"Sayang, ayo bangun!" Pekiknya. "Bukankah ini malam pertama kita, kenapa kamu tidur duluan, sih!?" Ujarnya, mencoba membangunkan sang suami dengan raut wajahnya yang kesal.
Bukannya bangun, sang suami pun malah tidur nyenyak dan mengabaikan rengekan sang isteri.
Setelah menyelesaikan acara pernikahan, dan kini kami pun sudah sah menjadi pasangan suami isteri. Sebut saja kami berdua Victor dan Ziva.
Aku mengenal victor sekitar 4 tahun yang lalu. Setelah masa pendekatan, lalu akhirnya kami bisa sampai menjadi pasangan suami isteri, hubungan kami memang di kenal harmonis oleh orang-orang terdekat.
Umurku dengan Victor hanya beda 2 tahun, dia lebih tua dariku. Meskipun dia di kenal sebagai pria yang cuek, namun aku tidak pernah mempermasalahkan itu sampai sekarang. Aku hanya ingin kita berdua saling percaya satu sama lain dan di jauhkan dari orang ketiga.
Dan tanpa di duga, sesuatu pun terjadi malam ini. Ya, sesuatu terjadi antara aku dan mertua laki-lakiku, sebut saja nama pria itu Heri.
Setelah menyelesaikan akad pernikahan, aku langsung di bawa pulang ke rumah orangtua suamiku dan kami berencana tinggal di sana untuk sementara waktu.
Saat itu....
"Ck, menyebalkan! Kenapa Victor malah tidur sih? Seharusnya kita menghabiskan malam pertama kita saat ini."
Aku menggerutu saking kesalnya pada suamiku. Aku duduk di kursi sambil menikmati wine yang sudah tertuang di dalam gelasku. Tanpa sadar, aku sudah menghabiskan satu botol wine yang akhirnya membuatku mabuk.
Waktu sudah menunjukan pukul 01:00 malam. Hawa dingin mulai masuk dan menyelimuti tubuhku. Aku pun beranjak dari dudukku, lalu mencoba melangkahkan kakiku kembali.
"Shhttt.."
Aku menyentuh kepalaku yang terasa sakit bahkan tubuhku tidak bisa berdiri dengan seimbang.
Srukkk
Pandanganku mulai sedikit kabur, kali ini aku benar-benar sangat mabuk. Aku mencoba berjalan dengan pelan sambil meraba-raba pada dinding. Lalu tanpa sadar, aku pun sudah sampai di depan pintu kamar.
"Ah, sial. Harusnya malam ini kita bersenang-senang. Tapi suamiku malah tidur nyenyak."
Yang membuatku kesal, aku belum pernah merasakan apa itu nikmatnya malam pertama. Namun aku paham, Victor mungkin kelelahan karena upacara pernikahan kami yang berlangsung cukup lama.
Ceklek
Pintu terbuka. Aku membukanya dengan pelan sambil meraba-raba dinding kamar. Suasananya nampak sedikit berbeda.
"Kenapa lampunya mati? Ah, apa aku tadi sempat mematikan lampunya?"
Aku bergumam dan berjalan pelan menuju arah ranjang. Meskipun kamarnya dalam keadaan gelap, aku terus melangkah dan rasanya ingin cepat sampai di ranjang tersebut.
Setelah memastikan aku sampai di depan ranjang, dengan cepat aku langsung naik lalu merebahkan tubuhku dengan tidur terlentang.
Brukh
"Eh, apa ini?"
Karena dalam keadaan gelap, aku tak sengaja menyentuh sesuatu yang empuk dan juga hangat. Benda yang ku sentuh itu seperti roti, berbentuk kotak dan empuk. Saking penasarannya, aku terus menyentuh benda tersebut dan mengelusnya dengan pelan.
"Lembut sekali, apa ini--"
"Shhttt..."
Seketika, aku mematung karena mendengar seseorang meringis seperti menahan sesuatu. Dan aku pun menduga, jika itu adalah suara suamiku.
"Sayang, ada apa? Apa ada yang sakit?"
Bukannya menjawab, Victor malah terdiam. Aku pun mengabaikannya dan langsung memeluk suamiku.
"Haish.. Aku ingin merasakan apa itu malam pertama. Aku benar-benar ingin merasakan benda ini masuk ke dalam milikku." Gumamku, sambil menyentuh benda di balik celana suamiku.
"Ah... Jangan menyentuhnya..!"
Karena mabuk dan kepalaku masih terasa sakit, aku mendengar suara yang samar, seperti suara berat dari seorang pria.
