Aku yang sedang akan menata mimpiku itu tiba-tiba di seret oleh pria-pria kekar, yang aku kira itu adalah polisi yang biasa menangkap anak jalanan sepertiku.
Aku tidak takut dengan mereka bahkan sudah biasa dengan hal itu, paling-paling aku di amankan dan diberi pelatihan atau hanya di tangkap sebentar dan dilepaskan lagi.
Begitu terus sampai aku jenuh, namun kali ini aku salah, aku di bawa ke kediaman yang sangat megah, gerbangnya saja sangat besar seperti rumah pejabat, meskipun aku tidak tahu rumah pejabat seperti apa sebenarnya.
Aku mulai menginjakkan kaki ke dalam rumah besar itu, aromanya sangat kental dengan uang.
Aku didudukan di sofa berlapis emas, aku sangat terkesima dengan bangunan kediaman itu sangat mewah, sampai aku tidak menyadari ada 2 orang yang duduk sedang menatap tajam ke arahku.
"Tuan, Nyonya, saya menemukan nona muda, ini kalung yang dipakai nona muda."
Salah satu ajudan itu memberikan kalung pada seorang pria baya, tampak sudah berumur tapi masih sangat berkarisma, dan di sampingnya ada nyonya-nyonya elegan sudah pasti istrinya.
Aku tersadar jika kalung itu adalah milikku, yang ditinggalkan oleh ibuku, aku meraba leherku.
"Kapan kau mengambil kalung ku?" celetukku kesal.
Baru kali ini ada orang yang mengincar barang seorang gelandangan.
"Maaf Tuan, Nyonya ... Aku tidak berniat menjual kalung peninggalan ibuku, tolong kembalikan!" aku memintanya dengan kesal.
"Astaga, anak ini sangat tidak sopan, selain bau dan dekil dia juga sangat tidak tahu sopan santun." Ujar wanita baya di hadapanku, ya pandangan remeh itu sudah biasa aku dapatkan.
"Benar-benar ya, meskipun kotor dia sama cantiknya dengan ibunya, ya bagaimana kabar ibumu?" tanya pria baya itu.
"Dia sudah tiada." jawabku sambil menahan air mataku, karena dia adalah satu-satunya orang yang mencintaiku di dunia ini.
"Karena kau adalah anak dari suamiku di luar nikah, ibumu itu wanita penggoda kau tahu, jika saja putriku tidak kabur aku tidak akan membawamu ke sini!" Suara kebencian itu sangat membuatku mendidih.
"Cukup Lita ... Kau yang selingkuh lebih dulu, kita membawa dia ke sini karena besok adalah hari pernikahan yang harus dilaksanakan sesuai perjanjian, anakmu sangat tidak membantu keluarga, dia malah kabur begitu saja."
Kedua suami istri itu berdebat hebat di hadapanku yang tidak mengerti apa-apa, hanya saja permasalahannya adalah, orang yang mengatakan dirinya ayahku ini adalah buaya yang sudah membuat aku dan ibuku menderita, pada intinya aku di bawa ke rumah itu untuk menggantikan kakakku, yang kabur karena rupanya pria yang akan di nikahinya itu adalah seorang tuna wicara dan juga seorang duda.
Aku tidak mendapatkan kesempatan berbicara sama sekali, aku di bawa oleh para pelayan untuk dimandikan, di dandani, mereka memperlakukanku dengan sangat hati-hati.
Dan ini antara mimpi atau tidak aku tidak tahu, di hadapanku sudah ada seorang yang membawa banyak buku ditangannya.
"Selamat malam nona muda, perkenalkan nama saya Bella, saya akan menjelaskan silsilah keluarga anda dengan sangat jelas." ujarnya dengan keramahtamahan.
Aku tidak biasa, tapi aku harus membiasakan diri.
Bella memperkenalkan keluarga gila itu padaku, aku adalah anak haram dari pria bernama Kris Horem, seorang pengusaha pertambangan di negara itu, ibuku adalah seorang penjahit yang selalu membuatkan pakaian hanya untuk keluarga Horem, yang menjadi pelampiasan pria gila itu karena istrinya selingkuh dengan ajudan pribadinya.
Aku memiliki 2 kakak, kakak pertama adalah laki-laki yang akan mewarisi keluarga Horem kakak laki-lakiku sedang sibuk mematangkan diri belajar diluar negeri dia bernama Ruben Horem, dan kakak kedua adalah perempuan bernama Riana Horem, dan namaku sekarang adalah Vania Horem.
