malam ini udara di kamar terasa dingin, padahal di dalam kamar tidak ada AC ataupun kipas angin. namun entah mengapa kamar yang jani tempati terasa begitu dingin dan sepi. lambat terdengar suara dia orang yang sedang beradu hingga membuat jani terbangun.
jani duduk di sisi ranjang dengan tatapan kosong mengarah pada dinding kamarnya yang berwarna putih. sudah bisa jani tebak jika kegaduhan itu adalah ulah orang tuanya.
ya.... orang tua jani yang tidak pernah bisa akur, bahkan setiap mereka bertemu akan selalu bertengkar entah apa yang mereka ributkan.
"ngapain kamu pulang?! kamu pikir aku nggak tau apa yang sudah kamu lakukan di luar?!"
teriakan Rosaline begitu keras hingga terdengar jelas ke kamar jani. Roslanie adalah ibu jani yang siap berteriak jika Ammar ayahnya pulang kerumah.
"kamu ngomong apa sih Rose? aku capek pengen tidur"
Ammar menyibak selimut dan hendak membaringkan tubuhnya.
"mending kamu keluar, tidur saja kamu sama simpanan kamu, toh selam ini kamu juga tidur di sana kan?! "
Rosaline menarik selimut kasar dan membuangnya ke lantai.
"kamu apa-apan sih, aku capek kamu kenapa kaya gini?! "
"capek?! kamu bilang kamu capek?! kerjaan kamu cuma sibuk cari wanita yang mau kamu tidurin kamu bilang capek?! "
dada Rosaline naik turun dengan nafasnya yang memburu, rasanya dirinya ingin sekali mencakar wajah suaminya yang sering kali berselingkuh dengn wanita lain, padahal dirinya sudah membantu perekonomian keluarga demi kebutuhan ketiga anaknya.
"Ammar, lebih baik kamu pergi sebelum anak-anak tau kalau kamu pulang" suara Rosaline berubah lirih.
"baik aku akan pergi tapi aku mau minta surat tanah rumah ini dulu" ucap Ammar tanpa malu.
"dasar pria gila, bajingan.... sudah berbulan-bulan kamu tidak pulang begitu pulang dengan mudahnya kamu meminta surat tanah!!!!!! "
Rosaline kembali murka dengan ucapan Ammar yang tidak tau malu.
"mending kamu pergi Ammar!!!! kalau tidak aku akan teriak biar kamu di gebukin warga" ucap rosaline dengan nafas tersengal dan mata memerah.
"oke... aku bakalan pergi, tapi ingat aku akan datang lagi meminta surat tanah itu lagi. "
setelah mengucapkan itu, Ammar pergi dengan membanting pintu kamar, seketika tubuh Rosaline jatuh ke lantai. dirinya tak kuasa menahan genangan air mata yang sedari tadi ingin tumpah.
Rosaline menepuk-nepuk dadanya seakan dadanya menahan sesak yang sangat berat.
sedangkan di dalam kamarnya Jani hanya diam mematung dengan earphone yang terpasang di telinganya dirinya sungguh sangat muak karena harus mendengarkan ocehan dia makhluk yang sangat egois.
*****
pagi ini Rosaline terlihat sibuk memasak di dapur, sedangkan di meja makan nampak liliy adik bungsu Jani yang tengah asik memakan camilan yang di buatkan oleh Rosaline
"Jani... kamu sudah bangun" ucap Rosaline saat melihat jani berjalan ke kursi depan TV.
"ini ibu buat kue, nanti kamu mampir ke rumah om Andy ya" Rosaline menaruh paper bag di atas meja.
"mau pinjem uang lagi?" ucap jani sembari memasukan bukunya ke dalam tas.
Rosaline hanya tersenyum dan mengangguk.
"lisa..... cepat nanti kakakmu telat" Rosaline berteriak memanggil lisa anak keduanya.
anak Rosaline ada tiga yaitu Rinjani, Monalisa, Liliyana. sebenarnya merek bisa dibilang keluarga kaya namun karena ulah Ammar membuat harta mereka habis sedikit demi sedikit, dan bodonya Rosaline dia tidak pernah mempermasalahkan itu, tapi itu dulu.... karena sekarang rosaline harus mempertahankan harta satu-satunya yang dia miliki. yaitu rumah sederhana yang sedang mereka tempati.
"iya bu.... kenapa sih ibu tuh suka banget teriak-teriak" lisa keluar kamar sembari membawa tas ranselnya
Lisa duduk di sisi liliy dan mengambil sepiring nasi dengan lauk telor ceplok, Lisa mengunyah makanannya dengan sedikit pelan. seperti sedang menimbang sesuatu, hingga Lisa memberanikan dirinya untuk bicara.
"Bu.... Lisa di tagih uang praktek lagi, kalau hari ini Lisa nggak bayar" ada jeda sedikit di antara kalimat yang Lisa ucapkan. sedikit menarik nafas Lisa kembali melanjutkan ucapannya.
"kalau nggak bayar hari ini, Lisa nggak bisa ikut praktek biologi bu"
Rosaline terdiam dengan tangan yang tergantung di udara, rasanya hatinya sangat teriris mendengar putrinya yang terancam tidak bisa mengikuti kegiatan praktek di sekolahnya.
