NovelToon NovelToon

Izinkan Mama Kembali

BAB 1 Dia Anak Pembantu

Naya Aurelia ( 32 th) memilih Juan Bagaskara (27 th) sebagai pasangan pada pernikahannya yang ketiga. Mereka hidup bahagia dengan menyimpan rahasia yang begitu besar. Sebuah rahasia yang tidak diketahui oleh keluarga besar Juan Bagaskara.

Dreeet

Dreeet

Dreeet

Naya mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas. Sebuah panggilan masuk dari suaminya, Juan.

"Hallo Mas!" Sapa Naya senang, wajahnya ceria begitu Juan meneleponnya.

"Sayang tolong kondisikan Shaka dan bi Irah! Sebentar lagi keluargaku mau datang 2 mobil. Aku tidak mau rahasia kita terbongkar dengan keberadaan Shaka di rumahku," ujar Juan di seberang sana.

Naya langsung bungkam. Wajah yang ceria itu berubah jadi pucat, Ucapan Juan bagaikan petir di siang hari. Naya sangat kaget mendengarnya, apalagi berkaitan dengan Shaka anak semata wayangnya.

"Ya Allah Nak, maafkan mama," lirihnya dalam hati.

Ada sedikit goresan dalam hati manakala Shaka belum bisa dianggap sebagai anak secara utuh di dalam pernikahannya dengan Juan. Ini dikarenakan Juan yang tidak jujur pada keluarganya sendiri.

Kalau saja dari awal Juan dan Naya lebih terbuka pada keluarganya Juan, sudah dipastikan tidak akan ada kegelisahan dan ketidaktenangan dalam hidupnya.

Kalau keluarga Juan tahu Naya pernah gagal dalam 2 kali pernikahan tentu pernikahan mereka yang sekarang tidak akan pernah terjadi. Hal itu yang dihindari oleh pasangan bucin seperti mereka. Karena yang keluarga Juan inginkan adalah Juan memiliki calon istri yang masih perawan.

"Sayang kau masih di sana?" tanya Juan merasa tidak ada suara di tempat istrinya yang sedang menerima panggilannya.

"Iya Mas. Aku masih di sini. Aku paham dengan apa yang harus kulakukan..." lirihnya dengan menatap nanar sebuah bingkai pernikahan mereka.

"Bagus. Aku usahakan bisa langsung pulang!" Juan menghentikan panggilan secara sepihak.

Tubuh Naya terasa lemas. Ia masih berdiri memejamkan matanya menekan kesabaran dalam menghadapi keputusan suaminya. Haruskah terus bersandiwara di hadapan keluarga suaminya?

"Mama..."

Suara lembut Shaka membuyarkan lamunannya. Naya dengan cepat menghapus jejak air mata yang meleleh di pipi.

"Ya Sayang?" tanyanya mensejajarkan tubuhnya dengan bocah kecil itu.

"Mama kenapa?"

Tatapan sendu Shaka membuat Naya tidak tega melakukannya.

"Tidak kenapa-kenapa Sayang," Naya tersenyum getir, jemarinya mengusap wajah Shaka dengan lembut.

"Syukurlah Ma..."

Shaka (8 th) begitu perhatian pada Mamanya. Karena ia beranggapan sudah tak ada lagi keluarga lain yang ada di dekatnya. Bahkan Papanya sendiri tidak tahu keberadaannya di mana. Shaka menatap Mamanya dengan lekat.

Shaka adalah anak satu-satunya Naya dari pernikahannya yang pertama. Ayahnya Shaka, Ammar sudah meninggal sebelum Shaka lahir. Ia dibesarkan dengan kasih sayang papa Dikara pada pernikahan Naya yang kedua. Sampai sekarang pun Shaka tidak tahu ayah yang sebenarnya. Yang Shaka tahu ayah kandungnya adalah Dikara. Shaka tidak pernah kekurangan kasih sayang saat tinggal bersama Dikara.

"Shaka bisa bantu Mama?"

"Bantu apa Mama?"

