NovelToon NovelToon

Langit Memerah Di Pajang

#1 Memancing.

" Apa yg kau lakukan itu Wedha !?"

Terdengar suara seorang perempuan dari dalam rumah yg sangat reot itu.

" Wedha ingin memancing Mak,..Wedha ingin makan ikan malam ini " sahut bocah lelaki yg berusia tiga belas tahun.

Memang tubuh nya nampak jangkung karena ia terlihat sangat kurus, wajah nya agak kehitaman , di tambah lagi rambut gimbal nya, untuk sebahagian orang akan menyangka bahwa anak ini bukan lah seperti anak manusia kebanyakan.

Mungkin ia merupakan keturunan dari makhluk yg tak kasat mata.

Walau sebenar nya ia adalah anak seorang petani biasa.

" Mengapa aku seperti mak ?"

Pernah suatu kali bocah itu bertanya kepada orang tua nya ini mengenai keadaan diri nya.

Tetapi orang tua nya ini enggan untuk menjelaskan apa yg telah terjadi.

" Mak, benarkah Wedha ini adalah seorang keturunan genderuwo ?" tanya nya lagi kepada sang ibu.

" Hushhh,..aja ngomong kayak begitu, bapak mu itu adalah seorang petani biasa yg dahulu nya merupakan prajurit Jipang , ia sangat gagah sekali , maka nya wajah mu ini mirip dengan nya '" jelas sang ibu kepada bocah itu.

" Tetapi orang-orang memangil ku dengan sebutan, anak genderuwo,..mak ,..mereka mengatakan wajah ku ini mirip dengan makhluk itu, di tambah lagi rambutku yg gimbal ini,..ah,...pantaslah memang aku di sebut mereka dengan panggilan seperti itu " ujar Danurwedha lagi sambil memainkan rambut nya yg keriting tebal tersebut.

" Tidak !,mereka itu salah ,..kau adalah anak seorang manusia yg sangat baik, hanya sayang,..ia terlalu cepat pergi nya,..bapak mu pasti akan senang bila melihat mu seperti ini Wedha,..yakin lah,..kau itu adalah anak manusia biasa seperti yg lain " terang ibu nya sambil membelai rambut nya yg gimbal itu.

Danurwedha terdiam , ia merasa bahwa sang ibu hanya berusaha menyenangkan nya saja , padahal tidak demikian kenyataan nya.

Ia sering kali di ejek dan di hina atas penampilan nya ini, yg sebenar nya ia sendiri tidak minta untuk di lahirkan seperti itu.

Ahh,..seandainya aku bisa terlahir kembali tentu aku akan meminta lahir sebagai seorang yg biasa seperti orang kebanyakan yg tidak terlihat aneh seperti ini, berkata bocah itu di dalam kesendirian nya.

Untuk itu lah ia sangat jarang sekali bergaul dengan anak-anak kademangan yg lain.

Sebab ia akan menjadi bahan ejekan mereka bila telah berada bersama dengan anak-anak sebaya nya.

Sehingga Danurwedha lebih banyak menyendiri di rumah nya yg memang cukup terpencil di temani oleh ibu nya yg seorang janda.

Mereka hidup sangat kekurangan, beruntung memang ada sepetak sawah yg tidak terlalu luas yv mereka miliki.

Dari sawah nya ini lah kedua nya dapat menyambung hidup , dengan di tambah lagi , usaha dari ibu nya yg menjadi buruh serabutan.

Bagi Danurwedha , kehidupan yg di jalani nya memang sangat tidak menyenangkan.

Ia akan pergi ke kali atau pun sungai untuk melepaskan kepenatan hati nya yg sangat sulit untuk beradaptasi dengan warga sekitar nya.

Nyi Sumi, ibunda nya bukan tidsk mengerti akan hal tersebut, namun diri nya pun tidak bisa berbuat apa-apa , karena tekanan dari warga sekitar nya yg menganggap mereka ini adalah sampah , orang yg telah berkhianat atas Demak dan Pajang yg sebagai kepanjangan kekuasaan setelah Kerajaan Demak runtuh.