Namun..... dirinya bisa apa, jika ayah mereka saja tidak pernah memberikannya uang, sedangkan dirinya harus membiayai ketiga putrinya. beruntung dirinya masih bisa menjahit untuk menyambung kehidupan mereka.
"nanti ibu ngomong sama guru kamu, kalau kamu bayar uang praktek besok" Rosaline mengusap kepala Lisa lembut.
Lisa hanya mengangguk, meski sedikit kecewa dan sedih, namun Lisa juga tidak bisa memaksakan ibunya untuk membayarkan uang praktek nya. Lisa tau dan sangat tau bagaimana kehidupan keluarga mereka.
"ya udah Lisa berangkat bu" Lisa mencium tangan Rosaline.
begitu juga dengan Rinjani yang sedari tadi hanya diam duduk di depan TV, namun siapa yang tau jika pikiran Jani sangat ribut dan berisik.
"jangan lupa Jani, nanti mampir ke rumah om Andy" Rosaline memberikan paper bag pada Jani.
Jani hanya mengangguk, tanpa ada ekspresi dari wajahnya.
******
sekitar lima belas menit akhirnya motor matic hitam yang di kendarai Jani dan Lisa sampai di sekolah Lisa.
"Lisa masuk kak" Lisa menyalami tangan Jani dan menciumnya.
"bentar"
Jani mengambil dompet dari tas ransel miliknya, Jani mengeluarkan dia lembar uang dengan pecahan seratus dan lima puluh ribu.
"nih, buat bayar praktek"
"nggak usah kak, ini kan uang bensin kakak"
"udah nggak papa, nanti kakak bisa pinjem sama kak Fita"
Jani menarik tangan Lisa dan memberikan uang itu pada Lisa. Lisa hanya bisa terdiam dengan perlakuan kakaknya, bagaimana tidak jika kakaknya lebih mementingkan dirinya daripada dirinya sendiri.
meski terlihat cuek namun kakaknya ini selalu mengutamakan dirinya dan juga keluarga.
"makasih kak"
"iya..... ya udah masuk sana"
Lisa mengangguk dan masuk ke dalam sekolah yang di mana di sana temannya sudah menunggu Lisa.
\*\*\*\*\*
Jani sampai di kampus tempatnya belajar, dirinya memarkirkan motor dengan sangat tenang, bahkan saat berjalan di Koridor Jani tak perduli dengan para mahasiswa yang sedang menatapnya aneh, bukan rahasia lagi jika para mahasiswa tau bagaimana kehidupan Jani.
sesampainya di kelas Jani langsung menenggelamkan wajahnya pada meja. sungguh Jani sangat mengantuk hari ini.
"ribut lagi?" Fita yang melihat Jani langsung duduk di samping Jani.
FITA ALEXANDRIA adalah sahabat sejati Jani mereka sudah bersama dari mereka SD hingga sekarang mereka kuliah, Fita memiliki kekasih yang juga sahabat dari Jani.
GIBRAN VALERINO adalah nama kekasih Fita, mereka sudah pacaran dari SMA, Gibran juga sangat tau bagaimana kehidupan berat yang Jani lalui.
"kenapa lagi tuh yang.. " ucap Gibran begitu masuk kelas.
"biasa" jawab Fita singkat.
Gibran hanya mengendikan bahu dan duduk di samping Fita.
"udah si nyet, nggak usah drama gitu. ini bukan yang pertama kan" Gibran menatap jani yang masih menyandarkan kepalanya di meja.
"apa sih Lo, gue ngantuk semalem gue nggak tidur" Jani mendongakkan kepalanya.
"ngapain?" ujar Fita lembut.
ya... Fita memang gadis SOFT SPOKEN jadi setiap kata yang keluar dari mulutnya terkesan adem.
"gue belajar buat nyantet orang" jawab Jani asal.
"gila Lo" Fita menepuk lengan Jani.
"ya udah kalau nggak percaya, mending Lo berdua mojok aja sana"
Jani mendorong Fita agar pergi, tentu Fita yang ingin bersama jani tidak mau meninggalkan sahabatnya ini.
"kebiasaan deh kalian" ucap Gibran jengah.
"boleh gue duduk di sini?"
seketika tangan Jani berhenti mendorong Fita, kini netranya melihat pada sosok pria yang berdiri di sisinya. namun tatapan itu hanya sekilas saja setelahnya Jani berlindung menatap buku yang ada di tangan Fita dan mengambilnya.
"duduk aja zra, lagian nggak ada orangnya" Gibran akhirnya membuka suara.
"tas Lo nyet" Gibran mengambil tas Jani dan memberikannya dengan kasar.
"biasa aja dong" sungut Jani.
pasalnya pria yang duduk di sampingnya ini adalah salah satu anggota geng motor terkenal di kota ini, bahkan dia juga banyak di gilai para ciwi-ciwi yang suka dateng ke arena balap.
dan sekarang cowok itu duduk di samping Jani, aman nggak jantungmu Jani.
"Jan.... Lo mau langsung balik?" Fita sedikit berlari menyusul Jani.
setelah pelajaran selesai memang Jani terlihat terburu-buru keluar dari kelas hingga membuat Fita yang biasanya akan bareng Jani sedikit bingung.
"iya gue mau mampir ke rumah om Andy dulu"
Fita hanya mengangguk dan membulatkan mulutnya menyerupai huruf O.
