Ahh...
Terdengar lenguhan penuh kenikmatan dari kamar kakaknya. Sandrina berjalan mendekat untuk lebih memastikan kalau pendengarannya tidak salah bahwa suara pria yang saling bersahutan dengan sang kakak adalah suara tunangannya, Tommy blanker
Begitu dia tepat dihadapan pintu kamar sang kakak dimana celah pintu sedikit terbuka seakan memang disengajakan untuk membuat kegiatan mereka menjadi suatu tontonan bagi seseorang. Sandrina tercekat dengan apa yang dilihatnya. Kakaknya sedang bergumul dengan tunangannya, ya... Tidak ada yang salah mendengar. Pria yang saat ini sedang bergerak lincah diatas tubuh sang kakak adalah tunangannya yang sudah dua tahun menjadi kekasihnya Sandrina.
Air mata Sandrina luruh tanpa bisa ditahannya. Hatinya jelas sakit dengan apa yang dilihatnya. Sungguh pengkhianatan ini sangat keterlaluan. Kenapa harus kakaknya yang menjadi tempat tunangannya berbagi suhu tubuh. Kenapa harus kakaknya?
Braakkk...
Dengan luka yang menganga di hati, Sandrina menggebrak pintu keras-keras dan membukanya lebar-lebar, seakan sedang mempertontonkan hal hina apa yang sedang pasangan ja lang didepannya suguhkan
Karena ulah Sandrina, Tommy yang baru saja mereguk nikmatnya dunia itu terkejut
"Sandrin.." panggilnya dengan mimik wajah terkejut, sedang sang kakak, Odette Geisler hanya menatapnya dengan ekspresi malas, sama sekali tidak merasa bersalah, seakan apa yang dilakukannya adalah hal yang wajar dan sama sekali tidak merasa berdosa sama Sandrina
"Kalian benar-benar tidak punya hati! Kenapa melakukan ini semua padaku?" teriak Sandrina marah bercampur kecewa. Selama ini dia pikir Tommy tulus mencintainya, dan sudah menaruh banyak harapan pada pria itu yang nyatanya sama seperti banyak lelaki di luaran sana, sampah!
Sandrina Geisler, itulah nama yang saat ini disandangnya. Dia tinggal dalam keluarga yang lengkap, setidaknya bagi kakaknya. Tetapi kelengkapan itu tidaklah membuatnya seperti hidup di rumahnya sendiri. Dia sendirian, dikucilkan, dan membaluti diri dalam kesepian. Semua miliknya dirampas, dari yang besar dan bahkan untuk hal kecil pun diambil, dan perampasnya adalah sang kakak, Odette
Lihatlah kini, bahkan tunangannya pun diambil sang kakak yang bahkan tidak menyisakan sedikitpun kebahagiaan baginya. Semuanya dirampas dengan begitu kejamnya
"Sandrin, ini tidak seperti yang kau bayangkan! Aku bisa menjelaskannya padamu." Tommy angkat bicara seraya menggapai selimut dan turun dari ranjang memunguti celananya yang berserakan dilantai.
Apa Tommy bilang! Menjelaskan! Dan apa yang saat ini Sandrina lihat bukan seperti apa yang dia bayangkan. Wah!... Naif sekali Sandrina jika percaya omongan pria itu setelah melihat ini semua dengan mata kepalanya sendiri. Bahkan orang buta pun akan tahu apa yang sudah mereka lakukan hanya dengan mendengar suaranya saja, dan Tommy berharap dapat membohongi Sandrina kembali dengan kalimat 'aku bisa menjelaskannya'. Sungguh lucu sekali pria itu
Tidak lagi peduli dengan Tommy yang sedang mencoba memakai celananya, Sandrina berbalik hendak meninggalkan pasangan hina itu, namun langkahnya kembali terhenti saat sang ibu tiba-tiba ikut masuk kedalam kamar yang menjadi saksi tunangan brengsek dan kakak sialannya memadu kasih
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" tanya perempuan paruh baya yang bernama Meisha dan dikenali sebagai ibunya Sandrina oleh Odette dan Tommy
"Tau tuh! Tanya aja sama anak bibi." sahut Odette, sang kakak yang tadinya hanya diam dengan pandangan sinis pada Sandrina
