NovelToon NovelToon

Second Chances

01

...Hallo semuanya, selamat menikmati ceritanya. Maaf atas ketidaknyamanannya karena perombakan yang mendadak, dan apabila kalian melihat cover dan alur yang sama di author yang bernama cakefavo, itu authornya sama ya guys, yaitu aku. Aku ganti akun karena aku gak bisa login di akun sebelah huhu, semoga kalian lebih menikmati alur ceritanya yang baru ya, terima kasiihhhh (⁠๑⁠•⁠﹏⁠•⁠)...

...────୨ৎ────...

03 February 2023

Suara tawa anak kecil terdengar di setiap sudut rumah. Dave Blythe, anak yang terlahir dari darah daging John dengan kekasihnya—Arriel Dealova. Usianya saat ini menginjak satu tahun, dengan mata yang begitu mirip dengan John dan bibirnya yang penuh sangat mirip dengan Arriel. Keeyara yang saat itu tengah memperhatikan beberapa pesan yang masuk ke email perusahaannya mengangkat kepala, melihat John yang sedang bermain bersama Dave dan juga Arriel. Bagaimana John memutar anak itu ke udara, membuat anak itu tertawa terbahak-bahak, dan Keeyara merasa iri.

Bagaimana jadinya, jika dialah yang memberikan seorang putra untuk John? apakah semuanya akan berubah dan John akan bersikap baik kepadanya? Dia kembali menunduk, memperhatikan bekas-bekas luka yang kini sudah berubah warna menjadi keunguan di kedua lengannya, Keeyara segera menarik lengan bajunya, guna menutupi luka-luka tersebut.

"Sepertinya Dave mengantuk, ayo biar Mama dan Papa menemanimu tidur." ucap John sambil memeluk erat putranya itu, bahkan John tidak perlu repot-repot melirik Keeyara saat dia berjalan melewatinya, dan sekali lagi hal itu membuat hati Keeyara hancur.

Berharap apa pada perjodohan ini? pernikahan yang memang dasarnya tidak di awali dengan cinta, bahkan John selalu bersikap keras kepadanya. Dia hanya mencintai seseorang yaitu Arriel Dealova.

Menurut John, Arriel adalah seorang gadis yang cantik dan polos, kecantikannya yang alami berhasil membuatnya jatuh cinta. Walaupun dia hanya bekerja sebagai penjaga toko roti, tetapi melihatnya begitu pekerja keras mengubah pandangannya terhadap wanita itu, bahkan bisa di bilang jika itu adalah cinta pandangan pertama.

Kini, jarum jam menunjukan pukul 00.00, di luar badai sedang mengamuk, petir sesekali terdengar menakutkan. Pintu kamar Keeyara berderit pelan, seseorang mengendap-endap memasuki kamarnya saat wanita itu sedang tertidur lelap. Bayangan seseorang terlihat di permukaan dinding yang datar, dan tak lama kemudian suara teriakan Keeyara terdengar cukup keras, membangunkan John yang saat itu tengah tertidur lelap.

Saat jam menunjukan pukul 00.30, hiruk pikuk rumah sakit terasa menyesakkan, John mengikuti langkah beberapa suster yang mendorong ranjang pasien, wajahnya tetap dingin dan kosong saat melihat tubuh istrinya terbaring di sana. Salah satu dari suster tersebut memberikan Keeyara oksigen, wajahnya memerah dan melepuh akibat air panas.

"Untuk keluarga harap tunggu di luar." ucap seorang dokter lalu memasuki ruangan operasi, John hanya bisa terdiam sambil memandangi pintu tersebut yang mulai tertutup secara perlahan.

"Sayang, bagaimana dengan Keeyara?" suara Arriel seketika menyadarkan John dari lamunannya, pria itu menoleh ke samping, melihat istri keduanya menatap pintu operasi yang tertutup dengan ke khawatiran kepura-puraan.

"Apa yang terjadi?"

