NovelToon NovelToon

Giziania

Chap 1 Penculikan

Penculikan

"Mau minum apa?"

"Ngng.. Air putih."

"Ada. Tapi dari kran sanyo. Gimana.?"

"Haha. Kak Jihan."

"Beneran aer putih?"

"Ngng.. Terserah. Aku cuma disuruh ke sini sama kak Fani. Disuruh nungguin."

"Ya udah. Duduk dulu di sini. Tungguin dia beres pamitan, ya. Biar gue siapin aer Citruz aja buat lo."

Lawan bicara Jihan mengangguk sambil terus tersenyum.

Selesai bicara, Jihan berbalik. Dia biarkan tamunya duduk melihat-lihat ruangan. Jihan juga langsung membuka lemari es.

"Adem banget di sini. Gak kayak di kafe-kafe lain. Ini resto atau bar sih Kak?"

"Kami nyebutnya basecamp," tanggap Jihan saat mengambil teko plastik dari kulkas. "Kafe Rizr."

"Aku Ira, ya Kak. Nama lengkap Irawati. Katanya cuma aku yang bukan lusid di sini Kak. Bener ya?"

"Hu um. Ngomong apa lagi tuh hape, ke elo, Ra?" tanya Jihan, langsung akrab.

"Lho? Kak Jihan kok tahu ya kalo info tadi dari lencana?"

Jihan tak menjawab. Dia sibuk menuang air teko, masih membelakangi Ira karena sedang menyediakan minuman untuk si penanya.

"Eh, iya Kak. Kebetulan nih. Aku juga mau tanya soal lencana ini nih. Sebenarnya apaan sih? Gak ada merk-nya. Nih cuma ada logo tenda doang. Itu berarti apaan ya, Kak?"

Jihan hanya sibuk mengaduk.

"Bisa hilang sendiri logonya. Bisa ganti ukurannya, bentuknya, beratnya pernah gak keangkat. Bingungin deh Kak."

Jihan kembali ke meja bar yang panjang. Dia membawa dua gelas air susu dingin asap tipis dan menaruhnya di depan Ira.

Jihan belum menjawab, diam menopang dagu demi memperhatikan Ira yang masih duduk membolak-balikkan ponsel hitam.

"Pernah juga lho Kak.. jadi karet gelang."

Jihan menghela nafas, mengakhiri acara bengongnya. "Xmatter. Valdisk. Gue gak tau lagi apa namanya. Multifungsi."

Ira yang dibingungkan ponselnya itu hanya membalikkan tangan. Ketika itu barang yang dipegang mencair lalu kaku jadi sarung tangan Ironman.

Grriktth..!! Grriktth.. Bunyi sarung besi saat Ira mengepal-ngepal jarinya.

Datang gadis lajang berpakaian pilot formula 1. Rambutnya hitam agak cepak alias tomboy. Dia datang bersama sebintik cahaya, mungkin sedang bawa piaraan. Dia tadinya dikerubungi teman-temannya, berpelukan, cipika-cipiki sampai Jihan mendapati si lajang sibuk membersihkan basah di pipi.

Ira turun dari kursi jangkung, diam berdiri menunggu si tomboy sampai.

"Hikks.. Gimana? Apa namanya Ra?"

"Se-semater.. Kak." Ira memperhatikan wajah, sudah tak peduli lagi mainannya.

Ira hanya dapat pelukan. Melihat aksi tersebut Jihan tetap diam memperhatikan, lalu menghela nafas.

"Valid. Iya ini xmatter, De. Hiks.."

"Fan. Minuman ending. Aer favorit gue. No ngantuk semingguan."

Jihan memanggil si Pilot F1 itu dengan sebutan Fan. Mungkin nama lengkap si lajang adalah Fani Tanpa Doang, atau Lisfan, atau Miufan. Kita tunggu saja info yang akan ada.

Jihan bicara sambil memajukan gelas ke depan. "Yang ini khusus buat kakak lo, Ra. Tifani Aprilia binti Sumarwan. Lebih Onta ketimbang gue."

Di tengah kafe, titik di mana orang-orang berkerubung, satu pemuda memainkan pedangnya yang mengkilat, lalu mengakhiri aksi dengan perlahan-lahan usai menyayat suatu "kain". Bekas sayat Samurai tersebut menyala di dekatnya.

"Fani..!! Ayo masuk. Udah gue buka nih portal lu!"

"Gue nitip anak-anak ya Han."

