Seharusnya Laila sudah pulang, tapi malam ini ia memilih untuk menyelesaikan pekerjaan membuat cake kreasinya, hingga berakhir pukul dua belas malam.
Di restaurant memang ada yang jaga. Dua orang pekerja tidur di lantai atas, dan Laila memiliki kunci serep restaurant, hingga ia bebas mau pulang jam berapa saja tanpa harus repot dengan urusan kunci pintu.
Saat ia melangkah menyeberangi ruangan untuk menuju ke pintu tiba tiba terdengar deru mobil berhenti di depan restaurant. Dilihatnya sosok lelaki berpakaian rapih masuk dengan langkah sempoyongan, lalu menuju kursi dan duduk seenaknya di sana. Kepalanya tengadah dengan kedua kaki naik ke kursi di depannya. Sedangkan kemeja warna salem yang dikenakannya basah oleh keringat, dan dua kancing bagian atas terbuka, hingga memperlihatkan sebagian dada bidangnya.
"Maaf kami sudah tutup, Pak," ujar Laila memperhatikan lelaki muda yang baru dilihatnya itu.
"Air dingin ..." seru lelaki itu tak perduli pada ucapan Laila.
Ternyata Udin dan Marno yang sudah bersiap untuk tidur sudah berada di belakang Laila yang berdiri memperhatikan lelaki yang terlihat setengah mabuk itu.
"Beliau Pak Arya Semana, Mbak," bisik Udin.
"Anak Bos," seru Marno.
"Oh ini lelaki bernama Arya Semana anak pemilik Semana Group yang fotonya pernah kulihat di Galery perusahaan," gumam hati Laila, tapi kok mabuk, ya. Lebih gagah aslinya dari fotonya, batinnya.
"Air dingin ..." Ujar Arya mengulangi permintaannya.
Udin dan Marno bergegas mengambil apa yang diminta anak pemilik perusahaan tempat mereka mencari nafkah.
Tak lama kemudian mereka datang membawa sebotol air dingin dan sebuah gelas.
Udin menuang air dari botol ke gelas. Lalu Marno mengulurkan pada Arya Semana. Lelaki itu menerimanya dan Langsung meneguk tuntas air dingin itu.
"Lagi ..." Arya meletakkan gelas semaunya, hingga hampir terjatuh ke lantai. Untung Laila sigap menangkapnya.
Rupanya ia memang sedang mabuk, terbukti tercium aroma minuman mulutnya saat bicara.
Udin menuang air ke gelas dan Marno mengulurkan pada Arya Semana
Arya Semana langsung meneguk air dari gelas. Kali ini tak habis, masih tersisa sepertiga gelas.
"Pak kami sudah tutup, apa Pak Arya mau tidur di kursi ini?" Laila sedikit membungkuk berbicara pada Arya Semana
"Ini!" Arya Semana memberikan kunci mobil pada Laila.
Tentu saja Laila tak langsung menerimanya.
"Antar aku pulang!" Suara Arya Semana agak keras dengan mata terpejam.
Udin dan Marno saling tatap.
"Aku nggak bisa nyetir mobil," ujar Udin.
"Aku bisanya nyetir sepeda," sambut Marno nyengir.
"Ayo cepat anter aku pulang!" Rupanya Arya Semana tak sabar langsung menarik tangan Laila dan meletakkan kontak mobilnya di telapak tangan gadis itu.
Laila menoleh pada Udin dan Marno dengan muka bingung.
"Anterin ajah, chef," ujar Udin.
"Ya biar mobil Chef tinggalkan di sini saja," lanjut Udin.
Laila mulanya bimbang, tapi kalau tak diantar ia khawatir juga dengan Arya Semana yang tengah mabuk itu. Mau tak mau Laila terpaksa patuh.
Laila berjalan ke mobil sedangkan Udin Dan Marno membantu membimbing Arya Semana ke mobil.
"Di belakang ajah biar dia leluasa," seru Laila yang mulai menghidupkan mesin mobil sedan keluaran terbaru itu.
Laila menjalankan mobil. Tapi baru beberapa puluh meter ia bingung mau diantar kemana nih anak Bos perusahaan, dimana restaurant tempatnya bekerja adalah salah satu dari sekian anak perusahaan Semana Group. Maka perlu bertanya pada Arya Semana yang tertidur di jok belakang.
"Pak mau diantar kemana, alamatnya dimana?" Duh kuper juga aku nih kok nggak tahu alamat tempat tinggal bos, sih.