Arriel terdiam sejenak, lalu tak lama kemudian ia menundukan kepala dan mulai menangis. "Sayang, maafkan aku... aku hanya membela diri. Saat itu aku pergi ke dapur untuk membawa air panas, aku ingin merendam kakiku tetapi Keeyara menyeret ku ke kamarnya, dia mengancam akan membunuhku dan juga Dave jika aku tidak pergi dari rumahnya." rahang John seketika mengeras, telapak tangannya terkepal erat-erat sehingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih, pandangannya kembali tertuju kepada pintu operasi, ada sekilas rasa kesal dan juga amarah di kedua matanya yang bewarna abu-abu tua.

"Tapi kau baik-baik saja, kan?" tanya John saat kembali menatap Arriel, dengan hati-hati memegang kedua pergelangan tangan wanita itu, seolah-olah dia takut menghancurkan berlian yang berharga, memeriksa tubuh Arriel apakah terluka atau tidak dan gerakannya anehnya lembut, walaupun kabut amarah masih menggerogotinya.

"Aku baik-baik saja, tapi kau tidak perlu memarahi Keeyara, aku tahu aku hanya pengganggu bagi kalian berdua-"

"Shhh, jangan berbicara omong kosong, kau bukan orang seperti itu, aku mencintaimu lebih dari apapun yang ada di dunia ini." ucap John dengan lembut, dia menarik Arriel ke dalam pelukannya yang hangat.

Beberapa jam ke depan, setelah Keeyara keluar dari ruang operasi, sebagian wajahnya di baluti oleh perban putih nan juga bersih, dia masih tidak sadarkan diri akibat efek obat bius. Sedangkan, John masih setia menemaninya, berbeda dengan Arriel yang sudah kembali pulang dari satu jam yang lalu.

Tidak menunggu waktu lama, secara perlahan Keeyara menggerakkan kedua kelopak matanya. Pertama-tama yang dia lihat adalah langit-langit kamar rawat inapnya yang bercat putih, pandangannya masih terlalu buram. Rasa perih masih terasa di otot-otot wajahnya yang sekarang bisa di bilang telah rusak, Keeyara menoleh ke samping dan mendapati John yang sedang memperhatikannya dengan wajah yang dingin.

"John-"

Satu pukulan mendarat di wajah Keeyara, rasa perih itu semakin terasa dan kali ini berlipat-lipat. Keeyara terkejut setelah mendapati perlakuan seperti itu dari suaminya sendiri, walaupun dia sudah sering mendapatkannya. Tapi untuk apa pukulan itu? dia saja tidak tahu.

"Kau sengaja mengancam Arriel untuk pergi meninggalkan ku? kau berkaca tidak, dia memberikanku seorang anak, tidak sepertimu yang bahkan tidak bisa mengandung seorang anak!" perkataannya mengalahkan rasa sakit di wajahnya, itu sangat kasar sekali.

"Mengancam apa? sejak kapan aku mengancamnya?" tanya Keeyara dengan suara yang sedikit gemetar, pandangannya kembali buram karena air mata yang tak tumpah.

"Jaga ucapanmu di depan Arriel dan juga Dave, mereka keluargaku sekarang. Mereka lebih berharga darimu."

Keeyara langsung tertawa getir, telapak tangannya segera menghapus air mata yang baru saja terjatuh ke pipinya. "Wah... mulutmu benar-benar seperti pisau, John. Kau melukai hatiku dengan ucapanmu, tapi apakah kau segitunya mempercayainya daripada istrimu sendiri yang di akui oleh publik dan juga negara secara sah?"

John terdiam, tidak langsung menjawab. Keeyara masih menatapnya dengan mata berkaca-kaca, hatinya terasa perih dan sakit, melebihi rasa sakit luka di wajahnya. "Kau berhasil membuatku semakin jahat di ceritamu dan juga Arriel. Aku memang tidak bisa memberikanmu seorang anak, tapi haruskan kau bersikap seperti ini? Kau menyiksaku, menghancurkan hatiku. Kau sama sekali tidak perlu repot-repot untuk memahami perasaanku." kali ini, Keeyara tidak sanggup menahan semua rasa sakit yang dia pikul, dia menangis dengan begitu pilu di depan John yang hanya mematung mendengarkan keluh kesahnya. John sama sekali tidak menunjukan rasa bersalahnya, sangking senangnya dia bisa mempermainkan dan memperlakukan Keeyara seperti seekor binatang.

