NovelToon NovelToon

SEKOLAH BERANDAL

Arka Bimantara

Buah tak jatuh dari pohonnya, itulah sebuah pepatah yang mengatakan bahwa seorang anak tidak lah jauh bersifat seperti orang tuanya. Ada kalanya seorang anak jenius di lahirkan dari keluarga atau orang tua yang jenius. Fakta bahwa seorang anak kaya berasal dari keluarga konglomerat yang sudah menjadi kaya raya selama puluhan tahun sudah menjadi hal umum di masyarakat negara ini.

Namun lain hal untuk seorang Arka Bimantara.

Memang benar, ia adalah seorang anak dari keluarga konglomerat. Yaitu keluarga besar Bimantara. Keluarga besar Bimantara adalah keluarga yang memiliki aset di berbagai wilayah, dan tentu aset aset tersebut selalu bisa di kelola oleh setiap masing masing pecahan keluarga Bimantara. Salah satu aset yang mungkin bisa bertahan berpuluh puluh tahun ialah tambang batubara, yang mana aset ini merupakan aset terbaik dari keluarga Bimantara.

Adapun beberapa aset terbaik lainnya dari keluarga Bimantara, yaitu seperti beberapa pabrik industri dan beberapa perusahaan alat berat.

Namun untuk keluarga terbuang Arka itu lain hal.

Ayah Arka, Jaya Putra Bimantara adalah seorang yang berprestasi di bidang atletik. Hampir semua bidang olahraga ia kuasai seperti sepak bola, basket, voli, bulu tangkis dan renang. Tak heran bahwa ia di kagumi banyak wanita pada masa kejayaannya, dan terlebih lagi bahwa ia memiliki kulit sawo matang dan wajah oval yang keras serta dagu yang simetris membuat ia selalu tampil maskulin di hadapan publik. Bahkan ia tak kalah dalam hal bidang akademik, nilai nilainya selalu menjadi yang nomer satu di setiap mata pelajaran. Tak sampai di situ, di luar sekolah pun ia memiliki prestasi gemilang dalam bidang bela diri. Seperti halnya ia sudah layak di berikan tahta atlet pencak silat di usia yang begitu muda, yaitu 19 tahun.

Namun tidak hal nya dengan nenek Arka Bimantara, Ayu Karsih Bimantara.

Neneknya memiliki paras yang cantik dan tubuh yang sexy, ya hanya itu saja yang ia miliki. Tak ada yang lebih dari dua hal tersebut. Kendati demikian ia sama sekali tak memikirkan untuk mengambil alih prestasi sebagai model atau aktris untuk industri perfilman, namun ia hambur hamburkan harta kekayaannya untuk mengejar pria pria tampan di luar sana. Menghambur hamburkannya untuk kesenangan dunia semata dan bahkan ia tak memikirkan masa depan.

Sampai pada akhirnya muncullah otak iblisnya yang akan menjadi aib di kemudian hari, yaitu ia selingkuh dari suaminya bercumbu dengan pria lain di hotel selama dua hari satu malam.

Aib tersebut tersebar hingga ke sang ibu Pertiwi keluarga besar Bimantara, yaitu Nirmala Bimantara. Demi menutupi aib dari keluarga kecil tersebut ia pun membuang keluarga Ayu Karsih dari keterikatan keluarga besar Bimantara.

Dan demikianlah perbuatan yang di tanggung oleh keluarga Jaya Putra Bimantara yang mengharuskan dirinya siap untuk berkeluarga tanpa bantuan dari harta keluarga besar Bimantara sepeserpun.

Arka yang belum mengetahui hal tersebut hanya mengetahui bahwa dirinya mempunyai mama Arka Bimantara sebelum akhirnya ayahnya menyuruh nya untuk mengganti nama menjadi Arka Bima Saputra.

Arka memiliki wajah yang hampir mirip dengan ibu nya, yaitu Kirana Puspita Sari. Untuk saat ini, Tak ada sama sekali yang ia warisi dari ayahnya selain kecerdasan. Namun untuk wajah, rambut, mata dan kulit ia benar benar menduplikat dari ibunya.