Fani bicara pada Jihan sambil meraih gelas. Dia berbalik pergi dan langsung meneguknya, berjalan ke tengah kafe.

Jihan yang diberi kuasa atas geng Fani diam saja. Begitu juga Ira atas aksi haus saudaranya, diam melihat tanpa kata.

Setelah Fani kembali ke tempat teman-temannya, Jihan buka suara dari melamunnya. "Onta, Ra. Dia emang menang ngelawan gue."

"..???"

Ira menoleh pada Jihan saat bingungnya, menunggu kalimat jihan yang lebih dimengerti.

"Iya. Gue telat mabok.. Dia jago nabok."

Sementara di depan garis portal, Fani masih diam dengan pandangan mengarah pada Jihan.

Jihan mengacungkan jempol pada Fani. Dan dengan gabutnya Fani pun segera masuk alias pergi ke dimensi lain bersama bintik bintangnya.

"Eh iya Kak. Trus nih hape suka aneh. Tiap aku mau upload ke sosmed videonya gelap terus."

Ira kembali naik untuk duduk dan mengobrol dengan Jihan demi benda yang dibahas. Sarung tangan besinya sudah kembali ke bentuk ponsel dan Ira langsung sibuk mengetik.

"Ra. Mending minum. Mumpung lo lagi ga haus.."

". . . ?"

Jihan diam menunggu respon Ira.

Gelas berisi Citruz masih mengepulkan asap sejuk. Air susu ini Ira biarkan karena pembuatnya berkata aneh.

Ira dapati sikap Jihan begitu perhatian padanya sekalipun baru ketemu dengannya hari ini.

Jihan mengamat bibir mungil si jaket sweater lalu beralih pada kedua mata Ira. Adik sahabatnya tersebut tangah menatap.

Penampilan Ira cukup casual dan sangat cocok di acara santai apapun. Usia si pemilik mata masih belia sebagaimana siswi SMA kebanyakan.

Chap 2 Penculikan

"Swer Ras. Gaya dia mayan pas banget. Biasa tapi klop banget di tongkrongannya. Seger liatnya anjerr. Mata dia, aduh.. Gue liatin itu umur paling fresh buat anak esema. Nih cewek pasti siswi rebutan di kelasnya dia anjeer. Hhhh."

"...?!"

Luapan Jihan terdengar hingga membuat pemudi berkabel ini bingung. Si heran segera bangun dari rebahnya di kasur, mencabut kabel dari pusarnya. Suara Jihan menarik perhatiannya walaupun hanya terdengar dari transmisi.

"Napa manusia ini lagi yang kedenger di ruang gue."

"Ras..??"

".. pas gue lagi makan-makannya."

"Waras!!"

"Ck! Apa sih, Boss? Berisiklah.. Penting enggak," keluh pemudi berpiyama ungu ini, suaranya sama persis dengan karakter suara yang berkoar di seberang; Jihan dengan Jihan.

Waras menyalakan monitor, sudah duduk. Terbaca SORROW di punggung piyama yang dipakainya.

"Hadeh.. Emang lagi ngapain elo, Ras?"

"Ya makan. Gue udah bintang lima gini, lo manggilnya masih aja gitu. Heran."

"Ngecas lama amat. Plis... Laporin dong. Lagi apa tuh cewek di bar gue, Ras? Gue lagi pura-pura ke toilet nih."

Di monitor ada Jihan yang tengah bolak-balik dekat ranjang kamar sambil menempelkan ponsel ke kuping.

Monitor ini jendela gerbong yang sekali sentuh menyala lengkap dengan kartu-kartu grafik yang mungkin untuk pantauan lebih spesifik.

Sorrow menarik laci meja kerja dan mendorongnya lagi ke dalam. Jihan versi kabel ini lalu memutar handle laci. Dleph! Tayangan monitor berganti channel memperlihatkan Irawati sedang duduk merapikan poni rambut, berkaca.

"Dia lagi cengar-cengir.. Mau gue sambungin ke dia?"

"Ehh. Gak usah. Udah. Udah. Cukup Ras. Thanks."

"Oke. Nih. Denger ya Boss. Ini soal Hen Hen. Ada yang aneh sama frekuensi will-nya."

"Ya udah. Ntar gue telepon dia (Hen Hen), Ras. Udah lo lanjut aja ngecas ya? Eh, wait.. wait. Liat gelasnya, Ras. Abis gak tuh Citruz?"