"Gibran mana? Lo gak bareng Gibran?"
"ada... dia lagi sama Ezra, katanya mau bahas hal penting. nanti juga nyusul"
"ya udah... Gue buru-buru, gue tinggal dulu ya"
Jani melambaikan tangannya pada Fita yang berdiri menatap punggung sahabatnya itu. rasanya terasa sakit melihat Jani yang terlihat tegar.
"yang.... " Gibran merangkul pundak Fita.
"kenapa?" Gibran melihat wajah Fita yang sedikit sendu.
"aku kasihan sama Jani yang, kenapa sih bokapnya Jani jahat banget"
"udah ya... " Gibran mengusap rambut panjang Fita lembut.
"kita tau kalau Jani itu kuat, Jani gak suka kalau kita merasa kasihan sama dia. kamu tau kan gimana sifat Jani"
Fita mengangguk lemah, meski Jani terlihat kuat namun Fita tau kalau sebenarnya Jani sangat rapuh dan butuh perhatian.
"eh iya nanti malam kita kumpul di tempat biasa mau ikut?"
saat ini Gibran dan Fita berjalan menyusuri koridor kampus dengan tangan yang saling bertaut, mereka tidak perduli dengan tatapan nyiyir para mahasiswa yang melihat kebucinan mereka.
"boleh aku ajak Jani?"
"boleh dong, sekalian biar Jani bisa bergaul biar banyak temen" ucap Gibran tersenyum manis.
dua sejoli yng sedang kasmaran itu terus berjalan menyusuri lorong menuju parkiran, rasanya seperti dunia milik mereka berdua sedangkan yang lain hanya figuran.
*******
Jani memarkirkan motor matic hitamnya di sebuah halaman rumah yang cukup mewah,jani menatap sekilas rumah yang sering sekali jani datangi beberapa bulan ini. bahkan security rumah ini sampai paham padanya.
"neng jani.... mau ketemu tuan apa non giselle?? "
sapa pak Midun security rumah mewah ini.
"om Andy ada pak?" jawab Jani tanpa basa-basi.
"oh... tuan ada baru pulang dari bangkok tadi" pak Midun menjelaskan pada Jani.
"ya udah pak saya masuk dulu ya"
"baik neng"
tanpa menunggu waktu lagi Jani langsung masuk ke dalam rumah yang sangat mewah bagi Jani, ANDY ADIWIJAYA adalah adik dari ibu Jani. orang yang sering menolong keluarga Jani jika dalam kesulitan.
contohnya saat seperti ini, saat ibu Jani membutuhkan uang, maka pada adiknya rosaline akan meminta bantuan.
Jani masuk ke sebuah ruang tamu yang cukup luas, dengan lukisan bunga tulip tergantung di sudut ruangan, sedangkan guci besar tertata di sampingnya.
"sore om" sapa jani saat melihat pria yang sedang membaca koran itu.
disampingnya ada seorang wanita yang tentunya adalah istri dari Omnya itu.
"eh... Jani, sini duduk" Andy menyapa dengan sangat ramah dan lembut.
berbeda dengan vivian istri Andy yang nampak tidak begitu suka dengan kedatangan jani.
"gimana? ada yang bisa om bantu?" Andy membawa jani duduk di sebelahnya.
"ini om ada kue dari ibu" jani menyodorkan papper bag ke hadapan Andy.
"wah... kok repot-repot sih" Andy tersenyum "bilang ibu kamu, makasih sudah di bikinin kue"
"jadi gimana?" Andy menatap jani teduh.
"kata ibu, ibu mau pinjam uang om"
"lagi?!"
bukan Andy yang menjawab, tapi vivian, wanita itu sedikit menunjukkan sikap tidak sukanya dengan apa yang baru saja jani katakan.
"jani..... tante tau, keluarga kamu lagi jatuh. tapi nggak kaya gini" vivian menatap jani sinis
"om sama tante juga punya kebutuhan sendiri, kamu tau kan di sini bukan panti sosial jani" vivian membuka kipasnya dan mulai mengipasi wajahnya.
"seharusnya kamu sebagai anak tertua tau diri, jika sudah nggak bisa jangan di paksakan. berhenti kuliah terus kerja"
jani tertunduk, memang benar tidak seharusnya merek selalu mengandalkan om Andy terus menerus apalagi mereka juga punya kebutuhan sendiri.
"maaf tante" ucap jani lirih.
"mah.... kamu ngomong apa sih!" Andy menatap istrinya jengkel.
"jani nggak usah di dengerin ucapan tante kamu itu" Andy mengusap bahu jani lembut.
"nanti om transfer, kamu pulang saja dulu ya" Andy melirik istrinya yang masih memasang wajah jengkelnya.
"iya om, kalau begitu jani permisi tante, om"
jani menyalami tangan Andy dan vivian.
"bilang sama ibu kamu jangan bergantung sama orang" ucap vivian pada jani.
jani keluar dengan menahan sesak di dadanya, kenapa hidupnya harus seprti ini. tidak masalah jika hidupnya susah tapi kenapa..... masih saja jani harus mendengarkan ucapan yang terkesan merendahkan keluarga nya.
jani menarik nafasnya dalam dan melajukan motornya keluar dari rumah mewah itu. ucapan tante vivian masih terngiang jelas di telinga jani, hingga membuat jani sedikit tidak fokus pada jalanan yang di laluinya.