***

Pagi ini, adalah pagi hari di mana ia baru saja selesai mengambil raport kelulusan dari sebuah sekolah dasar negeri 090. Yang mana sekolah dasar tersebut adalah sekolah dasar yang mempunyai gengsi tertinggi di kota ini. Arka bisa bertahan berkat program dari pemerintah yaitu program anak cerdas, yang mana setiap anak yang memiliki prestasi di bidang akademik akan selalu memiliki hak akses gratis ke sekolah. Mulai dari kantin, makan siang, perlengkapan, hingga biaya pengajaran di berikan gratis kepada anak anak yang memiliki kecerdasan di dalam akademik.

"Mah, aku ranking dua umum! Terus aku dapat peringkat satu di kelas!!" Teriak Arka Dengan antusias.

"Hahaha iya mamah juga banggaa banget sama kamu, kamu bisa sampai ke sini dan lulus dengan nilai tinggi seperti ini karna jerih payah kamu selama ini belajar, bapak pasti bangga sama kamu kalau dia tau. Ayok cepet pulang beritahu bapak" jawab Kirana sembari menggenggam tangan kecil si Arka.

Dengan riang gembira Arka pun mengikuti Kirana dan membayangkan bagaimana reaksi senang dari bapaknya setelah mengetahui bahwa ia memiliki nilai bagus.

Di persimpangan sekolah ia bertemu dengan pak wakil kepala sekolah dasar negeri Pancasila.

Orang itu berpenampilan kurus namun tetap terlihat sehat, kepalanya yang berhuban telah memberitahukan bahwa ia telah berusia lebih dari setengah abad, usia yang sudah melewati batas pensiunan seorang guru. Di dada seragam nya terdapat name tag yang bertuliskan Wuliyono .

"Eh si kecil bima, kamu lulus nilai bagus lagi ya? Mau lanjutin kemana ini sekolah menengahnya?" sapa pah Wuliyono di persimpangan lapangan sekolah .

"Eh pak Yono, ayok Salim ke bapak wakil kepala sekolah, hari ini hari trakhir lho kalian ketemu" ujar Kirana sembari mengarahkan tangan Arka untuk menyuruhnya Salim kepada pak wakil kepsek.

"Belum tau pak, mungkin mau ke Sekolah R.A Kartini atau mungkin sekolah Jendral Sudirman" jawab Arka Dengan semangat.

Di kota ini, ada empat sekolah ternama yang memiliki keunggulan dan nilai gengsi yang sangat kuat, yaitu R.A Kartini, Jendral Sudirman, Pancasila, dan sekolah Pattimura. Dan nilai dari Arka sangat mendukung untuk memasuki empat sekolah tersebut dengan mudah.

"Hmm.. Bagus sih, kenapa nggak di sini aja lagi? Di Pancasila?" bujuk pak Wuliyono.

Mata pak Wuliyono tak mungkin salah, anak seperti Arka ini memiliki nilai investasi tinggi untuk ketenaran dan keberlangsungan nama sekolah. Kapan lagi ada seorang anak orang miskin yang sanggup berdiri sejajar di kalangan anak konglomerat dengan jalur murni kecerdasan dari otak tanpa embel embel keluarga dan uang?. Bagi pak Wuliyono yang ingin memiliki ambisi mengalahkan tiga sekolah besar lainnya, hal itu di perlukan demi nama sekolah agar tetap harum dan bahkan ingin berada di puncak entitas sekolah terbaik di kota ini. Bahkan jika perlu ia ingin sekolah Pancasila masuk ke jajaran 20 sekolah terbaik se-Indonesia.

"Hmm.. Mungkin nanti deh pak, saya soalnya tertarik menjadi tentara atau badan penyelidik. Aku mau melatih kemampuan militer pak" jawaban mantap dari seorang Arka .

Pak Wuliyono bersiul untuk memuji kebesaran tujuan dari seorang anak yang masih kecil ini.

Faktanya, sekolah Pancasila bukan lah jalur untuk mimpi tersebut, karna fasilitas militer itu sudah di sediakan oleh sekolah R.A Kartini.

"Baiklah kalau begitu, tapi kalau berubah pikiran, bapak bakalan bawa kaku maju ke kelas VIP di sekolah Pancasila. Semoga beruntung dan sukses anakku" pak Wuliyono mengajak Arka untuk TOS.

Dan tentu Arka membalas TOS tersebut .