Arya Semana belum menjawab, bahkan terdengar dengkuran halusnya. Rupanya lelaki itu sudah tertidur.
"Dia udah ngorok Lagi," merasa tak mungkin bertanya pada Arya Semana, maka segera menghubungi Marno."Halo Marno kamu tahu dimana alamat Bos kita?"
"Wah saya nggak tahu, Chef," jawaban dari Marno.
"Antar aku ke jalan Kijang no 5, Pesanggrahan Cinere," terdengar suara Arya Semana Lalu lelaki itu menguap dan tertidur lagi.
Laila pun memacu sedan milik Arya Semana ke wilayah yang disebut barusan.
Tiga perempat jam mobil sampai ke alamat yang dituju. Laila menghentikan mobil setelah memarkir di depan bangunan rumah tak terlalu besar tapi tingkat dengan halaman tertata rapih.
Mulanya ia ragu inikah rumah bos pemilik perusahaan. Kok sepi tak ada yang membukakan pintu.
"Ini kunci pintunya," tiba tiba Arya Semana bersuara.
Laila menoleh dan langsung meraih kunci rumah di tangan lelaki yang tampak payah itu.
Tanpa menunggu Laila bergegas menuju ke teras rumah yang sepi itu.
Agak ragu sebelum memasukkan kunci ke lubang kunci di pintu.
Klik
Pintu terbuka. Di dalam sepi dan gelap bagai rumah tak berpenghuni.
"Permisi ada orang di dalam?" Tak ada jawaban. Ini rumah siapa ya, hih kok jadi serem, sih Aku!
Laila menoleh ke mobil, dilihatnya Arya Semana susah payah berusaha keluar dari mobil. Segera Laila datang membantu merangkul lengannya menuju ruangan dalam rumah.
Sambil melangkah Arya Semana menyalahkan lampu, hingga tampaklah kini ruangan bersih rapih. Laila membawa Arya Semana ke sofa dan mendudukkannya Di sana.
"Apa benar di sini rumah Bapak Sultan Semana?" Laila menatap Arya Semana
"Bukan,"
"Apa?!"
"Ini rumahku,"
"Oh, begitu,"
"Ya,"
"Kalau begitu tugasku selesai dan aku akan pulang,"
"Hei kamu, sudah jauh malam tak aman bagimu perempuan nyetir sendiri," ujar Arua Semana tanpa membuka mata, rasanya ia sangat mengantuk. Sepertinya minuman yang masuk ke lambungnya terlalu didominasi obat penenang atau obat tidur disamping alkohol. Namun begitu dia masih memikirkan keselamatan Laila yang mengantarkannya.
"Aku pesan grab saja,"
"Tidur saja di sini besok pagi baru pulang,"
"Tak mengapa," ujar Laila.
"Kamu perempuan, aku harus menjaga kehormatanmu," ujar Arya Semana masih dengan mata terpejam.
Laila menatap Arya Semana bimbang. Kok rasanya tak pantas harus bermalam di rumah Lelaki yang asing bagi dirinya.
"Tutuplah pintunya." Ujar Arya Semana.
Laila membeku. Beberapa detik dalam kebimbangan.
"Terserah kalau kamu mau memberikan tubuhmu pada lelaki bajingan diluar sana!" Ujar Arya Semana seperti tak perduli.
"Hih!" Sungut Laila merasa ngeri termakan ucapan Arya Semana.
Apa boleh buat akhirnya Laila menyerah pada keadaan yang ada bahwa dirinya harus bermalam di rumah anak Bos pemilik perusahaan tanpa direncanakan.
"Di atas Ada kamar dua dan di bawah juga ada kamar dua, terserah kamu mau tidur dimana" Ujar Arya Semana masih dengan mata terpejam, suaranya pun menandakan kalau dirinya ngantuk berat.
"Apakah Bapak mau tidur di sofa itu?" Laila berdiri mengawasi Arya Semana.
"Kenapa kamu perduli padaku?" Arya Semana balik bertanya.
Ya juga kenapa aku jadi mikiri dia yang udah nyusain aku jadi terjebak tidur di rumahnya, huh!
Laila langsung meninggalkan Arya Semana menuju ke lantai atas, mencari kamar untuk dirinya melepas lelah.
Secara acak dia memilih tidur di lantai atas. Menurutnya lebih aman saja.
Sebelum ia menghilang ke lantai atas, ditolehnya sekali lagi Arya Semana. Tampaknya lelaki itu sudah pulas.
Hih dia itu mabuk apa ngantuk, sih, tapi biar deh dia ketiduran.
