NovelToon NovelToon

Susuk Pemikat (Dendam Asih)

Bab 1

"Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Mbah Jarwo.

Asih, sang biduan kini sedang berada di rumah mbah Jarwo. Dia ingin meminta pertolongan kepada Dukun itu, karena ingin membalaskan rasa sakit hatinya terhadap mantan kekasihnya.

Dia ragu-ragu menatap pria paruh baya itu, rasanya tidak nyaman berada di sebuah ruangan yang begitu gelap dan juga pengap. Sangat minim pencahayaan, baunya juga tidak sedap.

"Mau pasang susuk, Mbah. Biar banyak orang yang terpikat oleh saya," jawab Asih.

"Boleh, mau susuk apa yang ditanam di tubuh kamu, Asih?"

"Memangnya susuk itu ada susuk apa aja, Mbah?"

"Banyak, ada susuk emas, besi, berlian, perak dan banyak lagi. Bisa juga pake susuk lewat benda yang sering kamu pakai seperti bedak," jawab Mbah Jarwo.

"Gitu ya? Kalau misalkan saya menggunakan bedak saya untuk susu pengasihan, bisa?"

"Bisa nanti bakal banyak orang yang terpikat sama kamu setelah kamu memakai bedak itu," jawab Mbah Jarwo.

"Lalu, kalau misalkan memasang susuk di tubuh, susuk apa yang paling bagus?"

"Susuk berlian, harganya juga sangat mahal."

Asih mengangguk paham, jika untuk uang dia merasa tidak kekurangan. Karena wanita itu sudah menjadi biduan selama 5 tahun, biduan dengan paras cantik yang begitu digemari banyak pria hidung belang.

Dia selalu mendapatkan banyak saweran, tentu saja sawerannya itu dia kumpulkan. Uang wanita itu kini sudah sangat banyak, dia terkenal sebagai biduan cantik dan juga kaya.

"Untuk harga saya tidak masalah, saya ingin memasang susuk berlian di mata, dada dan juga bokong saya. Untuk wajah, saya ingin memakai susuk bedak saja."

"Gampang, malam Jumat kamu balik lagi ke mari. Nanti kita lakukan ritualnya, jangan lupa bawa uangnya."

"Siap, Ki."

Asih berpamitan untuk pulang, karena hari memang sudah sangat malam. Wanita itu sengaja pergi ke tempat mbah Jarwo menggunakan sepeda motor, karena memang Untuk menjangkau tempat pria itu tidak bisa menggunakan mobil.

Setelah melakukan 4 jam perjalanan, akhirnya Asih kini tiba di rumahnya. Rumah yang lumayan mewah di kampungnya, lalu dia langsung masuk ke dalam kamarnya.

Wanita itu tidak langsung merebahkan tubuhnya, walaupun terasa lelah karena sudah berkendara begitu jauh. Asih malah duduk di depan meja rias, dia menatap wajahnya yang sangat cantik tapi penuh luka dari sorot matanya itu.

Tatapannya menerawang jauh dengan apa yang sudah terjadi tiga bulan lalu, waktu itu Asih baru saja pulang manggung. Rahmat seperti biasanya mengantarkan dirinya pulang.

"Yang, malam ini boleh gak aku nginep di rumah kamu?"

"Jangan dong, walaupun kita sudah lima tahun pacaran, tetapi tak boleh melakukan hal di luar batas."

"Tapi, Yang. Aku cuma numpang tidur aja kok, males di rumah. Gak ada Ibu sama bapak, lagi ke kampung nenek. Nenek sakit," bujuk Rahmat.

Asih memang sudah tak memiliki orang tua, dia berjuang dari remaja untuk menghidupi dirinya. Selepas lulus SMA, Asih menjadi biduan. Selain karena suaranya yang merdu, wajah Asih juga sangat cantik. Bodinya juga bahenol.

"Ya udah, tapi bobo di kamar tamu. Jangan nakal," ujar Asih pada akhirnya.

"Ya, Sayang."

