"aku minta cerai mas"ucap Dina kepada suaminya yang baru pulang kerja.
Deg.!
"Maksud kamu apa dek?"tanya Alvin sambil meletakkan tas kerjanya.
"Aku minta cerai mas,apa kamu tuli?"lagi lagi Dina membuat suaminya bingung, tanpa membuang waktu Alvin langsung mendekati Dina.
"coba kamu tenang dulu,apa masalahnya kenapa kmu minta cerai tiba tiba?"tanya Alvin dengan nada lembut membuat Dina menggeleng.
"Aku gak tahan hidup seperti ini terus mas,gali lubang tutup lubang.Gak ada peningkatan sama sekali dalam hidup kamu".
Dari awal kita nikah,aku coba sabar mungkin kamu lagi ngumpulin uang, nyatanya apa?sampai sekarang gak ada mas,aku capek!
Aku mau pulang, aku mau bebas banyak laki laki mapan diluar sana yang mau samaku. Aku menyesal tidak menuruti kata-kata orangtuaku dulu.
Andai aku nurut,pasti aku di nikahkan sama Deni si pengusaha tampan dan hidupku pasti sudah berlimpah harta, aku capek intinya aku mau cerai secepatnya.!"
Umpat Dina lagi-lagi Alvin menghela nafas panjang,dadaya terasa dihimpit batu besarkarena Dina selalu saja mengumpat dan tidak pernah sekalipun bersyukur atas apa yang ia berikan.
Deg!
"bagaimana dengan anak kita? Kamu tidak memikirkan bagaimana nasib si Guntur,?Dina coba kamu pikir lagi pernikahan itu bukan lelucon."Alvin berusaha memberi pengertian kepada Dina,tapi Dina enggan melihat Guntur.
"Aku gak mau tau mas itu urusan kamu,toh ayahnya kamu, yang buat dia juga kamu. tanggung jawab lah.!"nada Dina semakin naik.
Jleb.!
"Intinya, aku mau pergi malam ini.aku sudah muak dengan kehidupan yang monoton ini.terserah mas,kamu mau nikah aku setuju dan aku gak akan larang larang.
Tapi kamu harus ingat,gak ada lagi perempuan yang sesabar dan secantik aku,yang mau lelaki serabutan kayak kamu."ujar Dina terang-terangan, lalu mengemasi pakaiannya ke dalam tas.
Alvin hanya diam dan menunduk,Ia berusaha mencerna semua ucapan yang terlontar dari mulut istrinya tersebut.
Ia tidak menyangka Dina sanggup berkata seperti itu pada dirinya,memang Dina selalu mengeluh biasanya hanya dengan sindiran.
"Eugh...."tiba-tiba bayi mungil disampingnya itu menggeliat,membuat Alvin menoleh ke samping lalu ia menggendong Putranya.
"Dek kayaknya Guntur haus,tolong susui dia dulu."pinta Alvin Hanya itu yang bisa ia katakan kepada Dina yang sudah dibalut emosi.
Dina langsung menghilang nafas panjang.lalu memutar mata malas.berbeda dengan Alvin, ntah kenapa Ia benar-benar merasa lelaki paling hina di dunia ini,dibuat istrinya sendiri.
"Ingat Mas ini terakhir kalinya aku menyusuinya,Jadi sepanjang aku menyusui Pergilah beli susu yang murah-murah untuknya.
kamu sudah gajian kan.?"ucap Dina dengan nada merendahkan.Alvin hanya menggangguk,Iya tidak sanggup lagi berdebat dengan Dina.
fisiknya sudah lelah seharian bekerja,ditambah lagi dengan istrinya yang minta cerai tiba-tiba,membuat Alvin benar-benar pasrah.
"Aku titip Guntur dulu,Jangan pergi sebelum aku datang"ucap Alvin lembut."
"Ya."jawab Dina ketus.
Sepanjang jalan menuju mini market dekat rumahnya.
Alvin hanya bisa melamun memikirkan nasib anaknya ke depannya.sampai di dalam,Ia langsung mencari susu yang paling murah.sekalian ia membeli dot bayi kemudian ia membawanya ke kasir.
"berapa mbak".?tanya Alvin.
"50.000 pak."jawab Mbak kasir tersebut.
Alvin mengangguk lalu mengambil uang di sakunya,setelah selesai ia langsung pulang,karena takut Dina meninggalkan Guntur sendirian.