"Kenapa kau membuat semuanya begitu sulit?" pertanyaan John keluar dari mulutnya, membuat Keeyara terdiam, menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit di artikan.

"Kau hanya perlu diam, menikmati hidupmu. Kau tidak seperti Arriel yang selalu mengalami hal-hal yang sulit di sepanjang hidupnya. Kenapa kau sangat membencinya? Kau tidak tahu bagaimana dia bekerja keras hanya untuk mencari sebutir nasi, karena kau sudah di manja sejak kau masih kecil. Aku hanya ingin membahagiakan Arriel, karena hanya dia yang sudah memberikan ku kehidupan yang aku inginkan selama ini. Kau...? Jika perjodohan itu tidak ada di antara kita, mungkin aku akan menjadikannya sebagai istriku satu-satunya," lanjut John.

Keeyara terdiam, air matanya saling berjatuhan. Udara terasa sedikit di ruangan itu, begitu sesak sehingga ia tidak bisa bernafas. "Kenapa kau hanya memikirkan dirimu sendiri, Keeyara?"

Wanita itu tertawa pelan, tidak... lebih tepatnya tertawa getir. Dia menunduk, menarik nafas dalam-dalam sebelum kembali menatap John.

"Mungkin karena aku egois."

Itu tidak benar, dia selalu mengutamakan kebahagiaan semua orang di atas kebahagiaannya sendiri. Bahkan ketika itu menyakitinya, tetapi anehnya orang-orang di sekitarnya selalu mengecewakannya.

"Ya, kau memang egois. Mulai lah bersikap baik kepada istriku." kata John dengan dingin lalu pergi meninggalkan ruangannya, Keeyara memperhatikannya yang langsung menghilang dari balik pintu yang tertutup. Dan demi tuhan, siapa sebenarnya dia? Dia juga istri dari seseorang yang bernama John Reonard.

02

Beberapa minggu berlalu, semenjak Keeyara keluar dari rumah sakit, ia semakin menutup diri dari dunia luar, mengurung dirinya sendiri di dalam kamar dan hanya melamun. Dia merasa malu kepada dirinya sendiri, wajah yang dulunya cantik sekarang selalu di sebut-sebut sebagai monster.

Sore itu, dia sedang memasak di dapur. Mempersiapkan makanan untuk kedatangan rekan-rekan bisnis John, berbeda dengan Arriel yang saat itu terus mondar-mandir sambil sesekali menggerutu pelan.

"Keeyara, kau tidak mencuci bajuku? aku sudah bilang untuk mencucinya, aku harus memakai apa sekarang jika baju itu kotor?!" rengekan Arriel yang terus menerus seperti anjing yang menggonggong di tengah malam, namun Keeyara tidak mendengarkannya dan terus mempersiapkan makanan di atas meja makan.

"Keeyara percepat, mereka akan datang dalam beberapa menit lagi!" teriak John dari lantai atas, tengah sibuk membenarkan dasinya.

"Keeyara, aku sedang berbicara kepadamu!" nada suara Arriel naik satu oktaf, membuat wanita itu terdiam lalu menghela nafas lelah.

"Kau memiliki tangan, bukan? itu bajumu dan kenapa aku yang harus mencuci bajumu ya?" balas Keeyara dengan dingin, membuat Arriel merengut dan menghentak-hentakan kakinya di lantai.

John datang memasuki ruang makan, tatapannya langsung tertuju kepada Keeyara. "Kenapa kau memarahi istriku seperti itu? turuti saja apa yang dia minta, untung kau masih bisa tinggal disini dan aku memberimu makan dan semua hal yang kamu butuhkan, selesaikan semuanya cepat!"