Rahmat dengan penuh semangat memarkirkan mobilnya, pria itu lalu masuk ke rumah Asih bersama dengan kekasih hatinya itu.

Rahmat merupakan anak pak lurah, Asih tentu saja merasa senang bisa berpacaran dengan pria itu. Namun, sampai saat ini Rahmat belum juga mengajak dirinya untuk menikah.

Dia selalu beralasan kalau Rahmat saat ini sedang mengembangkan usahanya dulu, karena pria itu memang kini memiliki warung makan yang mulai berkembang.

"Eh? Kamu mau apa? Kenapa masuk ke kamarku?"

Asih merasa heran karena tiba-tiba saja Rahmat kini sudah berada di dalam kamarnya, pria itu bahkan berdiri tepat di sampingnya yang kini sedang membuka aksesoris di kepalanya.

"Sekali ini aja, Yang. Bobo bareng, aku janji gak akan minta yang aneh."

Walaupun Asih bekerja sebagai seorang biduan, bahkan seringkali pulang tengah malam, tetapi wanita itu begitu bisa menjaga dirinya. Jangankan melakukan hubungan suami istri, berciuman saja Asih tak pernah.

"Jangan dong ah, makanya kamu nikahi aku dulu. Baru boleh melakukan apa pun terhadap aku," ujar Asih sambil menurunkan tangan Rahmat yang saat ini sedang mengelus kedua lengannya.

"Yang, janji gak ngapa-ngapain."

Selama lima tahun berpacaran Rahmat memang tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh, dia selalu menuruti apa yang dikatakan oleh Asih.

"Oke," ujar Asih.

Akhirnya kedunya tidur di atas ranjang yang sama, tetapi Rahmat tidak bisa tidur dengan anteng. Pria itu terus saja merayu Asih agar mau enak enak dengan dirinya.

Awalnya Asih terus menolak karena dia merasa kalau hal itu belum boleh dilakukan sebelum mereka sah, tetapi Rahmat terus-menerus merayu wanita itu. Rahmat yang terus saja memberikan bujuk rayu dan tangannya juga sangat naka, hal itu membuat Asih khilaf.

Malam itu menjadi malam di mana Asih memberikan mahkotanya kepada Rahmat, dia memberikan hal yang begitu berharga kepada pria yang dia cintai itu.

"Aku pulang dulu, ini sudah pagi."

Setelah tadi malam Rahmat mengambil mahkota Asih, pagi ini Rahmat kembali memintanya. Asih yang tak berdaya tentu saja menuruti keinginan pria itu, Asih terlalu cinta dan bucin sampai tergoda bujuk rayunya.

"Kenapa gak nanti siang saja, istirahat dulu."

"Bapak sama Ibu mau pulang, takut nanti nyariin."

"He'em, tapi kamu beneran mau sesegera mungkin kamar aku, kan?"

"Iya, Sayang. Pasti," jawab Rahmat.

Setelah kejadian itu hubungan Asih dengan Rahmat semakin lengket, tetapi sebulan setelahnya ada seorang biduan baru masuk ke sanggar seni tempat Asih biasa menyanyi.

Wanita itu berusia 2 tahun lebih muda daripada Asih, namanya Mirna. Dia tiba-tiba saja menjadi lebih unggul karena memiliki goyangan yang begitu heboh, lebih unggul lagi karena ternyata wanita itu merupakan anak dari salah satu perangkat desa.

"Yang, kok kamu dari tadi liatin dia terus?"

Kini Asih sedang beristirahat, sedangkan yang bertugas bernyanyi adalah Mirna. Rahmat sejak tadi tanpa berkedip menyaksikan Mirna yang sedang bernyanyi di atas panggung, lebih tepatnya memperhatikan geolan maut Mirna.

"Eh? Nggak kok, aku gak kenapa-kenapa. Cuma lagi liat panggungnya takut reyot," jawab Rahmat asal.

"Oh," jawab Asih walaupun jawaban kekasihnya itu tak masuk akal.

