POV HOPIPAH.
...Namaku, Hopipah Nadia Aulia,...
...biasa di panggil Opi. Aku di lahirkan di sebuah keluarga kaya. Sayangnya kehadiranku tidak di inginkan, tidak di akui, dan di juluki anak haram, harus membuatku hidup serba kekurangan....
...Kenapa, aku di benci? karena aku terlahir di antara dua keluarga....
Ya, dua keluarga. Aku memiliki dua pasang orang tua. Bukan anak dari pasangan yang bersama lalu cerai. Bukan pula anak hasil perzinahan. Aku hanyalah anak hasil kesalahan satu malam.
Jika kalian menganggap orang tuaku bodoh, ya aku pun menganggap mereka bodoh.
Bukan aku yang berbuat, tapi aku yang harus menanggung akibat? dan aku pun yang di bencinya.
*
Dari cerita ayah kandungku, ia di jebak. Dalam keadaaan tidak sadar, ayah ku salah masuk kamar hotel. Ia memasuki kamar ibuku yang sedang istirahat sendirian di kamar hotel sambil menunggu suaminya.
Dan, malam itu pun tidak bisa di hindari, ayah kandung ku yang memiliki istri, meniduri ibuku yang sudah bersuami.
Jadi, ini murni sebuah kecelakaan. Bukan perselingkuhan, atau mau sama mau.
Apalah daya, setelah besetubuh. Suami ibuku baru saja kembali. Marah tentu, dia marah. Dia terus memukul dan membabi buta ayah kandungku yang tidak berdaya untuk melawan.
Beruntung ibuku melerai dan mencoba menjelaskan, jika ia tidak berselingkuh.
Suami ibuku mulai melunak, membicarakan apa yang terjadi. Meski hatinya hancur melihat istrinya, di setubuhi pria lain. Tapi, ia hanya bisa pasrah menerima, terlebih setelah mengetahui ayah kandungku bukan orang biasa. Dan ya, semua berakhir dengan ayahku memberikan biaya kompensasi besar pada ibuku, dan suaminya. Berjanji tidak lagi membahas permasalahannya.
Suami ibu dan ayahku meminta ibu meminum obat pencegah kehamilan, karena ayahku tidak ingin benihnya tumbuh di rahim wanita lain, sedang istrinya juga sedang mengandung anak ke empat mereka.
Tapi, takdir tuhan berkata lain. Ibuku menyadari ia hamil beberapa bulan setelahnya.
Awalnya ibu mengira benih yang tumbuh adalah benih suaminya. Karena, mereka melakukan setiap malam setelah kejadian itu.
Makanya, saat hamil aku waktu itu, tidak di gugurkan. Tapi, setelah aku lahir sepuluh bulan usia ku, wajahku semakin hari semakin mirip dengan ayah kandungku dan tidak mirip dengan suami ibuku. Dan, dari situ awal mula ibuku dan suaminya sering bertengkar dan awal kebencian ibu dan berbagai pihak lainnya.
Tes DNA pun di lakukan, dan hasilnya tetaplah mengecewakan. Aku benar-benar anak hasil malam itu. Aku adalah anak yang tidak di inginkan.
Di buang atau di serahkan ke ayah kandungku.
Itu menjadi pilihan berat bagi ayahku, dan saat itu juga istri ayahku mengetahui hal itu juga.
Kehadiranku tentunya di tolak istrinya, meski sebagai mana ayahku memohon.
Ayahku merasa senang dengan ke hadiranku, karena aku anak perempuan pertamanya setelah 4 anak-anaknya sebelumnya adalah laki-laki.
Sedangkan ibuku kekeh ingin membuangku, meski aku juga anak perempuan pertamanya. Tapi, dia yakin bisa hamil anak perempuan lagi nantinya.
Ayahku yang ingin mengambilku, menimbulkan keretakan dalam rumah tangganya, hingga mengembalikan ku ke ibuku, dan berjanji akan menghidupiku dan menerima jalin kerja sama dengan suami ibuku.
Mereka akhinya menerima, dan demi tidak timbulnya keretakan rumah tangga, ibuku rela hamil kembali di saat aku juga butuh di susui.
