"Mau kemana, Sayang?" Yusuf terkejut melihat istrinya sudah rapi saat membuka mata.
Yusuf bangun dari kasur dan menghampiri Anisa di depan meja rias. Berdiri di belakangnya dan mendekapnya. "Mau kemana pagi-pagi sudah rapi?" Yusuf mengulangi pertanyaannya.
"Ada masalah dengan toko rotiku, Mas." Anisa memandang suaminya lewat cermin.
"Ada masalah apa?"
"Kata Nayla akhir-akhir ini banyak pembeli yang komplain kalau rotiku dengan toko sebelah rasa dan harganya jauh beda, di tokoku katanya kemahalan," sungut Anisa.
"Hmm, itu hal biasa, kalau begitu perbaiki saja semua yang di komplain pelangganmu. Butuh berapapun modalnya katakan saja padaku, ga usah ambil pusing."
Anisa membalik badan berhadapan dengan suaminya. "Terimakasih, tapi aku harus segera kesana dan mulai membuat beberapa inovasi roti baru bersama Nayla."
"Ya, nanti aku susul kesana."
Yusuf mencium kening Anisa penuh cinta, keduanya saling tatap dan berpelukan beberapa saat. Merasa napasnya agak susah karena di peluk erat oleh suaminya, Anisa melepaskan diri. Lalu Anisa mencium tangan Yusuf dan segera keluar kamar untuk berangkat ke toko.
Selepas istrinya pergi Yusuf segera bersiap berangkat ke kantor. Selesai dengan penampilannya, ia segera ke ruang makan. Disana sudah ada Ryan dan Alif sarapan.
"Wah, jagoan Papa udah pada siap berangkat sekolah nih." Yusuf duduk di kursi dan mengambil nasi dan lauk, dia letakkan di piringnya.
"Iya dong, Pa." Alif tersenyum manis menatap papanya. Sedangkan Ryan sibuk mengunyah makanannya.
Selesai sarapan Yusuf menemui Hana di kamarnya. Mencium kening putri kecilnya dengan lembut. Lalu melangkah keluar perlahan supaya tidak membangunkannya. Yusuf segera ke depan karena Alif dan Ryan menunggunya di teras, lalu mengantar keduanya ke sekolah.
DI TOKO ROTI
Anisa masuk ke toko rotinya dan langsung menuju dapur. Di dalam Nayla sudah membuat satu jenis roti. Anisa meletakkan tasnya dan memakai celemek, mendekati Nayla yang mengangkat satu-persatu roti dari loyang ke wadah lain, supaya lebih cepat dingin.
"Nay, kamu lagi bikin apa nih?"
"Aku coba bikin roti varian baru, semoga aja ga di contek lagi. Biar hangat dulu nanti kita cobain. Oh ya... aku juga udah beli roti dari toko sebelah, aku penasaran seperti apa istimewanya roti mereka," ungkap Nayla sambil tersenyum dan meletakkan rotinya di atas meja.
"Wah, makasih ya Nay. Tadi kamu kesana sendiri? Kalau ketahuan sama orang toko sebelah gimana?" ujar Anisa mengerutkan dahinya.
"Ya nggak lah, tenang aja!!! aku nyuruh teman kosku. Aku kasih dia sebagian rotinya. Dan harganya emang lebih rendah dari kita sih, makanya rame." Nayla mengendikkan bahunya.
"Kamu habis berapa belanja roti-roti ini? Aku ganti uangnya sekarang ya?" ucap Anisa mengambil struk pembelian, ia kemudian mentransfer sejumlah uang ke rekening Nayla.
"Seharusnya ga perlu di ganti Nis, ga seberapa sih harganya."
Anisa menatap Nayla dan menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Setelah mencoba berbagai varian roti dan mengamati semuanya, Anisa pergi keluar tokonya. Dan menatap tokonya sendiri, lalu toko sebelahnya secara bergantian.
"ANISA!!!!"
Anisa mencari sumber suara yang memanggil namanya. Mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dan dia melihat sosok yang pernah menjadi orang paling istimewa dalam hidupnya. Keduanya berjalan mendekat dan berhadapan.
"Lagi apa disini? Mau cuci mata atau belanja nih?" sapa Anisa.
