NovelToon NovelToon

CEO Tampan Bukan Sang Pewaris

Sosok seorang Darren Mahendra

  Sosok seorang pria yang memiliki tinggi 184 Cm, berkulit putih dan memiliki paras wajah yang tampan serta sorot matanya yang tajam, dengan bahunya yang tegap dan kokoh sambil berdiri mematung menatap langit di atas atap bangunan gedung pencakar langit, ia mencoba memejamkan kedua bola matanya. Sinar mentari yang cerah dan hangat di pagi ini telah menyinari tubuhnya, membuatnya merasa damai dan tenang.

Baginya melakukan rutinitas seperti ini bisa membuatnya melupakan semua masalah dan kekhawatirannya selama ini, ditambah rasa rindunya akan sosok wanita yang telah melahirkannya kedunia ini, yang sampai saat ini belum bisa ia temukan keberadaannya.

'Mam, Darren sangat merindukanmu, kembalilah ku mohon!' batinnya merasakan sakit yang teramat dalam.

Semenjak ibunya pergi meninggalkannya, Darren yang kala itu selalu bersikap ceria, kini telah berubah, semua keceriaan seolah telah sirna dengan kenyataan yang telah ia hadapi. Dan hanya sikap dingin yang selama ini selalu ia tunjukan, rasanya Darren sudah lupa tersenyum bahagia itu seperti apa? seolah jiwanya sekarang ini telah hilang separuhnya.

Untuk melupakan semua kesedihannya, Darren lebih memilih fokus dengan pekerjaan dan juga posisi dirinya yang telah di percayakan Papahnya kepadanya.

Baginya menjadi seorang CEO di perusahaan Syailendra Group tidaklah mudah, ia kembali teringat saat sang Papah mengangkat dirinya yang semula hanyalah seorang kepala bagian keuangan perusahaan, awalnya banyak para pemegang saham yang tidak setuju atas keputusan sepihak dari Tuan Saga, karena posisi Darren adalah seorang anak yang di lahirkan tanpa adanya ikatan pernikahan alias anak haram atas hubungan Tuan Sagara Mahendra dengan kekasihnya dulu yakni Monalisa.

Rumor tersebut kian menyebar luas diantara para pengusaha lainnya, Darren sendiri sudah terbiasa akan cemoohan serta hinaan yang ia dapatkan sedari kecil, namun kali ini Sagara alias Papah kandungnya yang selama ini menyembunyikan identitas putranya, tidak terima ketika putra sulungnya mendapatkan perlakuan seperti itu. Dimatanya, Darren adalah anak yang spesial, ia memiliki kemampuan diatas rata-rata, dan tidak bisa di anggap sebelah mata.

"Ayo semangat Darren, masih banyak pekerjaan yang harus segera di selesaikan, aku tidak mau sampai mengecewakan Papah." ujarnya sambil melangkah menuju anak tangga, ia pun bergegas pergi menuju lantai delapan, dimana di lantai tersebut terdapat ruangan Khusus CEO.

Setibanya di dalam ruangannya, Rio yakni Assisten pribadinya mulai menyapanya.

"Selamat pagi Tuan Muda, anda pasti habis dari atap, betul tidak?" tanyanya dengan mata menyipit

"Hemmmm." jawabnya singkat, kemudian Darren bergegas duduk di kursi kebesarannya.

"Sebenarnya Saya sangat penasaran dengan apa yang telah Tuan lakukan di atap sana? Apakah Tuan tahu, saya pernah mendengar gosip jika Tuan selalu pergi ke atap gedung ini karena Tuan diam-diam telah memiliki seorang kekasih, lalu Tuan sengaja menemuinya disana dan wanita tersebut merupakan salah satu pegawai di perusahaan ini!" tuturnya

Mendengar hal itu, sontak Darren pun menjadi kesal dibuatnya.

"Siapa yang telah menyebarkan rumor murahan seperti itu Rio? sudah bosan hidup sepertinya orang itu." jawabnya mendengus kesal

Wajah Rio pun mendadak menjadi pucat pasi, padahal ia mendapatkan gosip murahan itu dari Divisi keuangan, tempat dimana dulunya Tuan muda Darren pernah bekerja di divisi tersebut.

"Saya juga kurang tahu siapa pelakunya Tuan!" jawabnya berbohong.