"Shaka," Naya menelan salivanya dengan susah payah, tubuhnya seketika bergetar.

Anak 8 tahun itu masih menantikan ucapan Naya selanjutnya. Ia tersenyum, seolah memberi ketenangan pada Mamanya.

Naya menghembuskan nafasnya secara perlahan.

"Sha...Mama minta tolong, sebentar lagi nenek sama kakek dan keluarga papi Juan akan datang ke rumah ini..." Naya bergeming tak kuasa melanjutkan ucapannya.

Wajah Shaka berseri, setidaknya rumah yang kini ia tempati akan ramai dikunjungi banyak orang.

"Alhamdulillah nenek sama kakek datang. Enak jadi Shaka ya Ma, punya kakek nenek yang lebih dari satu," katanya dengan polos.

Naya menatap lekat wajah putri kecilnya yang begitu teduh. Wajah polosnya menggambarkan sesuatu yang menerima apa adanya. Setitik air mata seharusnya tidak lolos dari matanya. Seharusnya ia pun senang jika mertuanya datang.

"Assalamualaikum..."

Belum juga Naya mengatakan sesuatu yang penting pada Shaka dan juga bi Irah, para tamu sudah datang. Benar saja ada 2 mobil yang terparkir di halaman.

"Waalaikumussalam..." bi Irah menyambut tamu majikannya.

Dada Naya bergemuruh. Ia bingung harus bersikap apa.

"Sayang tolong bantu Mama. Shaka tidak boleh mengatakan kalau mama ini mamanya Shaka ya!" titah Naya dengan tergesa.

Shaka mengerutkan keningnya, meminta jawaban lebih dari sang Mama.

"Tolong Sayang, demi Mama ya!" titahnya penuh harap.

"Nanti Mama akan berikan Shaka reward kalau Shaka nurut sama Mama..."

Ada bulir bening yang menggenangi kelopak mata teduh itu. Ia hanya menatap mamanya yang kini menyambut para tamu. Mereka terlihat begitu bahagia.

Dipandanginya satu persatu tamu yang datang. Tatapannya menjurus pada 2 orang yang diperkirakan mereka adalah kakek neneknya.

Shaka melihat bi Irah sedang kerepotan membawa jamuan seorang diri. Ia berinisiatif untuk membantu membawakan jamuan tersebut ke ruang tamu.

"Lho Non engga usah," Bi Irah kaget manakala Shaka mengambil alih nampan yang sedang ia bawa.

"Bi tolong ya, mulai saat ini jangan panggil Shaka Non. Panggil Shaka nama aja. Atau panggil Shaka dengan panggilan anak sholehaku," ujar Shaka seolah mengerti ucapan mamanya barusan.

Bi Irah bergeming mencerna ucapan Shaka yang terdengar tertekan. Ia merasa ada yang aneh dengan ucapan anak majikannya itu. Tak ada angin dan tak ada hujan, anak majikannya itu menyuruhnya untuk memanggilnya anak sholehaku.

"Apa maksudnya Non Shaka bilang begitu? Ya Allah ada apalagi ini?" Bi Irah merasa ada yang tidak beres di dalam rumah ini.

"Apa yang sudah dikatakan nyonya pada non Shaka tadi? Ya Allah ..."

Shaka membawa nampan menuju ruang tamu dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Ia tidak pernah bermimpi sedikit pun untuk menjadi seorang pelayan di rumahnya sendiri.

"Silakan diminum!" Shaka menyuguhi mereka dengan teh hangat.

"Waaah cantik sekali anak ini!" puji Ratih, Ibunya Juan begitu melihat Shaka berada di hadapannya.

Ratih menatap wajah cantik Shaka. Ia tidak hanya memuji kecantikan Shaka, namun ia juga memuji perilaku Shaka yang mau membantu di rumah anaknya.

"Anak siapa ini, Naya?" tanya Ratih tanpa mengalihkan pandangannya pada Shaka.

Naya hanya diam, justru yang menjawab adalah Juan.

"Dia anak Bi Irah, asisten rumah tangga kami. Kenapa Ma?"

