Aira Tanisa .
Seorang wanita muda berusia 27 tahun. Bekerja di sebuah perusahaan besar dan menjadi seorang manajer yang cukup diperhitungkan.
Ia bekerja di perusahaan Santoso, perusahaan yang berkembang di negara ini dan memiliki kekuasaan dalam bidang perekonomian.
Aira Tanisa sudah bekerja di perusahaan itu selama 4 tahun. Ia sangat menikmati hari-harinya dan bekerja dengan sepenuh hatinya.
Bahkan ia memiliki gaji yang cukup fantastis untuk memenuhi semua kebutuhannya. Meski begitu Aira Tanisa masih memilih tinggal di kediaman orang tuanya.
Sebagai anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, Aira memang sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Tapi itu semua tidak membuat Aira menjadi wanita yang malas untuk bekerja.
Pulang bekerja dari kantor hari ini, Aira sedikit heran ketika mamanya memerintahkan ia untuk mandi dan mengenakan sebuah dress yang terlihat begitu cantik.
Meski ia sangat penasaran kenapa ia disuruh mengenakan dress itu. Namun Aira tidak menolak permintaan mamanya. Ia beranggapan mungkin saja malam ini mereka akan makan malam di luar dan merayakan sesuatu.
Bisa saja bukan? Pemikiran itu membuat Aira melangkah ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Sedikit bersenandung kecil menikmati air yang mengalir membasahi seluruh tubuhnya. Hingga membuat perasaannya lebih segar kembali.
Usai mandi, ia mengenakan dress itu dan sedikit merias wajahnya.
'Klek!'
Pintu kamar yang dibuka mengalihkan perhatian Aira melihat mamanya memasuki kamar itu.
Mamanya yang bernama Aluna, tersenyum lembut melihat putri semata wayang yang telah rapi dan terlihat begitu cantik.
"Sebenarnya kita mau merayakan apa ma?" Aira semakin tidak sabar.
Ia semakin bingung dan penasaran atas sesuatu yang harus mereka rayakan.
Aluna berjalan mendekati Aira dan mengelus luncak kepala putrinya dengan perlahan. Sebagai anak perempuan satu-satunya dan anak paling bungsu, Aluna sangat menyayangi Aira.
Kedua kakaknya telah menikah dan memiliki keluarga masing-masing. Karena itulah, hanya Aira anak mereka yang belum menikah.
"Papa akan kedatangan beberapa tamu malam ini ke rumah." Aluna mencoba menjelaskan dan menatap pantulan sang putri dari cermin tersebut.
"Mereka datang ingin berbicara hal yang sangat serius bersama dengan papamu Aira." Ia kembali berbicara dengan nada yang lebih lembut. Memandangi sang putri yang setia mendengar penjelasan darinya.
"Dan untuk itu kamu diharapkan agar ikut menemani Papa dan Mama, menyambut mereka nantinya." Aluna kembali bersuara.
"Baiklah mama. Aira pasti akan menyambut tamu Papa dengan baik." Dengan mengangguk kecil Aira meyakinkan mamanya dan menggenggam jemari mamanya.
"Tapi ada urusan apa sehingga mereka mendatangi kediaman kita Mama?" sedikit penasaran Aira kembali bertanya.
"Nanti juga kamu akan tahu." Aluna menjawab dan berusaha mengalihkan pembicaraan padahal lain.
Aira yang melirik mamanya seolah tidak ingin membicarakan hal ini lebih jauh, memilih diam dan mengangguk. Meski mamanya tidak mengatakan apapun, tentu saja Aira akan mengetahui pembahasan itu nantinya bukan?
15 menit kemudian salah satu pelayan yang ada di rumah itu mendatangi kamarnya, memberitahukan jika tamu yang ditunggu oleh Anton telah tiba.
Aluna berdiri dan menarik putrinya agar melangkah mengikutinya.
"Sepertinya kita harus segera turun sayang. Karena kita tidak mungkin membiarkan papa dan para tamunya menunggu lebih lama." Aluna kembali merapikan penampilan Aira dan memilih menggandeng tangan anaknya itu.