"Itu salah satunya. Rahma ingin bertemu kedua orang tuanya, setelah mengantarkannya pulang ke Malang, aku kesini untuk bertemu teman lamaku sekaligus cuci mata. Eh, ketemu sama kakak cantik, jadi lebih happy nih hatiku." Yunus tersenyum manis di hadapan Anisa.
"Ck... ngomong apa sih kamu. Oh ya, maafkan aku waktu itu ga bisa jenguk Rahma di rumah sakit. Kamu yang sabar ya, semoga Rahma bisa hamil lagi."
"Iya gapapa, kak Yusuf sama Ryan udah cukup mewakili kehadiranmu. Kamu kesini sama siapa? Hana kamu ajak ga?"
"Nggak, soalnya aku pagi-pagi sampai sini. Dia masih tidur pules banget."
"Kamu kenapa celingukan disini? Apa yang kamu cari?" tanya Yunus.
"Aku lagi lihat-lihat toko roti yang itu." Anisa menatap tokonya.
"Kenapa? Dia pemain lama kayanya. Jadi dia udah punya nama sebelum disini. Saranku, kamu fokus aja dengan tokomu, perbanyak inovasi dan iklan. Jangan lupa kasih promo-promo menarik setiap bulan untuk menarik pelanggan lama atau baru."
"Iya, tadi mas Yusuf juga udah bilang sama kaya gitu. Tapi kan aku juga kepo, hehe."
"Lah... kamu kan bisa belajar dari kak Yusuf, kalau sama dia jangan main terus, sekali-kali ngobrol lah soal bisnis." Yunus terkekeh.
"Apa? Main? Ahh... nggak ya, dia dulu yang minta main terus." Anisa mengerucutkan bibirnya.
"Alhamdulillah, kamu bahagia menikah sama kakak."
"Eh, emm... ya harus bahagia dong, hehe." Anisa gugup, merasa tidak enak dengan ucapannya.
"Iya, aku ngerti kog. Lagian aku juga ikut bahagia kalau melihatmu bahagia," ucap Yunus tersenyum kecut.
"Emm, kamu tadi bilang kalau toko ini sudah lama, jadi kamu tau pemiliknya?" tanya Anisa antusias.
"Ternyata kamu masih kepo sama toko ini ya. Kalau pemiliknya aku ga tau, tapi yang pasti aku udah lama tau nama toko ini. Kenapa kamu ingin tau pemiliknya segala? Apa mau melabrak si owner? Ih... jangan gitu, persaingan bisnis itu biasa kakak sayang."
"Nggak juga sih, Kamu jangan suka ngomong gitu dong, kalau ada yang denger dan kenal sama kita aku jadi khawatir."
"Ngomong apa?" Yunus menggaruk kepalanya.
"Ya kaya gitu, pakai bilang sayang-sayang gitu. Jangan ya, aku takut kalau mas Yusuf mendengarnya jadi salah paham sama kita. Padahal kita sama sekali ga ada hubungan apapun."
"Apanya yang salah, disini ga ada siapapun. Lagian aku juga sayang sama kamu dari dulu, sekarang dan nanti." Yunus melirik Anisa.
Mendengar jawaban itu seketika membuat Anisa membeku, ia bahkan tidak bisa menjawab pernyataan yang diucapkan Yunus.
Keduanya saling tatap beberapa saat, tanpa mereka sadari Nayla sudah berdiri di antara keduanya. Nayla menarik tangan Anisa dan membawanya masuk ke toko.
"Maafkan aku Nisa, aku lihat kalian berduaan dan saat aku mengintip ke lantai bawah, pak Yusuf berjalan menuju kesini. Aku takut dia melihat kalian berdua."
"Iya gapapa Nay, makasih ya."
Yunus melihat Anisa beberapa saat dari balik kaca dan pergi dari tempatnya berdiri. Setelah melihat Yunus pergi Anisa menghela napas panjang dan menatapnya dengan perasaan bersalah. Seandainya dia mau mendengar penjelasan Yunus satu kali saja di masa lalu, pasti hidupnya tidak bimbang seperti sekarang.
"Aku ngerti yang kamu rasakan, tapi alangkah baiknya kamu belajar melepaskan perasaanmu untuknya." Nayla memegang lengan Anisa.
"Aku tau Nay, tapi tidak semudah itu," ujar Anisa lirih.