Bapak Danurwedha merupakan pengikut setia dan merupakan perwira yg sangat tangguh di bawah kepemimpinan sang adipati Haryo Penansang dimasa memerintah Jipang.

Namun hal itu berubah setelah Pajang berhasil memgalahkan Jipang dan berhasil membunuh sang Adipati Haryo Penansang itu.

Suami dari Nyi Sumi inj pun harus menerima akibat nya, ia di bunuh oleh para prajurit Pajang yg memang sangat membenci prajurit Jipang, apalagi suaminya itu memang sangat di segani oleh prajurit nya di dalam tatanan keprajuritan Jipang.

Wanara adalah merupakan orang dekat dari Patih Matahun.

Bahkan ketika pecah perang di kali bengawan sore,..Wanara menjadi pengawal dari sang Patih Matahun, ia berhasil lolos dari sergapan para prajurit Pajang dengan kemampuan ilmu nya yg cukup tinggi.

Untuk itu lah , banyak pengikut Adipati Hadiwijayayg kinj telah menjadi raja di Pajang yg sangat membenci Wanara sebagai salah seorang pengikut setia Haryo Jipang ini.

Hal tersebut lah yg membuat kehidupan Nyi Sumi dan anak nya Danurwedha menjadi sulit tinggal di kademangan nya ini.

Sebab mereka masih merupakan keturunan dari kadipaten Jipang.

Yg sebenar nya adalah hanya Rangga Wanara saja lah yv merupakan orang Jipang, kalau ia sendiri memang asli dari kademangan Prambanan ini.

Tetapi tetap saja kebencian itu mengalir kepada mereka yg sebenar nya tidak tahu menahu akan konflik atas Pajang dan Jipang beberapa waktu yg silam.

#2 Memancing.

Itulah yg di rasakan oleh Danurwedha, selain harus menerima kenyataan bahwa diri nya memang merupakan keturunan orang Jipang , bentuk tubuh dan rambut nya pun sangat berbeda dengan anak-anak kebanyakan.

Jadi lah ia menjadi seorang anak yg sangat jarang bergaul dengan anak-anak sebaya nya.

Mungkin saja hanya satu orang saja lah teman nya di kademangan Prambanan ini yaitu Parta.

Bocah seusia nya ini acapkali menyambangi nya dan sering mengajak nya memancing di kali.

Dan seperti hari-hari sebelum nya, Parta pada sore itu pun datang ke rumah nya dengan membawa peralatan menangkap ikan.

" Apakah kau sudah siap Danur ?" tanya Parta kepada Danurwedha.

" Sudah Ta,..aku sudah siap untuk berangkat !" sahut Danurwedha.

Bocah itu pun berpamitan kepada ibunda nya.

" Bu !, Wedha berangkat " seru nya agak keras.

" Ya,..cepat pulang, jangan terlalu malam, seperti nya malam ini akan turun hujan " sahut ibu nya yg ada di dapur.

" Iya Bu,..!" balas Danurwedha.

Bocah ini pun mengajak Parta untuk berangkat.

Kedua nya pun berangkat dengan membawa peralatan memancing nya.

Dengan bergegas mereka pun menuju sebuah anakan kali yg tidak terlalu lebar dan juga tidak dalam.

Dengan cekatan kedua bocah ini pun menyiapkan peralatan nya, dari memasang umpan pada ujung mata kail nya hingga kedua nya memasang wuwu yg baru

Mereka pun memeriksa wuwu yg mereka pasang kemarin.

Hati kedua bocah ini menjadi sangat senang sekali setelah melihat ada banyak ikan di dalam wuwu itu.

Di dalam nya banyak mereka dapat ikan dalam beberapa jenis.

Ada Wader, ada gabus dan dua ekor lele yg lumayan besar.