Saat acara manggung selesai, seperti biasanya ada pembagian saweran dan diberikan bayaran setelah manggung seharian. Asih senang karena bisa mendapatkan uang saweran lebih banyak dari biasanya.

"Yang, ayo pulang." Asih menghampiri Rahmat yang sejak sore menemani dirinya manggung.

"Ehm! Kamu bisa pulang duluan gak, Yang? Aku ada perlu loh," ujar Rahmat.

"Loh, kok mendadak? Perlu apa?"

"Ada, pokoknya penting banget ini. Kamu pulang sendiri aja ya?"

"Tapi, aku pulangnya ama siapa? Rumah aku jauh loh dari sini, kalau jalan bisa sampai satu jam."

Asih kecewa karena pria itu bukannya mengantarkan dirinya terlebih dahulu, tapi malah menyuruh dirinya untuk pulang sendiri. Ini pertama kalinya terjadi setelah 5 tahun berpacaran.

"Maaf, Yang. Ini urgent," ujar Rahmat.

"Iya, deh. Aku pulang jalan kaki," ujar Asih.

Asih malam itu akhirnya Asih berniat untuk pulang walaupun harus jalan kaki, tetapi baru sepuluh menit melangkahkan kakinya, Ternyata selendang yang biasa dia gunakan tertinggal di tempat yang mempunyai hajat.

"Mending aku ambil aja, sayang kalau hilang. Itu selendang pemberian mendiang ibu," ujar Asih.

Asih kembali melangkahkan kakinya menuju tempat tadi dia manggung, tapi saat tiba di sana dia begitu kaget karena melihat pria yang sedang berpelukan dengan seorang wanita.

Pria dan wanita itu sangat dia kenal, Asih sampai tak bisa berkata apa pun. Dia hanya berdiri sambil menatap kedunya dengan tatapan sedih.

"Kenapa bisa dia bohong padaku?"

Bab 2

Niat hati ingin mengambil selendangnya yang tertinggal, justru Asih malah melihat Rahmat yang sedang berpelukan dengan Mirna. Keduanya saling tersenyum dengan begitu bahagia.

Tak lama kemudian keduanya nampak memundurkan wajah mereka, Asih bisa melihat sorot mata yang begitu bergelora di antara keduanya. Hingga adegan selanjutnya membuat Asih benar-benar merasa begitu syok.

Rahmat dan juga Mirna nampak menyatukan bibir mereka, keduanya beradu bibir dengan begitu bergelora. Tangan kanan Rahmat nampak mengelus punggung Mirna dengan begitu lembut, sedangkan tangan kirinya menekan tengkuk leher Mirna agar bibir mereka bisa beradu lebih dalam lagi.

Berbeda dengan Mirna, wanita itu nampak mengalungkan kedua tangannya di leher Rahmat. Tentu saja hal itu membuat tubuh mereka begitu menempel, kedunya sangat lama beradu bibir. Hingga beberapa saat kemudian keduanya nampak mengurai penyatuan bibir itu.

"Gak tahan, Yang. Yuk ke rumah aku aja," ujar Mirna.

"Nanti diomelin sama bapak dan juga ibu kamu," ujar Rahmat.

"Nggak akan, mereka itu udah setuju banget sama hubungan kita."

Asih kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Mirna, karena itu artinya Rahmat sudah berhubungan dengan wanita itu di belakangnya sejak lama.

"Ya udah ayo, aku juga udah nggak tahan pengen ngerasain goyangan kamu lagi. Kamu itu emang yang terbaik," ujar Rahmat.

Keduanya lalu masuk ke dalam mobil, mereka pergi ke rumah Mirna. Asih yang sedang bengong sambil menangis begitu kaget ketika ada seorang pria yang menepuk pundaknya.

"Loh! Neng Asih belum pulang?"

Asih mengusap air matanya, lalu dia menolehkan wajahnya ke arah pria yang ternyata merupakan salah satu orang yang bekerja untuk mengurus alat-alat musik. Dia sedang merapikan alat-alat musik yang memang baru selesai dimainkan.