 Sedari tadi Darren fokus memperhatikan sikap Rio, dan ia tahu jika Assistennya saat ini telah berkata dusta.

Sambil membetulkan kacamata yang sempat bergeser, Darren sempat menggerutu di dalam hatinya.

'Bagiku tidak ada waktu untuk sekedar bermain-main dengan seorang wanita, tujuan ku hanya satu, yakni bekerja dan bekerja, aku tidak ingin mengecewakan Papah dan juga Bunda yang selama ini telah membesarkan ku dengan penuh kasih sayang, akan tetapi tetap saja tidak ada yang bisa mengantikan posisi Mamah Mona dihatiku, Mah aku sangat merindukanmu, dimanakah dirimu berada saat ini?'tangisnya dalam hati

Lalu Darren mulai membuka laptop miliknya, ia mencoba membuka file yang kemarin sempat ia lewatkan, perlahan dengan tangan terlipat di atas meja, Darren mulai menemukan sesuatu yang janggal dari hasil laporan keuangan perusahaan, dan tentunya tidak sesuai dengan yang ia harapkan.

"Rio, panggil kepala Divisi keuangan kesini, ada yang ingin aku tanyakan padanya, cepat!" perintahnya dengan nada membentak.

Rio sempat tercekat, lalu ia bergegas pergi menuju Ruangan kepala Divisi keuangan.

"Wah kacau, sepertinya akan ada masalah baru, aish pak Thomas... bersiap-siap lah terkena omelan Tuan Darren." monolognya sambil menjambak rambutnya.

Dengan tubuh yang sudah gemetar, Pak Thomas serasa ingin melarikan diri dari tempat ini, menurutnya neraka sudah ada di depan matanya, dan bersiaplah lenyap dari muka bumi ini, mengingat sosok seorang Darren dahulu dan sekarang sangat jauh berbeda, kini pria yang memiliki sorot mata yang menakutkan itu telah berkuasa di perusahaan ini, itulah sebabnya Tuan Sagara Mahendra menempatkannya menjadi seorang CEO.

Bunyi langkah sepatu terdengar nyaring dari balik pintu, rupanya Rio datang bersama dengan Thomas.

Darren menatap dingin kearahnya, giginya mengatup rapat, bahkan rahangnya sampai mengeras, kedua tangannya sudah ia kepal.

Sedangkan Thomas, nafasnya mulai memburu, debaran jantungnya berdetak begitu cepat seolah ingin copot, ia berkali-kali menelan ludahnya, dan hanya menatap sekilas wajah seorang pria yang saat ini terlihat begitu menakutkan, ia pun jadi teringat dikala itu Darren masih berada di posisinya sedangkan dirinya pada saat itu menjadi Assistennya, Darren yang awalnya tidak menunjukan identitas aslinya, ia sempat beberapa kali mendapatkan perundungan dari teman-teman satu divisinya, terutama Thomas dan juga Billy, kedua orang ini senang sekali menindas Darren, meskipun posisi Darren bukanlah posisi yang main-main.

Sayangnya tetap saja posisi Darren pada saat itu adalah seorang junior yang telah mendapatkan posisi enak lewat jalur dalam, dan mereka tidak suka dengan Darren yang dengan mudahnya mendapatkan posisi penting di perusahan Syailendra Group.

Brak!

Darren sengaja mengebrak meja kerjanya.

"Kau masih betah bekerja di perusahaan ini, Thomas!" tatapan Darren kian menakutkan, rasanya Thomas Saat ini sedang berhadapan dengan seorang pembunuh berdarah dingin, kali ini sikap Darren yang dulu lugu dan polos telah bereinkarnasi menjadi sosok pria kejam dan juga dingin.

Merasa kejahatannya telah terbongkar, Thomas segera meminta maaf di hadapan Darren, bahkan ia sampai bersujud memohon pengampunan.

Kemudian Darren mendekat ke arah Thomas, ditariknya kerah kemejanya, lalu ia mencoba mencekiknya, sampai Thomas terbatuk-batuk.

"Uhuk...a ampun T tuan Darren!" pintanya sampai terbata

"Cih, kau bilang ampun! Pria bedebah sepertimu tidak pantas mendapatkan pengampunan, mendekam lah kau didalam jeruji besi bersama dengan komplotan mu itu!" Darren langsung melemparkan tubuh Thomas ke atas lantai sehingga ia jatuh tersungkur.