"Tidak apa-apa. Anak itu terlihat rajin sekali. Wajahnya tidak pantas menjadi anak seorang pembantu,"

Juan tertawa mendengar ucapan Mamanya. Sementara Naya hanya diam, ada rasa nyeri di dadanya.

"Mama ingin secepatnya punya cucu. Mama ingin cucu seperti dia!" dagunya menunjuk Shaka yang sudah kembali ke dapur.

Juan tersenyum, ia duduk di samping Mamanya yang sedang mengharapkan kehadiran cucu.

"Iya Mama sayang. Nanti Juan buatin Mama cucu yang lebih cantik dari anak pembantu itu..." ujar Juan lembut namun ucapannya sangat menusuk jantungnya Naya.

Wajah Naya berubah tegang. Ada rasa marah, kecewa lengkap menjadi satu dalam menyikapi ucapan suaminya yang mengalir tanpa dosa.

"Owalaaah anak pembantu toh. Sayang banget. Anak secantik itu dilahirkan dari ibu yang hanya berprofesi sebagai pembantu. Tapi kakak yakin kalian akan mendapatkan anak yang lebih cantik dari anak itu!" ujar kakak perempuan Juan, Melina.

Ucapan dari beberapa orang tamu dari keluarga suaminya begitu menampar diri Naya. Namun ia tidak bisa berkutik ketika pengabdian dan bakti pada suaminya lebih besar dari segalanya.

Naya seketika membeku manakala melihat Shaka di luar sedang...

BAB 2 Perkara Teh

Naya seketika membeku manakala melihat Shaka di luar sedang melayani keluarga suaminya.

"Fuih, apa ini?" Arisa menatap tajam Shaka yang berdiri kaku. Seraya menyemburkan teh karena terlalu manis di lidahnya.

Adik kesayangan Juan, Arisa (25 th) tidak kalah juteknya dengan Malina.

"Kalau ga bisa bikin jangan bikin dong! Kamu mau aku sama keponakanku kena diabetes gegara teh buatanmu, hah! Dasar anak pembantu!" hardik Arisa kesal.

Naya yang melihat kejadian tersebut secepatnya menghampiri mereka. Ia merasa tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Tapi ia merasa tak berdaya.

"Ada apa ya, Dek?"

"Kak Nay, Kakak harus punya aturan dong di rumah. Anak pembantu jangan disuruh bikin teh. Sekalian pembantu tuh jangan bawa anak ke rumah ini, bikin ribet aja!" ujar Arisa mendramatisir keadaan.

"Maafkan anak ini Dek. Maklumi saja. Anak ini kan masih kecil," Naya berusaha meminta maaf agar adik iparnya itu memaklumi insiden tersebut.

"Apa kakak bilang, aku harus maklum? Pikir dong! Teh ini manisnya kayak kolek, kalau kakak tidak percaya buktikan sendiri!'

Untuk membuktikan perkataan adik iparnya, Naya mengambil secangkir teh yang ada di atas meja. Meneguknya perlahan, lalu ia memejamkan matanya.

"Kan, manis kan?" tanya Arisa begitu melihat ekspresi Naya yang membenarkan ucapannya.

Baru saja Naya hendak mensejajarkan tubuhnya dengan Shaka, dengan sigap Bi Irah datang memeluk Shaka.

Bi Irah merasa tidak tega anak majikannya diperlakukan tidak baik oleh keluarga tersebut. Apalagi begitu melihat majikannya hanya diam tidak membela Shaka sebagai anak kandungnya.

"Sayang kamu tidak apa-apakan?" tanya bi Irah khawatir, seraya membuai Shaka dengan lembut.

Shaka menggeleng, ia berdiri di belakang Bi Irah. Wajahnya menyembul ingin tahu kejadian selanjutnya.

Bi Irah menatap geram anak-anak yang sedang menertawai Shaka karena teh manis buatannya terlalu manis.