Arriel langsung tersenyum puas saat pria itu membelanya, membuat Keeyara mengepalkan telapak tangannya. Ia mulai membuka celemeknya, memperhatikan bajunya yang kini terlihat lusuh dan kotor karena noda saus. John memperhatikan penampilannya dengan tatapan jijik, seolah-olah wanita itu hanyalah seorang gelandangan.

"Kau ini seorang wanita, seharusnya menjaga penampilanmu, lihat saja kamu sekarang... wajahmu telah rusak, bahkan penampilanmu saja sudah tidak menarik lagi. Jika semuanya sudah beres, pergilah ke kamarmu dan jangan berani-beraninya untuk keluar, apalagi sampai rekan-rekanku melihatmu." kata John dengan nada sarkastik, membuat hati wanita itu mencelos saat mendengarnya.

"Sayang, jangan seperti itu... Keeyara juga masih istrimu..." timpal Arriel dengan suaranya yang lembut dan manis, Keeyara juga melihat bagaimana wanita itu melingkarkan tangannya di lengan John.

"Siapa juga yang ingin membawanya jika penampilan dan wajahnya seperti itu? dia akan memalukan aku. Maka dari itu... kau ada disini bersama ku, untuk melengkapiku, menemaniku ke pesta atau bahkan acara-acara sosialita." balas John sambil tersenyum, melingkarkan lengannya di bahu Arriel dan mencium keningnya dengan mesra. Keeyara hanya tersenyum getir, dia melemparkan celemeknya ke kursi lalu segera pergi meninggalkan ruang makan, membuat Arriel semakin puas.

Di dalam kamar, Keeyara menarik nafas dalam-dalam, menghirup udara untuk mengisi kembali paru-parunya yang terasa kosong. Dadanya terasa nyeri, setiap hari dia harus memperhatikan adegan romantis antara John dan juga Arriel, dan itu selalu membuatnya merasa cemburu.

Perlahan, wanita itu berjalan menuju meja rias, duduk di kursi sambil memperhatikan peralatan make-upnya yang kini sudah tidak terpakai lagi. Pandangannya menjadi buram saat dia menahan air matanya, Keeyara memandangi bayangan wajahnya di depan cermin, memperhatikan wajahnya yang kini kemerahan, sebagian mengelupas dan melepuh.

Keeyara segera mengambil ikat rambut dan mulai mengikat rambutnya menjadi kuncir ekor kuda, dia pun mengambil foundation dan secara perlahan mulai memakaikannya di wajahnya. Setiap gerakannya sangat efisien saat ia mengolesi wajahnya dengan riasan, hingga beberapa menit kemudian ia kembali menatap bayangan dirinya sendiri di cermin, bahkan sekeras apapun ia berusaha untuk menutupi luka tersebut lewat riasan wajah, luka itu masih tetap terlihat.

"Ah ini istrimu? dia sangat cantik sekali..."

"Bagaimana kau bisa menemukan istri secantiknya, Tuan John?"

"Aku sangat iri sekali, anakmu juga sangat mirip sekali denganmu, Tuan John..."

Keeyara mendengar pembicaraan rekan-rekan bisnis John dan tangisannya tidak bisa ia bendung lagi, ia menutup mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara isakan, tubuhnya gemetar hebat saat dia berusaha melawan semua rasa sakit yang mulai menggerogoti hatinya.

Semua luka baru yang dia dapatkan di sekujur tubuhnya, mata sayu, lingkaran hitam di bawah matanya dan rambutnya yang rontok adalah bukti jika dia sedang tidak baik-baik saja. Di saat semua orang memiliki sandaran dan pelukan dari seseorang, disini lah Keeyara... hanya bisa menangis dan memeluk dirinya sendiri di kegelapan kamarnya.

"Tuhan... bisakah kau membawaku? aku sangat lelah untuk melewati hari-hari ku. Hidupku menjijikan dan memuakkan, kenapa aku tidak bisa mati?"

Keesokan harinya, di siang hari yang terik. Keeyara tengah duduk di samping makam sang Ibunda, ukiran atas nama Zhanna tertulis sangat indah di batu nisan. Sambil membelainya, Keeyara tersenyum tipis.