Yusuf sampai di depan toko, Nayla tersenyum dan meninggalkan Anisa ke dapur. Sementara Anisa masih berdiri mematung di tempatnya. "Sayang...." Yusuf menggenggam tangan Anisa yang sedikit tersentak kaget.
"Kenapa masih melamun, apa sebaiknya kita liburan aja, biar pikiran kamu fresh dan siapa tau dapat ide waktu berlibur."
"Ga perlu Mas, kasihan anak-anak kalau di tinggalin di rumah sendirian."
"Kenapa kasihan, mereka kan udah ada yang ngurus. Kita perginya cuma sebentar aja kog, udah lama kita ga liburan, itung-itung bulan madu kedua."
"Emang mau kemana liburannya?" Anisa menatap Yusuf.
"Terserah kamu mau kemana."
"Aku ga pengen kemana-mana," jawab Anisa.
Anisa melangkahkan kakinya dan masuk ke ruangannya diikuti Yusuf. Keduanya duduk di sofa dan saling berhadapan. Yusuf membelai rambut indah Anisa.
"Kamu kenapa seperti banyak pikiran?"
"Aku merasa toko sebelah menjual roti yang sama dengan tokoku, dan mereka menjual lebih murah. Bulan kemarin udah coba produk baru dan mereka ikutan dengan kasih harga lebih rendah di banding punyaku, aku penasaran sama pemiliknya. Kenapa dia selalu ikut-ikutan, tidak mau berinovasi sendiri."
"Cuma masalah itu, aku akan perintahkan Kevin mencari tau siapa yang punya toko itu dan kasih peringatan padanya," jawab Yusuf sambil membelai lembut kepala istrinya.
Yusuf mengeluarkan hpnya dan menelfon Kevin. "Vin, kamu cari tau pemilik toko roti Oishii, dia selalu meniru produk roti Anisa. Aku ingin menemuinya sendiri."
Kevin mencari tau pemilik roti itu lewat tim marketing Mall. Yang kebetulan adalah teman sekolah Kevin. Lalu Kevin diberitahu nomer administrasi toko roti tersebut.
Kevin langsung menghubungi nomer administrasi toko oishii.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap admin toko oishii.
"Saya ingin kerjasama dengan toko roti Oishii, apakah saya bisa bertemu dengan pemilik toko ini?"
"Kalau mau kerjasama bisa hubungi dulu pak Dimas."
"Baiklah, tapi kalau boleh tau siapa nama pemilik toko ini?"
"Namanya Bu Kania. Tapi beliau tidak ada di kota ini, Pak."
"Begini saja, kirimkan ke nomer ini dan saya sendiri yang akan menghubungi pak Dimas."
"Baiklah, akan saya kirimkan sekarang, Pak."
"Oke."
"Bu Kania? Wah, kira-kira ini Kania mantan pak Yusuf atau orang lain ya. Kalau iya bisa gawat, tanda-tanda perang dunia nih." Kevin membatin.
DI KANTOR YUSUF
Yusuf segera melangkah ke ruangan asistennya. Menanyakan tentang tugas yang di berikannya saat bersama Anisa. Tanpa mengetuk pintu Yusuf masuk dan berdiri di hadapan Kevin yang sedang mengerjakan tugas kantor dengan laptop di meja. Kevin menghentikan aktifitasnya dan menatap bosnya.
"Vin, kamu sudah lakukan perintahku?"
"Sudah Pak, tapi pemilik toko itu tidak tinggal di Surabaya. Jadi toko itu di pegang oleh pengelola yang disini."
"Cari tau sampai dapat dan peringatkan untuk tidak meniru produk istriku."
"Baik, Pak."
Setelah Yusuf keluar dari ruangannya, Kevin segera mengambil hp di sakunya karena berbunyi. Nomer tak dikenal terpampang di layar hpnya. Dan Kevin segera mengangkat telfon tersebut.
"Halo, saya Dimas dari toko oishii. Apa Bapak ingin bekerjasama dengan toko kami?"
"Betul, saya di perintahkan oleh bos saya untuk bekerjasama dengan toko anda. Tapi beliau ingin bertemu langsung dengan pemilik tokonya. Apakah bisa?"