CCCIIIITTTTT.......!!!!
BBBBRRUUUKK.....!!!!
"AAKKHHH......!!!!! "
"AWAS.....!!!!!!"
hingga tepat di belokan motor jani bertabrakan dengan sebuah motor yang berjalan dari arah berlawanan.
GUBRAAKKK.....!!!!!!!
suara dia motor yang jatuh menghantam aspal, begitu juga dengan kedua makhluk yang mengendarainya juga ikut terjatuh dan sedikit terguling.
"ash..... " rintih Jani saat dirinya berhasil mengumpulkan kesadarannya kembali.
tangan jani sedikit tergores aspal, dengan kakinya yang terjepit di antara ban motornya.
"Lo gak papa?" seorang lelaki yang tadi juga terjatuh bersama Jani menghampirinya.
lelaki itu menarik motor Jani dan membantu Jani berdiri.
"akh...." tangan Jani mencengkram jaket lelaki itu.
pasalnya kaki Jani sangat sakit, bahkan untuk berdiri sebentar saja rasanya ngilu.
"ada yang sakit?" lelaki itu langsung gercep melihat kondisi Jani.
"kaki gue" ucap Jani lirih.
rasanya dirinya ingin menangis saat ini, kenapa kemalangan selalu berpihak padanya. dari mendengarkan ceramah dari tante vivian dan harus menebalkan muka, dan apa..... sekarang Jani mendapatkan kemalangan lagi.
"sial....."
Jani mengumpat di dalam hatinya.
"Lo duduk dulu, bentar gue parkiran motor Lo sama punya gue dulu"
suara bass nan serak milik lelaki itu begitu menenangkan hati Jani, suaranya saja sebagus itu apalagi mukanya, Jani terkekeh kecil .
Jani memperhatikan lelaki yang sedang mendorong motor matic hitam miliknya ke sisi jalan, lelaki itu juga mendorong motor
TRAIL miliknya ke pinggir.
lelaki itu sedikit berlari mendekat pada jani yang sedang mengurut pergelangan kakinya, sebenarnya sedari tadi Jani terus melihat pada lelaki itu, namun saat lelaki itu berbalik Jani langsung berpura-pura mengurut kakinya yang sakit.
gak lucu kan ke tahuan kalau lagi fokus sama orang, mana orang yang baru ketemu lagi.
"kaki Lo.... masih sakit?" lelaki itu berjongkok di depan Jani
membuka helm miliknya dan seketika hawa di sekitar mereka terasa sejuk, mata Jani tak bisa beralih pada wajah yang tampan dan manis yang sedang fokus memeriksa kakinya itu.
wajah mirip seorang Idol k-pop, apalagi auranya wah mirip banget sama biasnya Jani
MIN YOONGI
"kayaknya kaki Lo terkilir" lelaki itu melihat sekilas wajah Jani dan fokus pada kaki Jani lagi.
"sakit?"
Jani mengangguk saat lelaki itu sedikit memutar kakinya pelan.
"Lo tahan, ini bakal sakit tapi sebentar"
tanpa aba-aba lelaki itu langsung menarik kaki Jani, hingga tangan Jani reflek menjambak rambut lelaki itu. saking terkejut dan sakit yang bersamaan.
"AAAKKKHHHH......!!!!!!"
keringat keluar dari pelipis jani, menahan rasa sakit sungguh membuat tenaganya terkuras.
"masih sakit?"
"udah mending" jani sedikit menggerakkan kakinya.
"sorry, tadi gue gak tau ada Lo di depan gue" lelaki itu duduk di samping jani.
"gak papa, lagian juga gue salah. hrusnya gue gak ngelamun pas lagi bawa motor"
lelaki itu hanya mengangguk, namun ekor mata lelaki itu melihat pada jani yang masih saja mengusap kakinya.
wajah cantik, dengan mata teduh membuat lelaki itu merasakan sesuatu pada dirinya.
"BTW..... Gue Erlan,Lo?" cowok di sebelah jani mengulurkan tangannya.
"Jani.... Rinjani" Jani menjabat tangan Erlan.
"gunung"
"ya.... kata nyokap biar gue bisa berdiri tegak menjulang, walau di terpa oleh keadaan apapun"
Erlan terdiam, sungguh baru kali ini dirinya bisa terhipnotis oleh seorang wanita. suaranya, wajahnya, bahkan rambutnya juga sungguh Erlan suka.
"gue ada urusan, Lo?" Erlan mengambil helm yang ada di sampingnya.
"gue juga mau balik" jani berdiri dan membenarkan tas ranselnya.
"oke, Hati-hati" ucap Erlan lirih.
jani mengangguk dan berjalan menuju motornya, jani memposisikan motornya supaya lebih mudah saat dirinya akan melajukan kendaraan miliknya ini.
jani melajukan motornya dan memberikan klakson, tanda pada Erlan jika dirinya harus pergi.
Erlan terpaku di tempatnya, cowok itu masih menatap pada jalanan yang di lalui jani, meski jani sudah tak terlihat namun pandangan Erlan masih tertuju pada jalanan sepi di depannya.
Erlan tersenyum tipis sebelum akhirnya memutuskan pergi dari tempat yang mempertemukan dirinya dengan seorang gadis cantik.