Hatiku bertanya-tanya, benda yang ku sentuh ini tiba-tiba membesar, apa ini akan muat jika di masukan ke dalam milikku?
"S-sayang, i-ini..."
Dengan bodohnya aku malah meremat benda tersebut dan menyentuh ujungnya yang mengeluarkan cairan.
Srettt
"Berhenti menggodaku, hah!" Pekiknya sedikit membentak.
Mendengar suara teriakan itu, aku pun langsung menarik kembali tanganku dan menelan ludah susah payah.
"M-maaf."
Suamiku berbalik dan kini menghadap ke arahku. Aku merasakan aroma nafas mint dari hembusan nafasnya. Entah kenapa, aroma tersebut seketika membuat tubuhku meremang.
"Kenapa kamu ada di kamarku?"
"Eh, apa maksudmu, sayang? Aku kan harus tidur di sini juga. Kita kan sudah sah menjadi suami isteri? Apa itu menjadi masalah bagi--"
"Buka matamu, aku ini mertuamu, Ziva!"
Degh
Seketika, akupun mematung saat mendengar ucapan tersebut. Aku berfikir, ini pasti hanya akal-akalan suamiku karena aku sudah mengganggu waktu tidurnya.
"Pfttt.. Sayang, berhenti bercanda. Aku tahu kamu sedang tidur nyenyak dan enggan di ganggu, alasanmu mengatakan itu, benar-benar tak masuk ak--"
"Ck, ternyata kau mabuk!" Ucapnya dengan cepat menyela.
Ya, memang benar, aku masih dalam keadaan mabuk. Aku tidak bisa membedakan siapa pria yang ada di depan mataku ini. Dan faktanya, aku telah masuk ke dalam kamar yang salah.
"Berhenti beralasan, Victor. Cepat setubuhiku, aku ingin kita melakukan malam pertama!"
Aku dengan tegas meminta pada seseorang yang masih ku anggap jika itu adalah suamiku. Saking kesalnya, aku bahkan menarik tengkuk leher pria itu dan menciumnya dengan rakus.
Cup
Saat itu aku masih belum sadar, jika pria yang ku cium ini adalah mertuaku sendiri, yaitu Heri. Awalnya mertuaku ini merapatkan bibirnya dan menunjukan ekspresi terkejutnya saat aku tiba-tiba menyambar bibirnya. Namun karena nafsuku yang tidak tertahankan, aku menggigit bibir bawahnya dan membuat lidahku seketika masuk menerobos ke dalam sana.
"Hmphhh!!"
Andai aku sadar, jika pria yang ku cium ini adalah mertuaku sendiri. Dan lebih gilanya lagi, aku memimpin ciuman tersebut bahkan menindihnya. Bisa kalian bayangkan, aku berada di atas, sedangkan mertuaku berada di bawahku.
"Sayang, aku benar-benar menginginkannya, cepat masukan benda itu, aku ingin merasakannya."
Aku menatap sayu pada seseorang yang masih ku duga jika itu adalah suamiku. Aku melepaskan pakaianku dan membuat pria itu terkejut.
"Hei, apa yang kau--"
"Sutttt...!" aku menutup bibirnya dengan jari telunjukku. "Kau bisa memarahiku besok saja, yang penting kita lakukan itu malam ini!"
"Astaga, kau benar-benar menguji kesabaranku. Jangan salahkan aku jika besok kau akan menyesal, Ziva!" Ucapnya, sembari meremat bokongku dengan kuat.
Heri, dia adalah seorang duda yang di tinggal kabur oleh isterinya saat Victor berusia 5 tahun. Sampai saat ini, isterinya itu tidak pernah menunjukan batang hidungnya lagi. Pria itu bahkan enggan menjalin hubungan dengan wanita manapun karena trauma tersebut.
Malam ini aku telah melakukan kesalahan besar dalam hidupku. Aku dan mertuaku menghabiskan malam yang panas di mana yang harusnya aku menghabiskan malam pertamaku dengan suamiku.
Aku telah mengganggu singa yang haus akan belaian. Aku dan mertuaku benar-benar melakukan dosa yang besar di malam ini. Namun, saking mabuknya, aku tidak sadar jika pria yang ada di atasku ini adalah mertuaku, bukan suamiku. Dan lebih gilanya, aku malah menikmati setiap sentuhannya yang membuat tubuhku seperti kesetrum.
Mertuaku melebarkan kedua kakiku dan bersiap-siap untuk memasukan benda miliknya.
"Karena kau yang memulai duluan, aku tidak akan berhenti meski kau memintaku berhenti."
Jleb
"Ahh...."