"Ibu... semenjak Ibu tidak menemaniku, Ibu tahu apa yang terjadi padaku? Ku kira aku akan menangani masalahku dengan baik, namun ternyata aku salah besar. Aku tidak bisa meyakini diriku sendiri jika semuanya akan baik-baik saja, aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menangani itu, aku dengan bodohnya menahan semuanya, membiarkan semuanya memburuk." Keeyara berbicara, membayangkan jika Ibunya sedang duduk di depannya sambil tersenyum hangat saat mendengarkan keluh kesahnya.

"Aku berpikir akan lebih baik untuk menemui Ibu daripada harus menjalani hidup seperti ini. Aku sudah tidak sanggup lagi karena merasa lelah, dulu aku selalu memiliki energi dan bersemangat, namun kali ini tidak ada. Banyak sekali orang di dunia ini, tapi aku selalu merasa sendirian." suaranya kini bergetar, air mata jatuh ke pipinya.

"Aku harap Ibu masih mengenaliku dengan wajahku sekarang..." bisik Keeyara sambil menyimpan setangkai bunga mawar di dekat batu nisan Ibunya.

Notifikasi pesan masuk membuat Keeyara segera menyeka air matanya, ia pun mengeluarkan ponselnya dan memeriksa pesan dari asisten pribadinya-William Arshaka. Kedua pupil matanya melebar saat membaca setiap kata per kata yang di kirimkan oleh laki-laki itu, ia pun langsung bangkit dan segera pergi setalah berpamitan kepada sang Ibunda.

Di perusahaannya, Keeyara berlari menuju lift. Mengabaikan semua mata yang tampak terkejut saat melihatnya, bahkan saat dia sudah berada di dalam kotak yang pengap itu, Keeyara mengabaikan bisikan dari beberapa para karyawannya, yang ia lakukan hanyalah memencet tombol paling atas, lantai yang hanya bisa di datangi oleh orang-orang penting saja.

Satu menit kemudian, pintu lift terbuka. Keeyara pun segera keluar dan berlari menuju ruang rapat. Langkahnya cepat dan terarah, bahkan ia tidak lagi perduli dengan pergelangan kakinya yang mulai sakit karena dia berlari menggunakan high heelsnya yang mahal.

"Rapat dewan darurat ini mengenai pergantian CEO dan pemegang saham terbesar di Fushion Group." ucap asisten pribadi John, Caesar Lombardi, yang membuat beberapa dewan yang telah hadir dalam rapat itu terdiam.

Seorang pria yang memiliki perut buncit dan berkacamata memberanikan diri untuk mengangkat tangan, John yang melihatnya memberinya anggukan kecil untuk menyuruhnya mengeluarkan suara.

"Bukankah pemilik Fushion Group adalah Nona Keeyara Jaslene? apakah anda sudah mendapat izin darinya, Tuan?"

John tersenyum tipis, dia membenarkan posisi duduknya di kursi, menautkan jari-jarinya di atas meja saat ia menatap satu per satu orang yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Saya sudah mendapatkan tanda tangan darinya, saya mengerti jika kalian mencemaskan perusahaan yang saat ini sedang berada di situasi yang genting. Saya memanfaatkan kesempatan ini untuk mengubah rasa asam menjadi manis. Mulai sekarang, Vogue Verse Group akan mengambil alih Fushion Group."

Bisikan demi bisikan dapat terdengar cukup keras di ruangan tersebut, membuat John tampak puas. Ia pun mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan saat ia kembali berbicara.

"Tentu saja saya akan memberikan para eksekutif perlakuan yang lebih baik, saya yakin ini akan menjadi sangat luar biasa saat kalian bekerja sama dengan saya."

Para dewan perusahaan saling menatap satu sama lain, merasa sangat tergiur dengan tawaran John. Perlakuan khusus... siapa yang akan menolak itu? John melirik ke arah Caesar dan memberinya anggukan kecil, membuat laki-laki itu berdehem. Sedangkan, William masih terlihat santai saat mengawasinya dari sudut ruangan, tampak terlihat tenang sambil sesekali memeriksa arloji di pergelangan tangannya untuk memeriksa waktu.