***********
DDDRRRRRTTTT........
DDDRRRTTTTTTT........
DDRRRRRRRRRTTTTTT.......
suara sering ponsel milik jani berbunyi terus menerus, padahal pemiliknya sedang asik nongkrong di kamar mandi. hingga saat Jani selesai dengan ritualnya Jani melihat pada layar HAPE miliknya yang memiliki panggilan tak terjawab lima kali dari Fita.
Jani menatap bingung layar HAPE miliknya, tak biasanya Fita telepon sampai lima kali, biasanya kalau gak di jawab ya udah.
jani hendak menelpon kembali Fita, namun belum sempat jarinya menekan nomor Fita, sahabatnya itu sudah kembali menelpon jani.
"iy... "
"jani.... Lo ngapain sih, kenapa lama banget angkat telepon gue?"
"gue habis boker"
"ya ampun jani, jorok banget"
"lah emang iya, kenapa?"
"sekarang Lo siap-siap, gue mau ajak Lo ke Basecamp cowok gue"
"ngapain gue ikut, ogah" jani merebahkan tubuhnya ke atas kasur.
"ayolah jani.... gue gak mau sendirian"
tak kenal menyerah Fita membujuk sahabatnya ini, jani harus ikut dirinya biar jani juga memiliki teman lain selain dirinya dan juga Gibran,
"iya udah deh gue siap-siap" jani mendengus.
"gitu dong, gue gak pernah maksa Lo kan, tapi kali ini harus" Fita cengengesan.
terdengar jelas dari suaranya
"ya udah gue mau siap-siap" jani menutup sepihak panggilan telepon dengan Fita.
jani membuka lemarinya dan mengambil hoodi berwarna hitam, dirinya hanya memakai skiny jeans dan hoodie hitam saja, lagipula jani tidak punya banyak pakaian untuk bergonta-ganti.
*******
sekitar tiga puluh menit akhirnya mobil yang di tumpangi jani dan Fita sampai di depan sebuah bangunan yang nampak sudah ramai.
"yok turun" Gibran membuka sabuk pengaman yang melilit padanya.
"yang.... gak papa aku sama jani ikut" Fita menarik lengan tangan Gibran.
Fita hanya merasa kaku melihat banyaknya teman-teman pacarnya itu, apalagi ciwi-ciwi di situ beuhh.... fashionable semua dan cantiknya...
"udah gak papa, ayok. jan ayok turun" Gibran melihat jani yang duduk di belakang.
mereka bertiga turun dan masuk ke dalam gedung yang katanya adalah Basecamp geng motor merek.
"woi bro.... baru dateng Lo" sambutan dari teman Gibran saat mereka baru datang.
"yoi, yang lainnya mana?"
mereka bersalaman ala geng mereka
"ada di dalam, dan biasa Ezra lagi di atas"
"gak kaget sih gue"
mereka berdua cekikikan, entah apa yang membuat mereka merasa perlu tertawa kecil.
Gibran membawa Fita dan jani masuk lebih dalam ke Basecamp yang biasa dirinya jadikan tempat pelarian saat jengah, tempat ngumpul tempat pacaran sama Fita, kayaknya kegiatan Gibran hampir setengah nya di Basecamp ini.
"kalian duduk di sini bentar" Gibran membawa jani dan Fita ke lantai atas.
di mana di lantai atas tidak banyak orang dan hanya terkhusus untuk para inti geng motor.
"mau kemana" Fita menahan tangan Gibran
"ambil minum"
Fita hanya mengangguk dan membiarkan kekasihnya pergi mengambil minuman.
"Lo sering kesini?" jani melihat ke sekeliling ruangan.
"kadang si, tapi gak pas lagi rame kayak gini"
"owh...." jawab jani singkat.
"jan.... Lo tau gak, kata Gibran kemaren Ezra minta nomor Lo" Fita sedikit mendekat pada jani.
"terus?"
"ya Gibran gak kasih lah"
"kenapa?"
"gak tau, mungkin Gibran mau tanya lo dulu. gak sopan kan langsung kasih nomor gitu aja"
fita tersenyum manis sembari merangkul lengan jani, memang fita sangat suka bergelayut seperti monyet.
hingga perhatian Fita dan jani teralihkan saat seseorang membuka pintu kamar yang ada di sebelah mereka, nampak Ezra dan seorang gadis yang bergelayut manja pada lengan Ezra.
mata Ezra bersitubruk dengan mata teduh milik jani, Ezra merasa gugup dan panik saat melihat Jani berada di Basecamp. sudah seprti pasangan yang terciduk berselingkuh. begitu juga Ezra yang langsung gugup dan salah tingkah.
"i—ini... temen gue" ucap Ezra gugup
Ezra menggigit bibir bawahnya ketika tatapan jani terus tertuju pada dirinya.
"sial.... kenapa harus ada jani sih"
Ezra merutuki dirinya sendiri, bagimana kalau jani tau kelakuan Ezra.
saat ini Ezra yang masih terlihat canggung ikut duduk bersama Fita, Jani, dan Gibran. entah kenapa hati Ezra masih belum tenang setelah kejadian dirinya yang keluar dari kamar bersama dengan gadis.
entah hati siapa yang sedang Ezra jaga, jika Ezra menjaga hati Jani bukankah Ezra dan Jani tidak memiliki hubungan apapun.