Bertahun-tahun aku di besarkan ibuku dan suaminya tanpa kasih sayang, dan perlakuan tidak adil. Sekedar makan pun aku harus berkerja lebih dulu.
Kecuali ayah kandungku, tidak ada yang bersikap lembut padaku. Meski, begitu ayah kandungku tetap membatasi diri bertemu dengan ku, karena tidak ingin istrinya marah.
Sisanya semuanya membenci kehadiranku. Bahkan saudaraku dari ayah dan ibuku terus mengganggu dan menghinaku. Apa yang sering di katakan istri ayahku. Ibuku dan suaminya, diikuti saudara-saudaraku.
Dalam dua keluarga itu, tidak ada yang tau, bagaimana kehadiranku.
"Anak haram, karenamu papah mamaku hampir saja pisah. Aku membencimu!" seru Saga, kakak pertamaku dari pihak ayah.
"Harunya kau tidak ada di dunia ini!" lanjut Arlan, kakak keduaku.
"CK, mati sajalah kau! hidupmu hanya membuat keluarga kami hancur!" Daka, kakak ketigaku, tidak mau kalah, dan paling sering bermain fisik.
"Awas! jangan pernah dekat-dekat denganku. Wajah kita cukup mirip, aku tidak mau orang-orang tau kita bersaudara!" Raka saudaraku yang hanya berbeda satu Minggu dariku.
Ya, sekilas kita seperti anak kembar, ayah yang sama tapi ibu berbeda.
Kakak dari ayahku memperlakukan seperti itu. Tidak jauh beda dengan kakakku dari pihak ibu.
"CK, untung saja Mama hamil adikku, setelah Lo lahir. Jadi, papa mama nggak pisah," Ringgo satu-satunya kakak laki-laki dari pihak ibu.
Aku memiliki adik perempuan yang berbeda satu tahun denganku. Yang di anggap sebagai penyelamat. Ia disayangi, di cintai, hingga membuat adikku sombong dan sering meremehkanku.
Tidak hayal, aku sering mendapatkan kekerasan fisik dari kakak-kakakku dan adikku. Di rumah, di sekolah, merekalah yang kerap menggangguku.
Aku yang dianggap yatim piatu oleh guruku, hanya bisa menahan segala rasa sakit yang di berikan saudara-saudaraku sendiri.
Terlebih, Ada Raka dan Aurora, yang seusia denganku, menjadi teman kelasku, dan menjadi dua orang paling sering membullyku di sekolah.
Meminta bantuan ke seorang yang ku panggil Papa, dia juga tidak bisa membantu, karena menegur Raka atau anak-anaknya yang lain sama saja mencari masalah dengan istrinya.
Aku hanya bisa diam, menahan semuanya sendirian. Bertahan dengan keyakinan, berharap suatu saat akan mencapai kebahagiaan.
****
****
SMA.
Hari pertama Hopipah sekolah di SMA membuat gadis itu bersemangat, senyum lebar di wajahnya, menatap dirinya di pantulan cermin.
Seragam bekas yang di berikan si mbok yang mengurusnya, cukup melekat indah di tubuhnya.
Karena hanya si mbok sari yang peduli padanya walau dengan diam-diam. Seragam ink bekas anaknya sebelum itu seragam ini roknya kepanjangan hingga menyapu lantai, mungkin orangnya tinggi berbeda dengannya yang hanya 156. namun si mbok mengubah kepanjangannya jadi pas di tubuh Hopipah.
"Semangat Hopipah. Ayo kita sekolah!" ucapnya, meraih tas pemberian ayahnya dua tahun yang lalu walou sudah sering bolong tapi selalu ia perbaiki jadi masih bisa digunakan, dia tidak mau sering banyak minta karena tidak mau cari masalah.
Kalou pun di belikan tidak mahal, paling dengan harga 35-50 bahkan terkesan sangat murah bagi mereka yang kaya raya, berbeda dengan ku harga segitu terbilang mahal bagiku yang susah cari uang. Meski begitu, Hopipah bersyukur bisa menggunakan barang-barang baru itu.