"Hey Bi! Ajari anakmu membuat teh manis dengan baik. Bikin teh aja engga becus. Masa bikin teh terlalu manis, ini sih udah kayak kolek. Hadeuh bisa-bisa kena diabet semua pulang dari sini!" protes Arisa dengan ketus.

"Maaf Mbak. Saya rasa Mbak bisa memaklumi anak saya. Dia masih kecil jadi wajar kalau takarannya tidak sesuai dengan lidah Mbak juga yang lain, sekali lagi maaf. Biar nanti saya ganti dengan yang baru?" Bi Irah mengambil kembali beberapa gelas yang tadi disuguhkan Shaka.

"Tidak perlu! Aku jadi tidak berselera untuk minum teh!" sargah Arisa masih marah.

"Baik kalau begitu saya permisi," pamit Bi Irah sopan.

"Eeeh tunggu! Buatkan aku minuman capucino saja dan sirop dingin. Tidak pake lama, paham!"

Bi Irah hanya mengangguk. Lalu langsung membalikkan badannya.

Shaka hanya bergeming menatap satu persatu orang yang sedang menghujatnya. Lengannya ditarik Bi Irah dengan pelan, seolah tidak mau membiarkan putri majikannya itu dibuly di rumahnya sendiri. Hal ini jelas akan memengaruhi kejiwaannya.

Sementara itu Naya hanya bisa menatap Bi Irah yang begitu perhatian pada Shaka. Ia tidak bisa melindungi Shaka disaat putri kecilnya itu dicemooh. Naya merasa khawatir, takut dengan Juan. Rasa berani untuk melawan, yang selalu ia berikan pada Dikara seolah tidak ada lagi sekarang. Nyalinya ciut untuk sekedar membela anaknya di depan keluarga Juan yang begitu arogan.

Naya kembali ke ruang tamu untuk bergabung dengan mertuanya.

"Di luar ada apa, Sayang? Kedengarannya si Arisa teriak-teriak," tanya Juan ingin tahu dengan keributan yang terjadi di luar sana.

"Tidak ada apa-apa kok Mas. Hanya masalah kecil, sudah bisa diatasi," jawab Naya sambil tersenyum, lalu memperhatikan perbincangan bersama kedua orang tua Juan.

"Juan beberapa hari ke depan, Mama dan Papa mau menginap di sini, mereka juga. Kebetulan anak-anak libur sekolah. Melina juga bisa cuti karena mereka ingin sekali menikmati rumah baru kalian," ujar Mamanya dengan mata berbinar.

Naya terhenyak mendengarnya. Ia merasa belum siap kalau harus membereskan segala sesuatunya di rumah ini. Apalagi ia menyaksikan sendiri insiden yang menimpa anaknya. Bagaimana kalau berhari-hari mereka ada di rumah ini? Rasa kekhawatiran yang mendalam menyelimuti hatinya yang gundah. Apalagi kamar Shaka yang terletak di lantai 2, tentu saja akan menjadi pertanyaan besar bagi mereka. Siapa Shaka sebenarnya?

"Lho kok Mama mendadak?"

"Memangnya kenapa? Engga boleh?" tanya kakaknya judes salah paham.

"Bukan begitu Kak. Kami belum mempersiapkan kamar buat kalian."

"Ya siapkan dong! Ada tamu itu harus diutamakan. Kamu memang ada pembantu berapa sih? Rumahmu besar gini harusnya lebih dari 4 pembantu. Biar engga repot kalau ada tamu. Ini baru keluarga aja yang datang, malah anak kecil yang disuruh menjamu. Hasilnya jadi engga becus kan?"

Wajah Naya memerah menahan amarah. Ucapan Melina sungguh membuatnya mendidih, hanya saja ia tahan. Ia hanya ingin dianggap baik oleh mertuanya, agar tidak terlihat bar-bar dalam mengambil sikap.

"Buat apa ambil pembantu banyak sih kak? Kurasa cukup Bi Irah saja yang kerja di sini." protes Juan.