"Anda bisa membaca?" tanya Bella.
"Bisa, aku juga menguasai bahasa inggris dengan baik." jawabku, karena ibuku adalah wanita berpendidikan tinggi, aku tidak tahu alasan kami hidup melarat, aku selalu berpikir ibuku bisa segalanya, meskipun aku tidak sekolah sama sekali aku bisa membaca dan berhitung lalu ibuku selalu mengajakku berbicara dengan bahasa inggris setiap harinya.
Namun sekarang aku tahu ibuku sedang menyembunyikan ku dengan baik agar aku bisa hidup.
Enak sekali mereka itu, lihat saja aku akan membalas perbuatan kalian terhadap ibuku.
Dalam hatiku.
Bella pun mengajakku berbicara dengan bahasa inggris, dia terlihat sangat senang.
Aku diberitahu jika aku akan menikah besok dengan seorang pria berusia 30 tahun, sedangkan aku masih 20 tahun, dan dia tuna wicara dan memiliki anak laki-laki berusia 5 tahun.
Pria itu bernama Divon Sandreas, dia mengalami kecelakaan dengan istrinya saat melakukan perjalanan bisnis yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia.
Saat itu Divon tidak bisa bicara setelah sadar dari komannya, namun yang menjadi masalah adalah putra Divon adalah anak yang sangat sulit dikendalikan, anak kecil yang sangat nakal.
Sebenarnya Divon dan kakakku memiliki perjanjian pernikahan bisnis sejak kecil, namun rupanya Divon jatuh cinta dan memiliki anak dengan wanita yang dicintainya mau tidak mau perjanjian itu dibatalkan.
"Aku jadi kakak juga akan kabur, gila saja keluarga kaya itu, setelah cacat dan duda dia mau menikahi kakakku." ujar Vania kesal.
Vania menganggap semua laki-laki kaya itu tidak punya otak, dan sekarang dia yang sudah hidup menderita harus lebih menderita lagi, itu sangat tidak adil baginya.
Aku akan kabur, enak saja hidupku selama ini sangat menderita, masak aku harus menderita lagi, rupanya jadi orang kaya itu harus gila, aku lebih suka jadi gelandangan.
Dalam hati Vania.
Vania memandangi dirinya di kaca dan sesekali melihat foto keluarga Horem, kakaknya sangat cantik dan kakak laki-lakinya sangat tampan seperti pangeran.
"Apakah kakak laki-lakiku juga gila?" tanya Vania.
"Ah apa?" Bella terkejut dengan pertanyaan Vania.
"Iya, apa kakakku juga sama gilanya dengan Ayahku?" tanya Vania.
"Tidak, tuan muda sangat baik nona, dia tidak terlibat skandal dengan wanita mana pun sampai saat ini, dia juga belum mau bertunangan." Jawab Bella.
"Kalau kakak perempuan ku?" tanya Vania penasaran.
"Ehmmm, ... " Bella tampak ragu untuk mengatakannya namun dari ekspresi Bella Vania tahu bahwa yang menuruni bakat gila ayahnya adalah kakak perempuannya.
"Nona, Tuan besar itu tidak gila ..." ujar Bella seakan dia itu sangat mengenal Kris Horem.
"Apa kau juga wanita ayahku?" ujar Vania mencurigai.
"Nona, jika anda ingin tahu segalanya, buatlah syarat pernikahan dengan membawa saya sebagai pelayan anda di kediaman Sandreas." Pinta Bella.
"Apa kau memiliki keperluan di sana?" tanya Vania, Vania itu anak yang cerdik, dan sangat bisa membaca situasinya.
"Adik saya adalah mendiang istri Tuan Divon." Jawab Bella.
Kegilaan apa lagi yang terjadi sebenarnya?, kenapa orang - orang yang berada di sekelilingnya itu sangat rumit.
Dalam hati Vania.
Vania melihat sekeliling tempat tinggal Horem, rupanya kediaman itu di jaga sangat ketat, dia tidak bisa kabur dari pernikahan.
"Jadi anak tuan Divon itu keponakanmu?" tanya Vania.
Bella mengangguk, Bella berusia 35 tahun, kar Vania membutuhkan informasi tentang ibunya jadi Vania harus menjalani pernikahan gila ini.
Akhirnya aku menyetujui pernikahan itu dengan syarat membawa Bella.