Sandrina yang mendengar itu hanya bisa mengepalkan tangannya erat sambil berusaha tetap tegar. Jangan sampai air matanya luruh dihadapan para pemain sandiwara itu semua
"Dasar anak Sial! Kenapa kamu ada disini? Apa mau mengganggu kakakmu?" Meisha bertanya seraya memukul kasar bahu Sandrina yang jelas terasa sakit, tapi gadis yang baru saja dihadapkan pada pengkhianatan itu masih bisa menahan rasa sakit itu, karena jelas rasa sakit bahunya tidak sesakit hatinya sekarang
"Tapi bu, kakak tidur dengan tunanganku!" belahan bibir Sandrina terbuka, menjawab dengan fakta. Namun, alih-alih mendapatkan pembelaan dan keadilan. Gadis itu harus rela menerima saat tangan Meisha bergerak cepat menghantam pipi mulusnya
Tamparan itu sangatlah menyakitkan tapi tidak ada yang mencoba membantunya. Odette diatas ranjang tertawa puas melihatnya, sedang Tommy yang kini sudah bercelana hanya diam bingung melihatnya
"Lalu dimana letak salahnya, hah? Bukankah milikmu itu semuanya berasal dari kakakmu! Ingat posisimu Sandrin," ucap Meisha dengan tegas sama sekali tidak ada simpati pada putrinya yang baru saja ditamparnya
Tanpa menyahut ataupun menjawab lagi, akhirnya Sandrina melangkah cepat meninggalkan ruangan itu, mengabaikan panggilan sang ibu yang memanggil dan mengata-ngatainya tak sopan dan kurang ajar.
Sebenarnya keluarga macam apa yang Sandrina jalani? Jawabannya jelas akan sangat panjang, karena Sandrina sendiri pun terlalu malas untuk menjelaskan. Intinya dia dan Odette memang kakak beradik, tapi mereka berdua beda ibu dengan ayah yang sama
Meisha adalah ibunya Sandrina, sedang ibunya Odette sudah lama meninggalkan dunia ini. Ibunya Sandrina hanyalah wanita desa yang miskin, sedang ibunya Odette adalah wanita kaya dan anak tunggal dari pengusaha kaya hingga seluruh harta kakeknya Odette jatuh ke tangan sang ibu, dan sekarang harta itu terdata atas nama Odette dengan syarat Odette menikah dengan anak dari sahabat mamanya, dan pria itu adalah putra tunggal dari pengusaha terkaya di kota tersebut. Pria yang dijodohkan dengan Odette bernama Bastian Helford.
Setelah kematian ibunya Odette, ayahnya membawa Meisha ke rumah besar peninggalan mendiang Angela Harper, ibunya Odette. Lalu ayahnya membuat Sandrina terdata sebagai anak adopsi karena kasihan padanya hingga akhirnya Sandrina ikut tinggal bersama keluarga itu, namun hanya sebatas anak angkat. Padahal nyatanya dia juga anak kandung ayahnya, bukan cuma Odette
Meisha dinikahi oleh sang ayah dan dia dianggap anak angkat hanya agar menjaga citra sang ayah tetap baik di publik. Sang Ayah tidak ingin dianggap memiliki anak haram dengan perempuan lain saat ibunya Odette masih hidup, padahal nyatanya itulah yang ayahnya lakukan. Sang Ayah menikahi Meisha secara diam-diam, dan setelah kematian ibunya Odette kini melangsungkan pernikahan resmi dengan orang yang dipanggilnya ibu.
Kejam! Bukan lagi, karena semua kekejaman itu hanya tertuju dan menjurus pada Sandrina seorang. Sedangkan Odette, dia adalah putri yang sesungguhnya. Semua orang mencintai Odette, ayah, ibu, bahkan kini tunangannya juga berada di pihak Odette. Lalu siapa yang akan memihaknya? Sandrina benar-benar telah kacau. Dia hanya ingin sesuatu yang menjadi miliknya tanpa meminta lebih, tapi semuanya direnggut sampai tidak bersisa satu pun. Statusnya diambil, karena jelas dia bukan anak angkat. Kehidupannya diambil, karena selama ini dia harus terus menerus melayani Odette sedang dia diperlakukan layaknya pembantu. Dan sekarang bahkan tunangannya pun diambil, satu-satunya orang yang Odette pikir akan bisa membawanya pada terangnya kebahagiaan, nyatanya juga cuma sampah tak bermoral
.
.
.