"Baiklah mari kita segera memungut suara dengan mengangkat tangan bagi mereka yang menyetujui pergantian CEO." ucap Caesar di depan microphone, sambil memperhatikan orang-orang di sana.

Tidak butuh waktu lama, semua orang yang ada di sana mengangkat tangan mereka, menyetujui pergantian pemimpin perusahaan tersebut tanpa merasa ragu sedikit pun. John puas dan langsung menyeringai, namun seringainya tidak bertahan lama saat pintu ruang rapat terbuka lebar, memperlihatkan Keeyara yang memasuki ruangan tersebut dengan nafas yang pendek. William merasa lega saat wanita itu datang, dia pun segera menghampirinya dan berdiri dengan percaya diri di samping Keeyara.

"Pimpinan Jaslene," bisik orang-orang yang ada di sana.

03

Suara tamparan terdengar cukup keras, membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut membelalakkan mata mereka karena terkejut. Pimpinan mereka... telah menampar suaminya sendiri di depan umum. Kedua mata Keeyara berkilat penuh amarah, namun hal itu tidak membuat John mundur, dia tersenyum, mengabaikan rasa perih di pipinya.

"Perusahaan ini aku bangun dengan usahaku sendiri, aku bahkan bertumpah darah untuk membangun semuanya, tapi kalian..." Keeyara memperhatikan para dewan perusahaan yang kini menundukan kepala mereka karena malu.

"Semua yang telah kalian lakukan di perusahaan ini bahkan tidak aku ungkapkan. Korupsi, penggelapan dana, penyalahgunaan jabatan, dan bahkan pelecehan seksual di tempat kerja," Keeyara memukul meja di depannya, membuat semua orang tersentak. Ruangan berubah menjadi hening, penuh dengan ketegangan yang tidak dapat di ucapkan dengan kata-kata.

"Kalian langsung menyetujui ajakan orang lain hanya dengan iming-iming perlakuan khusus? lalu apakah aku akan membiarkannya?"

"Orang lain? aku ini suamimu, Keeyara. Kau sendiri yang sudah menadatangani dokumen pengalihan jabatan itu," balas John.

Keeyara mengambil dokumen di atas meja lalu merobeknya begitu saja, merasa tertipu. John mengangkat sebelah alisnya, namun dia tidak bisa menyembunyikan senyuman gelinya saat melihat betapa keras kepalanya istrinya itu.

"Istriku... bukankah akan menyenangkan bagimu untuk berdiam diri di rumah sedangkan suamimu mengurusi semuanya? Pekerjaanmu biar aku yang menanganinya, kamu hanya perlu duduk manis, mempercantik diri agar kembali terlihat menarik. Apa yang kamu inginkan aku akan memberikannya kepadamu."

Keeyara menghembuskan nafas, menatap John dengan pandangan tak percaya lalu melangkah maju mendekatinya. Wajahnya hanya beberapa inci, tatapannya setajam silet.

"Kau pikir aku wanita yang hanya bisa mengurus pekerjaan rumah? itu bukan cara kerjaku dan itu bukan gayaku. Aku tidak seperti Arriel, si wanita jalang yang merelakan dirinya untuk membuka kaki demi perhatian seorang bajingan sepertimu, mengubah gaya hidupnya menjadi seolah-olah dia adalah nona kaya yang memiliki banyak harta, tapi apakah kamu tahu? dia masih menjadi Arriel si jalang, entah kau menceraikan ku dan menjadikannya istrimu satu-satunya, tetapi hukum alam itu nyata. Karena... seumur hidupnya dia akan selalu di kenal sebagai jalang."