Dengan sangat senang Ibu tiriku menyetujuinya, karena dengan pernikahan ini, maka keluarga Horem akan terjamin kemakmurannya, Sandreas akan menepati janjinya bila mana keluarga Horem menjalankan pernikahan bisnis ini, maka dana bantuan yang ugal-ugalan akan diterimanya.
Hari pernikahan pun tiba, entah ini disebut apa, apakah aku ini Cinderela atau akan menjadi ratu Diana yang tidak dicintai oleh suaminya.
Aku sudah berjalan di karpet merah di sebuah gedung luar biasa, berjalan dengan di dampingi ayah gilaku, menuju altar, di sana sudah menanti pria tinggi dengan pakaian putih, aku terkejut karena pria itu sangat tampan, bagaimana bisa dia menikahi wanita gelandangan sepertiku, apa yang membuatnya menyetujui pernikahan gila ini.
Ayahku memberikan tanganku pada tangan pria, itu sambil mengatakan kata-kata yang sangat tidak biasa.
"Aku titipkan anakku padamu Divon." Ujar Kris Horem.
Pria itu hanya mengangguk dan menggenggam tanganku, kami pun melakukan sumpah pernikahan yang tidak biasa karena dia menjawab menggunakan bahasa isyarat.
Aku tidak tahu setelah ini aku akan hidup seperti apa, tapi aku sudah hidup menderita dan terlunta-lunta, aku akan menghadapi orang - orang gila ini dengan penuh kewarasan.
Setelah pernikahan selesai Vania pun segera di bawa ke kediaman Sandreas bersama dengan Bella.
"Kau cantik sekali menantuku, aku sangat senang pada akhirnya keluarga Sandreas dan Horem bersatu." Ujar seorang wanita tua tapi masih sangat cantik, kekuatan uang memang luar biasa.
Wanita itu adalah ibu dari Divon, bernama Mutia Sandreas.
Vania hanya memiliki ibu mertua saja, karena ayah Divon sudah meninggal saat Divon masih kecil.
"Ibu aku ini tidak cantik." sahut Vania.
"Bagaimana bisa kau tidak cantik, kau sudah menjadi Vania Sandreas sekarang, kalian cepat masuk kamar pengantin." Mutia segera mendorong Vania dan Divon masuk ke kamar.
Mutia melihat ke arah Bella,
"Kamarmu ada di paling belakang!" Mutia segera pergi meninggalkan Bella.
Di kamar pengantin.
Divon menulis sesuatu di kertas dan menunjukkan pada Vania.
"Kau gelandangan!" Itulah yang tertulis di kertas Divon.
Vania sangat terkejut dan sangat marah mendapatkan sambutan Sangat diluar nalar dari Divon.
"Tapi kau tadi mencium gelandangan tuh!" balas Vania kesal.
"Cih, apalagi itu ciuman pertamaku, sudah kau tenang saja suamiku, aku tidak tertarik denganmu, di sini aku juga korban, karena kakakku kabur." Sahut Vania.
"Karena itu bukan Kakakmu aku mau melakukan pernikahan ini" Tulis Divon.
"Apa?" Vania sangat terkejut tapi intinya mungkin dia tidak terlalu dibenci oleh Divon, saat ini dia sangat lelah dan segera mengambil bantal dan selimut lalu segera tidur di sofa besar di kamar itu.
"Baiklah, aku lelah selamat malam." Vania harus tidur terlebih dahulu agar besok bisa membuat rencana untuk keamanan hidupnya.
Karena sudah terbiasa hidup menggelandang Vania tidak takut tidur di mana pun asal tidak kepanasan dan kehujanan, Vania langsung pulas begitu saja.
"Tuan muda" orang kepercayaan Divon pun masuk dari jendela.
Divon perlahan mengangkat Vania dan memindahkannya ke kasurnya dengan sangat hati-hati.
"Laporkan saja!" tegas Divon.
Divon sebenarnya tidak bisu, hanya itu cara yang bisa dia lakukan setelah bangun dari koma untuk bisa mengungkap kecelakaan itu.
"Tuan Kecil besok akan tiba di sini, apa anda yakin ingin mempertemukan tuan muda dengan nona Vania?" Sebut saja namanya Hamis.
"Aku hanya akan mencobanya, jika dia bisa mengatasi pembuat onar itu, maka dia bisa kita manfaatkan." Jawab Divon.