Hopipah keluar dari kamar kecil itu dan tidak lupa membawa dagangan donat mininya lalu memasuki ke tasnya untuk di dagangan Tampa siapapun tahu, cukup si mbok tau. Dan ia pun keluar. Ia menatap bangunan megah yang langsung memanjakan matanya.
Hopipah tersenyum, melangkahkan kakinya memasuki bangunan itu.
"Pagi mbok," sapa Hopipah pada wanita paru baya yang selama ini merawatnya.
*
*
Selamat datang di novel baru ku Gusy, semoga cerita ini suka, sehat selalu untuk kalian lancar rezekinya dan di mudahkan segala urusan😘.
Jangan lupa kasih like di setiap bab, komen dan Vote serta hadiah juga ya. Tinggalin jejak subscribe.
Terima kasih Sayangku 😘.
"Eh udah mau berangkat yah," ucap si mbok.
"Iya mbok, Opi mau pamit sama mama dulu," ucap Hopipah berlalu.
si mbok, hanya bisa menghela nafas. Meski hasilnya sama, Hopipah akan di tolak dan tidak di pedulikan. Gadis itu tetap saja menghormati orang tuanya, sebelum pergi akan selalu berpamitan.
"Selamat pagi, Mama, Papa, Kakak Ringgo, Aurora." Sapa Hopipah dengan senyum lebarnya. Menyapa satu persatu keluarganya yang tengah menikmati sarapannya.
"Apa sih ganggu aja," sinis Ringgo. Pria dengan almamater kampusnya.
"Maaf kak. Aku hanya ingin menyapa. Aku ingin pamit pergi sekolah dulu." Ucap Hopipah melangkahkan kakinya mendekati.
"Jangan mendekat, bau tau! jangan buat mood gue gak enak ya!" hardik Aurora.
Jika sang ratu sudah bicara sudah pasti, kedua orang tua mereka akan memarahinya.
"Sana pergi! jangan mengganggu keluarga kami!" usir Fauzi membuat Hopipah menghentikan langkahnya.
Hopipah diam tatapannya teduh pada suami ibunya.
"Sana kamu pergi! apa kamu tuli!" timpal Rosti.
Hopipah ternyesum "Ya sudah, aku pergi dulu." Hopipah pamit. Ia berbalik Kembali ke halaman belakang.
Gadis itu, meraih sepedanya, yang sudah tiga tahun mengantarnya pulang pergi sekolah. Sepeda bekas yang ia beli dari hasil tabungannya sendiri.
Perlahan ia mengayuh sepedanya keluar halaman. Semabari bersenandung kecil, Hopipah terus mengayuh sepedanya di jalur khusus bersama pengendara lain.
Saat sudah jauh dari rumah besar itu, Hopipah berhenti dulu di salah satu warung kecil yang dekat dengan sekolah usia dini TK. Biasa Hopipah akan menitipkan dagangan donatnya sebelum kesekolah dari SMP hingga kini, di warung Bu Midah. Pemilik warung ini menyimpan sambil mengambil uang kemarin. ia harus sembunyi-sembunyi takut ada yang lihat.
"Ini bu donatnya seperti biasa 30 biji," ucapnya sambil memberikan wadah berisi donat.
"Oh iya neng," ujar Bu Midah yang meraih wadah donat itu. Dan ia pun mengambil uang hasil dagangan yang laku kemarin.
"Ini neng uangnya, alhamdulillah laku 25 biji yang gak laku sisa 5," ucap ibu warung tersebut sambil memberikan uang tersebut.
"Oh iya Bu, makasih. Kalau gitu saya berangkat sekolah dulu ya bu, sekali lagi terima kasih ya bu," ucap Hopipah menerima uang, dan kembali sambil meraih segera sepedanya dan menunggangi kembali.
"Sama-sama neng." Jawab bu midah yang masih terdengar oleh Hopipah, ia pun memberi senyum di saat ia siap melaju lanjut perjalanan.
Hanya dengan cara ini dirinya bisa menyambung hidup, dengan berjualan donat yang tak seberapa dari kelas 7 SMP hingga sekarang. tapi setidaknya itu cukup untuk bagi dirinya.
Saat di perjalanan menuju sekolah barunya ia cukup menikmati perjalanan bersepedanya menyusuri setiap sisi jalan dan kota.