"Maaf, pemilik dari toko kami tidak ada disini. Mungkin bersedia bertemu dengan saya?"
"Maaf, kalau boleh tau siapa nama pemilik toko oishi?
"Bu Kania Larasati. Bagaimana dengan kelanjutan kerjasamanya, Pak?"
"Apakah Bu Kania berasal dari Surabaya dan alumni UNESA?"
"Iya betul, apa Bapak mengenal Bu Kania?"
"Bisa minta nomer hpnya? Untuk saya berikan pada Bos saya."
"Baiklah, saya kirim lewat pesan di nomer ini, Pak."
"Baiklah, saya tunggu."
Setelah mendapat nomer hp Kania, Kevin pergi dari ruangannya menuju ruangan Yusuf. Lalu mengetuk pintu dan masuk, berdiri di hadapan Yusuf yang sedang sibuk dengan kerjaannya di depan laptop. Yusuf menutup laptopnya dan mempersilakan Kevin bicara.
"Ini nomer Bu Kania. Saya sudah mencoba memasukkan nomernya di hp saya dan fotonya Bu Kania, mantan istri anda."
"Baiklah, terimakasih." Yusuf menerima secarik kertas bertuliskan nomer hp.
Mengetahui Kania yang sudah mengganggu istrinya, Yusuf mencoba menelfonnya. Namun saat Yusuf menelfonnya, nomer hp Kania sudah tidak aktif. Lalu Yusuf meminta tolong teman sekolahnya yang paling dekat dengan Kania untuk membantu mencari tau nomer hp baru mantan istrinya.
"Aku tau kamu tidak akan tinggal diam, tapi caramu ini tidak benar Kania. Pasti saat ini kamu tau aku sedang berusaha mencarimu, makanya kamu segera mengganti nomermu," batin Yusuf.
DI TOKO ROTI
Seorang pria tampan, tinggi, putih dan nyaris sempurna masuk ke toko roti Anisa. Memutari rak yang berjejer berisikan produk-produk roti Anisa. Tidak menemukan apa yang dicarinya, pria tersebut ke kasir menanyakan roti yang diinginkannya.
"Mbak, ada roti abon ga disini?"
"Ada Pak, kebetulan baru matang. Yang di rak memang sudah habis. Bapak mau pesan berapa?" ucap karyawan toko roti Anisa.
"Ga banyak kog, cuma 20 biji saja. Kalau gitu tak tunggu sekarang, cepetan ya!!!"
"Baik Pak, tunggu sebentar akan saya ambilkan ke belakang."
Karyawan toko tersebut masuk ke dapur dan mengambil roti abon yang sudah di kemas. Kemudian menghitung sesuai pesanan dari pria tersebut. Anisa dan Nayla baru saja menyelesaikan pembukuan mingguan keluar dari ruangan. Anisa dan pria yang baru saja memesan roti abon saling tatap beberapa saat.
"Anisa... kamu masih inget aku ga?" ucap pria itu sambil tersenyum lebar.
"Em... Eh iya, kamu Arka bukan?" Anisa melangkah ke pria yang masih berdiri di samping meja kasir.
"Yaa, betul banget, aku kira kamu sudah melupakanku." Arka tersenyum lebar.
"Ya nggak lah Ka, kita kan dulu sering main bareng. Apa kabarmu? Sudah keliling kemana aja nih?" tanya Anisa.
"Gak kemana-mana, cuma dari Jerman aja, disana aku kerja sambil kuliah. Kebetulan aku di ajari usaha oleh bosku, dan alhamdulillah sekarang hasilnya sudah lumayan."
"Hem, jangan merendah gitu lah, ini pesananmu, Ka?" Anisa menyerahkan bungkusan yang sudah di persiapkan karyawannya.
"Oke, thank you... jujur aku kangen banget sama roti abon. Tadi nyari di toko sebelah kebetulan habis. Tapi sekarang aku pasti beli disini aja, karena toko ini punya kamu, kan?" tanya Arka.
"Iya, oh iya... Ini aku tambahin lagi, Ka. Fresh baru angkat dari oven, semoga kamu cocok ya sama rasanya." Anisa mengulurkan bingkisan lagi yang diberikan Nayla pada Arka.
"Ga perlu Anisa, ini udah cukup kog. Kan yang makan cuma aku."