Mereka berdua turun dari lantai 2 menuju ruang tamu. Dan di sana mereka melihat Papanya bersama dengan sepasang suami istri yang telah duduk dan bertukar kabar.
Aira tersentak menyadari sepasang paruh baya itu. Itu adalah Harry Santoso beserta istrinya, Liana Santoso. Aira mengenal keduanya dari perusahaan tempat ia bekerja.
Melihat kedatangan Aluna dan Aira, sepasang suami istri itu tersenyum lebar dengan tatapan berbinar yang tertuju kepada Aira.
"Inikah anak Pak Anton yang bernama Aira?" Wanita paruh baya yang diketahui bernama Liana itu tersenyum lebar dan mengulurkan tangan.
Aira yang bingung hanya tersenyum dan menyambut uluran tangan tersebut.
"Benar tante saya bernama Aira." Ia menjawab dengan sopan dan menyalam tangan wanita paruh baya yang bernama Liana Santoso tersebut.
"Kamu ternyata memiliki anak perempuan yang sangat cantik Anton." Harry tidak segan-segan memuji kecantikan Aira kepada Anton, Papa Aira sendiri.
"Tentu saja! Bukankah itu terlihat jelas dari ketampananku?!" Dengan percaya diri, Anton malah menjawab hingga menimbulkan kekehan kecil bagi mereka yang ada di ruang tamu.
Aluna mempersilahkan Liana kembali duduk dengan Aira yang duduk diantara mereka berdua.
"Sepertinya kita harus segera melaksanakan acara itu Anton." Harry melirik Aira dan mengangguk kecil, kemudian menoleh kepada Anton dengan sorot yang lebih serius.
"Niat baik itu tidak bagus jika dilamakan. Dan akan semakin baik jika dipercepat." Sekali lagi Harry berbicara.
Aira semakin bingung dengan pembicaraan antara Harry Santoso dengan dengan papanya. Ia mengerutkan kening melihat Papanya mengangguk dan menjawab perkataan itu.
"Kamu benar sekali. Kita akan melaksanakan acara itu secepatnya." Anton menjawab dengan pasti.
"Acara apa sebenarnya Mama?" Aira dengan cepat menoleh kepada Aluna yang tersenyum dan menatapnya dengan ragu.
Entah kenapa Aira merasakan sebuah firasat yang tidak baik. Tapi ia masih mencoba bersikap netral dan menunggu jawaban dari mamanya.
" Lho, kamu belum tahu sayang?" Liana yang mendengar pertanyaan Aira menyambut dan bersuara.
"Belum tahu apa Tante?" Aira tentu saja dengan cepat menoleh kepada Liana dan menatap wanita itu dengan tidak sabar.
"Kami datang kemari karena membicarakan perjodohan antara kamu dengan Brian, anak kami." Liana menjelaskan dengan cepat kepada Aira.
Ucapan Liana yang begitu antusias karena menyambut baik rencana perjodohan ini, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Aira.
Ia seketika terdiam dengan tangan yang mencengkram dress yang sedang ia kenakan. Aira menoleh kepada mamanya meminta jawaban dalam diam.
Dan melihat mamanya yang tidak berani menatapnya secara langsung membuat Aira yakin jika ucapan yang dilontarkan oleh Liana Santoso benar adanya.
"Perjodohan?"
Aira kembali mengulangi perkataan itu karena terkejut dengan tindakan yang diambil oleh papa dan Mamanya. Ia melihat papanya yang terkekeh kecil berbicara dengan Harry Santoso.
Rasanya Aira tidak sanggup untuk menelan ludahnya demi mencerna informasi ini.
"Dan kami telah memutuskan jika pernikahan kamu dengan anak kami akan diadakan minggu depan." ucapan itu seketika membuat Aira pucat dan sangat shock.