Ada keraguan sejenak saat akan memasuki kamar. "Ah dia kan anak bos nggak mungkin mau macam-macam, pastinya aku akan aman di sini.
Laila memasuki kamar sebelah kanan. Dan ia berdecak kagum kamar yang dimasukinya bersih dan rapih. Maka tanpa pikir panjang segera membersihkan diri di kamar mandi yang lengkap persediaan sabun, shampo, serta pasta gigi baru lengkap dengan sikat gigi yang disegel, beserta handuk bersih yang dilipat rapih.
Setelah merasa segar tanpa ragu Laila langsung rebahan di atas tempat tidur empuk. Tak lama kemudian tubuh ramping mungilnya sudah meringkuk dibawah hangatnya selimut bulu, sehingga dinginnya AC Di dalam kamar tak terlalu membuatnya kedinginan.
Arya Semana terbangun dan langsung duduk .
,
Laila terbangun dia memandang sekelilingnya dengan ekor matanya. Di dalam selimutnya Laila mulanya gelisah tak bisa terpejam. Namun gadis dua puluh loma tahun itu yakin di dalam rumah anak pemilik perusahaan tempatnya bekerja selama tiga tahun ini, tak akan terjadi sesuatu, alias dirinya akan aman.
Berbekal doa yang ia lantunkan dalam hati, maka semua ia pasrahkan pada Tuhan pemilik semesta alam dan isinya. Maka berangkatlah ia tidur.
Di ruang tamu Arya Semana yang terbangun dari tidurnya merasa kepalanya berat dilihat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul tiga dinihari. Ia berjalan sempoyongan ke dalam kamar dan menjatuhkan diri ke atas kasur empuk.
Merasa tak nyaman tidur dengan pakaian lengkap serta mulut bau minuman, hal yang sebenarnya asing baginya. Segera ke kamar mandi membersihkan diri. Menggosok gigi, lalu mengenakan piyama tidur, barulah merasa nyaman berada di atas tempat tidurnya.
Terlelap kembali melanjutkan tidurnya. Namun baru beberapa lama tertidur Arya Semana terbangun, mengingat ingat dan terkejut saat ingatannya terkumpul.
"Gadis itu ...!!"
Segera turun dari tempat tidurnya, lalu berjalan keluar kamar dan menuju ke lantai atas. Tertegun berdiri memandang ke pintu kamar yang berseberangan dan sama sama tertutup rapat.
Arya Semana ingin meyakinkan kalau gadis yang mengantarnya berada di salah satu kamar itu.
Perlahan ia melangkah ke satu kamar. Membuka pintu yang tak terkunci. Di dalam kosong tak ada siapa pun.
Berarti gadis itu ada di kamar satunya. Semoga saja dia nggak maksa pulang saat aku ketiduran di sofa tadi.
Diputarnya handle pintu. Tak bisa dibuka. Berarti dikunci dari dalam. Arya Semana lega, segera ia turun kembali ke kamarnya dan meneruskan tidur yang tertunda.
Pagi hari Laila terbangun, terkejut karena merasa berada di kamar yang asing.
"Oh iya semalam aku mengantar anak bos yang mabuk berat."
Laila segera keluar dari selimutnya dirinya harus mandi. Setelah mandi segera turun ke bawa. Di sofa dilihatnya kosong. Ia langsung mengira kalau Arya Semana sudah pindah ke kamarnya dan masih tidur nyenyak.
Sejenak ia ragu apa yang harus dilakukan. Apa langsung pulang saja ke rumah ganti baju lalu berangkat kembali ke restaurant. Tapi kok tak sopan, pikirnya ragu.
Lalu harus bagaimana? Mengetuk pintu kamar untuk meyakinkan kalau anak bosnya itu baik baik saja.
Laila ragu. Tapi jika tak melakukannya, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada anak bosnya itu?
Gawat juga pasti dirinya terseret dan terkena kasus lalai atau unsur kesengajaan meninggalkan seseorang yang dalam kondisi mabuk.
Repot juga dirinya bisa dijerat hukum. Seandainya lelaki itu meninggal dan aku tinggalkan aku pasti jadi tertuduh karena didakwa unsur kesengajaan meninggalkan korban. Pikirnya, dan untuk membuktikan dirinya tak bersalah pasti harus melalui serangkaian pemeriksaan yang berkepanjangan memakan waktu.