Mertuaku memasukan benda tersebut dengan sekali hentakan. Aku merasakan sakit yang luar biasa, bahkan milikku terasa robek dan juga perih.
"S-sakit.. Berhenti, a-aku tidak ingin melakukannya!"
Bukannya berhenti, mertuaku malah memaju-mundurkan pinggulnya dengan cepat dan melakukannya secara kasar. Rasa yang tadinya perih pun, kini tiba-tiba berubah menjadi nikmat, aku menikmati benda besar tersebut yang bergerak di bawah sana.
"Ah.. Ah.. Lakukan dengan pelan.."
Desahan demi desahan mulai keluar dari mulutku. Ternyata, inilah nikmatnya malam pertama, aku menyesal tidak melakukannya dari dulu.
Malam ini benar-benar malam yang panjang. Malam yang tadinya dingin, kini berubah menjadi malam yang panas. Aku melakukan dosa terlarang bersama mertuaku sendiri.
Entah apa yang akan terjadi besok...
"Ziva, bangun!"
Seseorang menepuk pelan pipi Ziva dan mencoba membangunkannya. Namun, wanita itu masih saja terlelap dalam tidurnya, padahal posisi dia saat ini sedang duduk.
Puk!
Victor, ia sedari tadi mencoba membangunkan sang isteri yang terlihat tidur di luar pintu kamar, ia bahkan merasa heran, kenapa Ziva tertidur di luar pintu kamar ayahnya.
"Lagi... Masukan pelan-pelan..."
Ziva bergumam di sela-sela tidurnya. Sang suami pun mengerutkan dahinya merasa heran, apa yang sedang Ziva mimpikan? Ucapannya terdengar ambigu.
Ceklek
Pintu kamar pun terbuka.
"Eh...." Victor terkejut saat pintu kamar ayahnya terbuka, ia pun dengan cepat menangkap tubuh Ziva yang hampir terjatuh ke belakang.
Dugh
"Aduh!"
Ziva terbangun saat kepalanya sedikit terbentur ke arah pintu.
"Lho, ada apa ini?" Ucap seseorang menatap terkejut ke arah Ziva dan Victor. "Apa yang kalian lakukan di luar pintu kamar ayah?"
Ya, itu Heri. Ia terkejut saat melihat menantu dan juga anaknya tiba-tiba berada di luar pintu kamarnya. Arah mata Heri tertuju pada Ziva, ia mengingat akan kejadian semalam yang seperti mimpi baginya. Heri pun dengan cepat langsung memalingkan wajahnya dan mengatur ekspresinya.
"Sayang, kamu gak papa?" Tanya Victor, menangkup wajah Ziva.
Ziva mengucek matanya dan menatap wajah sang suami yang kini ada di depan matanya. "Eh, aku tidak papa. Ada apa memangnya?"
Suara Ziva sedikit serak, menandakan kalau dia baru bangun tidur.
"Kamu tidur di luar pintu kamar ayah."
Seketika, mata Ziva melotot dengan sempurna. Ia terkejut dengan ucapan suaminya lalu mendongak menoleh ke belakang. Dan benar saja, ia tertidur di luar pintu kamar mertuanya, bahkan ia hanya memakai kimono yang memperlihatkan belahan dadanya.
Heri kembali melirik Ziva, ia pun menelan ludahnya susah payah saat melihat belahan dada menantunya yang terpampang jelas. Tentu saja Heri teringat akan kejadian semalam, saat itu meremas benda bulatan kenyal tersebut dan memberikan beberapa tanda kepemilikan di benda tersebut.
Dengan cepat Victor langsung membenarkan pakaian isterinya. Ia pun membantu Ziva berdiri lalu membawanya ke kamarnya.
"Ayah, kami permisi dulu." Ujarnya, langsung pergi.
Heri hanya bisa terdiam dan menatap punggung mereka berdua yang semakin jauh. Dan sialnya, gak ada angin gak ada hujan, sesuatu di bawah sana tiba-tiba berdiri tegak.
"Sial, kenapa kau baperan sih?!" Umpatnya menggerutu. "Baru melihat belahan dada saja kau langsung bangun, apalagi melihat belahan yang lain."
Dan setelah itu....
Setelah menyelesaikan ritual mandinya, Ziva sejak tadi menatap cermin cukup lama. Ia mencoba mengingat sesuatu yang terjadi semalam. Bisa di bilang ia tak terlalu ingat, kadar alkohol yang ia minum terlalu tinggi, sehingga membuatnya mabuk dan tak ingat apapun.
"Kenapa di sekitar sini ada tanda-tanda merah? Apa semalam aku di gigit nyamuk?"