Via monitor gerbong, Sorrow mendapati Ira masih sibuk berkaca pada kamera ponsel, bahkan kini Ira sedang duduk memoleskan lipstik ke bibir dengan agak terburu.

Jihan Versi Kabel ini menggeser telunjuk, menggores meja input sambil mengamati Ira.

Sudut kamera bergeser menyoroti gelas yang tadinya terhalang.

"Valid. Abis, Boss," lapor Sorrow atas objek yang Jihan pinta.

Di kamarnya ini, Jihan memutus sambungan. Klik!

Tapi.. Sekarang Jihan kebingungan, membiarkan pintu kamar tetap mengangga.

Jihan melamun menatap lawang kamarnya. Ada namanya dan itu tertera di papan yang digantungkan di pintu tersebut, yaitu GIZIANIA. Ponsel yang tengah Jihan pegang menampakkan gambar tenda, mungkin menandakan perangkat sedang menganggur, screensaver ala dunia jadi-jadian.

"Eh kok belum onmind sih lu, Han?"

Jihan langsung ditanya ketika mendatangi mereka yang sedang menungguinya di tengah kafe.

"Iya gue juga bingung.. Kalian duluan gih ke Endfield. Prepare dulu di sana. Ntar gue nyusul."

"Asik ada libur. Bubar."

"Huss. Ngaco. Gue tetep buka les buat skill telkin kalian."

"Dapet yang seger nih."

Jihan dapat komentar dari yang ada di dekatnya ketika sudah bersandar ke tepian meja.

"Sshh... Kedenger dia (Irawati) gue jitak lo. Hey.. Dit?"

Semua melirik ke pemuda yang sedari tadi sibuk mengetik laptopnya, menoleh ke meja yang berada di seberang Jihan.

"Hem..??" jawab si kacamata ini tanpa melepas kesibukan.

"Udah beres khan nyeting tekape pesenan gue?"

"Sudah..."

Jihan melihat wallpaper sebuah hutan hijau dari laptop yang diposisikan ke arahnya.

"Masih perlu cuaca Han. Hujan, berawan, salju, atau musim zombie?"

Gemuruh haha terdengar di sekeliling Jihan namun hening kembali.

"Oke. Mantap. Terserah kalian sih. Bagusnya cuaca apa buat semedi."

Satu bayang api mendarat ke tengah mereka. Namun objek ini tidak mengejutkan yang melihatnya. Lokasi labuhnya tak jauh di dekat Jihan.

RRRH..!!

Di tengah mereka hadir seekor burung api.

Phoenix.

Cahaya dari hewan mitos tersebut lalu meredup. Mereka lihat, objek di tengah mereka menjelma jadi padatan siluet manusia yang sudah berpose jongkok, pose mendarat dan mengatupkan sayap punggung.

Jihan menoleh ke arah bar, mendapati Ira tengah menonton kejadian yang berlangsung.

"Gue udah lama kesengsem sama dia," jujur Jihan, namun entah pada siapa. ".. yang juga dititipin ke gue."

"Mau ngamar dong sekarang?" tanya gadis Phoenix, posisinya sudah berdiri.

Jihan menghela nafas. "Hadeeh.. Itu yang gue bingung, Sanin. Kok cepet banget nih hormon naek."

"Udah Kak. Ngamar aja dulu," kata orang yang berseragam ninja ini, santai bicara dalam duduknya di meja kafe.

"Iya, Han. Marcel gak bakalan marah kok. Gue yakin yang punya kafe udah tau kebutuhan pegawainya. Tul tidak Gengs?" tanya orang ini, gaya rambutnya dikuncir.

"Sabar. Sabar. Oke. Guys.. Pintu Enfield udah hadir. Sanin udah onmind di depan kita. Silahkan kalian masuk duluan ke portal kuasanya. Jam les tetap gue buka hari ini. Daaan.. Bagi yang mau nonton, tunjukin langsung ke gue tanda persetujuan Ira."

Jihan meninggalkan teman-temannya yang masih diam mendengarkan kegelisahan dan keresahan yang ada.

"Guru. Sama gue kapan?"

Keheningan pecah oleh deru tawa para pendengar dan Jihan tak peduli dirinya terus-menerus dipandangi gadis sebaya artis medsos.

Chap 3 Penculikan

Selesai berpesan ke para muridnya, Jihan kembali ke meja bar. Dia dalam pandangan Ira sepanjang langkahnya.