Kemudian Darren merapihkan jas serta kemeja miliknya yang sempat berantakan, ia mencoba menghela nafasnya sejenak, akhirnya dendamnya di masalalu sudah bisa ia balaskan, dan menurutnya kejadian penggelapan dana perusahaan oleh Thomas merupakan sebuah senjata ampuh untuk membalaskan semua perbuatannya dimasa lalu, karena Darren sudah tahu jika Thomas dan juga komplotannya telah berbuat curang, dan pada saat itu Darren belum berani mencari bukti kejahatan mereka.

......................

Kediaman Syailendra

" Bun, lusa kalau tidak salah Kak Aqila di wisuda ya?" tanya Daffa sambil menikmati roti bakar miliknya.

"Iya Nak, rencananya besok sore, Mamah dan Papah akan pergi ke Jogja, untuk menghadiri wisudanya Kakakmu, Bunda juga sangat merindukannya, selama kuliah di sana, kakakmu jarang sekali pulang ke rumah." keluhnya sambil menghela nafasnya secara kasar.

"Bukankah Kak Lala tinggal di Jogja bersama Paman Reyhan?"

"Huummm...begitulah Nak, karena Paman Reyhan adalah Papah kandungnya Kak Lala."

"Aku bingung deh Bun, Kak Lala itu kan jago melukis, kok malah ambil jurusan kedokteran sih?"

"Ceritanya panjang Nak, yang jelas tujuan kakakmu menjadi Dokter itu sangatlah mulia, dan patut di tiru olehmu!" jawab sang Mamah sembari mengolesi roti dengan selai.

Kemudian Daffa kembali mengunyah roti bakarnya yang di dalamnya terdapat selai coklat.

"lantas apa tujuan Kak Lala mengambil jurusan itu Bun?" tanya kembali Daffa sangat penasaran, bahkan mulutnya sampai belepotan oleh selai coklat.

Sejenak Zara malah tertawa pelan ketika melihat putranya memakan roti sudah seperti anak kecil.

"Kau itu Daffa, kalau sudah makan roti bakar isi selai coklat, pasti sampai belepotan seperti itu, persis sekali dengan Papahmu, Nak!" ejek Zara.

"Ish, Bunda ini...ayo cepat katakan Bun? Aku jadi penasaran nih." pintanya sudah tidak sabar.

"Baiklah putraku yang tampan, tujuan Kak Lala menjadi seorang Dokter, itu karena ia ingin menolong banyak orang, terutama pasien yang mengidap penyakit gagal ginjal dan cita-cita kakakmu itu ingin sekali mendirikan rumah sakit untuk orang yang kurang mampu atas jerih payahnya sendiri dan tidak mau merepotkan keluarga

Sontak Daffa pun terkejut dengan penjelasan dari ibunya.

"Waw, menurutku ini sangatlah amazing, aku bangga memiliki kakak seperti kak Lala, dan juga kak Maura! Setahuku Kak Maura juga menjadi seorang publik figur demi bisa membantu sesama dan Kak Maura senang sekali melakukan bakti sosial dan kegiatan amal." cakapnya sambil kembali melahap roti bakarnya.

"Betul sekali Nak, jiwa sosial kedua kakakmu itu memang sedari dulu sangatlah tinggi, mereka senang sekali membantu sesama yang sedang dalam kesusahan." ucapnya.

"hemmm...lantas bagaimana dengan kak Darren Bun? Selama ini kak Darren selalu bersikap dingin dan tidak akrab dengan kami, aku merasa kak Darren jauh dengan kami!" tanya Daffa, kemudian tiba-tiba saja ia menjadi murung.

"Nak, Kak Darren itu adalah kakak yang sangat baik dan patut menjadi panutan untukmu, kelak kau dan Kak Darren yang akan mengelola perusahaan milik Papahmu, sikap kak Darren yang seperti itu, jangan kau pernah ambil hati ya, pada dasarnya ia begitu menyayangi ketiga adiknya, kamu harus maklum dengan sikap kakakmu yang satu ini, apalagi akhir-akhir ini Kak Darren selalu sibuk dengan pekerjaan nya, jadi ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk kalian, apalagi kak Darren masih baru menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan Papahmu." bujuknya sambil mengusap kepala putranya, berharap Daffa bisa mengerti apa yang sudah ia jelaskan

"Baik Bun, semua penjelasan dari Bunda sangat bisa Daffa pahami, dan Daffa pun tidak mau menjadi seseorang yang egois." Daffa akhirnya menyudahi sarapan paginya, dan ia bergegas pergi menuju ke sekolahnya, di tahun ini Daffa akan memasuki sekolah SMU. Ia sendiri sudah tidak sabar untuk memakai seragam putih abu-abunya.