"Setidaknya aku bisa membeli sedikit kebutuhanku, menyambung hidup sendiri. Tanpa harus meminta Papa terus-terusan." Ucap batinnya.
Saat Hopipah mengayuh sepedanya, di belakangnya terdapat sebuah mobil yang melihat keberadaan Hopipah.
"Eh, si anak haram tuh!" ucap Arlan.
"Sini, mana air biar gue siaram!" ucap Raka
Saga yang tengah mengemudi mobil, mengambil air yang berada di depannya dan memberikannya pada Raka.
Saga memelankan laju mobilnya tepat saat berada di samping Hopipah.
Hopipah merasa di ikuti, menoleh. Saat melihat ayunan air yang keluar Hopipah langsung mengalihkan wajahnya menghindar, tapi tetap saja tubuhnya basah karena siraman air itu.
"Wooow anak haram!" seru dalam mobil tersebut.
Hopipah menghentikan mengayuh sepedanya.
Ia hanya bisa menghela nafas melihat lambaian tangan saudaranya yang tengah menghinanya.
"Aduh, mana basah lagi. Masa hari pertama sekolah, begini sih." Ucap Hopipah menepuk-nepuk seragamnya yang basah, juga mengibaskan rambutnya.
Tidak ada raut marah sedikit pun di wajahnya. Ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan tidak enak dari saudara-saudaranya sendiri.
Hopipah mengeluarkan ponsel keluaran lamanya, melihat jam berapa sekarang. Ia kemudian menghela nafas, melihat jam yang sudah mepet dan tidak ada waktu jika pulang mengganti bajunya.
"Sudahlah, nanti kering sendiri juga. Ini juga gak terlalu basah," ucap Hopipah kemudian melanjutkan mengayun sepedanya.
Memasuki kawasan sekolah tempat ia akan menempuh pendidikan selanjutnya.
Hopipah tidak sendiri, ada beberapa siswa juga yang menggunakan sepeda ke sekolah. Saat menuju parkiran dimana beberapa sepeda berjejeran. Hopipah sesegera mungkin masuk dan sedikit berlari menuju halaman sekolah.
*
*
Saat Hopipah berlari menuju lapangan sekolah, tergesa-gesa karena ketinggalan acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) untuk siswa baru. Ia tidak melihat ada apa-apa di depannya, sehingga saat menengadah, ia baru sadar bahwa dirinya telah menubruk lima pria yang berdiri di depannya.
"Aduh, maafkan saya, Kak," ucap Hopipah dengan wajah memerah, sambil memegang dagunya yang sakit akibat benturan.
Lima pria itu menatap Hopipah dengan wajah tidak suka. Mereka semua tinggi, tampan, dan memiliki aura penguasa di sekolah tersebut.
Jefarel memiliki rambut hitam yang disisir ke belakang dan mata biru kecoklatan yang tajam, dengan kulit yang sedikit kecoklatan dan wajah yang khas blasteran Indonesia-Eropa. Keleo memiliki mata coklat yang hangat dan rambut pirang kehitaman yang sedikit keriting, dengan kulit yang putih dan bersih, serta fitur wajah yang menunjukkan darah campuran Indonesia-Amerika. Hendryk memiliki rambut hitam yang sedikit panjang dan mata hijau kecoklatan yang cerah, dengan kulit yang sedikit kemerahan dan wajah yang menunjukkan darah campuran Indonesia-Australia. Kenji memiliki rambut coklat yang sedikit keriting dan mata coklat yang hangat, dengan kulit yang sedikit kecoklatan dan wajah yang menunjukkan darah campuran Indonesia-Jepang. Ryker memiliki rambut hitam yang sedikit panjang dan mata biru kehitaman yang tajam, dengan kulit yang putih dan bersih, serta fitur wajah yang menunjukkan darah campuran Indonesia-Eropa.
Sebagai siswa kelas 11 dan anak-anak dari keluarga kaya yang merupakan donatur sekolah, mereka sudah terbiasa dengan kekuasaan dan pengaruh di sekolah.