"Baik." Hamis mengangguk mengerti.
"Tetap awasi pergerakan Horem." Perintah Divon.
Hamis mengangguk dan segera pergi.
Divon memperhatikan Vania yang tertidur sangat nyenyak.
"Kakakmu saja kabur, kenapa kau mau dengan pria bisu yang seorang duda ini, aku penasaran darah Horem yang tumbuh gelandangan apakah sama atau tidak, mereka menutupi fakta tentang Vania yang merupakan anak haram, sungguh keluarga gila." Gumam Divon.
Mereka memasukan nama Vania sebagai anak sah, adik dari Riana Horem yang dikatakan di rawat oleh saudara kandung Lita Horem karena tidak bisa memiliki anak, di luar negeri, maka dari itu Mutia menyetujuinya dengan sangat senang, meskipun awalnya kecewa karena Riana kabur, karena Vania juga tidak kalah cantik dengan kakaknya.
Keesokan paginya,
Kekacauan mulai terjadi karena anak Divon tiba di pagi hari dan sudah membuat kegaduhan di kediaman Sandreas.
Anak itu baru berusia 5 tahun, namanya Lernad Rans.
Lernad tidak termasuk dalam keluarga Sandreas karena Mutia tidak pernah menyetujui pernikahan mereka, dia akan mendapatkan hidup layak tapi tidak akan mewarisi sepeserpun kekayaan Sandreas.
Dari pernikahan Vania dan Divonlah yang akan menjadi pewaris selanjutnya.
Suara teriakan para pelayan di kediaman Sandreas menggelegar silih berganti, Vania pun segera bangun, meskipun dia terkejut karena berpindah dikasur tapi Vania tidak ada waktu karena di luar sedang berisik.
"Ada, ap- ..." Vania sangat terkejut melihat semua pelayan terluka, anak itu sangat berbahaya karena menggigit orang dengan sangat ganas.
"Nyonya cepat masuk!" teriak kepala pelayan.
Lernad yang melihat keberadaan Vania langsung berlari kearah Vania untuk menggigit, dengan sigap Vania memegangi kepala anak itu.
"Lepaskan!" Lernad meronta-ronta.
"Gila ya, aku baru menikmati tidur nyamanku, kau datang membuat keributan, kau ini siapa?" ujar Vania.
"Kau ibu tiri jahat, aku akan membunuhmu!" teriak Lernad terus berusaha lepas agar bisa menyerang Vania.
"Aduh, kelakuan anak dan bapak sama-sama bangsat sekali, apa katamu aku ibu tiri jahat?, hahahah kata-kata yang indah nak, apa kau pikir aku takut padamu, pelayan di rumah ini mungkin iya, tapi tidak denganku karena sesuai dengan yang kau sebut tadi aku adalah ibu tiri yang jahat!" Vania sangat puas dan tertawa begitu keras.
Vania segera mengangkat tubuh Lernad yang mungil itu.
Vania segera menengkurapkan Lernad dan memukul bokong anak itu.
"Gila ya kau, masih kecil mau membunuh, belajar dari mana bahasa kasar itu sangat mirip dengan anak jalanan!"
Bok ....
Suara pukulan itu mendarat berkali-kali di pantat Lernad, tentu saja tidak beneran, tapi hal itu membuat bocah itu kalah telak.
"Kau berani memukul anak Divon sandreas?, apa kau mau mati!" teriak Lernad dan meronta.
"Tapi aku adalah Vania sandreas, apa itu akan terjadi?" ujar Vania.
Mendengar ucapan Vania, Lernad berhenti meronta dan tampak lemas.
"Oh, ya ... Pada akhirnya nanti kau akan melahirkan sainganku ya, aku tidak akan membuat anakmu hidup tenang." teriak Lenard.
Vania sangat terkejut dengan ucapan yang tak seharusnya dikatakan anak umur 5 tahun, pasti anak itu salah di didik, sampai menjadi seperti ini.
Karena lengah, Vania pun terkena gigitan oleh Lenard, tapi Vania tidak berteriak, dia hanya diam dan menunggu anak itu melepaskan gigitannya sendiri.
Justru yang heboh malah, para pelayan melihat darah yang mengucur dari tangan Vania.
Lenard melepaskan gigitannya, karena melihat Vania yang diam saja.
"Kenapa kau tidak berteriak dan menangis?" tanya Lenard.
