam rumah tangga Felix dan Cassie.
Bagi mereka, Felix dan Cassie adalah pasangan yang dibuat disurga dan layak menjadi teladan.
Sang petugas yakin, jika wanita di luar sana mengetahui rencana Cassie saat ini, mereka pasti dengan senang hati membuat barusan antrian demi menjabat sebagai Nyonya Murphy.
"Ya, kami memang pasangan paling bahagia di dunia." Cassie senyum miris, sebelum akhirnya bergumam di dalam hati. 'Namun, dunia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara kami selama tujuh tahun ini.'
Detik selanjutnya, Cassie meraih pena dan berniat menandatangani dokumen yang telah selesai dibacanya.
Namun, petugas wanita itu tiba-tiba saja meletakkan kedua tangannya di atas dokumen tersebut sambil bertanya, "Nyonya, apa Anda tidak ingin mempertimbangkannya lagi?"
Sang petugas mencoba yang terbaik untuk meyakinkan Cassie agar menarik kembali keputusannya. "Tuan Murphy sangat mencintaimu, jika kamu menghilang dengan cara seperti ini ... dia akan mati."
Cassie terdiam, dia sama sekali tidak memungkiri perasaan Felix padanya.
'Memang benar, Felix sangat mencintaiku. Dia bahkan rela mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanku.'
Saat itu, aku dan Felix berencana menikah pada awal musim semi.
Namun, Keluarga Murphy dari cabang kedua yang merupakan paman Felix tidak menginginkan pernikahan kami diselenggarakan.
Bagaimanapun, Keluarga Night secara alami akan menjadi pendukung terkuat Felix jika putri kesayangan mereka masuk ke Keluarga Murphy.
Dan Leon Murphy tidak rela haknya sebagai pewaris jatuh ke tangan Felix!
Itu sebabnya, Leon menyabotase mobil Felix sehingga kecelakaan pun tak terelakkan.
Ketika terpaksa menghantam pohon besar demi menghindari sebuah truk, Felix dengan cepat memelukku, menjadikan tubuhnya sebagai tameng.
Dalam keadaan berdarah-darah seperti itu, Felix bahkan masih sempat bertanya, Sisie, apa kamu baik-baik saja?
Setahun kemudian, Felix mengambil alih Keluarga Murphy dan hal pertama yang dia lakukan adalah membalaskan dendam untukku.
Namun, tidak peduli betapa dalamnya perasaan itu, tidak akan mampu menahan berlalunya waktu dan godaan wanita muda.
Cassie menarik kedua sudut bibirnya, senyuman yang menghiasi wajahnya tampak begitu menyedihkan.
Dua tahun Felix mengejarnya dengan cara merendahkan diri, lalu membuat lamaran romantis di atas kapal pesiar sehingga membuat hampir seluruh wanita di ibukota cemburu.
Kemudian, kami menikah tujuh tahun lalu dan memiliki dua anak.
Kami selalu menjadi pasangan paling sempurna dan bahagia di mata orang luar, tapi hanya aku yang tahu, laki-laki cerdas yang hanya memiliki aku di mata dan hatinya ... laki-laki yang bertanya bagaimana keadaan Sisie ketika bangun dari cederanya, sudah tidak seperti dulu lagi.
Melihat Cassie hanya diam dan tidak berniat mundur, petugas itu pun menghela nafas pasrah sambil berkata, "Nyonya, jika tidak ada masalah, tolong ditandatangani."
Cassie tersadar dari lamunannya dan kembali tersenyum.
Meski senyumannya tampak lebih lebar, tetapi senyuman itu tidak sampai ke matanya.
Jelas, tidak ada kebahagiaan yang terlukis di wajahnya cantik Cassie!
"Kamu akan mengerti suatu saat nanti bahwa cinta bukanlah satu-satunya hal yang bisa kamu andalkan." Cassie tanpa ragu mengayunkan jemarinya yang tengah memegang pena di atas dokumen.
Detikcom selanjutnya, Cassie menyodorkan dokumen itu ke arah petugas sambil berkata, "Uang yang kamu dapatkan dari titik keringatmu selalu lebih dapat diandalkan daripada kata-kata manis pria."