Wanita itu terus bergumam, ia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun sialnya, kejadian semalam tak membuatnya ingat.
"Shhttt.. Kenapa juga area bawahku terasa perih sekali?" Gumamnya meringis.
Ceklek
Pintu kamar terbuka. Ziva pun langsung menoleh ke asal suara tersebut.
"Sayang, ayo kita sarapan dulu!" Sahut Victor.
Ziva mengangguk cepat lalu berdiri. "Ah, ya."
Mereka berdua pun keluar kamar lalu berjalan ke arah meja makan. Saat berjalan Ziva merasa ada yang berbeda dengan dirinya, tubuhnya sakit dan berjalan pun terjinjit-jinjit.
"Apa kamu semalam minum wine?" Tanya Victor, menatap sang isteri dengan intens.
"Eh..?" Ziva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu memalingkan wajahnya karena takut. "S-sedikit, kok."
Victor menghela nafasnya sejenak, mau bagaimana pun ia tak bisa memarahi isterinya itu.
"Baiklah, aku akan mengampunimu untuk hari ini. Sebagai gantinya, aku ingin kita melakukan sesuatu yang tertunda di malam pertama kita."
Langkah Ziva tiba-tiba terhenti, ingatan samar-samar mulai muncul. Ia teringat di mana semalam telah melalukan sesuatu.
Dalam hatinya berkata. "Aku ingat, semalam kita sudah melakukan hubungan suami isteri di malam pertama kita, tapi kenapa Victor menyebutnya tertunda? Bukankah kita sudah melakukannya?"
"Tunggu, bukankah semalam kita sudah melakukannya?" Tanya Ziva, menatap Victor.
"Haaa?"
Victor tercengang akan jawaban Ziva. Apakah isterinya itu sedang bercanda? Semalam dirinya bahkan tertidur, bagaimana melakukannya?
"Astaga, sepertinya kamu bermimpi, deh. Kita belum melakukannya, sayang. Aku kelelahan semalam dan tidur duluan, bagaimana aku bisa melakukannya dalam keadaan tidur?"
Ziva semakin kebingungan. Ia yakin kalau semalam itu bukan mimpi, buktinya area bawahnya terasa perih. Bukan hanya itu, ada bercak darah juga di baju yang ia kenakan semalam.
"Jika Victor tidak melakukannya, lalu aku bercinta dengan siapa?" Gumamnya, tiba-tiba panik.
Tap
Tap
Tap
"Kenapa kalian berdua berdiri di sini, ayo kita makan bersama." Ucap Heri.
Lamunan Ziva langsung buyar, ia pun langsung menoleh menatap sang mertua dengan tatapan intens.
Degh
"Jangan bilang, semalam aku melakukannya dengan ayah mertua?"
Tepatnya pada pukul 13:00 siang. Victor berpamitan untuk pergi keluar sebentar. Bukan tanpa alasan, ia pergi untuk membeli obat karena sang isteri tiba-tiba demam.
"Jangan lama-lama!" Ujar Ziva, merengek manja.
Victor mengangguk pelan sebelum menjawab. "Ya, aku akan langsung pulang setelah membeli obat."
Tak lama kemudian, Victor pun beranjak dari duduknya lalu melangkahkan kakinya keluar kamar. Ziva pun hanya terbaring lemas dan demamnya pun semakin tinggi.
Setelah perginya Victor, Ziva memejamkan matanya mencoba beristirahat sejenak. Tubuh wanita itu tiba-tiba menggigil dan wajahnya pun berubah pucat pasi.
Ceklek
"Ziva...!"
Seseorang masuk ke dalam kamar Ziva sembari membawa nampan yang di atasnya terdapat mangkuk berisi bubur. Seseorang tersebut yang tak lain adalah Heri, sang ayah mertua.
Setelah mendengar kabar jika menantunya sedang demam, dengan sigap pria itu membuatkan bubur dan menyiapkan handuk kecil untuk mengompres Ziva. Entah kenapa rasa khawatir Heri semakin memuncak, apalagi saat mendengar menantunya sakit, pria itu langsung menunjukan raut wajahnya yang cemas.
Tap
Tap
Tap
Heri berjalan pelan ke arah Ziva. Ia menatap wanita itu sedang menggigil kedinginan, lalu dengan cepat ia pun mendekat.
"Ziva." Ucap Heri, sembari menyimpan nampan yang ia bawa di atas nakas.
Pria itu duduk di samping ranjang sambil menatap Ziva. Tanpa ragu, Heri mencoba menyentuh kening Ziva untuk memastikan keadaannya.
"Sial, demamnya tinggi sekali." Umpatnya, terkejut.