Bersambung...

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Acara wisuda Aqila

Hari ini Zara dan Saga telah menyaksikan langsung putri kesayangan mereka telah lulus wisuda dan mendapatkan gelar Dokter.

Tidak lupa Reyhan pun ikut serta dalam acara wisuda tersebut, kedua air matanya terus saja menetes membasahi kedua pipinya.

'Nabila, kau lihat putri kita...dia begitu cantik dan bersinar, terimakasih kau sudah mau mengandungnya, aku berjanji akan selalu membahagiakannya.' ucapnya dalam hati.

"Bunda, Papah, Ayah!" teriak Aqila sambil memeluk mereka satu persatu.

"Bunda sangat bangga sama kamu Nak, Bunda tidak menyangka kau telah mendapatkan gelar Dokter, kau tahu Aqila, bahwa itu semua adalah mimpi terbesar dari mendiang ibumu, sedari dulu ibumu sangat mengharapkan bisa menjadi seperti dirimu, dan kini kau telah berhasil mewujudkannya, terimakasih Lala!" ucap Zara, ia sampai menangis haru sambil memeluk Aqila dengan sangat erat.

"Aqila putrinya Ayah, Ayah bangga sekali padamu Nak, dan Ayah bahagia karena dengan hasil jerih payahku kau telah berhasil sampai tahap ini." ujar Reyhan menatap putrinya dengan mata yang berbinar.

"maafkan Papahmu ini ya Aqila, padahal Papah sudah beberapa kali menawarkan bantuan biaya untuk kuliah kamu, tapi Ayahmu yang sangat menyebalkan ini selalu saja menolaknya!" ucapnya sengaja menyindir Reihan.

"hey Tuan Saga, kau itu harusnya bersyukur..setidaknya aku mengurangi beban biaya hidupmu, kamu masih punya tiga orang anak yang harus kau biayai." balas Reihan tidak terima dengan perkataan Saga.

"Terserah kau saja Rey, kau begitu menyebalkan! untuk saat ini aku hanya membiayai kedua anakku, karena Darren sudah bisa hidup mandiri dan dia pun sudah bisa mengelola perusahaan ku dengan sangat baik."

Mendengar kata Darren, Lala mulai menanyakan kabar tentang kakaknya yang satu itu.

"Oh iya Bun, gimana kabar Kak Darren?"

"Kabar kakakmu baik-baik saja La, sekarang Kakak mu sedang fokus bekerja untuk bisa membanggakan Papahmu, kau tahu jika Darren itu adalah type laki-laki pekerja keras, sama persis seperti Papahmu." jawabnya tersenyum bangga.

"Tapi Kak Daren sudah tidak murung dan bersedih seperti dulu lagi kan Bun?" tanya Aqila yang selalu mengkhawatirkan Kakak angkatnya tersebut.

Zara diam sejenak, lalu ia menghela nafasnya secara perlahan.

"Masih seperti dulu La, semenjak ibunya pergi meninggalkannya, kau tahu sendiri kan Kakakmu seolah hilang separuh jiwanya, tapi Bunda selalu berusaha untuk menghiburnya, dan tadi juga Darren mengatakan kepada Bunda kalau ia tidak bisa ikut menghadiri acara wisudanya kamu, mengingat Kakakmu itu ada pekerjaan diluar kota, Bunda harap kamu bisa memakluminya."

"Iya Bun, Lala bisa mengerti kok! Terus Maura kok gak ikut dengan Papah dan juga Bunda?"

"Tadi sih bilangnya mau nyusul sama Daffa, habis Bunda kesal dengan mereka, selalu saja tidur tengah malam, jadi kesiangan kan, yasudah akhirnya Bunda dan Papah tinggal saja mereka berdua di Hotel!" jawabnya mulai kesal.

Lala malah tertawa cekikikan." mereka berdua memang tidak pernah berubah ya, sudah dewasa tapi tetap saja kelakuannya masih seperti anak kecil." kelakarnya yang kemudian melanjutkan tertawanya.