"Baik saya pamit pak, permisi " Kirana memberikan hormat kepada pak Wuliyono.

Yang tentunya di balas oleh orang tersebut "Baik Bu, silahkan"

Dan begitulah hari yang menggembirakan wajah Arka sebelum akhirnya hari ini adalah hari trakhir yang ia kenang dalam hidupnya .

...****************...

X-Ray Mini Market

 Langit telah berwarna kelabu, burung pun sudah berterbangan untuk mencari tempat berteduh, angin yang tadinya bertiup lembut kini bertiup kencang seakan akan ingin menerbangkan beberapa pohon kecil di tepi jalan. Jalanan yang tadinya ramai akan sepeda motor dan mobil, kini hanya di ramaikan oleh mobil dan kendaraan besar saja.

Hujan rintik mulai membasahi bumi, awan gelap pun sudah mulai menutupi langit yang kelabu, beberapa awan gelap pun gini saling bersahutan mengeluarkan guntur guntur mereka. Para pengendara sepeda motor dan pejalan kakipun mulai menepi untuk berteduh.

Namun tidak untuk seorang Arka.

Arka, seorang anak SMP kelas dua yang terus mengayuh sepedanya untuk melaju di tepi jalan dengan sangat kencang. Ia tak peduli walaupun hujan membasahi tubuhnya dan sepedanya, yang terpenting baginya adalah ia bisa sampai ke tempat mini market X-Ray. Bukan hendak berbelanja atau bahkan berteduh, tetapi ia harus datang tepat waktu untuk kerja paruh waktu agar gajih hariannya tidak terpotong sepeserpun .

Sekitar empat menit telah berlalu sejak hujan mulai menyelimuti bumi, ia akhirnya sudah sampai di tujuan. Tempat kerja yang ia harapkan dari upah kecilnya itu bisa menyembuhkan ibunya yang tergeletak di rumah sakit dengan biaya yang sangat besar.

"Ah permisi, maaf agak terlambat" ujarnya sesudah memarkirkan sepeda di belakang mini market.

"Oh Arka, nggak kok gak telat. Masih ada dua menit" sahut salah seorang kasir wanita yang cantik berambut pendek dan bermata hijau.

"Baguslah, " Arka bergegas berlari menuju gudang belakang untung Absen

***

"Arka, tolong bongkar beberapa barang yang baru saja datang ya, dan tolong seperti biasa di check. ingat, Jangan sampai lupa lagi untuk mendata barang yang kecil kecil nya"

Andrew, seorang staff tetap gudang yang telah berkerja di mini market ini selama hampir empat tahun mencoba mengingatkan kembali kepada Arka agar lebih berhati hati lagi kinerjanya.

"Baik pak, saya ganti baju dulu " yang langsung di jawab oleh Arka .

Andrew, bertubuh besar dan lumayan keras. Ia berusia dua puluh empat tahun dan memiliki data riwayat seorang pemabuk. Ia sering kali di dapati oleh manajer minimarket ini sedang mangkir dan mabuk mabukan di belakang gedung mini market. Namun karna kinerjanya bagus dan ia berkontribusi banyak selama empat tahun ini, ia pun selalu di maafkan akan sifat dan kebiasaan buruknya yang sering mabuk mabukan tersebut.

"Pak, ada barang yang sudah di masukin data pak?" tanya Arka Dengan was was .

"Oh belum ada Bim, coba deh kamu cek semuanya ya .." Andrew pergi meninggalkan Arka yang kini sedang berkutat dengan barang barang dan kertas surat jalan data barang.

Semenjak kejadian tragedi dua tahun yang lalu, ia menjadi sangat keras dalam hal berkerja. Ibunya sedang di rawat rumah sakit akibat kritis jantung, dan harus mendapat bantuan rumah sakit agar tetap hidup. Justru itu lah ia berkerja sangat keras. Sedangkan ayahnya, telah meninggal akibat kecelakaan yang menimpa bersamaan dengan ibunya. Hal tersebut membuat Arka merasa terguncang awalnya, dan tak di pungkiri bahwa ia menangis sekencang kencangnya. Namun, karna otaknya yang masih berfungsi dan bagus, ia tak mau berlarut dalam kesedihan. Ia berusaha menerima fakta dunia bahwa sekarang ia sebatang kara. Ia tak tahu asal muasal keluarganya yang lain, yang ia tahu hanyalah kedua orang tuanya tertimpa musibah kecelakaan, syukur ia masih mempunyai seorang ibu walaupun tak sadarkan diri di rumah sakit. Akan tetapi, dengan jiwa yang sangat sabar dan lapang dada ia bergerak maju untuk menjalani hidup .