"Ya buat keluargamu Ka, istri dan anakmu atau temenmu juga bisa," ujar Anisa sambil tersenyum manis di hadapan Arka.
"Keluargaku kan ga ada yang disini, aku tinggal sendirian. Aku juga belum menikah dan ga punya pacar juga Anisa, hehe...."
"Oh, jadi kamu belum menikah. Maaf ya Ka, aku ga tau. Kamu pasti sibuk kerja sampai ga punya waktu cari pasangan, kan?"
"Ga juga Anisa, semua karena cintaku habis di kamu... udah ya, aku pulang dulu. Kalau habis rotinya, aku kesini lagi." Arka pergi sambil tersenyum.
Jantung Anisa seketika berdegup kencang, ia takut kalau ada yang mendengar dan melaporkan pada Yusuf. Anisa celingukan memastikan tidak ada yang mendengar ucapan Arka. Sementara Nayla yang juga mendengarkan ucapan Arka terkejut dan menggelengkan kepalanya.
"Anisa!!" Nayla meletakkan tangannya di pundak Anisa. Anisa masih sibuk mengedarkan pandangan ke sekeliling tokonya.
"Anisa!!" Nayla mengulangi memanggil Anisa.
Anisa menoleh dan mengelus keningnya. Ia dan Nayla saling tatap beberapa saat. Lalu Nayla berkata. "Ngeri banget temenmu Nis, Arka itu temen apa mantan pacarmu sih Nis? Kog ngomongnya gitu? Semoga dia cuma ngomong aja ya."
"Nay, tadi ada orang selain kita ga waktu Arka bilang gitu?"
"Tenang saja... Pas dia bilang tadi cuma ada aku di dekatmu. Kebetulan tadi aku suruh yang jaga kasir ke belakang ambil tas."
Anisa menghela napas panjang dan melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa, mengambil buku resep dan membacanya. Sementara Nayla kembali ke dapur untuk membuat roti yang stoknya menipis.
TRING ...
Hp Anisa berbunyi menerima pesan baru dari nomer tidak dikenal. Tanpa membuka aplikasinya, Anisa membaca pesan lewat notifikasi. Kemudian ia meletakkan kembali hpnya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Ya Allah, apalagi ini? Pagi ini Yunus dan sekarang Arka yang mengetahui nomer hpku," gumam Anisa.
TOK TOK TOK
Ceklek
Anisa tersentak kaget saat pintunya terbuka. Namun semuanya buyar ketika yang masuk adalah kedua anaknya. Lalu Yusuf berjalan di belakang keduanya.
"Mama!!!" teriak Ryan dan Alif berlari menghampiri Anisa.
Keduanya memeluk Anisa, sementara Yusuf menatap anak dan istrinya dengan perasaan bahagia. Setelah pelukan kedua putranya terlepas, Anisa menatap Yusuf dan menghampirinya.
"Kog tumben kamu yang jemput, Mas? Biasanya sama supir."
"Aku lagi ga sibuk, jadi pengen kumpul sama kalian. Sebenarnya ya tetep kurang, karena ga ada Hana disini. Cuma kalau aku pulang dulu ya kejauhan. Udah makan siang belum?"
"Iya sih, aku juga udah selesai kerjaannya disini. Gimana kalau kita pulang aja dan makan di rumah?"
"Nggak, kita makan di resto deket sini aja. Kalau pulang duluan keburu kelaparan aku sayang, Hehe."
"Oke."
Anisa mengambil hp dan tasnya, ikut keluar toko bersama suami dan anaknya. Sepanjang perjalanan ia memikirkan tentang Arka yang tiba-tiba mengetahui nomer hpnya. Yusuf yang memperhatikan Anisa merasakan ada yang janggal dengan istrinya.
"Apa yang ada di pikiran kamu sayang." Yusuf mengelus kepala istrinya sambil menyetir mobil.
"Em, A-aku lagi mikirin apa yang harus aku buat lagi di toko," jawab Anisa gugup.
"Bukannya tadi kamu bilang Nayla sudah bikin inovasi roti baru?"
"Iya, tapi kamu tau sendiri kan, Mas. Toko sebelah itu suka nyontek," sungut Anisa. Yusuf tersenyum dan mengangguk pelan.