"Nggak bawa mobil, jadi belum pulang."

"Eh? Biasanya pulangnya sama Rahmat, ke mana dia? Bukannya tadi dia juga ikut sama kamu, Neng?"

"Dia pergi sama Mirna, katanya mau ke rumah Mirna."

Asih yang sangat sedih menangis di depan pria itu, tentu saja pria itu merasa kasihan. Bahkan dia mengajak temannya untuk melabrak Rahmat yang saat ini sedang di rumah Mirna.

"Kita labrak aja, Neng. Hubungan kalian itu udah lama banget, kita itu jadi saksi cinta kalian loh. Masa kalah sama anak baru," ujarnya menggebu.

"Tapi--"

"Udah ayo, kita labrak dia."

"Iya," jawab Asih yang memang ingin menanyakan hal ini secara langsung kepada Rahmat.

Asih akhirnya pergi ke rumah Mirna dengan tiga orang pria, mereka pergi dengan menggunakan mobil yang biasa digunakan untuk mengangkut alat-alat musik.

Tiba di depan rumah Mirna, salah satu pria yang mengantarkan Asih langsung mengetuk pintu rumah itu dengan begitu kencang. Cukup lama dia mengetuk pintu itu, hingga tidak lama kemudian pintu rumah itu nampak terbuka.

Asih bisa melihat Rahmat yang membuka pintu itu, pria itu membuka pintu bersama dengan Mirna. Mirna terlihat hanya memakai tanktop dipadupadankan dengan celana pendek saja, sedangkan Rahmat bajunya sudah tidak ada. Pria itu hanya memakai celana pendek saja.

"Ada apa sih? Kenapa mengetuk pintu orang dengan tidak sabar seperti itu? Ini sudah sangat malam, sungguh sangat mengganggu!" omel Rahmat.

"Ya Tuhan, Rahmat. Kamu lagi ngapain di rumah Mirna? Kamu lupa sudah memiliki kekasih?"

Asih yang sejak tadi berdiri di belakang langsung maju ke depan, dia menatap wajah Rahmat dengan penuh kekesalan, kesedihan dan juga kekecewaan.

"Maksudnya apa ini, Mas? Kamu selingkuh?"

Awalnya Rahmat begitu kaget melihat kedatangan dari Asih, tetapi tidak lama kemudian pria itu bisa menormalkan wajahnya kembali.

"Ck! Ganggu aja, lagian kamu itu wanita murah tapi sok jual mahal. Ya udah aku mending sama Mirna aja, lagi pula Mirna itu lebih cantik dan lebih muda. Kita putus aja," ujar Rahmat tanpa memedulikan perasaan Asih.

Mata Asih sontak saja langsung membulat dengan sempurna, bisa-bisanya pria itu mengatakan putus setelah mengambil mahkotanya. Bahkan, dia berselingkuh pun seolah merasa tidak bersalah.

"Kamu itu udah janji mau nikahin aku, bahkan sebulan yang lalu kamu mengajak aku untuk tidur bersama. Bagaimana bisa kita putus begitu saja?"

"Cih! Gak usah banyak drama, udah kita putus. Kamu pergi aja sana, jangan kaya orang gak laku sama laki. Cukup lebarin aja tuh kedua kaki kamu, masih banyak yang mau sama kamu."

Plak!

Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Rahmat, pipi pria itu langsung memerah. Asih tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini, dari dulu Rahmat selalu saja terlihat begitu memanjakan dirinya.

Dari dulu Rahmat selalu bersikap lembut kepada dirinya, tetapi kali ini Rahmat begitu kurang ajar dalam berucap. Bahkan, dalam bertindak juga pria itu sudah semena-mena.

"Jangan sembarangan kamu kalau berbicara, setelah kamu ambil mahkota aku, kamu dengan teganya ingin mengakhiri hubungan kita, begitu?"

Mirna yang sejak tadi diam saja langsung maju dan mendorong tubuh Asih, wanita itu hampir saja terjatuh kalau tidak ditahan tubuhnya oleh pria yang mengantar Asih ke sana.