Pada awal tahun ketika ia menerima nasib buruk itu, ia berusaha keras untuk mencari kerjaan sambilan, dan bahkan ia sempat tidak sama sekali melanjutkan sekolah menengahnya dan fokus untuk mencari pekerjaan dahulu.

Memang pada umumnya, jika sebuah keluarga tertimpa musibah demikian, harusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah dan pihak rumah sakit, yaitu mencari tahu identitas keluarga dari masing masing pihak. Namun hukum baik seperti itu tak berlaku di kota ini, yang mana kota ini hanyalah segelintir orang yang perduli kepada lingkungan.

"Hei, hari ini kamu bolos lagi?" Suara besar itu bergema di seluruh gudang , membuat Arka lumayan terkejut untuk beberapa detik sebelum akhirnya ia menjawab dengan mengangkat bahunya.

"Aku lagi malas ke sekolah, yang ada aku pasti di bully lagi" ia masih berkutat dengan beberapa kertas laporan barang nya.

"Hei, walaupun begitu harusnya kamu ke sekolah dulu baru ke sini, lagian ini kan masih jam sembilan pagi, masih jam sekolah" Andrew kembali menenggak botol minuman keras yang ia genggam.

"Memangnya apa yang aku harapkan dari sekolah buangan itu? Toh aku berkerja demi ibuku, di dunia ini asalkan aku mendapatkan uang itu sudah cukup" sahut Arka yang kini berpindah tempat untuk menghitung barang kolian yang masih berantakan.

"Hey bim, aku tau apa yang kau rasakan, aku lebih dulu hidup ketimbang dirimu... Hanya saaja-"

"Kalau begitu kenapa om tanya lagi? Toh aku menikmati pekerjaan ini, tak ada paksaan apapun dan aku memang yang memutuskan untuk menjalani kehidupan seperti ini. Jujur, aku memang ingin menggapai cita cita ku menjadi TNI angkatan Laut, tapi kan kenyataannya..." bibir Arka tersetop untuk bebrpaa saat, lalu kemudian menghembuskan nafas berat dan mengusap wajahnya.

"Bumi saja berputar, semoga kehidupan ku juga"

Arka kembali menghitung perintilan-perintilan sisa barang yang datang.

Andrew kagum dengan jawaban anak yang begitu belia ini. Dari kecil memang Andrew seperti Arka, yaitu berkerja tanpa perduli dalam jenjang pendidikan. Namun dahulu, ia memilih jalan itu ketika ia melihat kedua orang tuanya bercerai dan bertengkar, ia di buang dan akhirnya memilih jalan untuk berkerja mati matian agar tidak mati kelaparan.

Melihat Arka yang mempunyai tanggungan lebih besar ketimbang dirinya yang dulu, itu saja sudah cukup untuk menampar dirinya sendiri.

"Mau minum?" Andrew menawarkan minuman keras kepada Arka.

"Aku minum teh kotak aja udah senang om, gak perlu minuman itu" jawab Arka yang di lanjutkan dengan ketawanya yang lepas .

Melihat Arka yang tertawa pun Andrew juga ikutan tertawa.

Andrew memantapkan hatinya, bahwa ia harus melindungi Arka apapun yang terjadi. Sebab, tuhan mungkin mempertemukan dirinya dengan Arka ketika di usia ini adalah sebuah makna untuk menebus kesalahan dosa nya yang di buat di masa lampau. Yaitu meninggalkan ibunya yang sedang depresi dan setres sendirian di tengah desa.

"Hei kalian kakak adik! Ayok sini ke dapur makan, udah di masakin sama Fatmawati tuh!"

Seorang kasir berteriak ke dalam gudang untuk memberitahukan kepada kedua orang yang sedang tertawa lepas itu bahwa makanannya sudah siap.

"Ayok Bim, gass kita makan!"