Setelah pergi menenangkan diri dengan segala pengkhianatan yang diterimanya. Akhirnya Sandrina bangkit dari duduknya dengan sebuah tekad yang sudah dipikirkannya matang-matang. Jika kakaknya sudah mengambil tunangannya, maka sudah seharusnya dia membalaskannya, bukan? Bukan hal sulit untuk merayu pria, apalagi Sandrina memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang menggoda
Jika kakaknya sudah pernah berbagi selimut dengan Tommy, tunangannya. Maka Sandrina harus bisa mengambil resiko untuk berbagi selimut dengan pria yang dijodohkan dengan kakaknya, Bastian Helford. Tidak peduli jikapun nanti Bastian akan tergoda atau tidak, dia setidaknya harus mencoba. Kakaknya harus menerima sesuatu yang setimpal dengan apa yang diberikan padanya
Jika Tommy menjadi bekas sang kakak, maka Bastian harus menjadi bekas dirinya. Baru setelah itu mereka impas.
Alih-alih membuat perhitungan akan pengkhianatan tunangannya dengan sang kakak. Sandrina kini malah menyibukkan diri mencari tahu info apapun tentang Bastian, bahkan untuk hal sekecil apapun tidak luput dari perhatiannya terhadap pria kakaknya yang sekarang menjadi incarannya
🍀🍀🍀
Tap...tap...
High heel yang dipakainya berdetak seiring langkah menuju tempat tujuannya. Sandrina terhenti sembari menatap bangunan di depannya yang banyak orang berlalu lalang disana, ada yang masuk dan ada yang keluar. Siapapun yang berada disana jelas tahu gedung apa yang saat ini terpampang dihadapan Sandrina, karena ada tulisan besar yang menghiasi didepannya
BAR HEAVEN
Sandrina menyentuh dadanya yang berdetak dua kali lebih cepat, ini adalah pengalaman pertamanya memasuki bar dan juga pertama kali dirinya memakai pakaian yang begitu kurang bahan. Dia memakai pakaian yang begitu ketat membungkus tubuh indahnya, pakaian yang bahkan hanya menutupi sebagian pahanya, sedang kerah lehernya berbentuk V, membuat bongkahan kembar dibaliknya tampak mengintip dengan menggoda. Sandrina kini terlihat persis seperti wanita penggoda pada umumnya.
"Tenang Sandrina, kamu hanya perlu masuk ke dalam sana lalu temukan pria itu dan jalankan rencanamu" ujar Sandrina pada dirinya sendiri sembari menarik nafas dan menghembuskannya. Dia harus berani mengambil resiko jika sudah berniat kan?
Sandrina sudah terlalu putus asa dan jalan yang ditemuinya sudah buntu, jadi resiko apapun akan dihadapinya. Persetan dengan rasa takut didalam diri, bahkan tikus yang dipermainkan oleh kucing juga akan menggigit saat terpojok. Dan begitulah gambaran dirinya sekarang. Sandrina sudah benar-benar buntu untuk memikirkan apapun sekarang. Dia hanya ingin membalas kakaknya, Odette
Dress merah kurang bahan yang dipadukan dengan heel warna senada terlihat cukup memukau pada tubuh Sandrina. Baru saja kakinya melangkah masuk kedalam bar, sudah ada beberapa pria nakal yang bersiul menggodanya, mengatakan hal-hal awam yang didengarnya. Sandrina menjadi semakin gugup. Apa jalan yang diambilnya sekarang ini sudah benar?