"Lo tidak bisa lihat apa?" ucap Jefarel dengan nada kesal. "Lo tidak bisa jalan pelan-pelan?" tambah pria itu.
Hopipah menunduk, merasa bersalah. "Maafkan saya, Kak. Saya tidak melihat kakak"
"Tidak melihat kita?" potong Keleo. "Lo tidak melihat kita berdiri di depan?" ucap pria itu.
Hopipah menggelengkan kepala, merasa semakin bersalah. "Maafkan saya, Kak. Saya tidak sengaja."
Lima pria itu saling menatap, seolah-olah tidak percaya dengan kecerobohan Hopipah. Kemudian, mereka kembali menatap Hopipah dengan wajah tidak suka.
"Kamu harus hati-hati, kamu tidak bisa seenaknya kaya tadi," ucap Hendryk. "Kamu harus tahu diri, kamu tidak bisa sembarangan," tambah pria itu.
Hopipah mengangguk, merasa takut. "Maafkan saya, Kak. Saya tidak akan melakukannya lagi," ucapnya dengan suara yang lembut.
Lima pria itu tidak menjawab, mereka hanya menatap Hopipah dengan wajah tidak suka, sebelum akhirnya mereka berbalik dan berjalan meninggalkan Hopipah.
Hopipah menarik napas lega, merasa lega karena situasi tersebut tidak menjadi lebih buruk. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke lapangan sekolah, berharap hari pertamanya di sekolah baru ini akan berjalan lancar.
*
*
*
Like, komen, follow dan votenya 🌺❤️
Saat Hopipah tiba di lapangan sekolah, upacara hari Senin sudah dimulai. Ia bergabung dengan siswa-siswa lain dan mengikuti prosesi upacara dengan khidmat. Setelah upacara selesai, kepala sekolah memberikan sambutan dan pengenalan tentang sekolah serta kegiatan MPLS. Hopipah mendengarkan dengan saksama, berharap dapat memahami lebih baik tentang sekolah barunya.
*
*
Tak lama upacara MPLS pun selesai. Para siswa baru kemudian diarahkan ke ruang kelas masing-masing untuk mengikuti kegiatan MPLS yang lebih spesifik. Hopipah bergabung dengan siswa-siswa lain di kelasnya dan mengikuti instruksi dari guru pembimbing.
"Selamat pagi, siswa-siswa baru. Saya Bu Wati, guru pembimbing kalian di kelas ini," ucap guru pembimbing dengan senyum ramah.
"Selamat pagi, Bu Wati," jawab para siswa serempak.
Guru pembimbing memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang kegiatan MPLS yang akan dilakukan. Hopipah mendengarkan dengan saksama, berharap dapat memahami lebih baik tentang kegiatan yang akan dilakukan.
"Baiklah, sekarang saatnya kalian berkenalan satu sama lain dan berbagi informasi tentang diri kalian," ucap Bu Wati.
Hopipah merasa sedikit gugup, tetapi ia berusaha untuk berpartisipasi aktif dan berkenalan dengan siswa-siswa lain.
"Hai, aku Hopipah. Senang berkenalan dengan kalian semua," ucap Hopipah dengan senyum.
Saat berkenalan, Hopipah tidak sengaja melihat lima pria yang telah ia tabrak sebelumnya sedang berjalan menuju kelas lain. Mereka sepertinya tidak memperhatikan Hopipah, tetapi Hopipah merasa sedikit takut dan berusaha untuk tidak menatap mereka terlalu lama.
Setelah kegiatan berkenalan selesai, guru pembimbing meminta para siswa untuk mengerjakan beberapa tugas yang terkait dengan MPLS. Hopipah berusaha untuk fokus dan mengerjakan tugas-tugas tersebut dengan baik.
"Kerjakan tugas-tugas ini dengan baik, ya. Jangan ragu untuk bertanya jika kalian memiliki pertanyaan," ucap Bu Wati.
Setelah semua kegiatan selesai, MPLS hari itu pun berakhir. Hopipah merasa sedikit lebih nyaman dan mulai menikmati suasana sekolah barunya.
"Baiklah, anak-anak. MPLS hari ini sudah selesai, tetapi kita masih memiliki pelajaran lain yang harus diikuti. Mari kita menuju ke kelas berikutnya," ucap Bu Wati.