"Kamu tuh gimana sih? Emang lantai atas tidak dibersihkan? Kasihan kalau cuma Bi Irah yang kerja. Apalagi Bi irah masih punya anak kecil. Kalau dia keteteran, anaknya juga yang turun tangan. Pokoknya aku engga setuju kalau anak pembantu itu terlibat dalam pekerjaan yang tidak seharusnya," kata Melina yang sebenarnya punya sisi prihatin pada Shaka yang masih kecil sudah harus bekerja membantu ibunya.

"Kurasa lantai atas bisa dibersihkan sewaktu-waktu saja Kak. Lagi pula kan ada Naya yang bisa bersih-bersih. Mumpung belum punya anak, iya kan sayang?"

Deg

Naya terhenyak dengan ucapan Juan yang tega memperlakukannya sama seperti seorang pembantu.

Dulu waktu pernikahannya dengan Dikara ia dilarang untuk melakukan pekerjaan rumah kecuali memasak untuknya. Ia sangat diratukan oleh Dikara. Tapi sekarang? Juan tidak mau mencarikan pembantu lainnya, ia enggan mengeluarkan uang untuk membayar mereka.

"Bukankah Naya bekerja?" tanya Melina.

"Iya memang Naya bekerja. Tapi kita bisa lihat Kak, di luar sana banyak wanita karir yang berperan ganda. Di rumah tetap sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya mengurus pekerjaan rumah, sedangkan di luar dia sebagai wanita yang dihormati dan disegani. Juan hanya ingin Naya memperoleh pahala sebagai baktinya pada suami,"

"Sudah-sudah kalian ini selalu berdebat. Juan, benar kata kakakmu, tidak seharusnya kamu memperlakukan Naya sebagai pembantu. Dia sudah bekerja di luar. Kasihan kalau dia kecapekan seharusnya kamu tidak menyuruhnya untuk bekerja. Karena ini akan mempengaruhi Naya untuk bisa hamil. Kalau kalian sama-sama bekerja, faktor kelelahan bisa menjadi hal utama yang bisa menghambat kehamilan," kata Ratih dengan wajah serius.

Ratih memang harus sering memberi arahan pada anak tengahnya itu. Apalagi usianya yang masih relatif muda dalam menikah. Egonya pasti masih sangat tinggi.

Naya bukannya tidak mau melawan atau membantah ucapan suaminya. Namun ia berusaha untuk menghindari pertengkaran. Ia hanya ingin berubah menjadi istri yang lebih baik lagi.

Rasa cintanya yang begitu besar telah menutup pintu hatinya untuk menguak kebenaran. Dia hanya bisa menerima keadaan dengan mengalah terhadap keputusan suami yang cenderung bertolak belakang dengan keputusannya.

"Mama tenang saja. Kami akan berusaha untuk secepatnya memiliki anak. Juan akan coba mencari beberapa pembantu yang akan menggantikan Bi irah. Yang pastinya tidak punya anak kecil," akhirnya keputusan itu keluar juga dari bibirnya.

"Apa maksudmu Mas?" tanya Naya, hatinya berdegup kencang.

"Sepertinya Bi Irah harus keluar dari rumah ini. Biar dia lebih fokus urus anaknya yang masih kecil itu!"

"Apa!"

BAB 3 Rencana Shaka

"Naya...!" Melina teriak memanggil Naya begitu melihat Shaka berada di kamar tidur berdampingan dengan kamar utama.

Naya jalan tergopoh-gopoh menghampiri Melina yang terdengar marah.

"Iya Kak, ada apa?"

"Lihat! Apa-apaan kamu, ngasih kamar pada anak pembantu!"

Naya menghembuskan nafasnya dengan pelan. Dugaannya tepat, pasti akan ketahuan juga Shaka memiliki kamar dekat dengan kamar utama.

"Tadi anak ini bilang, kalau kamar ini kamarnya. Kamu ini gimana sih, anak pembantu itu seharusnya tidur dekat dapur atau di kamar dekat taman, kenapa di lantai dua?" jelas Melina kesal.