Dia mendapat info kalau Bastian suka menghabiskan waktu di bar ini pada malam minggu. Walau sering keluar masuk bar, tapi pria itu tidak pernah terkena rumor buruk dan tidak pernah terdapat kabar Bastian dekat dengan wanita atau menghabiskan waktu dengan para wanita. Pria itu hanya sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya di bar tersebut. Info itu cukup membuat Sandrina pesimis untuk menggoda Bastian, tapi dia sudah bertekad. Mustahil di dunia ini ada pria yang tidak tergoda dengan wanita, kecuali pria itu memang punya penyakit yang berkelainan
"Jangan gugup. Kamu pasti bisa melakukannya, Sandrin!" Sandrina sekali lagi menyemangati dirinya sendiri lalu berjalan tegak mengabaikan siulan dan panggilan nakal para lelaki disana. Dia hanya memfokuskan diri mencari keberadaan Bastian ditengah hiruk pikuk manusia yang larut dalam kesenangan duniawi
"Dimana dia?" Sandrina berucap lirih sembari mempertajam tatapannya mencari keberadaan Bastian. Selang beberapa saat mencari, Sandrina akhirnya menemukan pria itu duduk di meja bartender dengan seorang pria lainnya yang Sandrina yakini sebagai teman pria itu
"Itu dia," gumam batinnya dengan mata yang tertuju fokus pada sang pria. Bastian terlihat cukup mencolok diantara kerumunan orang yang sedang asik meliuk liukkan tubuh mengikuti irama musik yang terhentak. Pria itu masih memakai jas kerjanya dengan kemeja putih yang membaluti tubuh. Namun bukan itu yang membuatnya mencolok, melainkan wajah sang pria yang terpahat seakan tanpa cela. Sungguh Odette begitu beruntung dijodohkan dengan pria itu
Bastian Helford, dia adalah putra tunggal sekaligus pewaris mutlak dari perusahaan raksasa Holding group. Perusahaan yang bergerak hampir disemua bidang dan menguasai tangga bisnis di kotanya. Pria yang sudah dijodohkan dengan kakak tirinya Sandrina
Sandrina tertegun sejenak menikmati pemandangan saat Bastian mengangkat gelasnya dan meneguk minuman itu, jakunnya yang bergerak naik turun saat minuman itu melewati kerongkongannya sungguh pemandangan yang sangat menggoda
"Tidak ada yang berubah sedikit pun. Dia masih begitu tampan. Masih terlihat begitu mempesona," batin Sandrina menatap pada Bastian dari jauh. Sandrina memang mengenal Bastian dari dulu dikarenakan pria itu selalu jadi topik perbincangan keluarganya. Keluarganya begitu senang dengan perjodohan yang terjadi antara Bastian dan Odette hingga terus menerus menggaungkan topik itu di setiap perkumpulan, seakan sedang memperjelas pada Sandrina kalau Odette begitulah istimewa karena menjadi jodoh pria se sempurna Bastian.
Lalu, apakah Bastian mengenal Sandrina? Sandrina ragu untuk menjawabnya, karena jelas jawabannya adalah Bastian sama sekali tidak tahu menahu tentangnya. Karena sudah jelas, Bastian pasti hanya mendengar nama Odette yang disebutkan tanpa pernah tahu apapun tentangnya yang nyata terstatus hanya sebagai anak angkat
Menilai sikap dan sifat Bastian, Sandrina jadi ragu dia akan berhasil merayu pria itu. Dia bahkan dengan begitu bodohnya masuk kedalam sini tanpa rencana yang matang. Sandrina hanya berencana menggoda Bastian untuk tidur dengannya sebagaimana kakaknya yang tidur dengan Tommy, tunangannya. Tapi Sandrina bahkan tidak tahu cara menggoda yang benar, lalu bagaimana dia akan merayu orang seperti Bastian, yang terkenal dingin dengan setiap wanita
"Apa aku bisa merayunya?" batin Sandrina bertanya sembari berjalan mendekat kearah meja bartender dari sisi lain dimana Bastian saat ini duduk dan berbincang dengan teman disebelahnya.
Sandrina terus saja memperhatikan pria itu hingga pria lain yang tadi berada disamping Bastian terlihat pamit pergi pada Bastian dan berlalu dengan terburu-buru. Kini tinggallah Bastian seorang yang duduk sembari kembali meneguk minumannya.
Merasa seperti sedang diperhatikan, Bastian dengan mata tajamnya langsung memalingkan wajahnya menatap pada Sandrina. Gadis itu terpaku saat tatapan mereka bertemu,
"Oh, astaga!" serunya terkejut saat dia ketahuan. Kegugupan mulai kembali mengisi dirinya. Buru-buru Sandrina memutuskan tatapannya lalu menunduk sembari membatin
"Apa aku terlalu fokus menatapnya hingga dia bisa merasakannya, ya?" tanya batinnya sembari menarik kursi di meja bartender untuk didudukinya
"Tenanglah! Kamu harus tetap bersikap tenang, Sandrin." gumamnya lirih memperingati diri. Dia tidak boleh terlihat gugup jika ingin membuat mangsanya masuk jebakan
"Berikan aku segelas Wine," ujarnya pada bartender yang segera bergerak mengambil gelas. Sandrina butuh untuk menenangkan diri saat kegugupan mulai kembali melandanya
.
.
.
Segelas Wine sesuai permintaannya kini tersaji dihadapan Sandrina. Gadis itu dengan segera menggapai gelas dingin itu, lalu menyesapnya sedikit. Pikirannya kini sangatlah berkecamuk. Dia merasa sangat gugup dan bahkan sulit untuk terlihat tenang setelah tadi matanya bertemu pandang dengan Bastian, lalu bagaimana dia akan merayu pria itu?