Mobil Yusuf masuk ke dalam resto gurame bakar tempat favorite Anisa. Mereka berempat keluar dari mobil, Anisa dan kedua anaknya duduk di meja lebih dulu, Yusuf yang memesan makanannya. Anisa bercanda dengan anak-anaknya supaya Yusuf tidak curiga dan dia tidak berlarut-larut memikirkan Arka.
Beberapa saat kemudian pesanan mereka datang dan keempatnya pun menikmati makanan itu. Ryan yang paling lahap makannya karena sudah lapar sejak keluar dari sekolah. Yusuf dan Anisa tersenyum melihat tingkah Ryan.
Tanpa sepengetahuan Anisa maupun Yusuf, sepasang mata memperhatikan mereka sejak datang ke restoran. Dan orang tersebut mengambil foto mereka yang sedang menyantap makanan.
TRING..
Hp Anisa berbunyi dan ia merasa bingung, ia takut untuk melihat siapa yang mengirim pesan padanya. Lalu hpnya kembali berbunyi, dengan terpaksa Anisa mengambil hpnya di dalam tas dengan tangan gemetar. Perlahan ia menyalakan hpnya di dalam tas.
"Kenapa kamu lihat hpnya di dalam tas?" ucap Yusuf. Anisa terkejut dan meletakkan kembali hpnya tanpa sempat membaca pesannya, kemudian menutup resleting tasnya.
"Cuma pesan dari operator kog sayang. Hehe," jawab Anisa.
"Ya udah, lanjut makan. Tuh... anak-anak udah hampir habis, aku juga sudah selesai."
Anisa mengangguk dan saat ia menyentuh makanannya, hpnya kembali berbunyi.
TRING...
Anisa meletakkan kembali makanannya dan memberanikan diri mengambil hpnya. Setelah membaca pesannya, ia membelalakkan mata.
"Ternyata kamu suka sama ikan gurame bakar ya, besok aku kirim ke rumahmu yang banyak. Biar kamu bisa makan sepuasnya." Isi pesan Arka.
Anisa menghela napas panjang dan memegang keningnya sambil menatap layar hpnya. Jantungnya berdegup kencang seperti sehabis lari maraton. Anisa kesal, bingung dan takut setelah membaca pesan masuk di hpnya.
Bingung karena tidak tau bagaimana caranya menghentikan apa yang dilakukan oleh Arka. Dan takut jika suaminya mengetahui tentang Arka, apalagi kalau sampai terjadi salah paham. Sesekali Anisa melirik suaminya yang duduk di sampingnya.
Sebelum Yusuf penasaran dengannya, Anisa segera memasukkan hpnya ke dalam tas. Dan segera menyelesaikan suapan terakhirnya dan meminta pulang. Sementara Yusuf merasa gelagat Anisa seperti menyimpan sesuatu darinya.
DI RUMAH YUSUF
Sampai di rumah Anisa masih saja diam. Keluar dari mobil berjalan cepat tanpa menoleh dan berbicara dengan Alif ataupun Ryan. Yusuf mengikuti langkahnya dan menegurnya.
"Sayang, kenapa kamu kelihatan panik begitu?"
"Hah...? Enggak kog sayang, aku biasa aja... tadi aku ga enak sama kalian yang udah selesai duluan, Hehe." Anisa menggaruk kepalanya.
"Kamu beneran ga bohong, kan?" ucap Yusuf memicingkan matanya.
Anisa menyambar tangan Yusuf dan menariknya menuju ke kamar. Yusuf terus bertanya, tapi Anisa hanya tersenyum dan tetap menggandengnya. Yusuf akhirnya memilih pasrah dan mengikuti keinginan istrinya.
Setelah di dalam kamar Anisa memeluk erat suaminya. Keduanya larut dalam suasana romantis dan berlanjut ke hubungan suami istri. Setelah selesai berhubungan keduanya berpelukan dan Anisa tertidur di dekapan sang suami.
Drrrtt....
Yusuf segera meraih hpnya di atas nakas dan mengangkat telfon dari salah satu teman SMA-nya, "*Halo*...."
"*Suf, aku sudah dapatkan nomer hp Kania yang baru. Aku juga sudah kirimkan ke hpmu*."
"*Oke, terimakasih, Dim*."