Seketika Maura dan Daffa muncul secara bersamaan.

"Bagus ya La, kau bahagia sekali mentertawakan aku dengan Daffa, lihatlah Daffa kakak kesayanganmu sedang mengejek kita!" Maura benar-benar di buat kesal oleh Lala ia sampai berkacak pinggang.

"Aish...di ejek begitu saja kau sudah marah!" keluh Aqila sambil menggeleng.

"Betul tuh kak, Kak Lala tahu kalau akhir-akhir ini Kak Maura senang sekali memarahiku, entah apa masalahnya, benar-benar tidak jelas." Daffa sengaja mengadukan kelakuan Maura kepada Kakak kesayangannya yakni Aqila, karena aqila selama ini selalu memanjakannya, bahkan tidak pernah memarahinya.

Zara, Saga dan juga Rey, mereka bertiga tersenyum bahagia melihat mereka yang kini telah tumbuh dewasa, rasanya waktu telah berputar begitu cepat

"Perasaan baru kemarin melihat mereka masih kecil, eh sekarang sudah sebesar ini!" ujar Reyhan.

"Iya Kak Rey, sekarang mereka telah tumbuh menjadi anak yang begitu membanggakan, betul tidak Suamiku?" tanya Zara sambil melirik ke arah Saga.

Kemudian Saga merangkul bahu istrinya dengan mesra di depan Rey, rupanya mereka berdua selalu terlihat romantis sampai saat ini.

"Hey kalian berdua, sudahlah jangan mengumbar kemesraan terus seperti ini di depanku sepertinya kalian memang sengaja ya, membuat aku jengah saja!" protes Rey menatap tidak suka ke arah Zara dan Saga.

"Mangkanya cepat kau cari pasangan hidup, biar kau tidak kesepian" ejek Saga tersenyum puas

Rey malah mendesah kasar saat Saga berkata seperti itu, kemudian Saga mendekat ke arah Rey, lalu membisikan sesuatu padanya.

"Hey Rey Senja, apa kau masih bisa tahan sampai puluhan tahun hidup menyendiri seperti ini hah? Aku saja yang menahan sampai enam tahun saja sudah meronta-ronta!" desisnya dengan sengaja mengejek Rey.

Rey sampai mengerjap pelan atas apa yang telah Saga katakan padanya, lalu ia mengepalkan kedua tangannya karena kesal.

"Kau sangat menyebalkan Saga, aku tidak sama seperti dirimu!" balasnya sambil melotot.

Mendengar Rey menjawab seperti itu, sontak Saga malah tertawa terbahak-bahak."Hey Rey, jangan bilang sekarang kau sudah menjadi pria yang tidak normal!" ejek Saga semakin menjadi-jadi.

Rey pun berusaha untuk menahan amarahnya, giginya mengatup rapat dan dadanya sampai di buat naik turun.

"Dasar bedebah kau Saga, jangan seenaknya kau mengataiku tidak normal, cih...kau benar-benar telah menjatuhkan harga diriku di depan putriku!" balasnya sangat geram.

Setiap kali Saga dan Rey bertemu, keduanya memang selalu berseteru seperti ini, meskipun pada akhirnya mereka berdua kembali akur

Keesokan harinya.

Aqila berpamitan kepada Ayahnya, Rey sebenarnya begitu berat melepas putri tercintanya kembali ke keluarga Syailendra, baginya empat tahun hidup bersama putrinya serasa masih kurang cukup.

Aqila mendekat, ia berusaha mengusap jejak air mata dari sudut mata sang Ayah tercinta.

"Ayah, jangan cengeng seperti ini...aku kan hanya pergi ke jakarta, lagian jarak dari jakarta ke Jogja itu gak begitu jauh, apa sebaiknya Ayah ikut bersamaku juga ke Jakarta?" ajak Aqila, sepertinya Aqila masih sangat ingin bersama Ayahnya, namun apa daya, ia juga ingin sekali bisa mengejar mimpinya menjadi seorang Dokter spesialis, dan ia pun rencananya akan melanjutkan sekolah S2 nya di Universitas terkemuka di Jakarta, untuk sementara waktu, Aqila akan bekerja di rumah sakit milik keluarganya Syailendra, itu pun Aqila tetap harus mengikuti prosedur rumah sakit, dan ia tidak mau di sebut aji mumpung atau bisa diterima lewat jalur koneksi.