Tubuhnya terasa lemah karena kalimat perjodohan dan pernikahan yang akan diadakan seminggu lagi. Bagaikan ultimatum dan sebuah perintah mutlak yang tidak bisa ia bantah lagi.
Aira memejamkan mata dengan tangan terkepal, ketika emosi yang besar menggelegak dan berusaha meledak dalam dirinya.
"Kami menyerahkan semua urusan akad nikah itu kepada keluarga Santoso." Anton menjawab dengan senyuman lebar.
"Setelah akad nikah minggu depan, kita akan membicarakan kembali perihal resepsi. Yang akan membuat kedua belah pihak keluarga merasa semuanya sempurna." Harry mengangguk dan menoleh kepada Anton.
"Begitu anak kami tiba tiga hari lagi dari luar negeri, kami akan segera melakukan proses untuk akad nikah minggu depan."
Ucapan final dari Harry Santoso beserta Anton, benar-benar membuat Aira ingin pingsan seketika.
Adakah yang lebih mengerikan dari ini semua?
---------------
Hai,,,,,,,
Selamat datang di karya pertamaku di aplikasi ini......
Ikuti perjalanan Aira Tanisa yang dijodohkan dengan lelaki pilihan keluarganya.....
Semoga kalian menyukainya....
See u next Part.....
"Bagaimana bisa Papa dan Mama menjodohkanku begitu saja!"
Aira yang saat ini sedang duduk di ruang keluarga, bersama dengan Anton dan juga Aluna tidak menahan emosinya lagi.
Setelah kepulangan Harry dan juga Aluna, ketiga orang itu duduk di ruang keluarga dan mencoba menjelaskan kepada Aira.
"Papa hannya ingin agar kamu memiliki suami yang baik Aira." Anton menjawab pertanyaan anaknya dan mencoba menjelaskan dengan lembut.
"Tanpa mengatakan apapun kepadaku!" Aira kembali berseru.
Saat ini ia berdiri di hadapan kedua orang tuanya dengan meraup rambutnya sehingga berantakan. Aira benar-benar tidak menyangka sama sekali, jika mama dan Papanya akan menjodohkannya dengan lelaki yang bahkan tidak ia kenal sedikitpun.
"Bahkan Aira tidak kenal siapa lelaki itu papa!" Aira kembali berseru kepada Anton yang menghela nafas mendengar semua seruan Aira.
"Kamu memang belum mengenal lelaki itu, tapi papa dan mama sudah mengenalnya." Aluna yang sejak tadi diam akhirnya memilih bersuara.
" Mama sangat menyukai lelaki itu Aira. Karena ia sangat sopan dan juga sangat perhatian kepada mamanya." Aluna juga kembali menjelaskan.
" Hanya dari pengamatan itu saja mama dan papa mempercayakan lelaki itu untuk menjadi suamiku?!" Aira menatap keduanya dengan tatapan tidak percaya.
Ia benar-benar sangat terkejut dengan semua ini.
" Jika ia bisa seperhatian itu kepada mamanya. Mama yakin ia juga pasti akan memperhatikan dan membahagiakanmu nanti Aira." Dengan suara yang lebih perlahan Aluna menjelaskan kepada Aira.
"Aira tidak mau dijodohkan!" Aira akhirnya berkata kepada kedua orang tuanya dan menolak perjodohan ini.
Ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan memandangi keduanya. Tubuhnya terasa semakin lelah memproses semua ini
"Tidak bisa dibatalkan sama sekali Aira. Akad nikah kalian akan digelar minggu depan. Dan itu tidak bisa diganggu gugat."
Anton yang berbicara dengan nada tegas membuat Aira duduk dengan tegak. Ia menatap Papanya berniat membantah.
"Dan papa tidak menerima bantahan sedikitpun." suara Anton yang sekali lagi menegaskan perkataan itu membuat Aira terdiam.
Aira mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh dan memandangi kedua orang tuanya yang telah final dengan keputusan mereka.
"Kami selama ini membebaskan kamu melakukan apapun yang kamu inginkan." Anton mengingatkan sang putri dengan tatapan yang sedikit tajam.