Bukan itu saja pihak orang tua lelaki itu pasti menyalahkan dirinya karena saat anaknya mabuk tak memberikan kabar pada mereka. Dan pastilah mereka akan marah. Selanjutnya sudah bisa dipastikan mereka menuduh dirinya lalai, dan sebelum dilaporkan ke polisi sudah jelas status penganguran disandangnya. Bukan itu saja, pasti keluar edaran surat black list dirinya ke semua restaurant dan yang berhubungan dengan kuliner. Dengan demikian tak ada lagi yang akan menerimanya bekerja setelah ia menjalani proses pemeriksaan di kepolisian, atau saat kasusnya masuk ke rana pengadilan.
Dirinya hanya pekerja melawan pemilik perusahaan, pastilah langsung keok dan ketuk palu dua puluh tahun penjara karena telah lalai, hingga mengakibatkan nyawa orang melayang. Atau bisa jadi hukumannya seumur hidup. Bukankah kebanyakan hukum tak berpihak pada orang kecil seperti dirinya?
Laila gemetar jika sampai hal itu terjadi. Bagaimana dengan ibunya yang berada di rumah sakit jiwa? Siapa yang akan menengoknya?
"Ibu hanya punya aku dan dia sangat butuh aku. Ibu segalanya bagiku, tak mungkin ia kubiarkan sendirian tanpa sanak keluarga diantara mereka yang menghuni rumah sakit jiwa," batin Laila mengembara memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika ada apa apa dengan lelaki yang diantarnya pulang semalam.
Huh kenapa aku jadi terjebak masalah rumit begini?
Sial benar, gerutunya dalam hati. Dia.yang mabuk-mabukan aku yang ketakutan. Dasar anak orang kaya yang ngeselin, huh@
Mau tak mau Laila harus perduli dan memeriksa keadaan Arya Semana do kamarnya.
Laila jadi cemas memikirkan hal buruk terjadi pada anak pemilik perusahaan dimana dirinya bekerja.
"Huh merepotkan saja tuh orang," sungutnya kesal.
Maka Laila mulai menyisir kamar pertama. Perlahan dibukanya pintu kamar.
Wow gelap. Dicarinya kontak lampu.
Klik.
Ruangan terang.
Laila memperhatikan sekitarnya. Tak ada siapa pun. Kamar tertata rapih. Tempat tidur juga rapih, tak ada tanda tanda ada orang yang baru tidur di atas kasur yang sepreinya terlihat tanpa kerut. Susunan bantal pun terlihat rapih.
Laila mematikan lampu, lalu menutup kembali pintu kamar itu.
Sekarang akan memeriksa kamar satunya. Muda-mudahan saja tuh orang ada di sana, harapnya, sehingga dirinya terlepas dari tuduhan yang merugikannya, terlepas dari kesulitannya.
Bergegas dengan hati berdebar Langkahnya menuju kamar satunya.
Membuka pintu yang tak terkunci.
Susana di dalam temaram.
Laila masih berdiri diambang pintu. Dia tertegun saat pandangannya terarah ke tempat tidur.
"Apa mungkin yang tidur itu dia yang semalam anak Bos, ya?" Batinnya bertanya-tanya.
Ragu untuk mendekat. Tapi teringat akan sangsi jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap lelaki bernama Arya Semana, maka ia melangkah mendekat dengan langkah hati-hati, alias sedikit berjinjit supaya gerakannya menuju ke tempat tidur tak terdengar.
Berdiri mulai meneliti raut muka sosok yang masih tidur terlentang itu.
"Ya ini orangnya, aku masih ingat semalam memang dia. Alhamdulillah dia nggak kenapa napa. Berarti aku aman. Sekarang tinggal pulang ke rumah.
Hati Laila lega. Anak bosnya baik-baik saja. Maka dia bisa langsung pulang ke rumah, ganti baju dan berangkat ke restaurant untuk bekerja.
Tapi saat berbalik dan akan meninggalkan kamar, tahu tahu tangannya ada yang menarik.
.Rupanya Arya Semana terbangun saat pintu kamar ada yang membuka, tapi ia sengaja pura pura tertidur. Hanya menunggu apa yang akan dilalukan Laila.
Terjadi tarik menarik antara Laila dan Arya Semana. Tapi Laila kalah tenaga dari lelaki yang memasuki usia tiga puluh tahun itu, hingga tubuh mungilnya terbang ke kasur, dan jatuh tepat di atas badan Arya Semana.
"Wow ...!" Reflek tangannya membenarkan roknya yang tersibak. Dan langsung berusaha turun dari tubuh Arya Semana, yang hanya dian saja memandangnya.