"Kamu itu nggak usah kayak pengemis, Rahmat udah nggak mau sama kamu. Mending kamu pulang sana," ujar Mirna.

Asih ingin menimpali omongan wanita itu, tetapi Mirna terlebih dahulu masuk ke dalam rumah bersama dengan Rahmat dan menutup pintu itu rapat-rapat.

Asih begitu kecewa sekali dengan apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar, dia tidak percaya kalau Rahmat ternyata merupakan orang yang seperti itu.

"Sudahlah, Neng Asih. Mending pulang aja, mempertahankan pria seperti itu juga percuma. Rugi, kamu kaya nggak ada harga dirinya."

"Tapi, dia sudah mengambil keperawanan aku. Bagaimana ini?"

"Udah lupakan, kalau kamu nggak hamil nggak jadi masalah. Toh kalau misalkan nanti kamu dapat pasangan lagi, walaupun kamu tidak perawan, kalau orang itu benar-benar mencintai kamu, pasti tidak akan dipermasalahkan."

Deg!

Asih kaget juga mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu, Asih tidak pernah memikirkan kehamilan. Kini dia mulai berpikir, bagaimana kalau nanti dirinya hamil?

"Udah, Neng. Lupakan pria itu, kita antar pulang."

Asih mengganggukan kepalanya, karena terus berada di sana juga dirasa percuma. Toh dia tidak bisa kembali lagi dengan Rahmat, pria itu sudah memutuskan hubungannya secara sepihak.

Asih berusaha untuk legowo, dia berusaha untuk menerima putusnya hubungan dirinya dengan Rahmat. Dia bahkan selalu berusaha menutup mata ketika dia manggung dan melihat Rahmat mengantarkan Mirna.

Bahkan, tak jarang Mirna dan juga Rahmat mesra-mesraan di tempat mereka manggung. Asih sering merasakan sakit hati, tetapi dia mencoba untuk tidak menggubris keduanya.

Namun, satu bulan setelah mereka putus, Asih tiba-tiba saja pingsan saat manggung. Dia dilarikan ke Puskesmas yang ada di desa tersebut, saat Asih membuka mata, dia langsung bertanya kepada dokter tentang penyakit apa yang dia derita.

"Biasanya saya tidak pernah pingsan saat manggung, Dok. Kenapa kali ini saya sampai pingsan?"

Bab 3

"Kapan Neng Asih terakhir menstruasi?"

Bukannya menjawab pertanyaan Asih, justru dokter malah balik bertanya kepada wanita itu. Asih langsung mengerutkan dahinya, lalu wanita itu kembali bersuara.

"Dokter ini gimana sih? Saya nanya kalau saya itu sakit apa, kenapa Dokter malah balik bertanya?"

Asih merasa kalau dokter itu begitu kurang ajar, karena malah menanyakan hal yang seharusnya tidak dipertanyakan.

"Kalau mau tahu jawabannya, tolong jawab dulu pertanyaan saya. Kapan Neng Asih terakhir menstruasi?"

Asih terdiam sesaat mendengar pertanyaan dari dokter, hingga tidak lama kemudian matanya membulat dengan sempurna. Dua bulan yang lalu dia dan juga Rahmat melakukannya, bisa saja kalau dirinya saat ini memang sedang mengandung anak dari pria itu.

"Du--- dua bulan yang lalu, Dok."

"Kalau begitu kita lakukan pemeriksaan," ujar Dokter.

Tentunya pertama-tama dokter meminta Asih untuk melakukan tes urine, ternyata garis dua langsung tertampil pada tespek yang diberikan oleh dokter. Asih langsung menangis, tubuhnya bergetar dengan lututnya yang terasa kopong.

Tubuh wanita itu langsung luruh ke lantai, Asih menangis sejadi-jadinya. Dia sudah dibuang oleh Rahmat, wanita itu sudah ditinggalkan. Namun, Asih malah dinyatakan hamil.