Ragu-ragu, dengan pelan Sandrina melirik kembali kearah Bastian, sekedar memastikan kalau pria itu tidak lagi menatapnya karena Sandrina merasa kalau Bastian masih memperhatikannya
Dan, yap...
Sandrina mendapati tatapan pria itu masih tertuju padanya. Kembali Sandrina mengalihkan pandangan, berharap Bastian tidak lagi menatapnya.
"Kenapa dia masih melihatku?" Sandrina mulai merasa tidak nyaman sendiri, padahal dia duluan yang terus memperhatikan sang pria
Tak berselang waktu, Sandrina merasa sebuah langkah kaki mendekat kearahnya, dan benar saja. Ketika dia mendongak melihat pada siapa yang kini berdiri tepat disampingnya. Sandrina terkesiap, pria yang menjadi incarannya kini berada disampingnya
"Hai, apa kau datang sendirian?" suara bariton penuh maskulinitas terdengar menembus gendang telinga Sandrina. Pria itu sedang menyapa atau bertanya padanya, sih?
Bastian bertanya sembari menggeser kursi disamping Sandrina yang kemudian digunakannya untuk duduk. Gerakannya elegan dan tertata, seakan tidak ada rasa canggung sama sekali
Sandrina yang masih dalam keterkejutan tak menyangka kalau Bastian akan lebih dulu mendekat padanya. Apakah dia memang memiliki daya tarik sebagai penggoda? Bahkan dia belum beraksi pun, sang kumbang sudah datang sendiri seakan terpanah pada kecantikan sang bunga
"Ah..iya," jawabnya sekedar saja, dan masih diliputi kebingungan dan ketidakpercayaan. Dan semua sesuai dugaan Sandrina sebelumnya. Bastian memang tidak mengenalnya. Jika pria itu mengenalnya sebagai adik dari Odette sudah pasti Bastian tidak akan mendekat padanya, apalagi sampai menyapanya seperti ini.
Tetapi, Sandrina cukup senang dengan keadaan sekarang. Seakan takdir ikut membantunya mendekati pria itu. Lihatlah sekarang, dia bahkan tidak perlu memulai tetapi Bastian sendiri yang duluan menyapa dan mendekatinya
"Kau tidak keberatan aku duduk disini, kan?" tanya pria itu lagi dengan sebuah senyuman tersungging yang semakin membuat wajah itu terlihat sempurna. Pria itu bertanya bahkan setelah menduduki diri di kursi, dan dia masih berharap jawaban. Sandrina rasa pria itu pasti hanya sedang mencoba untuk berbasa basi cari bahasan untuk bicara dengannya
"Tentu saja" jawab Sandrina singkat dan mencoba bersikap tenang. Bastian mengangkat tangan pada bartender untuk disuguhi minuman lalu menatap pada wajah Sandrina
"Aku Bastian Helford," ujar Bastian memperkenalkan dirinya yang tentu saja tidak lagi menarik bagi Sandrina karena dia sudah tahu lebih banyak tentang pria itu daripada sekedar nama Bastian.