"Bahkan sejak kamu sekolah, Papa tidak pernah mencampuri semua keputusan yang kamu ambil. Kami cenderung mendukung setiap hal yang kamu inginkan. Bahkan mendukungmu saat kamu memutuskan untuk bekerja di perusahaan Santoso dan bukannya membantu Perusahaan kita. Apa itu semua masih belum cukup Aira?" Pertanyaan yang penuh dengan penegasan itu, dengan suara yang sedikit kuat membuat Aira akhirnya terdiam.
Semua yang diucapkan oleh Papanya memang benar adanya. Mereka tidak pernah menuntut Aira untuk melakukan apapun yang mereka inginkan.
Semua keputusan soal hidup Aira selalu diserahkan kepada Aira sejak dulu.
"Ini adalah permintaan Papa kepada Aira agar menikah dengan lelaki yang kami pilihkan. Apakah kami tidak pantas meminta hal yang satu ini dari putri kami?" Anton menghela nafas, sedikit tidak tega karena nada suaranya kepada Aira.
Selama ini ia selalu bersikap lembut kepada putrinya tersebut dan tidak menuntut apapun dari Aira. Tapi untuk kali ini, ia tidak ingin Aira membantahnya.
"Dan mungkin hanya ini yang Papa inginkan darimu Aira. Karena setelah kamu menikah Papa tidak menginginkan hal apapun. Papa akan merasa lebih tenang karena melihat kamu telah memiliki seorang suami. Laki-laki yang akan melindungimu dan akan membahagiakanmu." Menatap sang putri dengan sorot yang lebih lembut, Anton kembali menurunkan nada suaranya.
" Percayalah Aira. Papa dan Mama tidak akan menjerumuskanmu pada sesuatu yang menyakitimu nantinya."
Ucapan dari Anton membuat Aira benar-benar terdiam. Ia tahu jika saat ini, ia tidak bisa membantah sedikitpun ucapan papa dan Mamanya.
Sorot wajah mereka yang sendu dan berharap kepada Aira, membuatnya merasa tidak tega.
Aku tidak tidak boleh mengenal lelaki itu terlebih dahulu ?" Aira bersuara setelah mereka terdiam beberapa lama.
"Laki-laki itu sedang berada di luar negeri sayang." Aluna menjelaskan dan tersenyum kecil kepada putrinya yang sedikit menurunkan keras kepalanya.
"Ia akan kembali 3 hari lagi dan setelah itu akan langsung mengikuti proses untuk akad nikah kalian." Aluna menjelaskan semuanya kepada Aira.
" Apakah tidak ada foto atau apapun yang bisa Aira lihat?" Sekali lagi Aira menoleh kepada mama dan Papanya, dengan rasa lelah yang tidak ia sembunyikan.
"Mereka benar-benar menjaga privasi anak tunggal mereka. Tidak ingin banyak media yang mencari informasi soal itu. Tapi jika kamu penasaran sekali, kamu cukup mencari tahu keberadaan sosok itu dari internet. Cari saja anak tunggal Santoso yang bernama Brian Santoso."
Penjelasan dari Papanya membuat Aira menghela nafas. Ia mulai berdiri dan mengangguk dengan paham.
"Aira tidak tahu apa yang membuat Papa dan Mama begitu setuju dengan lelaki itu. Jika kalian memang menginginkan Aira untuk menikah dengan lelaki itu. Aira akan melakukannya. Dan Aira berharap Papa dan Mama benar-benar tidak salah memilihkan Aira calon suami." Aira berbicara dari hatinya untuk kedua orang tuanya.
"Tenang saja sayang. Mama yakin jika lelaki itu akan menjadi suami yang baik dan bisa melindungimu nantinya." Aluna juga berdiri dan mendekati Aira. Ia memeluk sang putri, tersenyum karena melihat Aira yang telah menerima penjelasan dari mereka.
"Kamu juga akan memiliki mertua yang menyayangimu seperti mama menyayangimu." Aluna menepuk pipi Aira dengan perlahan.