Dokter bahkan berkata kalau Asih sudah mengandung selama 8 Minggu, dia bingung harus melakukan apa. Meminta tanggung jawab juga dirasa percuma, karena Asih sangat yakin kalau pria itu pasti tidak ingin bertanggung jawab.

"Coba kamu ngomong aja sama pak lurah, siapa tahu dia mau menikahkan kamu dengan anaknya. Karena walau bagaimanapun juga kamu itu hamil anaknya, dia juga tahu kalau kalian itu berhubungan selama 5 tahun."

Asih kini sudah curhat dengan tetangganya, wanita paruh baya yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Setelah melakukan pemeriksaan, dia langsung curhat dengan wanita paruh baya itu karena bingung harus berbicara dengan siapa.

"Tapi, aku takut kalau nantinya malah--"

"Gak usah takut, kamu itu hamil anak Rahmat. Yang namanya perut itu semakin lama pasti akan semakin membesar, nanti kamu yang malu sendiri dikatain banyak orang."

Asih menganggukkan kepalanya mendengar apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya itu, karena memang semakin lama perutnya pasti akan semakin membesar. Semua orang akan tahu kalau dirinya hamil.

Namanya hamil di luar nikah adalah hal yang paling memalukan, pasti akan banyak orang yang mencemooh dirinya. Asih tiba-tiba saja menyesal karena sudah memberikan apa yang seharusnya tidak boleh diberikan kepada pria itu.

"Iya, Bu Darmi. Nanti aku akan bicara langsung dengan kedua orang tua Rahmat," ujar Asih pada akhirnya.

"Bagus! Sekarang istirahat saja dulu, sudah malam. Kamu ke rumah pak lurahnya besok saja, kebetulan besok hari Minggu. Pasti beliau ada di rumah," usul Darmi.

"Iya, Bu."

Asih akhirnya masuk ke dalam rumahnya, niat hati memang ingin beristirahat, tetapi matanya tak kunjung bisa terpejam. Di dalam hatinya tersimpan keresahan dan juga kegundahan, dia merasa akan ada badai besar yang akan menerpa hidupnya.

"Aku harus bagaimana, Tuhan?" tanya Asih bingung.

Walaupun tak pulas, tetapi setidaknya Asih bisa beristirahat di rumahnya. Siang harinya dia langsung pergi ke kediaman pak lurah, dia ingin mengatakan apa yang menjadi unek-uneknya saat ini.

"Ada apa ya kamu datang ke sini? Bukannya kamu sudah putus sama anak saya?"

Asih kini sudah berada di kediaman pak lurah, dia sudah dipersilakan untuk masuk dan saat ini Asih sedang duduk di ruang tamu. Melihat tatapan mata dari pak lurah yang tidak bersahabat, Asih menunduk takut.

"Ck! Kalau mau diam saja lebih baik kamu pulang, saya tidak ada waktu meladeni orang yang hanya iseng saja datang ke rumah saya."

"Maaf, Pak lurah. Saya datang ke sini untuk meminta pertanggungjawaban dari putra anda," ujar Asih memberanikan diri.

"Cih! Tanggung jawab apa? Karena diputuskan oleh Rahmat terus minta kompensasi gitu?"

Asih menggelengkan kepalanya, karena yang dibutuhkan oleh Asih saat ini bukanlah uang. Dia hanya ingin bertanggung jawab dari Rahmat, dia ingin dinikahi oleh pria itu.

"Pake malu-malu segala, bilang aja kalau memang pengen uang. Mau berapa duit kamu biar tidak mengganggu kehidupan anak saya?"

"Sudah saya bilang kalau saya itu tidak menginginkan uang, Pak lurah. Saya datang ke sini untuk meminta pertanggungjawaban karena saya sudah hamil 2 bulan," jawab Asih.

Pak Lurah langsung tertawa dengan terbahak-bahak, tak lama kemudian dia menggebrak meja. Asih sampai mengelusi dadanya karena merasa begitu kaget.