"Ini tidak ada apa-apanya, dari semua yang pernah kualami." jawab Vania tersenyum.
" Apa kau gila?" tanya Lenard keheranan dengan sikap Vania.
"Kau yang gila, aku bahkan tidak menyakitimu duluan, tapi kau menyakitiku." ujar Vania.
"Ayah, Ayah ..." Lenard segera pergi mencari ayahnya.
Oh iya, kenapa aku tidak melihat Divon, dari sejak aku bangun?
Dalam hati Vania.
"Ehm ... " Vania melihat di sekeliling, rasanya ada yang memperhatikan dirinya.
Namun Vania tidak sempat mencari sesosok itu, karena para pelayan segera meraih tangan Vania dan segera mengobatinya.
"Anak itu kemana?" tanya Vania.
"Tuan Divon ada di atas." jawab Pelayan.
"Oh iya, di mana Bella?" tanya Vania mencari - cari Bella, yang sejak datang tidak terlihat batang hidungnya .
"Tadi nyonya besar memanggilnya." jawab salah seorang pelayan.
Vania setelah diobati dan diperban dia pun kembali ke kamarnya.
Dia belum mandi dan belum sarapan tapi kediaman Sandreas sepagi itu sudah sangat gaduh dan membuat mood semua orang berantakan.
"Gila saja, semua orang kaya gila." ujar Vania sangat kesal.
Tok tok tok ...
"Nyonya Nia, ini saya Bella." terdengar suara Bella dari luar.
"Masuklah!" tegas Vania.
"Maaf Nyonya, saya baru selesai berbicara dengan nyonya besar, dan dia menyadari kehadiran saya." ujar Bella.
"Jadi dia tahu kamu saudaranya ibu Lenard?" tanya Vania.
"Iya, ... Dia meminta saya untuk merayu Lenard dan membawanya pergi." ujar Bella.
"Lenard siapa yang membesarkannya, anak itu sangat liar." ujar Vania.
"Itu, pengasuh dari nyonya Mutia, sudah pasti memang Lenard sengaja di didik seperti itu agar Tuan Devon tidak menyayanginya." ujar Bella.
"Ya aku tahu, agar Lenard tidak cocok untuk menjadi pewaris selanjutnya bukan, namanya saja sama denganmu, Bella Rans." ujar Vania.
Vania memegangi kepalanya yang sangat panas, karena di sekelilingnya tidak ada yang benar-benar waras.
"Oh nyonya, tangan anda kenapa?" tanya Bella khawatir .
"Digigit keponakanmu!" sahut Vania.
"Maafkan keponakan saya Nyonya, tolong jangan menyimpan dendam." ujar Bella memohon pada Vania.
"Aku tahu kau tenang saja, aku akan menjinakkan keponakanmu itu agar lebih tenang." ujar Vania.
Bella pun membantu Vania mandi dan berdandan, setelah itu menemani Vania turun ke bawah.
Rupanya sudah ditunggu oleh Mutia, Divon dan juga Lenard yang berada di pangkuan Divon.
"Menantuku, apa luka nya dalam?" tanya Mutia segera melihat luka Vania.
" Hanya gigitan serangga saja kok ibu. " jawab Vania sambil melirik ke arah Lenard.
" Apa, kau bilang aku serangga?" Lenard sangat tidak terima.
" Oops, apa aku mengatakan jika itu kau nak?, apa kau merasa seperti serangga? " ledek Vania .
" Sudah kau jangan ribut!, kau seharusnya meminta maaf pada Ibumu!" tegas Mutia.
" Tidak mau!" ujar Lenard.
Sementara Divon hanya diam saja, seakan hal seperti itu sudah biasa terjadi.
" Tidak apa-apa Ibu, ..." ujar Vania.
" Kau tidak boleh bermurah hati dengan anak tidak terdidik ini." tegas Mutia.
" Saya tahu." jawab Vania singkat.
Vania pun segera makan dengan lahapnya, karena dia sudah sangat lapar, sementara Divon dan Lenard memperhatikan Vania yang sangat nyaman makan dan sangat menikmati.
" Kenapa kau tidak makan?, apa mau aku suapi?" tanya Vania pada Lenard.
" Tidak sudi!" jawab Lenard.
" Divon, lihat anak dari istri pilihanmu itu!" ujar Mutia tampak sangat kesal dan tidak suka dengan Lenard.
Divon juga hanya diam saja, tidak memberikan pembelaan pada Lenard sama sekali.