***
Masih mengenakan kemeja putih dan celana jeans, serta kaca mata hitam, Cassie memasuki sebuah gedung bertingkat dengan langkah pasti.
Dia tampak begitu elegan sehingga tidak ada sepasang mata pun yang berani mengabaikan sosoknya, dan itu membuatnya menjadi pusat perhatian.
Cassie menurunkan sedikit kaca mata hitamnya demi nenilik beberapa bangunan miniatur yang dipajang dengan estetik dan rapi.
"Nona, apa yang bisa saya bantu?"
Karena kedatangan Cassie begitu mengundang perhatian, Manager Zhang langsung turun tangan menghadapinya.
"Berapa harga rumah Anda per meter persegi?" tanya Cassie dengan nada dan ekspresi serius.
"Kami memiliki lokasi terbaik di kota, harga rata-ratanya adalah 200.000 per meter persegi."
Mendengar itu, Cassie langsung mengeluarkan sertifikat rumah dari tas tangannya dan melemparkannya ke atas meja. "Tolong lihat rumah ini, kira-kira berapa nilai jualnya?"
Manajer Zhang agak terkejut.
Awalnya, dia mengira Cassie datang untuk membeli rumah.
Tidak tahunya, dia malah berniat menjual rumah.
Manajer Zhang menghela nafas, dia pun mengambil sertifikat itu.
Ekspresi terkejut semakin menghiasi wajah Manajer Zhang, tetapi dia juga tampak bersemangat di detik selanjutnya. "Nona, rumah Anda adalah yang terbaik di lingkungan kami, ini bernilai minimal 50 juta."
Cassie tersenyum puas. "Bantu saya menjualnya seharga 40 juta."
"Kami adalah pusat penjualan, bukan agen real estate." Manajer Zhang membuang wajahnya ke samping, sementara sertifikat rumah masih berada di dalam pelukannya seolah-olah dia tidak rela melepaskan buku berwarna merah itu.
"30 juta."
"Anda menempatkan saya dalam posisi yang sulit," kata Tuan Zhang berpura-pura enggan.
Cassie mendengus dan memutar bola matanya dengan jengah. "20 juta."
Tuan Zhang menjadi bersemangat dan tersenyum sumringah. "Baiklah, saya akan segera mengurus proses jual-beli rumah ini untuk Anda."
Setelah mengatakan itu, Tuan Zhang pun dengan cepat berlalu.
"Ingatlah untuk membayar penuh," kata Cassie setengah berteriak.
Tuan Zhang pun dengan cepat membalas, "Baik, Nona ... jangan khawatir!"
Cassie tersenyum puas, dia berjalan menuju ke sebuah sofa yang dilengkapi meja dan duduk di sana dengan tenang.
Jika dipikir-pikir kembali, memang rugi menjual rumah senilai 50 juta hanya dengan 20 juta.
Namun, ....
'Itu bukan rumahku dan aku tidak mengalami kerugian apa pun!' Cassie tersenyum licik. 'Karena aku tidak lagi tinggal di rumah itu, maka jual saja.'
Setelah kepergiannya, Cassie tidak berniat membiarkan Aleena menjalani hari-hari baik di rumah pernikahannya dengan Felix.
"Ah, aku jadi penasaran bagaimana ekspresi Aleena begitu tahu rumah yang telah dia idam-idamkan sejak lama telah dijual dengan harga murah." Cassie hampir tertawa ketika otak kecilnya mencoba membayangkan wajah murung Aleena.
Meskipun Felix membelinya lagi, Aleena pasti akan tetap kesal, kan?
Bagaimanapun, yang Aleena inginkan bukanlah rumah, melainkan makna dari rumah itu sendiri.
Jika dijual dengan harga murah, bukankah artinya rumah itu tidak berarti bagi Cassie?
"Mereka yang tidak bisa memanfaatkan uang adalah orang bodoh. Rumah laki-laki tidak bisa ditinggali, tapi masih bisa dijual."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!