Andrew melompat dari atas meja gudang dan merangkul leher Arka yang kecil itu dan menuntunnya ke dapur .

...****************...

Sekolah Sumpah Pemuda (1)

"Hei Rahul, kamu gak mau ngerjain pr ?" Seorang anak gadis berseragam sekolah menengah Pancasila sedang mengejar seorang anak laki-laki yang sedang berjalan santai ke arah trotoar untuk membeli jajanan pinggir jalan.

"Ah, aku malas ngerjain. Aku lebih suka pelajaran olahraga atau kegiatan karate " jawab anak laki laki yang bernama Rahul itu.

"Emangnya di otak mu itu taunya cuman berkelahi apa? Memangnya apa serunya sih berkelahi?" si gadis berteriak sambil menghentak hentakkan kakinya ke tanah.

"Awas Wulan!" sesaat sesudah Rahul berteriak, si gadis pun tersungkur jatuh ke aspal akibat tertabrak sepeda yang di kendarai anak sekolah menengah dari sekolah lain.

GUBRAK!!!

"Hahahhaaaaa Bodoh ah firman, masa naik sepeda aja jatuh hahahaa" tawa beberapa anak sekolah menengah lainnya pecah ketika melihat dua orang tersebut tersungkur ke aspal.

Anak laki laki yang mengendarai sepeda tadi bergegas membenarkan sepedanya dan segera memeriksanya apakah ada yang patah atau lecet, dan benar saja ia mendapati bahwa pelak sepeda itu patah.

"Hey ! Ganti rugi!" Teriak anak bernama firman itu.

"Nggak ah, aku kan yang kena tabrak" sahut anak gadis itu sembari mencoba berdiri yang di bantu oleh Rahul.

"Gak mau tau, atau mau ku hajar hah!" Si firman tersebut mendekati Wulan dengan penuh emosi.

Ketika firman hampir memukul kepala Wulan, Rahul membadani Wulan dan berdiri tegak di hadapan Wulan .

"Hey, kalau berani jangan mukul wanita! Lagian dia gak salah, kamu yang salah karna kamu yang deluan menabrak orang di trotoar, harusnya kamu minta maaf !!" Rahul berbicara dengan tegas kepada firman .

"Hoo anak SMP Pancasila ya?" tanya firman setelah melihat seragam SMP Pancasila.

Spontan Rahul melirik seragam milik firman, dan ia mendapati lambang beruang madu yang sedang menggenggam padi dan kapas . Itu adalah lambang seragam dari sekolah Sumpah Pemuda.

Rahul meneguk liur, karna konon katanya anak sekolah dasar sekolah itu saja sudah setara sekolah menengah yang lain, dan ini yang ia lawan adalah anak seusianya.

"Mau apa? Mau hajar aku? " dengan tegas Rahul menantang. Ini adalah bentuk pertahanan terakhir Rahul, bukan merasa ingin keren di depan Wulan , akan tetapi jika ia mundur maka mereka berdua akan terkena dampaknya.

Jadi biarlah dirinya yang bonyok di kroyok anak SMP Sumpah Pemuda dari pada ia melihat Wulan menangis .

Ia pun menarik nafas dan memasang kuda kuda karate, ia sudah siap dengan segala gerakan serangan dari si firman. Namun sedetik setelahnya pandangan Rahul memudar dan kepalanya pun memusing. Tubuhnya sempoyongan hampir terjatuh ketanah, jikalau tidak ada Wulan di belakangnya yang menopang tubuhnya agar tak jatuh ke tanah.

"Kamu gak papa?" tanya Wulan .

Sebentar, apa yang terjadi barusan ?

Rahul bingung dengan apa yang terjadi.

"Baru sekali pukul tuh.. Hahaha"

"Firman mah emang cepet kalau mukul, counter nya dia cuman si Rizki. Hahaha"

Anak anak di belakang firman saling beradu argumen tentang apa yang baru saja terjadi .

"Kamu gak ngeliat pikulan ku barusan? Dan kamu dengan percaya diri mau nantangin aku berkelahi?" ucap firman sambil mengusap usap buku buku jarinya.

Hah? Gila, aku ini yang terkuat di kelas 2 b. Aku yang jago main basket dan dapat nilai bagus di karate, kenapa bisa kalah telak begini?