"Keeyara, kau-"

"Dan kau. Kau juga sama, kau seorang bajingan dan jalang yang hanya di tutupi oleh gender mu saja. Yang gatal mencari-cari wanita yang rela untuk memuaskan nafsumu, kau tidak jauh seperti seekor anjing yang sedang birahi, dan itu sangat menjijikan." Keeyara menekan setiap kata-kata yang di ucapkannya dan itu berhasil memancing reaksi dari John, namun pria itu masih berusaha untuk mengendalikan diri agar tetap tenang. Wanita itu kini berbalik, menatap semua orang di ruangan itu dengan pandangan meremehkan, ia pun berjalan menuju pintu, diikuti oleh William dari belakang.

"Menjijikan, mengapa orang-orang yang pantas mati malah berumur panjang? Dia seharusnya mati karena sudah mengotori bumi." gumamnya cukup keras, sedangkan wajah John kini sudah merah padam karena marah, memperhatikan istrinya yang menghilang dari balik pintu.

Di malam hari, dengan tenang Keeyara menyetrika bajunya di ruang tamu. Arriel menghampirinya dan melemparinya baju-baju baru yang belum di setrika. "Jangan lupakan bajuku, baju John dan juga baju Dave, setrika yang benar." katanya dengan mengejek lalu pergi, memasuki dapur untuk membuatkan susu.

Keeyara menatap tumpukan baju itu tanpa ekspresi, tatapannya tertuju kepada setrika yang panas sebelum akhirnya ke arah dapur dimana Arriel berada. Perlahan, ia menarik kabel dan mulai bangkit, membawa setrika panas itu di tangan kanannya. Arriel yang saat itu sedang mengaduk susu untuk putranya tidak menyadari suara langkah kaki Keeyara di belakangnya.

Saat Arriel berbalik karena merasakan sentuhan lembut di pundaknya, rasa panas dan sakit menjalar di pipi kirinya begitu Keeyara menempelkan setrika itu di sana, membuat Arriel menjerit lalu menangis kencang. Keeyara melangkah mundur, menjatuhkan setrika itu ke lantai. Senyuman puas tersungging di bibirnya saat memperhatikan Arriel yang kini tengah duduk di lantai sambil memegangi wajahnya yang terasa sangat sakit, tatapannya sama sekali tidak menunjukan rasa bersalah maupun belas kasihan.

"Mengerti, bukan? Itulah yang aku rasakan saat kau menuangkan air panas kepadaku."

Dari belakang Keeyara, John datang. Matanya melebar sempurna saat memperhatikan situasi tersebut, saat bagaimana Arriel terus menjerit kesakitan sedangkan Keeyara memandanginya dengan tatapan puas. Dengan penuh amarah John mendekati Keeyara dan langsung mendorong wanita itu ke samping, membuat Keeyara yang tidak siap dengan dorongannya itu terjatuh dan membentur ujung meja makan.

"Wanita sialan, apa yang telah kamu lakukan?!" bentak John sambil berlutut di samping Keeyara dan menarik kerah baju yang di kenakan oleh wanita itu, Keeyara hanya tertawa geli, namun dahinya mulai mengeluarkan darah segar.

"Jawab aku, dasar pelacur!" teriak John.

Wanita itu memandangi wajah suaminya yang kini memburam, bukan karena air mata melainkan efek benturan tadi. Kepalanya terasa sakit dan pusing, hingga beberapa detik kemudian semuanya menjadi gelap.

Jam demi jam berlalu, perlahan Keeyara membuka kedua matanya. Dia menatap langit-langit ruangan yang bercat putih tulang, aroma antiseptik yang menyengat dapat tercium. Secara perlahan ia melirik ke samping, ke arah punggung tangannya yang sedang diinfus. Keeyara pun segera duduk dan melepaskan selang infusnya. Saat kakinya menginjak lantai yang dingin, sudut mata Keeyara melihat ponsel dan kunci mobil John yang tersimpan di atas nakas. Tanpa berpikir panjang, ia pun mengambilnya dan segera berlari meninggalkan ruangan rawat inapnya.