"Lho memangnya kenapa, Kak? Itu hak aku untuk memberinya kamar, karena dia tinggal di rumahku. Lagi pula aku kan belum punya anak, jadi sah-sah aja dong kalau anak ini dijadikan pancingan," ujar Naya beralasan tanpa menjaga perasaan Shaka yang masih ada di dalam kamarnya.

Shaka menunduk sedih. Ia hanya bisa diam tidak bisa membela diri. Air bening mengalir dengan sendirinya, ia tidak menyangka menuruti kehendak mamanya justru membuatnya sakit hati.

"Oooh begitu, masuk akal juga sih. Tapi ingat jangan membiasakan anak itu sebagai putri di rumah ini. Bisa-bisa dia ngelunjak. Anak seorang pembantu tetap aja menjadi anak pembantu selamanya!" sungutnya kesal.

Naya masih bisa menekan sabar dengan ucapan Melina. Ia menatap Shaka dengan pandangan miris, sebenarnya tidak tega anaknya diperlakukan tidak baik di rumahnya sendiri.

"Tapi untuk kali ini, kakak minta kamar ini dipinjam dulu buat tidur anak-anakku!" katanya sambil memindai ruangan tersebut.

Melina memiliki 2 orang anak laki-laki yang bernama Satria (11th) dan Diana (8th).

"Boleh tapi Shaka tetap tidur di sini. Biar Diana saja yang tidur bareng Shaka dan Satria tidur di kamar tamu," ujarnya tegas.

Naya tidak mau kakak iparnya mengatur kehidupan yang ada di dalam rumah tangganya secara terus menerus.

"Lho tidak bisa begitu. Kamu lupa, aku tamu di rumah ini. Perlu kamu ingat tamu adalah raja, jadi kamu harus mengutamakan tamu dari pada yang lain. Shaka aja yang pindah. Shaka yang seharusnya tidur di kamar pembantu."

"Maaf tidak bisa. Kak kurang baik apa aku sama kakak? Kakak malam ini bisa tidur di kamar tamu bukan di luar rumah. Satria itu anak laki-laki dan Diana anak perempuan, ini jelas harus dibiasakan untuk tidur terpisah."

"Mereka itu masih kecil belum ngerti apa-apa,"

"Memberitahukan batasan laki-laki dan perempuan itu harus sejak dini kak. Jangan nunggu sampe dia besar. Jangan sampai anak-anak dibiarkan tidur campur dengan lawan jenis. Apalagi tidur campur sama kedua orang tuanya, ini sangat berbahaya!" jelas Naya menatap Melina dengan serius.

Ucapan Naya seakan menampar Melina yang selama ini menerapkan pembiasaan tidur yang salah.

"Halaaah sok bijak kamu, Nay!"

"Bukan sok bijak, ini hanya mengingatkan saja. Banyak anak-anak dibiarkan tidur bareng sama adik atau kakaknya yang lawan jenis. Atau bahkan anak yang sesama jenis tidur bareng pun sebenarnya tidak boleh, khawatirnya terjadi hal yang tak diinginkan. Harusnya dia macho jadi feminin. Ngeri lihatnya," jelasnya sambil bergidik ngeri.

"Halah kamu itu terlalu berlebihan. Kalau keadaan rumah itu hanya dua kamar gimana? Jangan mentang-mentang kamu orang kaya jadi menyamaratakan keadaan!" ujar Melina tak mau kalah.

"Bukan maksudku begitu kak,"

"Sudah...sudah aku tidak mau berdebat lagi. Oke untuk kali ini aku ngalah. Siapkan kamar tamu buat Satria tidur! Kasihan dia lelah," pungkas Melina langsung berlalu dari hadapan Naya.

Naya hanya mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Huuftt baru sehari di sini saja sudah ngatur-ngatur. Jangan sampe hidup satu atap selamanya." gumamnya dalam hati.

Naya langsung pergi meninggalkan Shaka sendirian di dalam kamar.

Shaka melangkah gontai menuju pembaringan. Matanya lurus ke depan dengan tatapan kosong. Hanya bulir air mata yang mengalir tanpa izin membasahi pipi mungilnya.