Danurwedha segera memasukkan hasil tangkapan wuwu nya ini ke dalam sebuah wadah yg memang sengaja ia bawa dari rumah.

Baru kedua nya pun naik kembali ke atas, dimana pada saat itu gerimis pun telah turun.

" Sebaik nya kita periksa pancing kita itu , Danur " ajak Parta.

Kedua nya yg sudah basah kuyup karena berendam di dalam kali di tambah lagi hujan pun turun dengan deras nya.

Dengan cukup cepat mereka mmeriksa kail nya , dan terdapat beberapa buah yg berisi ikan hasil pancingan itu.

Tidak menunggu lama , mereka pun telah selesai dengan mengumpulkan hasil pancingan nya.

Baik Parta maupun Danurwedha segera mencari tempat berlindung dari deras hujan.

Pada sebuah batang pohon yg cukup rindang , mereka pun duduk di sana menunggu hujan berhenti.

Secara perlahan , hari pun terus merambat, dan beranjak malam.

Sesekali terlihat kilatan cahaya halilintar yg menyambar.

" Mungkin sebaik nya kita kembali saja Ta,.." ucap Danurwedha kepada teman nya ini.

" Mungkin memang sebaik nya begitu,..kita tidak tahu sampai kapan hujan ini akan berhenti " sahut Parta.

Tidak menunggu lama , mereka berdua pun bangkit dari duduk nya dan langsung berlarian dari tempat itu.

Sebab keadaan yg sudah sangat gelap , di tsmbah lagi guyuran hujan yg begitu deras nya, memaksa mereka untuk meninggalkan tepian kali.

Di selingi oleh cahaya kilatan halilintar yg menyambar-nyambar, kedua nya berhasil tiba di rumah Danurwedha dengan selamat.

Di depan pintu rumah yg cukup kecil ini, berdiri lah Nyi Sumi yg memang dengan sengaja menunggu putra satu-satu nya ini.

" Ibu sangat khawatir, kalian berdua belum kembali , hampir saja ibu akan menyusul mu , sana cepat mandi dan ganti pakaian mu itu Wedha,.ajak sekalian nak Parta " ujar Ibunda nya .

" Baik bu ,..mari Ta !" ucap Danurwedha.

Kedua nya pun masuk ke pakiwan yg ada di belakang rumah ini.

Dalam keadaan masih turun hujan, baik Danurwedha maupun Parta segera mandi di pakiwan.

Mereka berdua masih sempat bercanda dengan saling siram dengan menggunakan air.

Setelah puas baru lah kedua nya masuk ke dalam rumah.

Parta di berikan pinjaman pakaian bersih dan kering milik Danurwedha.

Meski agak sempit , karena tubuh Parta lebih besar dari Danurwedha , tetapi tetap saja bocah itu menggunakan pakaian yg di pinjamkan oleh teman nya ini.

" Minum lah wedang sere hangat ini, Wedha dan Nak Parta,..agar tubuh kalian merasa hangat " kata Nyi Sumi yg menghidangkan wedang sere.

Tanpa menunggu untuk kedua kali perintah dari ibunda nya itu, Danurwedha dan Parta langsung menyeruput minuman hangat yg di campur dengan legen kelapa ini.

Terasa sangat nikmat bagi kedua bocah ini.

Danurwedha pun meminta kepada teman satu-satu nya ini untuk menginap di rumah nya malam ini.

" Ta !, malam ini kau sebaik nya menginap di sini saja, bukan kah hujan masih turun dengan deras nya !" ucap Danurwedha.

" Ndak Bisa Dan,..esok akan ada perayaan di kademangan , oleh ibu ku di minta untuk hadir di banjar kademangan malam ini, bukankah bapak ku adalah seorang Jagabaya " jawab Parta.

Ia memang akan segera pulang ke Kademangan seperti pesan ibunda nya sebelum berangkat tadi.

Hati Danurwedha menjadi sedih mendengar perkataan teman nya ini, ia pun bertanya.