Jihan tetap tenang membawa sedikit gemuruh dada. Dirinya sering mendapat perhatian orang sekitar atas wajahnya yang natural. Namun fokus Ira kepadanya terasa lain, membuat si manis jadi terbawa kegelisahan yang sedang melanda Ira.

"Kak Jihan.." pelan Ira dengan nada cemas, diam memandang orang yang sudah berdiri di depannya, memajukan satu tangannya.

Jihan meraih tangan Ira tanpa melepas tatapan ke wajah si pemilik tangan mulus di hadapannya.

Grrttth... !! Ggrrrtt..

"?!!"

Jihan melebarkan sedikit mata mendapati kedua sepatu Ira naik didongkrak lilin hitam yang tak lain aksi dari ponsel milik Ira, ulah dari mainan si gadis belia itu.

"Hhh-hh..!!"

Pundak Jihan berguncang mengingat tinggi badannya memang lebih tinggi dari Ira. Mainan Ira mencoba membantu pemiliknya menambah ketinggian badan di situ.

Melihat Jihan berubah riang dari kebingungannya, Ira senyum. Dari memegang tangan Jihan, Ira kemudian maju selangkah dan langsung memeluk tubuh si bartender. Deph!!

Ira sudah setinggi Jihan, 172 cm, hingga tanpa sadar Ira mengesek-gesekkan pipi ke leher si jangkung, lalu memejam mata meniduri pundak yang ada.

"Duuh.. kenceng banget nangkepnya..." komen Jihan di dalam dekapan Ira. "Gue lupa, Ra. Soal hape lo ini, gue tau dari Sorrow. Namanya April khan?"

"Iya.."

"April gak cuma ngasih info ke elo, dia juga ngebaca gelombang pala kita. Oh, ya. Suara April nih sesuai pita suara pemiliknya. Punya suara si Fani, tapi ini bukan rekaman dia."

"Valid Kak.. Iya."

Jihan diam tak berkata lagi selain turut memejam mata menikmati pelukan Ira.

"Kenapa aku belum juga tidur ya Kak? Apa harus minum lagi? Waktu pelukan gini harusnya aku pingsan . ."

"Hhh-hh! Apaan sih? Bukan bius tau. Tapi parfum Ra."

"Sebodo dibius juga. Aku mau nanya Kak. Tapi gak di sini.."

"Eh iya. Gue mau ke toilet lagi Ra. Gue gak bohong."

Melalui area toilet, ada pintu ke dapur kafe, juga ada pintu ke area mess, yaitu lorong milik beberapa kamar. Jihan membawa Ira ke sini.

Jihan dan Ira menapaki ruang panjang yang ada. Sepatu Ira sudah bebas dari xmatter, Jihan juga kembali memasukan ponselnya ke saku seragam usai menelepon. Kedua gadis berjalan saling bergandengan tangan.

Sampai di tempat yang Jihan maksud, keduanya berhenti. Mereka berada di depan pintu dengan board name TEROMPET.

"Gue tadi ke sini Ra. Ke toilet. Gue masuk dan di dalem langsung nelepon Sorrow."

"Tapi ini kamar Kak. Kalo yang pertama tadi, iya. Itu tempat buang air."

"Pokoknya tadi.. gue gak bohong. Gue ke toilet dulu.. ke sini maksud gue, Ra."

"Tapi tulisannya.. Lihat lagi coba Kak. Bukan toilet."

Jiha segera menoleh ke pintu kamarnya.

"Iya khan? Bukan toilet? Ini tuh kamar.. Kak."

" . . . "

Jihan terdiam bingung membiarkan Ira menatapnya, lalu Jihan pura-pura kaget mendapati anak kunci yang sedang menggantung di handle pintu. "Ehh, ada di sini. Gue cari-cari."

Ira tak komentar atas akting Jihan yang kurang terasa, tiba-tiba saja Jihan melihat kunci seperti itu. Sikap Jihan sangat kelihatan sedang berbohong.

"Kak Jihan boong. Aslinya.. Kakak lagi nyariin aku," ucap Ira agak tak suka.

"Ya udah. Sebagai polisi cantik, tanyai gue di dalem sebanyak yang lo suka. Interogasi dimulai. Ayo masuk."

Jihan memutar anak kunci, membuka pintu dan segera masuk kamar meninggalkan Ira.