"Sudahlah Nak, kau jangan memikirkan pria tua sepertiku, raih lah semua mimpi dan cita-citamu, Ayah hanya bisa sampai sini membiayai mu, maafkan Ayahmu yang tidak berguna ini." Rey malah tertunduk, seolah ia tidak sanggup menatap wajah putri satu-satunya.

Aqila malah memeluk Ayahnya dengan penuh kelembutan.

"Ayah, di mataku Ayah Rey adalah Ayah paling hebat sedunia, tidak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisimu!" tukasnya tulus dan Aqila berupaya meyakinkan Ayahnya agar tidak terus merajuk karena kepergiannya.

"Putriku, Ayah sangat terharu dengan ucapanmu Nak, Ayah akan selalu mendoakan kebahagian untukmu, jika kau ada waktu luang, pulang lah kesini, Ayah akan selalu menunggumu disini karena disinilah tempat tinggalnya Ayah sampai akhir hayat." balasnya sambil mengeratkan pelukannya.

Akhirnya Aqila pergi meninggalkan pria yang usianya hampir setengah abad seorang diri di rumahnya, Aqila berusaha untuk menyembunyikan air matanya, ia tidak ingin membuat Ayahnya bersedih, dan ia pun berjanji akan menjadi seorang anak yang membanggakan untuknya.

Bersambung...

Darren sakit

Akhirnya Aqila kembali lagi ke rumah kedua orangtua angkatnya, ia begitu merindukan susana rumah itu, begitu banyak kenangan masa kecilnya yang telah iya habiskan bersama keluarga tercintanya terutama, Maura, Darren dan juga Daffa.

Sambil menatap lekat ke arah depan pintu kamar Kakak angkatnya yakni Darren, Aqila merasa rindu akan sosok sang kakak, yang dulunya selalu menemani dirinya dikala suka dan duka, bahkan Darren selalu mengajak Aqila untuk melukis bersama, dan yang Aqila ingat, Darren selalu melukis wajah ibu kandungnya.

Seketika Lala menghela nafas panjangnya.

"Woy...kok malah melamun sih La? Kamu kenapa? Aku perhatikan sedari tadi kau terus memperhatikan kamarnya kak Darren?"perkataan dari Maura telah memecahkan Aqila dari lamunannya.

kemudian Aqila menoleh, menatap sejenak Maura.

"Dengar-dengar sekarang ini kak Darren jarang pulang ke rumah ya, Maura?" tanyanya penasaran.

"Hemmm, begitulah La, semenjak Kak Darren menjabat sebagai CEO di perusahaan Papah, Kak Darren jarang pulang ke rumah dan lebih memilih tinggal di Apartemen dekat perusahaan, paling pulang kesini juga pas weekend doang, pasti kamu kangen ya sama kak Darren?" ucap Maura seolah ingin menggoda Aqila

Lala malah mengangguk dalam, kemudian ia menghela nafas " ya pasti kangen dong Maura, kita kan dulu sangat dekat dengan kak Darren, meskipun kak Darren orangnya sangat pendiam!"

"kau belum tahu saja Kak Darren yang sekarang La, beuhhhh...lebih dingin lagi malah, sikapnya sudah seperti es batu, alias membeku, susah banget di cairkan!" keluhnya sembari duduk di samping Lala.

Lala pun langsung termenung memikirkan sikap Kakaknya yang semakin jauh dari perkiraannya, padahal dulu sikap sang Kakak masih bisa di kategorikan hangat terhadap adik-adiknya.

"Maura, aku menjadi penasaran dengan Kak Darren, apa kau tahu alamat Apartemennya?" Aqila menatap penuh harap kepada Maura.

Tanpa berpikir panjang, akhirnya Maura memberikan alamat tempat tinggal Kakaknya yang sekarang.

"Semoga Kau bisa mencairkan sikap kak Darren ya La, aku sangat merindukan sosok Kak Darren yang dulu!" ujarnya sambil memeluk Lala.

"Akan aku coba Maura, semoga kita bisa seperti dulu lagi, aku sangat merindukan saat itu, dimana susana rumah ini dipenuhi oleh gelak tawa akibat sikap Kak Darren yang terkadang suka tiba-tiba usil." ujarnya kembali mengingat tabir dimasa lalu, kini matanya mulai menerawang jauh, mengingat kembali kenangan yang tak akan mungkin bisa ia lupakan sedikitpun.