" Memang nya ada acara apa besok di kademangan ?" tanya Danurwedha penuh rasa ingin tahu.

" Besok akan di adakan acara ketangkasan , yg akan diikuti oleh para pemuda kademangan , dan bagi siapa yg berhasil memenangkan acara ketangkasan itu akan mendapatkan hadiah ," terang Parta.

Ia pun menyambung perkataan nya ini dengan meminta kepada Danurwedha untuk datang ke kademangan guna melihat acara itu.

" Pasti akan sangat seru sekali, banyak orang yg akan hadir disana, dan banyak jajanan yg akan di jajakan, kita tinggal memilih saja, apakah kau mau ikut , Dan,..?" tanya Parta.

Dengan senyum kecut, wajah Danurwedha pun menggeleng lemah.

" Ahh !, tidak mungkin Aku hadir di banjar kademangan itu , Ta,.!" ucap nya pelan dengan wajah nya yg tiba-tiba berubah murung.

Di seruput nya lagi minuman hangat yg di sediakan oleh Ibunda nya itu , sambil menguyah sepotong singkong rebus.

Di dalam hati bocah dari Nyi Sumi berjanji untuk tidak mau melihat keramaian yg akan di adakan di kademangan Prambanan itu.

Ia tidak mau menjadi ejekan oleh orang banyak yg akan menambah luka di dalam hati nya.

" Datang saja, nanti aku yg akan menemani mu, dan akan ku katakan kepada bapak, bahwa kau akan menginap di rumahku,..apakah kau mau Dan,..?" tanya Parta lagi.

" Ah,..itu tidak mungkin Ta,..aku akan menjadi bahan ejekan orang-orang kademangan , aku tidak sanggup,..bukan kah kau tahu beberapa waktu yg lalu saat aku ingin ke rumah mu, di sepanjang jalan diri ku mendapatkan ejekan , baik oleh anak-anak,.maupun yg sudah dewasa,..aku tidak ingin hal itu terulang lagi, biar lah aku disini saja, dan esok aku akan pergi ke kali seorang diri " balas Danurwedha dengan kepala di tekuk nya.

Meski keinginan melihat acara ketangkasan itu cukup besar di dalam hati nya, namun ia tidak ingi terluka hati nya seperti beberapa waktu yg lalu, ia mendapatkan ejekan yg sangat menyakitkan hati.

Akhir nya pu Parta tidak dapat memaksa keinginan nya kepada sahabat karib nya ini.

Dengan agak berat hati, ia pun meninggalkan kediaman Danurwedha di tengah guyuran hujan.

Nyi Sumi yg sempat mendengar perbincangan kedua bocah itu langsung bertanya kepada sang anak.

" Apakah kau akan melewatkan kesempatan yg sangat jarang itu anak ku ?" tanya nya kepada sang bocah.

Danurwedha menatap ibu nya, di bawah suara guyuran hujan yg perlahan mulai berkurang ini, ia menjawab pelan.

" Tidak lah Bu!, nanti saja lah kalau aku sudah memiliki sesuatu yg dapat ku banggakan baru Wedha akan mau bergaul dengan penduduk kademangan " sahut Danurwedha.

" Tidak semua orang-orang kademangan itu berhati jahat, masih banyak juga yg baik hati nya, contoh nya seperti nak Parta itu,.ia bisa berteman dengan mu tanpa pernah menghina dan mengejek mu" ungkap ibu nya.

Tetapi itu tidak menggoyahkan pendirian bocah tiga belas tahun ini, ia tetap tidak ingin hadir di kademangan Prambanan tersebut.

#3 Memancing.

Pada ke esokan hari nya, di pagi yg cerah di Prambanan.

Di saat para penduduk nya yg sebahagian besar adalah petani, mereka kini sedang berada di sawah.

Di salah satu tempat di sudut kademangan ini , nampak lah seraut wajah seorang bocah yg tengah asyik membuat sesuatu.