"Yang namanya biduan itu biasanya murahan, dikasih duit dikit aja langsung mau digoyang. Pasti kamu juga sama, giliran sama yang lain pakai pengaman. Tapi, giliran sama anak saya sengaja hamil, kan? Mau meras saya, kan?"

Pak lurah berbicara dengan begitu emosi, dia menuduh Asih sebagai wanita yang tidak baik. Asih menggelengkan kepalanya sambil menangis, karena selama ini dia selalu menjaga harga dirinya.

Dia tidak pernah mau disentuh oleh siapa pun, selama 5 tahun berpacaran dengan Rahmat saja, wanita itu selalu menjaga diri.

"Sumpah, Pak lurah. Saya cuma melakukannya dengan Rahmat, saya hamil anak dia. Ini asli anaknya Rahmat, hanya Rahmat yang nyentuh saya. Hanya Rahmat yang ambil keperawanan saya," ujar Asih emosi.

Wanita itu berbicara sambil berteriak karena begitu kesalnya dengan apa yang dikatakan oleh pak lurah, bu lurah dan juga Rahmat yang sedang ada di dalam langsung menghampiri Asih.

"Ada apa ini, Pak?" tanya Rahmat sambil menatap wajah Asih.

"Itu loh, mantan pacarmu itu minta tanggung jawab. Katanya hamil anak kamu, benar kamu yang ambil keperawanannya?"

"Bener sih, Pak. Tapi cuma sekali kok, aku yakin setelah itu dia sering melakukannya dengan pria lain," jawab Rahmat.

Mata Asih langsung melotot mendengar apa yang dikatakan oleh Rahmat, dia tidak terima dengan perkataan pria itu. Asih yang kesal bahkan langsung memukul dada pria itu beberapa kali.

"SEKALI? HANYA SEKALI? SATU BULAN, RAHMAT. KAMU MENGGAULIKU SELAMA SATU BULAN, BAGAIMANA AKU TAK HAMIL?!" teriak Asih penuh penekanan.

"Halah! Mana tau kalau anak di perut kamu itu anak orang lain, lagi pula aku itu sudah mantap mau menikah dengan Mirna. Jangan ganggu aku, kalau memang mau uang akan aku berikan."

Rahmat mengambil uang di dompetnya, lalu melemparkan uang itu tepat di wajah Asih. Asih semakin tersulut emosi, wanita itu menampar wajah Rahmat berkali-kali.

"Wanita sundal!" teriak Pak lurah yang langsung mendorong tubuh wanita itu dengan kencang.

Dia merasa tidak terima saat Asih memukul dan juga menampar wajah putranya, dorongan pak lurah yang begitu kuat menyebabkan punggung Asih terbentur tembok.

"Mikir TOLOLL, kalau kamu tak menyerahkan diri kamu tak akan hamil. Lagian Jadi orang kok TOLOLL banget, zaman sekarang itu banyak pengaman. Kenapa bisa hamil, TOLOLL?"

Pak Lurah marah-marah dengan penuh emosi, dia berkali-kali menyebut Asih itu sebagai wanita bodoh. Bu lurah juga tak kalah kejam, wanita itu menjambak rambut Asih dan mendorong wanita itu sampai perutnya terbentur meja.

"Argh!" teriak Asih sambil memegangi perutnya yang terasa begitu sakit.

Tak lama kemudian darah segar mengalir dari inti tubuh Asih, Rahmat nampak panik. Namun, pak lurah dan istrinya nampak biasa saja. Dia meminta pak sopir untuk mengantarkan Asih ke rumah sakit.

"Antarkan dia ke rumah sakit, Jangan sampai ada yang tahu kejadian ini."

"Siap," jawab Pak sopir yang langsung menggendong Asih dan membawanya ke dalam mobil.

Asih kesakitan, tetapi hatinya lebih sakit sekali. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi di dalam hidupnya, dia sungguh menyesal karena sudah mengenal Rahmat.

"Aku akan membalaskan dendam terhadap kalian," ujar Asih lirih sebelum hilang kesadaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!