Yusuf menggeser tubuhnya perlahan supaya Anisa tidak terbangun. Kemudian segera memakai pakaiannya dan keluar dari kamar. Yusuf masuk ke ruang kerja dan menguncinya dari dalam.
"*Halo, kamu siapa*?" ucap Kania dari seberang.
"*Ini aku, Yusuf*." Yusuf menjawab sembari menghela napas panjang.
"*Mas, darimana kamu dapatkan nomer hpku*?" jawab Kania terbata, karena masih mengenali suara mantan suaminya.
"*Tidak penting aku dapat nomermu darimana, aku menelfonmu karena ingin memastikan apakah benar kamu adalah pemilik toko roti oishii*?"
"*Ya, itu benar. Karena aku mau tunjukkan padamu kalau aku bisa jauh lebih baik dari Anisa*."
"*Apa yang kamu lakukan itu tidak benar, seharusnya kamu gunakan kreatifitasmu sendiri. Jangan meniru apapun yang sudah ada di toko Anisa*."
"*Haha... banyak kog yang jualannya sama tapi ga resek kaya istrimu. Dengarkan aku baik-baik sayang. Aku tidak akan biarkan dia bahagia setelah merebutmu dariku, hubungan kita yang puluhan tahun kandas begitu saja saat dia datang*."
"*Gila kamu, perpisahan kita murni kesalahanmu. Seandainya kamu tidak mencelakainya berulang kali, aku tidak akan menceraikanmu. Bahkan Anisa tidak pernah mengejarku, aku yang menginginkan dia. Jangan macam-macam Kania, aku tidak akan biarkan kamu menyakitinya*."
"*Aku ga peduli, Anisa harus menderita bagaimanapun caranya. Dan aku sama sekali ga takut dengan ancamanmu*."
Tuuttt....
Kania memutus sambungan telfonnya begitu saja. Yusuf merasa kesal setelah berbicara dengan Kania, membanting hpnya ke meja. Yusuf berdiri dan keluar dari ruangannya.
DI KAMAR
Anisa membuka mata dan menguceknya. Lalu bangun dan segera mandi, selesai mandi Anisa membuka hpnya. Anisa memblokir nomer yang membuatnya takut sejak tadi.
"Semoga setelah memblokir nomernya, aku tidak akan di ganggu lagi," batin Anisa.
TRING...
Anisa menatap layar hpnya kembali dan ia sangat terkejut setelah membuka pesan dari nomer baru. Anisa merasa tertekan dan takut. Kemudian ia memutuskan untuk melakukan panggilan pada nomer baru tersebut.
"*Kenapa? Kamu memblokir nomerku? Jangan takut, aku ga gigit kog. Haha*," sapa Arka dari seberang.
"*Kenapa kamu menerorku? Tolong hentikan, Kalau kamu butuh roti, datang saja ke toko, Ka*," jawab Anisa gemetar.
"*Aku tidak menerormu Anisa, aku hanya tidak ingin lost contact lagi denganmu. Santai saja, kalau kamu panik malah akan membuat masalah antara kamu dan Yusuf*."
"*Ka, aku mohon sama kamu Jangan kirim apapun ke rumahku besok. Aku ga akan menerimanya*." Anisa ketakutan dan matanya tidak lepas ke arah pintu.
"*Lalu kamu maunya apa sayang*?"
"*Jangan ganggu aku Arka*." Anisa gemetaran karena emosi.
Ceklek
Tutttt...
Anisa memutus sambungan telfon begitu saja saat Yusuf masuk ke kamar, mengatur napasnya yang tersengal dan minum air yang tinggal sedikit di dekatnya. Yusuf berjalan sambil menatap Anisa yang terlihat gugup.
"Kamu kenapa sayang?" Yusuf mengusap lembut kepala Anisa.
"Tidak, aku baik-baik aja kog." Anisa tersenyum untuk menyembunyikan kegelisahannya dari Yusuf.
"Jangan pikirkan tokomu itu lagi, kalau emang udah ga bisa dipertahankan tutup aja. Nanti kamu malah enak bisa santai, kalau bosen di rumah bisa jalan-jalan."
"Nggak Mas, aku belum mau menyerah. Aku dan Nayla pasti bisa mengatasi semuanya."
"Ya sudah terserah kalian, lalu kenapa kamu terlihat ketakutan?"