Tangan nya cukup cekatan dan sangat terampil meraut sebatang bambu.

Bambu tersebut di bentuk nya menjadi sebuah bentuk layang-layang.

Akan tetapi kali ini cukup besar bentuk nya.

Setelah selesai ia pun mulai memberikan sentuhan terakhir nya dengan mempergunakan beberapa daun lontar kering sebagai penutup nya.

Sangat baik diri nya melakukan hal tersebut hingga menjadi bentuk layangan yg sangat sempurna.

Bocah berambut gimbal ini pun bangkit dari duduk nya, ia mulai berusaha untuk menaik kan layangan tersebut.

Angin yg semilir yg menerpa wajah nya belum cukup mampu membuat layangan itu untuk bisa naik tinggi.

Namun ketika usaha nya yg cukup gigih itu , Danurwedha pun mampu menaik kan layangan itu terbang tinggi dengan cara berlarian di atas pematang sawah.

Hati bocah itu sangat gembira sesaat, namun ketika ia teringat dengan teman nya, Parta, ia pun menjadi sedih.

Ah,..ternyata bermain seorang diri sangat tidak menyenangkan , pikir nya dalam hati.

Setelah cukup lama, ia pun akhir nya berhenti bermain layangan tersebut.

Dasar bocah, entah kenapa ia sangat ingin melihat keramaian yg ada di banjar kademangan pada hari itu, walaupun ia masih tidak bisa menerima bila akan memdapatkan ejekan lagi.

Tetapi rasa ingin tahu nya mengalahkan rasa malu nya, bocah itu pun perlahan meninggalkan tanah pesawahan nya ini dan berniat menuju ke banjar kademangan.

Dengan langkah yg sangat pelan , ia pun berjalan menuju banjar kademangan.

Di pilih nya jalanan yg jarang di lalui oleh orang lain, ia sebisa mungkin untuk tidak berpapasan dengan orang lain.

Namun ketika mendekati tempat yg di tuju nya itu, tentu saja orang-orang sudah mulai banyak berkumpul.

Mereka datang berduyun-duyun dari berbagai pedukuhan guna menyaksikan keramaian yg di adakan di kadeamngan ini.

Apalagi hadiah nya cukup menggiurkan , dapat menjadi seorang pengawal kademangan, atau kalau ia memang sangat lihai, bisa diangkat menjadi seorang prajurit Pajang.

Untuk itu lah, mulai dari pagi hingga menjelang wayah matahari menggatalkan kulit.

Tempat di sekitar banjar kademangan ini telah ramai.

Memang saat perlombaan adalah wayah matahari menggatalkan kulit.

Di halaman banjar kademangan , orang-orang sudah penuh sesak, mereka berusaha untuk melihat lebih dekat pada acara perlombaan pertama ini.

Di tengah-tengah halaman banjar kademangan berdiri sepuluh orang pemuda yg siap dengan senjatanya yg berupa busur dan anak panah.

Perlombaan kali ini adalah membidik sesuatu yg di gantung di hadapan mereka dalam jarak tiga puluh batang tombak dari para peserta.

Ketika salah seorang yg di tunjuk oleh Ki Demang memberikan aba-aba, maka meluncur lah sepuluh anak panah itu menuju sasaran nya.

Hanya tiga anak panah saja yg yg berhasil mencapai sasaran nya dengan sangat tepat dan sempurna, tujuh yg lain nya gagal.

Di tengah keriuhan acara perlombaan itu, seorang bocah berambut gimbal terus berusaha untuk terap mendekat tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yg aneh melihat nya.

Bahkan tanpa sadar nya ada seorang perempuan paruh baya yg menyeletuk,

" Hei, kok mirip dengan monyet " seru nya agak keras.

Pada saat itu Danurwedha belum terlalu mendengar nya , karena begitu banyak nya orang yg hadir di tempat itu.