"udah lama Lo disini?" Ezra dengan sok cool berusaha mencairkan suasana.
"hah?" Fita menoleh pada Ezra.
begitu juga Jani dan Gibran yang menoleh pada Ezra namun tak mengatakan apa-apa. mereka tentu bingung Ezra tuh nanya ke siapa?
"maksud gue Jani" Ezra menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
rasanya sangat aneh dengan situasi seperti ini, terlalu banyak diam dan tak ada obrolan apapun.
"Lo di tanya itu Jan" Fita menepuk bahu Jani lembut.
"ya elah zra, di sini ada tiga makhluk. dan Lo cuma nanya ke Jani?" ledek Gibran pada temannya ini.
"kalau Lo sama Fita kan udah sering ke sini, ini tumben aja Jani juga ikut"
"kenapa? gak boleh?" Jani menatap tenang pada Ezra.
"y–y–ya boleh lah" entah kenapa Ezra semakin gugup dengan tatapan yang di berikan Jani padanya.
rasanya seperti seorang kekasih yang sedang marah karena mengetahui pacarnya berselingkuh.
"eh zra, lo udah denger kalau minggu depan kita bakal ngadain touring?" Gibran mengambil snack kentang dari atas meja.
bukan apa-apa Gibran sengaja mengalihkan pembicaraan karena melihat sikap Ezra yang gugup, sangat berbeda dengan kebiasaan Ezra yang selalu bisa bersikap santai,seperti bukan Ezra saja.
"gue denger, tapi gue belum tau bakal kemana kita. Lo ikut?" Ezra mengambil sekaleng beer dan meminumnya.
"ikut dong, gue juga bakal ajak cewek gue"
Gibran melirik Fita dan merangkul bahu Fita posesif, yah begitulah cinta..... terasa manis saat mereka belum hidup satu atap.
"kalau Lo?" ucap Fita pada Ezra yang terlihat tak henti mencuri pandang pada Jani.
sedangkan Jani dia hanya memilih diam, karena menurut Jani itu bukan hal yang harus Jani campuri, lagipula Jani nggak begitu tertarik ikut touring
"gue—ikut dong, dan gue mau ajak Jani" Ezra menatap lembut Jani yang duduk di sebelahnya.
"Lo mau kan?" Ezra menatap Jani seakan memohon agar Jani mengiyakan permintaannya.
"Lo gak salah ajak gue? apa kata cewek lo tadi nanti" Jani sedikit terkekeh.
"udah gue bilang dia temen gue" cicit Ezra lirih.
"oh... temen" Jani mengangguk pelan.
"iya temen, gak percaya banget sih" Ezra sedikit gugup dengan perkataan jani.
"ikut aja jan, nanti lo juga bisa sekalian nemenin gue" Fita bergelayut di lengan Jani.
"gue suka sebel kalau ikut touring, gue gak ada temen ngobrol, ciwi-ciwi yang ikut touring suka ngacangin gue" ucap Fita dengan suara yang di buat memelas dan terkesan menyedihkan.
"kalau lo ikut gue jadi ada temen ngobrol, temen selfie" rayu Fita dengan wajah yang sudah di bikin se imut mungkin.
"yakin lo mau ajak gue?" Jani melihat Ezra yang sedang meminum beernya.
"yakin, gimana?" Ezra menaik turunkan alisnya menggoda Jani.
"oke" jawab Jani singkat.
"yeayyyy...... thanks ya Jani, lo emang sahabat terbaik gue" Fita memeluk Jani manja.
"eh... kenapa yang di peluk Jani, yang disini juga mau kali" Gibran menarik tangan Fita lembut.
"iya... lupa kalau ada ayang gumush di samping aku" Fita terkekeh dan beralih memeluk kekasihnya yang sangat lucu ini.
suasana yang tadinya canggung kini berangsur-angsur mulai cair kini terdengar suara tawa kecil dan candaan yang Gibran dan Ezra lontarkan. hingga membuat Jani dan Fita ikut tertawa, tanpa mereka sadari dari sudut ruangan nampak sorang pria yang sedang memperhatikan mereka dengan tatapan dinginnya.
"eh gue ada urusan bentar, gue tinggal dulu ya" Ezra melihat notifikasi yang muncul di layar hapenya
"iya santai aja kali zra" Gibran membuat tanda oke dengan jarinya.
"gue cabut dulu ya Jan, sorry gak bisa temenin Lo"
Ezra menatap Jani yang masih duduk diam, seakan Ezra bersalah karena harus meninggalkan Jani.
"ya elah zra, kayak sama siapa aja. lagian juga Jani gak papa kali lo tinggal, iya kan Jan?" sambung Fita dengan mulut penuh dengan snack kentang.
"ya.... gue gak enak aja, soalnya kalau gue pergi Jani bakal jadi kambing congek dong" Ezra melihat Fita dan Gibran bergantian.
"kalian berdua kan pasti bakal sayang-sayangan" sambung Ezra kembali.
"gak papa lagian gue udah biasa kok lihat mereka pacaran" ujar Jani santai.
"ya— ya udah kalau gitu, gue cabut ya. oh iya... boleh pinjem hape lo gak Jan?" Ezra berdiri di samping Jani dengan mata yang tak henti menatap pada Jani.