"Terima kasih, Bu Wati," jawab para siswa serempak.
Hopipah kemudian menuju ke kelas berikutnya, siap untuk belajar dan mengejar ilmu pengetahuan.
Sudah mengetahui letak kelasnya, tidak membuat Hopipah kesulitan menemukan kelasnya.
Saat berada di kelas. Sudah ada beberapa siswa yang duduk di kursi yang mereka pilih. Hopipah menatap setiap penjuru kelas, hingga pandanganya bertemu dengan Raka yang menatapnya penuh kebencian.
"Aku sekelas Raka ternyata." Batinnya menatap
kakak seayah, kemudian melangkah menuju kursi kosong.
"Apa di sini sudah ada orangnya?" tanya Hopipah.
"Iya, temen gue. Dia belum datang. Lo cari tempat lain ya," ucap seorang siswa tersenyum ramah.
Hopipah membalas senyumnya, kemudian berjalan semakin belakang. Menyakan kursi yang belum berpemilik.
"Hey, disini aja. Gue belom ada temen!" panggil seorang siswi yang duduk di barisan ke tiga.
Hopipah tersenyum lega. Akhirnya menemukan teman duduk. Ia kemudian melangkahkan kakinya, mendekat.
"Makasih yah," ucap Hopipah tersenyum ramah, mendudukkan tubuhnya di kursi.
Teman sebangkunya itu mengulurkan tangannya. "Em, kenalin gue, Linzy. Nama lo siapa?"
"Aku Hopipah, panggil saja Opi," jawab Hopipah yang membalas uluran tangan Linzy.
"Opi, oky. Nama yang unik," puji Linzy.
"Terima kasih." Hopipah tersenyum mulai mengeluarkan buku-buku tulisnya.
"Oh ya, Lo cantik. Tapi, sepertinya seragam elo biasa saja. Lo dari keluarga biasa aja atau keluarga kaya?"
Hopipah hanya diam, dan hanya mengulas senyum tipis.
"Jawab saja. Tidak apa, gue nggak membedakan status sosial dalam berteman kok," ucap Linzy yang terlihat begitu santai."
"Aku hanya orang biasa, tidak memiliki orang tua tapi aku berkerja sebagai asisten rumah tangga." Jawab Hopipah hanya bisa berbohong, karena jujur pun akan mempersulit dirinya yang tidak di terima dalam keluarganya.
Linzy mengangguk-angguk kepalanya, "SPP disini cukup mahal, Lo sekolah di sini beasiswa atau apa? kalow aku sih, nggak kaya nggak miskin juga. Papaku seorang karyawan di perusahaan produksi punya pak Freddy Bramasta sastro, apakah kamu kenal? dan satu anaknya itu sekelas sama kita loh." Bisik Linzy kemudian menunjuk pada Raka yang beberapa siswa mengerumuninya berharap di jadikan teman.
"Oh," balas Hopipah menganggukan kepala.
"Aku juga anak Papa Freddy. Sayangnya yang dianggap di kelas ini hanya Raka," batin Hopipah tersenyum miris.
"Oh, aku tidak kenal," jawab Hopipah dengan nada yang santai.
Linzy tersenyum, "Oh ya, Raka itu anak pak Freddy Bramasta sastro, dia cukup terkenal di sekolah ini."
Hopipah hanya mengangguk, tidak ingin membahas lebih lanjut tentang Raka.
"Baiklah, aku rasa kita sudah cukup berkenalan," ucap Linzy sambil tersenyum.
Hopipah membalas senyumnya, "Ya, aku senang berkenalan denganmu, Linzy."
Kedua siswa itu kemudian mulai fokus pada pelajaran yang akan dimulai. Hopipah merasa sedikit lebih nyaman dengan adanya Linzy sebagai teman sebangkunya.
Hopipah merasa sedikit lebih nyaman dengan adanya Linzy sebagai teman sebangkunya. Mereka berdua mulai fokus pada pelajaran yang akan dimulai, sementara Hopipah berusaha untuk tidak memikirkan tentang Raka dan hubungan keluarga mereka yang rumit.