"Mama, aku sayang Mama tapi apakah aku bisa selamanya hidup dengan kebohongan? Sementara kata papa, bohong itu dosa. Lebih baik aku pergi saja dari rumah ini. Daripada aku menjadi beban mama. Tinggal di sini pun percuma, aku hanya dijadikan anak pembantu di rumah ini tanpa diakui sebagai anak mama," gumamnya dalam hati.

Shaka mengusap air matanya dengan kasar. Ia harus bersiap agar malam ini ia bisa keluar dari rumah tersebut.

Diambilnya tas ransel lalu memasukkan beberapa pakaian ganti dan uang saku secukupnya. Kebetulan Shaka menyimpan uang pemberian Dikara di dalam lemari.

"Uang dalam amplop ini, pasti cukup untuk sewa tempat tinggal. Oiya hape pemberian papa di mana ya?" Shaka mencari ponsel pemberian Dikara di dalam lemari, di meja belajar, di setiap sudut kamar, ternyata tidak ditemukan."

Shaka terpekur mengingat apa yang sudah dilakukan mamanya begitu ia mendapatkan ponsel tersebut.

"Sayang, anak kecil itu tidak boleh pegang hape. Jadi hapenya mama yang pegang ya!" kata Naya saat itu yang tidak menginginkan anaknya berinteraksi dengan mantan suaminya.

Sreeek

Suara pintu terbuka. Dengan cepat Shaka membaringkan tubuhnya di kasur. Ia berpura-pura memejamkan mata, seolah-olah sudah tidur.

"Diana, kamu tidur di sini bareng bocah tengil itu!" dagunya menunjuk Shaka yang sedang terbaring di kasur.

"Terus aku tidurnya di mana, Ma?" tanya Diana memperhatikan tempat tidur Shaka yang pas-pasan.

Shaka sengaja tidur menguasai tempat, agar tantenya itu tahu diri agar tidak semena-mena dalam menilai orang. Apalagi terhadap anak kecil seperti dirinya.

"Shaka, heh bangun!" melina menggerak-gerakkan bahu Shaka agar terbangun.

Shaka yang pura-pura tidur harus membuka matanya dengan pelan. Ada rasa takut sebenarnya. Apalagi saat ini dia tidak ditemani mamanya.

Sorot mata Melina tajam seperti hendak menerkam mangsanya.

"Kamu tidur di bawah, tuh sudah disiapkan!" titah Melina garang.

"Tapi tante..." Shaka berusaha menolak perintah Melina.

"Kamu harus nurut. Kedudukan kamu di rumah ini hanya sebagai anak pembantu. Tidak lebih. Sementara Diana, keponakan majikanmu. Paham!"

Rasa sakit hati Shaka semakin dalam ketika sebutan anak pembantu itu sering diucapkan oleh tantenya. Ia turun dari pembaringan kemudian mengambil bantal dengan rasa sedih.

Sementara Diana tersenyum sinis. Anak sekecil itu sudah dicekoki hal yang tidak baik oleh ibunya.

"Kalau ada apa-apa panggil Mama. Mama ada di bawah!"

"Iya Mam."

Diana langsung naik ke kasur menempati posisi Shaka di atas tempat tidur.

"Makanya kamu jangan mau dilahirkan dari seorang pembantu. Lihat aku. Aku begitu dimanja oleh Mama."

"Ya kamu sangat beruntung punya mama seperti dia. Tapi tolong jangan rendahkan anak seorang pembantu. Karena aku juga manusia yang punya hati dan perasaan. Aku harap setelah ini kita tidak pernah bertemu lagi. Silakan kamu tidur sepuasnya di kamar ini."

Diana terdiam. Ia menatap Shaka yang mulai terpejam di bawah. Ada rasa kasihan melihat sosok anak yang seharusnya bisa menjadi temannya.

Sementara Shaka pura-pura tertidur untuk mengelabui Diana agar ia bisa kabur dari rumah tersebut tanpa sepengetahuannya.

Akankah Shaka berhasil kabur dari rumah orang tuanya sendiri?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!