Apartemen Ritz Pasific

Malam ini Darren terlihat begitu kelelahan, sampai-sampai seluruh tubuhnya serasa lemas tak bertenaga.

"Perjalanan kali ini cukup melelahkan, ck..sebaiknya besok aku istirahat sejenak, untuk mengembalikan tenagaku yang sudah terkuras." Darren menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang tempat tidur, sejenak ia mulai memejamkan kedua bola matanya, mengantuk itu yang ia rasakan saat ini, ia sampai beberapa kali menguap

Bagaimana tidak, dalam dua hari ini, Darren mengadakan pertemuan dengan para klien di empat kota, dan letaknya lumayan cukup jauh.

Lalu Darren segera menghubungi Papahnya sebelum dirinya terlelap dalam tidurnya, ia memberikan kabar jika besok ia ijin untuk tidak masuk bekerja karena kondisi tubuhnya sudah merasa tidak enak, sebenarnya Darren sangat malu mengatakan hal ini, tapi ia juga sangat membutuhkan waktu beristirahat sejenak agar dirinya benar-benar bisa pulih, Darren tidak ingin sampai keluarnya tahu akan kondisinya saat ini, bisa-bisa mereka menjadi khawatir.

"Yasudah, kalau begitu kau istirahat yang cukup ya Nak, jaga kesehatan! biarkan masalah kantor menjadi urusan Papah!" jawab Sagara dari balik sambungan telepon

"Terimakasih Pah, aku pasti akan selalu menjaga kesehatan, karena aku tidak ingin mengecewakan Papah!" balasnya sambil tersenyum tipis.

Akhirnya sambungan telepon pun berakhir, karena Darren sudah sangat mengantuk dan lelah akhirnya ia tertidur di atas ranjang tempat tidurnya tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

Keesokan harinya.

Aqila berencana akan mengunjungi sang Kakak di Apartemen, tanpa memberitahu Bunda Zara dan juga Papah Saga, pikirnya ia ingin membuat kejutan untuk sang Kakak yang sudah hampir empat tahun terakhir tidak ia jumpai karena kesibukan masing-masing.

Sedangkan Maura, hari ini ia memiliki jadwal yang padat, mulai dari pemotretan dan juga syuting iklan, dan saat ini Maura telah bekerjasama dengan perusahaan milik Nyonya Kinan, yakni Ibu kandung dari Bunda Zara. Dan Zara pun sesekali memantau perkembangan perusahaan peninggalan mendiang Ayahnya yang kini telah di kelola oleh suaminya dan juga ibunya.

Sedangkan Daffa, saat ini ia sedang sibuk mempersiapkan ujian akhir semesternya, karena sebentar lagi ia akan menjadi seorang siswa SMU.

🍁🍁🍁🍁🍁

Setibanya di depan pintu masuk Lobby apartemen, Aqila tersenyum renyah sambil memandangi tote bag yang isinya adalah roti bakar isi selai coklat, makanan kesukaan sang kakak dikala sarapan pagi sambil menikmati secangkir teh chamomile.

Lalu Lala masuk kedalam lift, dan menekan tombol angka 12, pagi ini suasana Apartemen cukup sepi, hanya terlihat para security dan juga karyawan bagian Cleaning service yang sedang merapihkan area lobby.

Saat tiba di lantai 12, Lala sudah tidak sabar untuk segera bertemu sang Kakak.

Dengan langkah yang cepat, Lala bergegas menuju pintu kamar dengan nomor 1220.

Perlahan Lala menekan tombol bel di samping pintu, Lala cukup lama menunggu namun tidak ada yang membukakannya, kemudian ia menekan tombol bel sekali lagi.

krek!

Suara pintu dibuka, dan akhirnya Lala bisa melihat sosok seorang Kakak yang selama ini ia rindukan, tanpa berpikir panjang, Lala langsung memeluk Darren begitu saja, sehingga membuat Darren terkejut, sedangkan Darren, ia malah mengucek kedua bola matanya dimana penglihatannya masih belum sempurna.

Saat mencium aroma parfum yang wanginya sudah sangat khas dan sudah sangat ia kenali, Darren malah bersikap biasa saja dan tidak membalas pelukan sang adik.

Kemudian Aqila menyudahi adegan memeluk sang kakak dan menatap aneh ekspresi wajah Kakaknya yang terlihat datar.