Guru memasuki kelas dan memulai pelajaran. Hopipah memperhatikan dengan saksama, berusaha untuk memahami materi yang disampaikan. Linzy juga memperhatikan dengan baik, sesekali bertanya pada Hopipah tentang hal yang tidak dimengerti.
*
*
Beberapa menit berlalu. Jam istirahat telah tiba, satu persatu siswa keluar keluar.
"Kantin, yuk." Ajak Linzy.
"Em, ayo."
Mereka pun keluar kelas dan menuju kantin.
Hopipah dan Linzy berjalan menuju kantin, beberapa menit mereka tiba. Dan menuju antrian bersama Hopipah hanya membeli dua bungkus roti coklat karena dia tidak punya banyak uang.
"Gue rasa lo harus makan yang lebih enak, Opi. Gue traktir yuk," kata Linzy.
"Tidak usah, Linzy. Gue sudah cukup dengan ini," jawab Hopipah dengan sopan.
Saat Linzy membeli mie ayam, Hopipah menunggu dengan membeli minuman teh tawar, sementara Linzy membeli jus.
"Gue beli jus, lo mau apa, Opi?" tanya Linzy.
"Gue cukup dengan teh tawar saja, Linzy," jawab Hopipah.
Setelah pesanan Linzy siap, mereka berdua mencari tempat duduk dan menemukan tempat kosong di ujung kantin.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa Aurora, adik perempuan yang memiliki dendam terhadap Hopipah, memperhatikan mereka dari jauh. Aurora tersenyum sinis dalam hati, "Ini kesempatan yang sempurna membuat derita untukmu, Opi busuk."
Saat Hopipah dan Linzy berjalan menuju tempat duduk, mereka harus melewati lima pria kakak kelas yang terkenal di sekolah, yaitu Jefarel, Keleo, Hendryk, Kenji, dan Ryker. Linzy melewati mereka lebih dulu, sementara Hopipah mengikuti di belakangnya.
Tatapan Aurora dan Hopipah bertemu sesaat, tapi Hopipah tidak memperdulikannya dan terus berjalan. Saat Hopipah membawa minuman dan dua bungkus roti melewati Aurora, Aurora beraksi dengan mendorong tubuh Hopipah dari belakang.
Hopipah kaget dan kehilangan keseimbangan. "Aduh!" teriak Hopipah saat jatuh ke lantai.
Minuman teh tawar yang dibawa Hopipah tumpah dan mengenai baju belakang Keleo juga, sementara tubuh Hopipah mengenai punggung Hendryk lalu ke lantai dengan keras.
Hopipah tergeletak di lantai, merasa kesakitan dan sedikit syok. "Ugh... sakit sekali," kata Hopipah dengan suara kesakitan.
Setelah beberapa saat, Hopipah berusaha bangun dengan perlahan-lahan, sambil memegang bagian tubuh yang sakit.
Sementara itu, Aurora terlihat puas dengan aksinya dan langsung pergi meninggalkan tempat itu. Dalam hati, Aurora berpikir, "Ha! Akhirnya kamu jatuh juga, anak haram."
Keleo dan Hendryk berbalik badan dengan wajah kesal dan marah, diikuti oleh Jefarel, Kenji, dan Ryker yang hanya diam dan memperhatikan dengan wajah dingin.
"Apa yang kamu lakukan?! Kamu tidak bisa melihat jalan?!" Keleo marah.
"Maaf, aku tidak sengaja," jawab Hopipah dengan gemetar.
Linzy hanya kaget dan tidak bisa membantu Hopipah, dalam hati dia berpikir, "Gue tidak bisa membantumu Opi, gue takut berurusan dengan mereka. Semoga Opi bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik."
Hopipah kaget ketika melihat lima pria tersebut, yang ternyata sama dengan mereka yang dia tabrak tadi pagi. Linzy melihat Hopipah merasa kaget dan takut, karena semua siswa di sekolah tahu bahwa berurusan dengan lima pria tersebut bisa berakibat fatal.
*
*
Jangan lupa kasih like di setiap bab, komen dan Vote serta hadiah juga ya.
Terima kasih Sayangku 😘.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!