Saat sudah di dalam, Ira melihat kesederhanaan interior kamar, hanya ada ranjang, meja berlaci, dan lemari.

"Ini ruang buat naro badan bawaan. Kadang tiap ke basecamp suka ada yang langsung onmind. Tidur sembarangan," kata Jihan sambil melepas sepatu di tepi kasur.

Ira selesai melihat-lihat dan berhenti di depan lemari. Di sini Ira memperhatikan si pemilik kamar. Ira juga diam-diam memposisikan ponsel yang dipegang ke arah Jihan.

"Tunggu bentar ya, Ra. Gue onmind."

Beres melepas alas kaki, Jihan beranjak naik dan merebahkan tubuhnya.

Ira amati Jihan langsung memejamkan mata, melihatnya lemas mendadak tanpa ada gerakan lagi. Badan Jihan mendadak sedikit kempes begitu tidur.

Debbh..!

Sebentuk air bening mendarat di belakang Ira.

Ira diam mengamati objek di depannya.

Humanoid air tampak bergetar sedetik. RRRH..! Getar tersebut merubah opasitasnya dari transparan menjadi kontras. Objek ini Jihan yang juga sedang diam menatap Ira.

Ira menoleh ke ranjang. Di sana pun ada Jihan, namun Jihan yang di sana sedang nyenyak bernafas.

"Mau di mana Ra? Kalo di sini tinggal ngunci gue saban ari. Apa mau liat-liat dulu?"

Ira senyum-senyum Jihan membicarakan tubuhnya sendiri. Ira tak menjawab selain terpancar raut senang di wajahnya.

"Ngng.. April bilang... Ngng.. Kak Jihan tuh.. lesbay. Eh, tunggu. Maksudku.. ngng. Kak Jihan tuh.. ngng titik-titik ke sesama jenis. Gitu."

Jihan diam.

Ira yang sedang bicara diam-diam meraih jemari Jihan, maka Jihan biarkan memilih untuk menunggu si sweater bicara kembali.

Dengan merah pipi dan sedikit menggigit bibir, Ira beranikan diri mengarahkan mata pada Jihan.

Ira tampak lupa hendak bicara apa. Paras Jihan membuatnya bisu.

"Hu-um... April ngomong apa lagi ke elo sekarang? Mau tanya apa lagi sama gue?"

"Ngng.."

Saat menunggu, Jihan menyatukan jemarinya dengan jari Ira. Warna merah makin nampak di wajah Ira.

"Ntar aja?" tanya Jihan kemudian.

"Hu-um. Aku juga mau cari tau langsung soal.."

". . ."

"... apa sih, event yang lagi rame ini Kak?"

"Pece? Project Corrupt?"

"Ng, iya. Itu. Tapi.. Ngng.."

"Ya udah. April sementara nih yang jelasin, mandu elo jalan-jalan, Ra. Apa aja nih yang ada di alam geblek."

"Hu-um."

"Lo lesbay juga, Ra? Pantes lo aneh. Mana Fani gak ngasih tau. Tapi kayaknya dia sengaja deh.. biar kita gak saling kepaksa."

"Iya, Kak. Untungnya April info. Bikin senang. Ada yang samaan sepertiku juga."

"Bejibun kalo di sini Ra," komen Jihan tentang mereka.

"Eh Kak. Ngng.. Barusan April info."

"Hem. Info apa?"

"Sejak aku di bar sih.. ngasih taunya, Kak."

"Hm."

"Kalo aku suka, katanya harus buru-buru diklaim."

"Ohh. Iya. Bener itu," santai Jihan sambil meraih punggung tangan Ira karena si belia sedang memegang April. "Coba Pril. Rekam. Diterima."

Tubuh Ira melayang dan mengambang beberapa senti dari lantai kamar.

"Ya ampun belum Kak. Jawabnya.. waktu.. aku bilang.. gini.. Kak Jihan mau tidak, jadi pacarku?"

"Diterimaaa!!"

Hei. Guys. Gue dapat ketukan pintu. Nina mau nongol di sini. Bolehin ato jangan? Sanin mau ngejemput Jihan, Ra. Jadi, gue dikontek dia karena ngunci pov kalian.

Terdengar suara Fani.

"Oh, bentar," pinta Fani sambil merem dan memajukan wajahnya pada Jihan. Dan yang dituju pun mengikutinya. Terdengar bunyi kecup dari dua bibir mereka yang beradu di perjalanan.

Chii.. ipphh.!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!