"buat apa?" Gibran yang sangat tau sifat Ezra langsung sedikit panik.
namun jika Gibran langsung mengatakan agar Jani tidak memberikan nomornya tentu itu akan menyakiti hati Ezra.
"pinjem bentar, kuota gue habis. mau chat nyokap"
bohong.... tentu Ezra berbohong pada Gibran, Ezra juga tau jika Gibran sebenarnya tidak memperbolehkan dirinya mendekati Jani, namun.... rasa yang ada di dalam hati Ezra seakan memberontak untuk tetap berjuang mendapatkan hati seorang RINJANI.
"nih" Jani menyodorkan hapenya pada Ezra.
"makasih Jani" Ezra hendak mengambil hape Jani namun belum sempat tangan Ezra mengambil hape Jani terdengar suara seseorang yang mengalihkan perhatian mereka.
"pake hape gue aja" Erlan berjalan dari sudut ruangan yang sedikit gelap.
sedari tadi memang erlan sedang memperhatikan mereka, tatapan Ezra menajam saat melihat sosok Erlan yang tiba-tiba saja datang. tanpa memperdulikan ucapan Erlan, Ezra langsung mengambil hape Jani dan menghubungi nomornya sendiri.
"sorry, tapi gue udah pegang hape Jani" ucap Ezra datar
Erlan hanya dim dengan terus menatap Ezra dingin, rasanya dirinya ingin sekali menghajar wajah Ezra. bagaimana bisa dia bisa dekat dengan gadis cantik yang dia temui tadi, rasa tidak suka kini menjalar di dada Erlan.
"makasih Jani" Ezra mengembalikan hape Jani
"gue cabut" Ezra melambaikan tangannya pada Gibran dan juga Fita.
hening setelah kepergian Ezra suasana kembali hening, apalagi kini ketua dari BLACK HUNTER sedang berdiri di antara mereka.
***********
kini di ruangan lantai atas Basecamp BLACK HUNTER tersisa Rinjani dan juga Erlan, sedangkan Fita dan Gibran mereka memilih untuk berduaan di dalam kamar, tentu hal itu adalah hal biasa bagi Jani, karena sering menemani sahabatnya ini pacaran.
"gimana kalau lo?" Erlan akhirnya membuka keheningan yang sejak tadi menyelimuti mereka.
"udah gak papa"
"Lo kenal Ezra?" tanpa basa-basi Erlan langsung bertanya pada Jani dengan wajah datar.
"gue satu kampus sama dia, gue juga stau kelas dan satu jurusan sama dia"
"owh.... "
ya Tuhan..... cuma owh? gila kenapa dia bisa sedingin ini, padahal tadi pas ketemu Jani rasanya kayak cowok paling hangat deh. kenapa sikapnya berubah jadi cuek dan dingin, walau gak dingin-dingin banget sih, tapi.... tetep Jani suka.
"kalau Lo sendiri?" Jani balik bertanya pada Erlan yang kini sedang meneguk minuman dingin kalengan.
"gue?" Erlan sedikit memanyunkan bibirnya dan seakan sedang berpikir
"uuummm.... gue— gak tau kenapa di sini" jawab Erlan asal.
Jani terbengong mendengar jawaban dari cowok di sampingnya ini, gak tau kenapa bisa di sini? gila kali nih cowok.... batin Jani terus saja berisik setiap kali Erlan bersuara.
meski begitu Jani tetap saja mengangguk entahlah, hanya itu yang bisa Jani lakukan.
canggung, bingung entahlah sekarang Jani merasakan jantungnya gak aman kalau terus dekat sama cowok ini.
"gue suka sama Lo" ucap Erlan tenang dan santai
"uhukk.... uuhhukk... " jani tersedak minumannya sendiri.
bener-bener gila sih cowok ini, baru kenal udh langsung confess aja di kira Jani ini apaan. Jani menatap bingung pada Erlan yang juga sedang menatap Jani teduh.
"kenapa? kok gak jawab?" Erlan sedikit mendekatkan tubuhnya pada Jani.
seketika tubuh Jani membeku, jantungnya seakan ingin keluar dan nafasnya sudah tercekat di tenggorokan.
apa-apaan sih nih cowok, lagi kobam kali ya jadi nglantur, Jani mengerjapkan matanya beberapa kali namun tetap saja tatapan Erlan sungguh bisa menusuk jantungnya.
hingga terdengar suara seseorang yang datang dari bawah membuat Jani dan juga Erlan melihat siapa yang datang. Jani sedikit terkejut melihat Gisella yang ternyata naik ke atas.
"Erlan..... " suara Giselle terdengar lirih.
melihat sosok Giselle membuat Erlan yang sedari tadi duduk di samping Jani langsung bangkit dan masuk ke dalam kamar yang ada di sudut.
tanpa malu Giselle mengikuti kemana Erlan pergi, namun tatapan Giselle terlihat tajam dan menunjukkan ketidaksukaannya pada Jani.
Jani hanya diam melihat dia makhluk yang masuk ke dalam kamar, pikiran Jani mendadak berisik dengan hal-hal yang aneh, bahkan kini Jani beranggapan jika Giselle adalah kekasih dari Erlan.
jika memang Erlan sudah berpacaran dengan Giselle lalu kenapa dia malah confess jani?