"Aku baru aja bangun tidur, aku gapapa kog, Mas."
Yusuf mengangguk dan mengajak Anisa mengobrol ringan untuk mencairkan suasana. Sesekali ia melemparkan guyonan supaya bisa melihat senyum dan tawa sang istri. Lelah berbincang hingga malam, Anisa dan Yusuf memutuskan untuk tidur.
KEESOKAN HARI
TOK TOK TOK
"Masuk," teriak Anisa dari dalam kamarnya.
Ceklek
"Bu, di bawah ada kiriman gurame bakar jumlahnya banyak. Mereka minta tanda tangan ibu," jawab Mela.
Anisa bangkit dari sofa dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sampai di bawah, ia melihat banyak sekali bungkusan yang berisi gurame bakar dari restoran yang kemarin di kunjunginya bersama suami dan kedua anaknya. Anisa berjalan mendekati petugas delivery dengan perasaan geram.
"Keterlaluan kamu, Ka." Anisa bergumam.
"Aku tanda tangani, tapi bawa kembali makanan-makanan ini," ucapnya pada petugas delivery.
"Tapi Bu, ini jumlahnya sangat banyak. Nanti saya bisa di marahi sama atasan."
"Kalau begitu bagikan ke orang-orang di jalan."
"Baik, Bu."
Setelah menyelesaikan urusannya dengan restoran ikan gurame. Anisa pergi ke kamarnya untuk mengambil tas. Selanjutnya memutuskan pergi ke toko bersama Hana.
DI TOKO ROTI
Anisa merasa kesal melihat toko roti sebelahnya lebih ramai. Bahkan di tokonya hanya ada 3 orang pembeli. Ia masuk dengan wajah lesu dan malas.
"Anisa!!!" panggil Nayla.
Anisa menghentikan langkah dan menunggu sahabatnya itu berjalan ke arahnya. Lalu Nayla mengajak Anisa keluar dari toko dan berhenti di dekat tangga eskalator. Anisa mengunci stroller Hana supaya rodanya tidak menggelinding.
"Ada apa, Nay?"
"Kalau gini terus kita bisa rugi Anisa, pendapatan bulan kemarin aja tipis banget. Belum lagi kita harus gaji karyawan dan lain-lain."
"Itu juga yang lagi aku pikirin Nay, apa kita pindah aja ke tempat lain?"
"Iya tapi butuh modal besar kalau mau pindah."
"Aku bisa membantumu mendapatkan tempat yang bagus Anisa," sahut Arka yang tiba-tiba muncul dari belakang keduanya. Anisa dan Nayla menoleh ke arah Arka.
"Membantu kami?" ujar Nayla mengerutkan dahinya.
"Ya, aku mau membantu kalian berdua. Kalau bersedia kalian tinggal terima beres aja."
"Ga perlu, suamiku bisa membantuku, Ka. Sebelumnya terimakasih tawarannya, tapi aku sama sekali ga tertarik."
"Haha, secara financial aku tau kalau Yusuf mampu membantumu. Tapi mencari tempat yang strategis dan bagus belum tentu dia bisa mendapatkannya," jawab Arka pongah.
Anisa tidak merespon ucapan Arka, ia memilih pergi dan masuk ke tokonya. Saat Nayla akan melangkah mengikuti Anisa, Arka mencengkeram tangan Nayla dan menghentikannya.
"Katakan sama temanmu, dia tidak bisa menolakku."
Nayla hanya memandang Arka dan tidak menjawabnya. Setelah genggaman Arka terlepas, ia segera masuk ke toko. Dan menghampiri Anisa di ruang kerjanya.
TOK TOK TOK
"Masuk!!!" teriak Anisa dari dalam ruangannya.
Ceklek
"Anisa, aku takut sama Pak Arka. Dia kayanya terobsesi sama kamu," ucap Nayla cemas.
"Aku tau apa yang kamu rasakan Nay, cuma aku juga ga tau apa yang harus aku lakukan. Aku bingung Nay, bahkan dia dari kemarin menerorku," jawab Anisa.
"Siapa yang menerormu?"
Anisa dan Nayla terkejut ada yang menyahut perkataan Anisa. Setelah menoleh dan melihat sosok tersebut yang berdiri di pintu, keduanya membelalakkan matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!