Tapi rupanya Arya Semana tak melepaskannya begitu saja. Lelaki muda itu berhasil menahan tubuh Laila, hingga masih berada di atas tubuhnya.
"Huh mesum, lepaskan aku ...!" Seru Laila kesal sambil beringsut turun dari tubuh Arya Semana.
Tapi secepat kilat Arya Semana menahan tubuh Laila, dan gadis itu terpaksa berbaring di sebelah Arya Semana.
Laila geram menatap Arya Semana yang telah mengunci kedua tangannya. Kini lelaki itu menatapnya lekat.
Tentu saja Laila ketakutan dan khawatir jika Arya Semana masih mabuk dan melecehkannya.
"Lepaskan aku, tolong aku gadis terhormat yang anti sek bebas, tolong lepaskan ..." Laila sudah mau menangis saat menyadari tenaganya tak bisa melawan tekanan kedua tangan Arya Semana yang membungkuk di atas tubuhnya.
"Kamu sudah lancang masuk ke kamarku tanpa ijin, apa itu gadis terhormat?!" Arya Semana belum mau membuka cekalan kedua tangannya pada kedua tangan Laila, tubuhnya pun masih membungkuk mengawasi wajah si gadis yang mulai ketakutan.
"Aku hanya ingin memastikan kalau Anda baik baik saja ... Dan masih hidup, karena aku tak mau jadi tertuduh,"
Arya Semana tertawa. Rupanya dia terlupa pada Laila yang menolongnya semalam membawanya pulang ke rumah persembunyiannya ini. Dia juga lupa jam tiga dini hari tadi mencemaskan gadis itu dan sempat melihat tertidur di kamar di lantai atas.
Rupanya dia sudah membersihkan dirinya, batin Laila saat tak tercium aroma alkohol dari mulut Arya Semana yang tertawa itu.
"Hei gadis yang mengaku gadis terhormat, tak bagus masuk kamar lelaki tanpa ijin, atau ini memang kebiasaanmu, ya, cari mangsa lalu minta tanggung jawab dan minta dikawini?!"
"He Tuan Muda Arya Semana aku tidak sehina itu, ya, aku hanya tak ingin terlibat masalah makanya aku harus tahu apakah Anda baik baik saja ...!" Walau suara Laila bernada protes, tak urung kedua matanya memerah hampir menangis kesal oleh tuduhan Arya Semana.
Arya Semana tertawa lagi, "Oh rupanya kamu tahu siapa aku, ya,"
Laila berusaha untuk melepaskan diri. Tapi rupanya tak mampu. Jangan ditanya bagaimana takutnya dia dalam posisi seperti saat ini.
"Tadi apa katamu hanya ingin memastikan aku baik baik saja?!" Arya Semana tak percaya.
"Ya," angguk Laila minta dipercaya, "Tolong lepaskan aku ..." hampir menangis Laila, antara takut diperlakukan semena mena oleh Arya Semana, dan perasaan sedih karena tuduhan Haris yang keji itu.
"Memangnya aku kenapa sampai harus kamu yakini begitu, dan kamu siapa sok perhatian padaku, heh?!" Arya Semana masih bernada curiga.
"Karena Tuan semalam mabuk dan aku yang mengantarnya pulang, maka sebelum aku meninggalkan tempat ini aku harus meyakinkan kalau Anda baik-baik saja," sebisa mungkin Laila menjelaskan tujuannya masuk ke kamar dimana lelaki itu tidur.
Laila lama lama kesal juga dicurigai seperti itu. Makanya ia melupakan status ya sebagai pekerja di anak perusahaan milik orang tua Arya Semana
"Aku bukan siapa siapa, Tuan muda, tapi akulah semalam yang menyetir mobilmu saat Tuan muda Arya Semana mabuk, dan Anda jangan pura pura amnesia ..."
"Aku mabuk?!" Arya Semana mengernyitkan alisnya, lalu menatap lekat Laila yang masih tak berdaya itu,"Jangan menuduh sembarangan, ya, aku tak pernah minum minuman keras, kenapa harus mabuk, oh kamu ini makin ngaco saja, ya sudah masuk rumah orang memfitnah aku mabuk pula...!"
"Huh munafik ternyata anak Bos tempatku bekerja ini!!" Laila mendengus.
Arya Semana terkejut melihat sikap Laila. Beraninya dia.
"Apa maksudmu?!" Arya Semana juga tak mau kalah, ia balik menyerang Laila.
Laila membuang rasa takutnya dan berusaha untuk bisa melawan Arya Semana.