"Aku akan ke kamar dulu. Aira capek mau istirahat."
Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tuanya, Aira langsung berbalik dan menaiki tangga menuju lantai 2.
'Klek!'
Aira menutup pintu kamarnya sedikit kuat dan melangkah dengan cepat. Duduk di atas ranjang, ia mulai menggerutu dengan semua ini.
"Bagaimana bisa aku akan menikah dengan seorang lelaki yang bahkan tidak aku kenal sama sekali?" Merasa kesal dengan semua itu, Aira berdiri dan berjalan bolak-balik.
"Dan aku tidak bisa menolak permintaan Papa dan Mama." Ia berhenti dan kembali meraup wajahnya beserta rambut panjangnya.
" Ini adalah permintaan Papa dan Mama. Seperti perkataan mereka, aku tidak ingin mereka kecewa dengan menolak perjodohan ini."
Aira berbalik dan dengan cepat mengeluarkan laptopnya dari dalam tas kerjanya. Menghidupkan laptop itu, Aira dengan cepat membuka Google dan mencari nama seorang lelaki yang dijodohkan dengannya.
Ia mengklik Brian Santoso dan membaca semua detail informasi lelaki itu. Aira sedikit mengerutkan kening.
Bahkan di Google ia tidak mendapati foto lelaki itu satu biji pun. Aira menyandarkan tubuhnya Ke sofa dengan helaan napas yang begitu berat.
"Bagaimana bisa lelaki itu tidak memiliki satu foto pun di media sosial?" Gumaman yang begitu lirih terdengar dari mulutnya.
Aira kembali memperhatikan laptopnya yang sedang menyala.
" Kenapa lelaki itu sangat misterius?" Aira kembali bergumam dan semakin penasaran soal lelaki yang akan dijodohkan dengannya.
Merasa tidak sanggup berpikir lebih lama lagi untuk menemukan apapun soal Brian Santoso, Aira mematikan laptopnya. Ia memilih mengganti pakaiannya dan membersihkan tubuhnya, sebelum berbaring di ranjang dan tidur.
Aira hanya berharap jika lelaki yang akan menjadi suaminya itu bukanlah lelaki berisi dengan perut buncit dan kepalanya yang mulai botak. karena Jika seperti itu akan sungguh sangat kasihan dirinya yang memiliki suami yang tidak keren.
Tapi Aira menggelengkan kepalanya saat mengingat penampilan calon mertua lelakinya Harry Santoso. Ia yakin jika calon suaminya pasti akan keren.
Mertua lelakinya Harry Santoso juga adalah seorang lelaki yang keren, bahkan di usianya yang sudah paruh baya seperti ini. Jadi calon suaminya juga sudah pasti bukan?
Yakin dengan pemikirannya, Aira sedikit lebih rileks ingin tidur.
............................
"Saya terima nikah dan kawinnya, Aira Tanisa binti Anton Tanisa dengan mas kawin uang Rp. 250.000.000 dan emas 24 karat sebesar 250 gram di bayar tunai."
Sebuah suara berkumandang dengan lantang dan tegas di ruangan itu. Semua orang yang berada di ruangan itu menyaksikan prosesi akad nikah itu berlangsung.
"Bagaimana saksi sah?" Penghulu yang menikah menikahkan menoleh pada saksi yang berada dalam jarak paling dekat.
"Sah!"
"Sah!"
Semua pihak keluarga yang menyaksikan itu mengucap syukur saat pernikahan itu telah sah. Penghulu memberikan selamat terlebih dahulu pada pengantin lelaki, yang terlihat percaya diri.
Mereka berdecak kagum pada pengantin lelaki yang di ketahui bernama Brian Santoso. Lelaki itu percaya diri saat melakukan semua proses akad nikah. Tidak terlihat kegugupan dari wajah dan sikap lelaki itu.