Pemikiran itu terus menghantui Rahul , apakah sebesar ini perbedaan kekuatan antara sekolah biasa dan sekolah berandal?.

Ketika Rahul sedang sibuk dengan pemikirannya sendiri, si Wulan maju lebih dulu dan menunjuk batang hidung si firman.

"Woi! Kamu kalau nyakitin Rahul lagi lebih dari ini, aku bakalan laporin kamu ke pak polisi!!" teriak Wulan dengan tegas .

Anak anak di belakang firman saling adu pandang sesaat, lalu di susul dengan ketawa lepas yang sangat ribut.

"Hahahahaahaaa lawak bet anak ini mau kena hajar juga dia man" kompor satu dari temannya firman .

"Hajar dua duanya man, bikin jadi sambel ulek" kompor lagi yang satu.

"Heh bocah tengik, kamu mau ku Gilas sampe rata sama aspal ya?" firman dengan amarah memuncak akibat kompor dari teman temannya pun berjalan kasar ke depan Wulan dan hendak menjambak rambutnya. Namun sesaat sebelum hal itu terjadi, sebuah tangan menengahi mereka berdua sembari memberikan sebuah plastik yang berisikan pentol bakar.

"Ini dek pesanan nya" ujar sang pemilik tangan keriput tersebut.

Sang penjual pentol bakar di trotoar itu, sang kakek tua renta yang memilki huban dan banyak sekali kerutan di dahinya kini telah berdiri di samping mereka berdua.

Dua anak dari SMP Pancasila merasa aman karna sudah di tengahi.

Namun berbeda dengan reaksi dari anak Sumpah Pemuda .

Ada dua faktor yang membuat mereka terdiam mematung, yang pertama adalah kedatangannya tak terlihat. Dan yang kedua sang kakek memiliki bekas tato huruf m yang di kelilingi lumbung padi dan kapas .

Itu kan, Familiy millioner Balikpapan !

Firman menenggak liur dan berkedip sebentar.

Ia menatap kedua anak tersebut dan kakek tersebut secara bergantian. Ia ingin memastikan bahwa yang ia lihat itu benar atau tidak. Sebelum ia memantapkan tekat untuk menerjang, ia menengok ke arah teman temannya untuk meminta persetujuan. Dan mereka pun mengangguk.

Setidaknya aku harus memastikan bahwa itu bukan mitos.

Setelah berfikir demikian, firman pun melayangkan tinjuannya yang sangat cepat itu ke arah Wulan. Namun siapa sangka bahwa kepala firman terbaik ke bawah dan berakhir dengan tubuhnya terbanting ke trotoar.

Kejadian yang sangat cepat itu tidak terlihat sama sekali oleh siapapun . Rahul dan Wulan hanya saling menatap tak tau apa yang terjadi, yang mereka lihat hanyalah orang bernama firman tersebut tiba tiba saja terbanting dengan gaya salto depan .

Dengan panik anak anak di belakang firman membantu firman untuk bangkit berdiri .

"Hmmm... Anak anak Sumpah Pemuda ya?" tanya sang kakek penjual pentol bakar.

"Maaf kek, kami cuman bercanda kok hehehe, cuman gurauan" ujar salah satu teman firman.

"Gak papa, candaan kalian selalu seperti itu kan dari bertahun tahun yang lalu. Tidak apa apa tidak apa apa" sang kakek kembali duduk di bangku kayu yang kecil itu di balik gerobak pentol bakarnya.

"Kalau begitu kembali ke sekolah kalian masing masing, aku masih ingin berkerja, atau jika kalian ingin membeli pentol bakar? Biar aku buatkan" sang kakek tersenyum kepada dua anak SMP Pancasila.

"Ah nggak kek, lagi gak ada duit. Mari... hehehe" Para anak anak Sumpah Pemuda kini bergegas meninggalkan tempat itu.

"Terima kasih kek, pontol bakarnya" ucap Wulan.

"Iya sama sama, ngomong ngomong ini punya si cowok " kata si kakek.

"ah dia udah kenyal kek, gak apa apa"

Begitulah akhir dari pertunjukan di sudut jalan trotoar pada pagi hari pukul tujuh kurang sepuluh menit di hari Senin ini.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!