"He kamu!" Arya Semana mulai tak sabar.
"Biar kubuktikan lepaskan aku dulu," melemah suara Laila, ia sadar mana mungkin orang mabuk ingat dirinya mabuk.
"Mau kabur?" Sindir Arya Semana.
"Aku wanita Terhormat ingat itu!"
"Oh ya?!" Sindir Arya Semana.
"Setidaknya hanya itu yang aku miliki, menghormati diriku sendiri," ujar Laila.
"Wanita terhormat kok masuk ke kamar lelaki!" Sergah Arya Semana mengulang sindirannya, dan tangannya masih mencekal pergelangan tangan Laila.
"Aku tak pernah mau masuk ke kamar lelaki mana pun. Dan sampai saat ini aku masih bisa menjaga diriku. Artinya aku wanita yang punya harga diri dan wanita yang bisa menghormati dirinya sendiri, Anda harus tahu itu, Tuan yang lupa kalau dirinya semalam mabuk berat,"
Arya Semana menatap lekat Laila.
"Tolong lepaskan aku supaya aku bisa membuktikan ucapanku bahwa aku bukan penyusup, bukan wanita murahan seperti tuduhan Tuan!" Laila berkata tegas.
"Hem kau mau membuktikan apa?!" Arya Semana masih enggan melepaskan cekalan tangan Laila.
"Lepaskan aku dulu," pinta Laila merasa cekalan lelaki itu menyakiti pergelangan tangannya, "Tuan menyakitiku!" Sungutnya tak menyembunyikan kekesalannya.
Laila hampir menangis. Dia kesal, lelaki itu telah membuatnya cemas, tapi justru menuduhkan yang tidak-tidak.
"Maksudmu mau ngapain nahan aku begini?"
"Oh ya tadi kamu bilang aku ini anak Bos tempatmu bekerja, apa itu?!"
"Makanya lepaskan dulu biar kubuktikan semua ucapanku,"
Arya Semana menatap lekat ke mata Laila. Ia ragu."Mana bisa aku percaya padamu, katakan dulu sejak kapan kamu masuk ke rumahku ini?!"
"Sejak aku membawa Tuan muda semalam yang mabuk pulang ke rumah ini,"
Arya Semana tampak tercenung berusaha mengingat ingat apa yang terjadi pada dirinya semalam.
Melihat Arya Semana lengah, maka sekuat tenaga Laila melepaskan diri dari lelaki itu, tak perduli dirinya terjatuh ke lantai.
Terasa sakit di punggungnya saat dirinya terlentang di lantai, tapi segera berdiri. Begitu juga Arya Semana yang turun dari tempat tidurnya.
"Jangan pergi tunggu aku ke kamar mandi dulu kau harus mejelaskan kenapa bisa sampai ada di dalam kamarku,"
"Aku menunggu di luar saja,"
Arya Semana menghadang langkah Laila yang sudah mencapai pintu.
"Berhenti!:
"Aku merasa risih sekamar dengan lelaki. Aku ini masih original masih suci, tahu!"
"Oh ya?" Arya Semana merasa tertarik dengan pengakuan Laila, "Bagaimana cara membuktikannya?"
Laila mendengus kesal. Enak saja mau membuktikan kesucianku, huh!
"Lho kalau belum dibuktikan mana bisa dipercaya?"
"Dasar otak porno ..." Laila langsung menerobos mendorong badan Arya Semana yang menghalanginya di pintu dan bergegas membuka pintu.
Tentu saja Arya Semana tak mau melepaskan begitu saja Laila, dengan sekali tarik tubuh gadis itu sudah berada di pelukannya.
Sesaat Laila tercekat menatap mata Arya Semana yang juga menatapnya lekat. Tapi segera Laila menarik dirinya dari rangkulan Arya Semana.
"Huh nih laki banyak maunya, udah ditolong diantar pulang masih saja menyiksaku." Laila bersungut cukup keras karena rasa kesalnya dari tadi mau pulang dihalangi dan dituduh yang bukan-bukan. Bilang masih suci harus dibuktikan dulu, kan, bikin kesel orang lelaki cap apa, sih inu?
"Baiklah tunggu aku mau mengingat-ingat dulu. Kalau benar kamu wanita terhormat tunggu aku jangan kabur ..." ujar Arya Semana menatap Laila. Sepertinya dia memang gadis baik-baik, batinnya.
"Aku tunggu di ruang tamu saja," setelah berkata begitu Laila bergegas keluar kamar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!