Sementara itu, saat John memasuki kamarnya untuk memeriksa sang istri, jantungnya seketika berdegup kencang saat melihat tempat tidur tersebut kosong, dia segera berlari keluar ruangan, melangkah menyelusuri lorong rumah sakit untuk mencari keberadaan Keeyara. Karena saat itu rumah sakit begitu ramai, John pun segera berlari menuju resepsionis, dengan tidak sabar ia memukul meja marmer di depannya.

"Cek CCTV, istriku menghilang, cepat!!"

Disisi lain, Keeyara berlari menuju tempat parkir, mencari mobil John. Begitu mendapatinya, Keeyara pun segera membuka kunci mobil tersebut dan memasukinya, bahkan dengan tangan yang gemetar ia berusaha untuk memakai sabuk pengaman, dan begitu selesai ia langsung mengemudikan mobilnya keluar dari basement.

Wanita itu memaksimalkan kecepatan mengemudinya, tidak perduli jika dia akan di denda. Kepalanya masih terasa sakit dan pusing, namun hal itu malah membuat Keeyara semakin menekan pedal gas, menambah kelajuan mobil.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja ponselnya berdering, dia bisa melihat nama William tertera disana, dan tanpa berpikir panjang, Keeyara segera mengangkatnya.

"William-"

"Nona, nona ada dimana-"

Suara William terputus, di gantikan oleh suara bariton yang sangat di kenalinya, Ayahnya-Dante Russo. Dengan begitu kasar, pria itu mengungkapkan kata-kata makian kepadanya.

"Anak tidak berguna, bagaimana bisa kamu melakukan hal bodoh seperti itu?! Arriel terluka karena tingkah laku mu yang bodoh, sialan! untuk apa aku membesarkanmu jika yang kau lakukan hanya terus mempermalukanku?! dasar anak tidak tahu diri, mati saja kau! aku tidak membutuhkan anak bodoh sepertimu!"

Saat Ibu bertanya apakah aku membenci Papa, seharusnya aku menjawab ya. Aku sangat membencinya, dia tidak memiliki peran apapun dalam hidupku. Saat aku membutuhkan dukungan... dia tidak pernah ada untukku. Ketika aku selalu menangis di malam hari, berharap hubunganku dengannya akan baik, karena itulah satu-satunya yang aku inginkan.. namun aku tahu, jika itu hanyalah mimpi bagiku.

Keeyara langsung menutup panggilan tersebut, dadanya terasa sesak. Dia menangis pilu sambil memukuli roda kemudi, air mata saling berjatuhan, membuat pandangannya menjadi kabur. Wanita itu segera menarik nafas dalam-dalam, menjambak rambutnya sendiri. Rasa pusing kembali mengusiknya, namun ia semakin mempercepat laju mobilnya. Hingga tanpa sadar ia melewati lalu lintas yang saat itu tengah bewarna merah. Dari belokan kiri, sebuah truk melaju cepat kearahnya, sebelum ia dapat menghindar, truk itu menabraknya. Menyeret mobil suaminya hingga beberapa meter jauhnya dari tempat awal dia tertabrak.

Aku salah... mengapa dunia selalu menghakimiku tanpa tahu kebenaran di balik kisah hidup yang aku miliki. Melihat semua orang yang mencaci makiku, apakah mereka tahu apa yang telah aku jalani selama ini? bagaimana aku hidup... bagaimana aku melawan kekhawatiranku dan bagaimana aku di perlakukan.

Namun...

Saat aku berkata jika aku ingin mati... Aku hanya ingin dunia menjadi baik-baik saja.

Nafas Keeyara terputus-putus, dia melirik salah satu mobil porsche yang telah ikut terkena dampak, mobil itu tampak hancur. Karena jendela mobilnya yang bewarna hitam pekat, ia kesulitan untuk melihat orang yang ada di dalam mobil tersebut. Darah mengalir segar di pelipis Keeyara, kondisi di dalam mobil begitu berantakan, asap mulai saling naik ke udara, pandangannya terasa kabur, dia mulai merasakan kantuk.

Tapi semoga di tengah perjalanan hidupku selanjutnya... tidak akan ada lagi hal yang membuatku ingin berhenti untuk hidup.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!