Rasa khawatir semakin memuncak, Heri dengan sigap mengambil handuk yang sudah ia siapkan untuk mengompres Ziva. Ia pun merasa sedikit bersalah, mungkin saja menantunya sakit gara-gara kejadian semalam.
"Maafkan ayah, mungkin ini gara-gara semal--"
"Hachiiiiiiii!!"
Heri terlonjak kaget saat mendengar Ziva bersin. Ziva bahkan langsung membuka matanya dan menatap samar ke arah mertuanya.
"Ah, apa itu kau, ayah?" Tanya Ziva, dengan suara yang serak.
"Ya, ini aku. Apa kamu baik-baik saja?"
Ziva hanya mengangguk pelan. Ia pun tak membalas ucapan Heri dan hanya memasang wajah sendunya.
"Kamu tak sempat makan dengan benar, ayah sudah membuatkanmu bubur, bisakah kamu bangun dulu? Kamu harus makan!"
Sekali lagi Ziva tak membalas ucapan mertuanya, ia malah menggelengkan kepalanya menandakan kalau ia tak nafsu makan.
Sebenarnya Ziva saat ini merasa canggung, ia benar-benar takut jika kejadian semalam itu adalah kenyataan. Meskipun ingatannya samar-samar, hatinya cukup yakin, bahwa semalam telah terjadi sesuatu di antara ia dan juga mertuanya.
"Ziva.. Jika kamu seperti ini, kasihan nanti suamimu, ayo bangun, biar ayah suapin kamu." Ujarnya, bernada lembut.
Ziva langsung menatap sang mertua dengan intens, ada sesuatu dalam dirinya seperti ingin meyakinkan sesuatu.
Srukkk
Ziva mencoba bangun dengan pelan, kemudian ia mengubah posisinya menjadi duduk dan saling berhadapan dengan Heri. Rasa penasaran pun semakin memuncak, dengan sedikit keberanian, ia pun mencoba bertanya pada Heri.
"A-ayah, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Ucap Ziva, sedikit gugup.
Sebenarnya Heri paham apa yang ingin Ziva tanyakan. Namun ia pura-pura tak tahu dan mengangguk pelan saat Ziva ingin menanyakan sesuatu.
"Ya, katakan saja." Ujarnya, tersenyum tipis.
Wanita itu mengatur nafasnya sejenak sebelum bertanya. Sebenarnya Ziva sedikit takut, namun karena ingin memastikan tentang apa yang terjadi semalam, ia mencoba memberanikan diri.
"Ayah, kapan terakhir kali ayah melakukan hubungan badan dengan seorang wanita?"
"Uhukkk, apa?!"
Pertanyaan Ziva membuat Heri sedikit syok. Ia mengira jika menantunya itu akan menanyakan tentang kejadian semalam, namun ternyata pertanyaannya di luar dugaan.
"Kenapa? Apa ayah sering bermain dengan wanita-wanita di luar sana?" Celetuknya lagi.
Dan benar saja, pertanyaan Ziva membuatnya benar-benar terpojok. Meski pertanyaannya itu terdengar konyol, mau bagaimana pun ia tak pernah bergonta-ganti wanita, apalagi hanya untuk menyalurkan hasrat seksualnya saja.
"Tidak. Mungkin ucapanmu ada sedikit benarnya. Tapi, ayah tidak sampai melakukan hubungan badan, ayah hanya meminta mereka untuk memuaskan milik ayah saja, tidak lebih."
Heri menjelaskan panjang lebar pada menantunya tanpa rasa malu atau di tutup-tutupi.
"Ah, begitu ya..." Ziva mengangguk paham, sembari memalingkan wajahnya.
Srettt
Heri menundukan kepalanya menjadi semakin dekat dengan wajah Ziva.
"Namun ayah juga akan jujur. Semalam, ayah sudah melakukan hubungan badan dengan seseorang."
Degh
Ziva dengan cepat langsung menoleh. Wajah mereka hampir bertabrakan, mata keduanya saling beradu pandang dengan jantung yang tiba-tiba ikut berdetak.
Ingatan tentang semalam menjadi semakin jelas, apalagi dengan aroma nafas mint Heri, itu sama persis dengan aroma nafas seseorang yang sudah menghabiskan malam pertama dengan Ziva.
"A-apa maksud ayah?" Ucapnya terbata-bata.
"Kau akan mengetahuinya jika memastikan satu hal ini."
Tanpa aba-aba, Heri langsung menarik tengkuk leher Ziva agar semua ingatan tentang semalam, bisa Ziva ingat kembali.
Cup
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!