Ingin rasanya menyebut namanya tapi Sandrina menahan diri, dia tidak boleh menyebutkan namanya atau misinya bisa saja gagal. Bagaimana jika dia menyebutkan namanya dan akhirnya Bastian sadar kalau dia adalah adik dari Odette, calon istrinya
"Apa kita harus saling menyebutkan nama ditempat seperti ini?" Sandrina balik bertanya, mencoba bersikap se elegan mungkin untuk menarik minat Bastian padanya
"Tidak harus sih! Bagi yang mau saja," ujar Bastian terkesan santai lalu meraih gelasnya dan kembali meneguk minumannya. Entah sudah berapa gelas pria itu habiskan sejak dia pertama masuk tadi
"Apa yang kau lakukan disini?" lanjut Bastian bertanya setelah menandaskan segelas minuman beralkohol yang tadi dituangkan bartender
"Aku hanya tidak ingin sendirian. Disini ramai, dan aku hanya ingin menghabiskan waktu saja disini," jawab Sandrina dengan nada lembut
"Oh..." Bastian hanya ber-oh ria lalu keduanya terdiam. Sandrina merasa canggung jika memulai obrolan dan Bastian malah dengan santainya memainkan ponselnya
"Bastian orang yang dingin dan tidak ingin menyia-nyiakan waktunya. Jika aku tidak bertindak sekarang, aku pasti akan kehilangan kesempatan untuk mendekatinya," batin Sandrina berucap penuh pertimbangan. Dia memegang erat ujung dress-nya sebagai bentuk rasa gugup dan canggung menguasainya
Selang beberapa saat kemudian, Bastian sekali lagi menandaskan gelasnya dan hendak bangkit dari kursinya
"Baiklah, kalau begitu__"
"Apa kau mau ikut denganku?" Sandrina berucap cepat memotong ujaran Bastian. Lupakan tentang wajahnya yang saat ini memerah karena malu, tapi dia tidak bisa kehilangan kesempatan begitu saja
Mata tajam Bastian mendelik dan tanpa Sandrina sadari, sebuah senyuman tipis tercipta di bibir Bastian. Jelas pria itu tertarik pada ajakan Sandrina
"Baiklah" jawab Bastian singkat menyetujui. Dia bukan tidak mengerti. Orang bodoh pun akan paham apa maksud ajakan dari Sandrina. Jadi, punya kesempatan bagus, untuk apa Bastian menolaknya
🍀🍀🍀
Keduanya keluar dari bar itu menuju hotel terdekat. Selagi Bastian sibuk bicara dengan resepsionis hotel, Sandrina merasa wajahnya semakin memerah dalam rasa malu. Sandrina tidak menyangka kalau rencananya akan berjalan semulus itu, seakan memang semesta merestui perbuatannya.
Lihat, mustahil ada pria yang tidak akan tergoda dengan perempuan. Bahkan Bastian, pria yang terkenal dingin dengan para wanita pun bisa tergoda hanya dengan satu kalimat ajakan. Sandrina tidak akan peduli walaupun kenyataannya nanti Bastian sama seperti para lelaki lain yang hanyalah sampah untuk mempermainkan wanita, tapi saat ini dia harus membalas Odette yang kebetulan harus melalui Bastian
Sandrina sibuk dalam lamunan akan apa yang harus dilakukannya setelah ini, hingga Bastian menepuknya tiba-tiba seraya menunjukkan kunci kamar yang dipesannya. Bastian dengan sengaja menyuruh Bellboy untuk tidak mengantar mereka, karena dia akan menemukan kamarnya sendiri
Langkah kaki Sandrina tergerak ragu-ragu mengikuti langkah santai yang Bastian ulurkan. Pria itu terlihat tidak memiliki masalah sama sekali. Itu terlihat dari bagaimana Bastian terus menerus menatap pada Sandrina di sepanjang lorong menuju kamar hotel yang telah dipesannya
"Kau ragu?" tanya Bastian saat kini mereka tepat didepan pintu kamar tujuan mereka. Pria itu dapat dengan jelas melihat bagaimana sikap yang Sandrina tunjukkan, gadis itu jelas masih memiliki keraguan dari sorot matanya, tapi juga ada tekad yang kuat yang menyelimutinya.
"Ah... Tidak! Sama sekali tidak" jawab Sandrina memantapkan diri saat melihat Bastian mengangguk seakan mengerti lalu membuka pintu dengan kunci ditangannya. Sandrina cukup merasa bersyukur, setidaknya Bastian tidak terlihat sebrengsek bayangannya
Pria itu mempersilakan Sandrina untuk masuk yang dilakukan oleh gadis itu segera setelah memantapkan hatinya. Karena jelas setelah dia masuk ke dalam dan pintu kamar ini tertutup maka tidak ada lagi jalan baginya untuk kembali.
Sesuai dugaan yang sebelumnya terpatri. Begitu pintu itu tertutup, Bastian bergerak cepat merengkuh pinggang Sandrina dan mulai mencium brutal gadis itu. Jangan salahkan dirinya yang bertindak terlalu terburu-buru, tapi lihatlah bagaimana gadis cantik itu menggodanya
Pagutan itu terus saja tercipta, menghadirkan gelombang gairah yang mulai melesak minta dilepaskan. Bastian tidak peduli dengan gerakan kaku dari Sandrina, setidaknya itu membuktikan kalau gadis itu payah dalam berciuman atau mungkin ini adalah ciuman pertamanya. Jika benar maka jelaslah jawabannya kenapa Sandrina bisa se kaku itu, karena jelas gadis itu tidak punya pengalaman sebelumnya.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!