'wah cowok brengsek'
jani mengumpat kesal dalam hati, bagaimana juga dirinya sempat menyukai cowok itu. namun.... belum sempat berjuang semuanya sudah pupus.
memang nasib buruk selalu berpihak pada Jani.
Jani mengambil hape yang ada di atas meja karena hape Jani terus berbunyi, Jani melihat notifikasi dari Lisa adiknya
LILIS (•ૢ⚈͒⌄⚈͒•ૢ)
[Kak cepet pulang ayah balik, terus ngamuk²]
begitu melihat pesan yang lisa kirimkan Jani langsung saja berlari bak melihat setan, tanpa perduli jika ada Fita dan Gibran yang dia tinggalkan, bahkan Jani lupa jika dia tidak membawa kendaraan.
Jani berlari sampai lantai bawah dan entah kebetulan atau tidak dirinya menabrak Ezra yang hendak masuk ke dalam Basecamp.
"jani, lo kenapa?" Ezra menahan lengan Jani.
"gue harus pulang" suara Jani sedikit bergetar.
sungguh dirinya takut jika ayahnya akan melukai adik-adiknya dan juga ibunya.
"tenang dulu, tarik nafas dulu" Ezra bisa melihat Jani yang panik dan terburu-buru.
"gue harus pulang sekarang" Jani seperti sedang memohon.
"iya, tapi lo tenang dulu oke" Ezra memegang bahu Jani lembut.
"tarik nafas dan buang pelan-pelan" seperti seorang instruktur senam Ezra membuat Jani sedikit tenang.
"mau pulang?" Ezra menatap Jani yang masih tertunduk.
Jani hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa dirinya memang harus pulang.
"gue anter, lo gak bawa kendaraan kan?"
kembali Jani hanya mengangguk.
"bentar gue ambil motor, lo tunggu di sini. jngan kemana-mana. gue cuma bentar"
Ezra memperingati Jani, seakan Jani akan pergi saat Ezra mengambil motornya. tak butuh waktu lama akhirnya Ezra membawa sebuah motor sport berwarna hitam dope. tanpa berpikir lagi Jani langsung naik, bahkan Jani lupa tidak memakai helm. mungkin saking paniknya hingga Jani lupa hal penting saat berkendara.
Ezra melajukan motornya sedikit cepat, seakan di kejar waktu. tak ada obrolan apapun antara mereka. namun Ezra bisa melihat wajahnya panik dan takut Jani dari spion motornya, Ezra merasa jika hatinya ikut sesak melihat wajah Jani yang seakan ingin menangis namun Jani tahan.
Ezra tau jika Jani sosok yang butub perlindungan namun Ezra tidak tau harus bagimana cara melindungi Jani dan membuat Jani melupakan maslah yang dia hadapi saat ini.
hingga kurang lebih tiga puluh menit motor sport Ezra berhenti di depan sebuah rumah sederhana bercat gading. terdengar jelas suara teriakan dari dalam, Jani yang baru saja turun dari motor Ezra langsung berlari masuk ke dalam rumah.
sungguh Jani takut, jika ayahnya melukai Lisa dan Liliy.
"KAMU KENAPA SETIAP PULANG SELALU BIKIN MASALAH!!!!!!" teriakan Rosaline menggema begitu Jani masuk ke dalam rumah.
Jani melihat barang-barang berserakan, kursi terbalik dan sebuah kaca yang pecah. Baru-baru yang berhamburan di lantai, di sudut ruangan nampak Lisa sedang berjongkok dengan tangannya menutupi telinga Liliy.
Jani menarik nafasnya sejenak dan berjalan mendekati ayahnya yang sedang berkecak pinggang menantang Rosaline.
"ngapain pulang? Lo itu udah gak ada hak ke sini" Jani menarik krah baju ayahnya.
"anak sialan, berani kamu melawan ayah huh!!!!" Ammar mendorong tubuh Jani hingga membentur sudut meja.
"kenapa sih lo harus dateng" lirih Jani sembari menahan sesak.
"kamu pikir aku mau menginjakkan kaki ku di rumah ini dan bertemu kalian, aku cuma minta surat tanah rumah ini, kalau ibumu yang baik ini gak mempersulit aku juga gak bakal ke sini lagi" Ammar mendecih.
"bilang sama ibu kamu kasih surat tanah rumah ini dan hidup kalian bakal tenang, aku gak bakal dateng ke sini lagi"
"gila..... LO MANUSIA GILA DAN MENJIJIKAN.!!!!! PERGI LO!!!!"
"ANAK KURANG AJAR" Ammar hendak memukul Jani.
namun.... sekumpulan warga datang menarik Ammar keluar hingga membuat pria itu jatuh tersungkur ke lantai, Jani berdiri dan berlari mendekati Lisa dan Liliy Jani juga membawa kedua adiknya ke samping ibunya.
"kamu gak papa Jani" Rosaline menatap Jani sedih.
Jani hanya menggeleng lemah, Jani melihat Ezra yang berdiri di ambang pintu. menatap Jani sendiri bahkan saat mata mereka saling bertubrukan ada sesak yang Ezra rasakan.
'kenapa harus saat kayak gini, dan kenapa harus Ezra'
malu..... tentu itu yang Jani rasakan, tidak ada yang tau kelakuan ayahnya selain Fita dan juga Gibran dan sekarang Ezra dia juga tau bagaimana kehidupan keluarganya yang sangat hancur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!