Tanpa mereka tahu jika lelaki itu baru saja menghembuskan nafasnya dengan perlahan, saat rasa lega itu menghampirinya. Ia sebenarnya sangat gugup. Ini akan mengubah status dan tujuan hidupnya mulai saat ini.
Ia hanya tidak memperlihatkan apapun pada setiap orang. Dan seperti biasa tidak akan ada orang yang tahu bagaimana perasaannya. Wajah datar dan sikap dinginnya selalu mampu menutupi semua yang ia rasakan.
"Pengantin wanita bisa dibawa masuk kemari. Suaminya berhak untuk melihat pendampingnya."
Perkataan itu membuat Aluna dan Liana yang terharu karena akad nikah berjalan dengan lancar segera tersadar. Mereka tersenyum dan mengangguk. Keduanya berjalan beriringan menuju sebuah ruangan yang menjadi tempat Aira berdiam sejak tadi.
"Aduh, sekarang bagaimana?" Aira mengangkat jemarinya hendak menggigit jemari itu. Hal yang ia lakukan setiap kali ia gugup.
"Jangan gigit jemarimu!"
Riana, sahabat Aira yang juga bekerja dengannya di perusahaan Santoso langsung berseru dan mengingatkan. Ia menahan jemari Aira dan berdecak melihat Aira yang semakin gugup.
"Aku sangat gugup Riana." Aira tidak menutupi kegugupannya.
"Aku tahu." Riana paham.
"Tapi akad nikah itu sudah selesai. Dan tidak ada masalah sama sekali." Ia juga menenangkan Aira.
"Kamu tahu betul apa yang membuatku gugup." Ia melirik sahabatnya itu dengan kesal.
Aira sudah menceritakan semuanya pada Riana. Ia yang dijodohkan dan menikah dengan anak tunggal sang Direktur mereka. Dan bahkan ia menceritakan, jika ia tidak tahu bagaimana wajah lelaki yang dijodohkan dengannya.
Riana tentu saja sangat terkejut saat mendengar semuanya dari Aira. Tapi ia juga tahu jika hal seperti ini biasa dalam dunia bisnis. Menjodohkan anak mereka untuk memperkuat kerajaan bisnis setiap orang.
Aira hanya memberitahukan hal ini pada Riana. Karena wanita itu yang bisa ia percayai untuk menutupi rahasia ini. Ia sudah memutuskan akan menutupi pernikahan ini. Terlebih di kantor.
Aira tidak mau jika orang - orang yang ada di perusahaan akan menjadikannya bahan gosip. Dan semua akan berankanan menurut Aira.
"Aku yakin jika suamimu pasti orang tampan Ai." Riana menenangkan Aira.
"Bukankah Pak Harry dan juga Bu Liana adalah orang goodlooking. Jadi sudah jelas jika perpaduan keduanya akan menghasilkan ketampanan yang tidak diragukan." Riana terkekeh kecil emlihat Aira yang mencebik kesal.
"Jangan cemberut Ah!" Riana mencubit lengan Aira pelan.
"Ini hari pernikahanmu. Kamu harus bahagia." ia mengingatkan.
Aira menghela nafas mendengar ucapan itu. Ia bisa saja bahagia jika ia menikah dengan lelaki yang ia cintai dan yang mencintainya. Tapi ia menikah karena dijodohkan. Dan juga ia tidak tahu bagaimana wajah suaminya itu. Adakah yang lebih lucu dari ini semua?
"Sayang, ayo keluar. Suamimu sudah menunggu di pelaminan." Aluna mendekat dan tersenyum melihat putrinya yang sangat cantik hari ini.
"Mama." Aira menatap mamanya dengan wajah cemberut.
"Kamu pasti akan bahagia. Mama percaya itu." Aluna kembali meyakinkan putrinya.
"Ayo sayang." Liana ikut bersuara melihat suasana melow antara ibu dan anak itu.
"Anak mama sudah tidak sabar ingin melihat pengantinnya." Ia tersenyum dan mulai menggandeng lengan Aira.