"Masuklah La!" ucapnya singkat.

Lala bergegas masuk ke dalam, lalu ia meletakan roti bakar selai coklat di atas meja makan.

Tanpa menoleh, Darren langsung duduk di atas kursi meja makan, raut wajahnya benar-benar terlihat datar tanpa ekspresi.

"Kak, kamu sakit? Kok sedari tadi aku perhatikan kak Darren malah diam saja, apa kehadiranku telah menganggu waktu istirahatmu!" ucapnya berdecak kesal

Mendengar Aqila berkata seperti itu, Darren segera mengambil sikap, dan ia menyadari kesalahannya.

"Tidak La, kau jangan marah dulu! Aku hanya kelelahan saja, dan hari ini rencananya aku tidak masuk ke kantor dulu!" balasnya sambil menggenggam tangan sang adik.

Melihat Kakaknya bersikap seperti itu, Aqila malah tersenyum senang, pikirnya Kak Darren tidak sedingin yang di bicarakan oleh Maura kemarin.

"Oh, aku kira Kak Darren marah padaku karena aku telah mengganggumu!" Aqila menatap tajam ke arah Kakanya.

Dan Aqila baru tersadar saat tangan kakaknya menggenggam tangannya, ia bisa merasakan suhu tubuhnya yang tidak normal.

"Kak, kamu demam, Tanganmu panas!" cakapnya bersikap cukup panik

Darren malah terlihat biasa saja, ia tidak khawatir dengan keadaan dirinya saat ini.

Beruntungnya Aqila membawa peralatan medisnya, karena setelah ia mengunjungi Kakaknya, ia akan pergi menuju rumah sakit milik Nyonya Jelita yakni ibu dari Papah angkatnya. Karena ia akan menjalani beberapa tes masuk untuk persiapan bekerja di rumah sakit Harmony, salah satu rumah sakit ternama di kota ini, dan tentunya Aqila melakukan tes terlebih dahulu sebelum ia bertugas di sana.

"Sebaiknya aku periksa dulu kondisimu, aku takut kakak kenapa-kenapa!" Aqila mencari sesuatu dari dalam tasnya yang berukuran cukup besar

"Aku sudah biasa seperti ini La, jadi kau tidak usah mengkhawatirkan aku!" jawabnya datar tanpa ekspresi.

"Jangan pernah menganggap sepele penyakit mu Kak, kalau sudah parah siapa coba yang rugi? diri kakak sendiri kan?" katanya sambil menasehati.

Lagi-lagi Darren hanya diam mematung dan mendengarkan ocehan dari Aqila.

"Kak, sepertinya kakak terkena gejala typus, apa sebaiknya kita pergi ke rumah sakit saja?" Aqila mencoba memeriksa kembali kondisi Kakaknya, dan ia meminta sang Kakak untuk berbaring di kursi sofa, agar Aqila bisa memeriksa lebih teliti lagi, kali ini Darren mengangguk pasrah, ia bergegas berpindah tempat, yakni Sofa yang berada di ruang tengah.

Kini Aqila kembali memeriksa tubuh sang kakak dengan menggunakan alat periksa pada umumnya yakni stetoskop dan juga senter kecil.

"Tuh kan, aku yakin seyakin yakinnya kalau kakak terserang Typus, ayo sebaiknya aku bawa Kakak ke Rumah Sakit!" Aqila terlihat cemas dan khawatir

Mendengar Aqila berkata seperti itu, tiba-tiba saja Darren dengan sengaja mendekatkan wajahnya, ditatapnya dengan lembut wajah Aqila tanpa berkedip. Aqila sempat menjadi salah tingkah atas sikap kakaknya yang seperti itu.

"Aku tidak mau pergi ke rumah sakit, aku sangat membencinya, sebaiknya kamu lakukan saja pengobatan disini!" pintanya masih dengan posisi menatapnya.

Aqila malah diam membeku, ia masih tidak menyangka jika Kakaknya akan bersikap aneh seperti itu padanya.

'Rupanya kak Darren masih trauma dengan rumah sakit, dirinya masih menyalahkan atas keteledoran rumah sakit yang dulu pernah merawat ibunya dan membiarkannya pergi begitu saja dalam keadaan sekarat, sungguh miris!' gumamnya dalam hati

Bersambung...

☘️☘️☘️☘️☘️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!