" Lenard, ayo makan ini, kau lihat tubuhmu sangat kurus, jika kau mau mengalahkan ku, kau harus makan yang banyak, bukankah kau mau aku mati?" ujar Vania.
" Apa?, dia ingin membunuhmu?" Mutia tampak terkejut.
" Lihat itu anakmu yang tidak mirip denganmu!" Mutia terus menyalahkan Divon.
" Ibu sudahlah, aku kan sudah menjadi ibu Lenard, mulai hari ini Lenard akan menghabiskan waktu denganku." ujar Vania.
Hal itu membuat Divon dan sangat terkejut, bukankah seharusnya Vania merengek minta untuk dijauhkan dari Lenard karena sangat mengganggu.
Vania segera mengambil Lenard dari Divon dan mendudukkan dipangkuannya.
" Aghh, buka mulutmu, ayo makan atau ..." Vania belum selesai bicara Lenard langsung melahap makanan dari Vania.
" Oh anak pintar, kau tidak mau ku cium sampai makan begitu cepat sebelum aku selesai mengancam." Ujar Vania.
Lenard yang tidak pernah bisa dikenal itu hari ini sangat patuh pada Vania dan ikut makan dengan tenang dan habis.
" Bukankah seharusnya kau sudah sekolah?" tanya Vania.
" Tidak ada lagi sekolah yang mau menampung anak nakal seperti dia!" sahut Mutia.
" Kalau begitu besok aku akan membawamu ke psikiater anak dulu." ujar Vania.
Divon dan Mutia sangat terkejut dengan kecakapan Vania dalam mengurus anak dengan benar, seakan dia adalah seorang ibu yang mengupayakan apapun untuk anaknya.
"Jangan membuang-buang waktu Vania, anak itu tidak ada harapan, kau fokus saja memiliki anak dengan Divon, karena masa depan Sandreas ada pada dirimu." Ujar Mutia penuh harap.
" Hem, ya ... " Vania mengangguk saja, karena jika dia menyangkal itu akan menjadi perdebatan yang panjang.
" Karena sudah selesai saya akan mengajak Lenard jalan-jalan." ujar Vania segera menggendong Lenard yang mungil kurang gizi itu keluar dan menuju taman belakang.
Lenard sangat tenang, karena dia keheranan dengan sikap Vania yang seakan ingin melindunginya.
" Apa kau sedang ingin mencoba merayu ku?" ujar Lenard.
" Ehm, tidak aku tidak suka mengambil hati orang lain hanya saja, aku teringat masa kecilku yang kelam." ujar Vania.
" Kau kan anak orang kaya, ayah ibumu masih semua." celoteh Lenard.
Vania hanya tersenyum, Lenard anak yang sangat genius, dia panda berdebat dengan orang dewasa dengan pikiran yang seharusnya itu tidak ada pada anak 5 tahun, bakat genius ini sangat sayang jika salah didik.
" Mulai dari sekarang aku yang akan mengurus kau, mau tidak mau!" tegas Vania.
Lenard hanya diam saja, dia juga tidak bisa menolak, tapi dia juga tidak membenci Vania sama sekali.
" Diam, aku anggap setuju." ujar Vania.
Tak lama Bella pun tiba dan langsung memeluk Lenard.
" Lihat dia mirip dengan siapa?, meskipun kau tidak pernah bertemu ibumu, saat kau sudah mulai mengingat, tapi kau punya foto ibumu kan?" ujar Vania.
" Dia tidak mirip dengan ibuku, tapi kau yang mirip." ujar Lenard.
" Hah apa maksudnya?, kata Ayah kau eh tidak jadi." Lenard langsung membungkam bibirnya.
Tapi Vania tidak mau tahu itu, dan Vania pun memberitahu jika Bella itu adalah Bibinya, kakak kandung ibunya.
" Oh begitu, ..." Lenard seakan tidak terkejut dengan ucapan Vania, seakan dia sudah tahu.
" Kau tidak terkejut?" tanya Vania.
Lenard pun menggeleng kepalanya.
" Tuan muda, saya mulai dari sekarang akan melindungi anda." ujar Bella.
" Selama kau tidak ada aku baik-baik saja." ujar Lenard.
" Maafkan saya Tuan muda karena terlambat datang." sahut Bella merengek menangis dan memohon pada Lenard untuk memaafkannya.
Tapi Lenard pun tak menggubrisnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!