Kedua wanita paruh baya itu menggandeng Aira dan membawanya keluar dari ruangan itu. Riana mengikuti tepat di belakang Aira. Memastikan jika Aira akan melangkah dengan hati - hati.
Setiap orang yang melihat pengantin wanita memasuki ruangan akad nikah itu berdecak kagum melihat kecantikan seorang Aira di hari pernikahannya. Pujian dan senyuman ia dapatkan di setiap langkahnya.
Lain halnya dengan yang Aira rasakan. Disetiap langkahnya yang semakin mendekat, ia semakin gugup. Ia bahkan tidak berani mengangkat tatapanya pada pelaminan. Yang ia tahu jika lelaki yang menjaid suaminya pasti sudah menunggunya di sana.
"Suamimu sangat tampan Aira." Aluna tersenyum melihat suami Aira yang menunggu dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari Aira.
Liana yang berada di sebelah Aira tersenyum lebar. Ia tentu mendengar pujian yang di lontarkan oleh besannya untuk anak semata wayangnya.
"Angkat wajahmu Aira. Tersenyumlah. Jangan seperti tersangka yang akan menjalani hukuman." Aluna sedikit mengingatkan putrinya.
Riana dan Liana yang mendengar itu mencoba menaha kekehan mereka. AIra malah menggerutud alam hati mendengar ucapan sarkas mamanya.
Ia mengangkat wajahnya, seperti yang diinginkan mamanya. Tapi tatapannya seketika berpusat pada lelaki yang menjadi suaminya itu.
Suaminya sangat tampan, seperti ucapan mamanya. ia bahkan mengakui itu. Paling tidak ia memiliki suami yang terlihat keren. Dan ia merasa lega untuk itu.
Tapi, Aira merasa familiar dengan wajah tampan itu. Ia mencoba mengingat dimana ia pernah melihat lelaki itu. Matanya sedikit melotot saat jarak mereka semakin dekat.
'Tidak mungkin!'
Aira berseru dalam hatinya. Sekali lagi ia memperhatikan lelaki itu. Itu benar. Meski sudah berlalu 5 tahun. Dan ada perubahan di wajah itu karena usianya yang semakin bertambah. Tapi, Aira masih bisa mnegenalinya.
Langakh Aira yang sedikit goyah dan melambat membuat Aluna dan Liana mengerutkan kening mereka. Bahkan Aira sempat berhenti melangkah. Membuat tatapan orang melihat Aira dengan bingung.
"Aira! Ayo!"
Aluna mengguncang lengan Aira sedikit kuat. Tersenyum kecil pada semua keluarganya dan keluarga Santoso. Ia kembali menyadarkan Aira.
"Mama." saura Aira sangat lirih dan begetar serak.
"Tidak apa - apa sayang." Liana menenangkan Aira yang terlihat ragu.
"Anak mama seorang lelaki yang baik kok." Ia juga menambahkan. Takut jika Aira berpikiran buruk soal anaknya.
Aira kembali melangkah dengan kedua orangtuanya. Bersikap anggun dan tersenyum kecli pada semua keluarga mereka. Meski dalam hatinya sekarang terjadi pergumulan yang sangat hebat. Aira menutupi itu semua dengan senyumannya.
'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampusnya dulu! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya. Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia akan menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Aira merasa lemas saat itu juga. Ia tidak bisa memproses ini semua lagi. Baginya ini smeua sangat mengejutkan.
Ternyata lelaki yang menjadi suaminya adalah juniornya saat di kampus dulu. Yang membuat Aira semakin shock adalah perbedaan usia mereka yang cukup jauh.
Ia sudah berumur 27 tahun dan lelaki itu mungkin 23 atau 24?
Kenapa ia tidak membaca secara detail soal usia lelaki itu di media sosial? Atau memang ia yang tidak memperhatikan itu karena kepanikannya denga pernikahan yang tiba - tiba ini?
Tapi Aira sangat lemas ketika tahu jika suaminya lebih muda darinya. Bukankah itu artinya jika suaminya ini adalah berondong?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!