Namun begitu , di sambut yg lain dengan agak bergemuruh, ia pun lantas memandangi ke arah orang-orang yg tampak nya sedang mengejek diri nya ini.

Begitu tahu orang-orang tersebut memang mengejek diri nya, wajah bocah itu bersemu merah, bahkan saking marah nya ia , wajah nya pun bertambah hitam.

Semakin orang-orang yg ada di banjar kademangan ini mengejek nya dan mencaci nya, entah darimana asal nya dan siapa yg memulai nya terdengar suara,..

" Anak lutung !"

" Anak lutung !"

" Anak lutung !".

Demikian lah suara itu menggema berkali-kali.

Dan sangat keras sekali terasa di telinga bocah itu , ia pun berteriak dengan keras pula dan lalu lari dari tempat itu dengan sekencang-kencang nya.

Hati nya sangat sedih sekali mendapatkan perlakuan sedemikian itu , padahal awal nya ia terlihat sangat senang, apalagi dapat mengintip perlombaan yg pertama tadi yg menunjuk kan keahlian memanah.

Danurwedha sendiri pun amat senang mempergunakan senjata panah tersebut.

Akan tetapi semua nya ambyar, gegara seorang perempuan yg menyebut nya seperti monyet, diri nya pun mendapatkan ejekan dan cacian yg tak terperi kan.

Bagai kesetanan bocah itu terus saja berlari, hingga tiba di rumah nya yg sedang sepi, sebab ibunda nya tengah berada di sawah.

Bocah itu memanggil-manggil berkali-kali , namun tidak ada jawaban, ia masuk ke dalam juga tidak menemukan ibu nya.

Danurwedha meraih sebilah pisau dapur dan segera membawa nya pergi dari tempat itu.

Ia berjalan sendirian menuju ke kali yg memang tidak terlalu jauh dari tempat nya itu.

Hati nya memang sedang marah, ia sudah kalap sekali, di dalam dada nya hanya ada satu cara , yaitu menghabisi hidup.

Untuk apa hidup kalau hanya menjadi bahan ejekan orang

Memang meski berusia tiga belas tahunan, akan tetapi tenaga bocah ini layak nya seorang dewasa, ia amat kuat dan cekatan.

Sehingga dalam sekejap saja diri nya mendapatkan sebuah sulur yg cukup panjang yg di dapatkan dari batang pohon besar tersebut.

Di bawa nya sulur tersebut dan mulai ia sangkut kan pada sebatang pohon yg lain yg ada di tepian kali.

Hati nya sudah sangat mantap untuk mengakhiri hidup.

Setelah dirasa nya pas, bocah itu pun naik ke sebuah akar pohon itu dan meletakkan sulur tadi yg menggantung itu di leher nya.

Ia merasa sudah tidak tahan lagi menanggung malu,lebih baik mati daripada harus menderita begini, pikirnya.

Tetapi ketika sulur tersebut telah ia letak kan di leher nya, terdengar lah suara yg cukup keras.

Bukan lah sikap seorang ksatria mengakhiri hidup nya sendiri, seorang ksatria itu adalah orang yg mampu menahan rasa nya sakit meskipun itu hampir merenggut nyawa nya, seorang ksatria itu adalah yg sabar dan weĺas asih tidak terpengaruh oleh perkataan orang lain, gantung lah cita-cita mu , bukan tubuh mu,..

Suara itu menggema di dalam dada bocah berambut gimbal ini , secara perlahan ia pun melepas kembali sulur tadi yg sempat melilit leher nya.

Di pandangi nya tempat tersebut, tidak ada seorang pun , perlahan ia berjalan menjauhi tepian kali dan masuk agak lebih dalam lagi ke bagian semak belukar.

Hati nya sangat penasaran ketika mendengar suara tadi.

Dimanakah orang itu?

Itu lah pertayaan yg menggelayuti nya.

Semakin jauh ia berada di dalam semak belukar ini, ia tidak juga menemukan apa yg di cari nya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!