Ceklek!
"Assalamualaikum"ucap Alvin begitu Ia membuka pintu.matanya langsung celingak-celinguk mencari keberadaan Dina.
"dek."panggilnya,namun tidak ada sahutan sedikitpun.
Tidak sengaja matanya melihat kertas di dekat Guntur yang Sudah terlelap,Alvin mengambil kertas itu lalu membukanya.
"Aku pergi Mas,maaf gak bisa jadi istrimu lagi,Tolong lupakan aku,Karena bagaimanapun juga Aku tidak akan pernah kembali lagi ke rumah buluk itu.
Untuk Guntur sebisa mungkin jangan perkenalkan aku kepada dia,Bilang saja Ibunya sudah mati."Dina.
Jleb!
Tes!
Air mata Alvin menetes,ya dia menangis.harga dirinya benar-benar diinjak oleh Dina.
Dina yang dulu berjanji akan selalu setia apapun keadaannya,ternyata itu hanyalah omongan belaka.
Alvin menarik nafas dalam-dalam lalu meremas kertas tersebut.
"Ya Tuhan,Aku tahu engkau tidak akan menguji hambaMu melebihi kemampuannya,tapi rasanya sangat sulit menjalaninya,hiks.."
"aku banting tulang setiap hari untuk mencukupi Dina,Tapi tetap saja ia mengumpat.
Tidak pernah sekalipun Ia kasihan atau iba kepadaku,dan sekarang ia tega meninggalkan aku danjuga Guntur."gumam alvin bahunya mulai bergetar.
"Eugh.."
Guntur kembali menggeliat karena merasa terganggu dengan suara ayahnya tersebut.
Alvin menghapus air matanya,lalu ia menggendong bayinya.ditetapnya bagi itu lekat-lekat,detik kemudian ia tidak kuasa menahan tangisnya.
Di saat bayi pada umumnya disayang oleh kedua orang tuanya nggak ya dewasa,tapi tidak dengan bayinya,yang masih berumur 5 bulan sudah ditinggal ibunya.
"Nak...ayah janji akan bekerja keras untuk kamu. Ayah akan cukupi semua kebutuhan kamu.asal kamu janji jangan pernah malu punya ayah,kayak Ayah ini ya."ucap Alvin.
Tiba-tiba guntur tersenyum sambil menggenggam erat jari Alvin,membuat Alvin ikut tersenyum.
"jadilah penyemangat buat Ayah ya."lanjutnya.
*****
KeesoKan harinya Alvin berangkat kerja,yang biasanya ia berangkat sendiri.sekarang ia harus membawa bayinya ke tempat kerjanya.
Hampir 10 menit Iya menempuh perjalanan ke tempat kerja,menggunakan motor buruk peninggalan almarhum ayahnya.
"Alvin ngapain kamu gendong bayi begitu?kamu ke sini mau kerja atau mau jadi baby sister hahaha."ucap temannya Sambil tertawa.
Alvin hanya diam lalu meletakkan tas yang di bawanya.melihat itu Doni merasa aneh dengan temannya tersebut,Iya melihat raut wajah Alvin tidak bersemangat seperti biasanya.
"AL."
"Hum"
"ada masalah?."tanya Doni.Doni adalah teman dekat Alvin mulai ia ikut bekerja bangunan.
Alvin juga selalu curhat kepada Doni saat dia ada masalah dengan Dina.
"hu'um."dahem Alvin sambil mengikat kain panjang dari tiang ke tiang,membuat ayunan untuk putranya.
"masalah istrimu lagi.?"tebak Doni membuat Alvin berhenti lalu menoleh.
"Iya."
"Kenapa lagi dia?maki-maki kamu lagi?ngumpat lagi?
Gak ada habisnya deh tu cewek maunya apa sih.?"tanya Doni mulai kesal.sebenarnya doni kasian melihat Alvin yang terlalu baik pada Dina.
"dia pergi."jawab Alvin tanpa melihat Doni membuat Doni kaget.
"what?!pergi dari rumah maksudmu?ujar Doni yang dibalas dengan anggukan oleh Alvin.
"kok bisa?"tanya Doni lagi semakin penasaran.Alvin menghela nafas sejenak sejenak,lalu ia melihat Doni.
"Ya seperti biasa ia merasa kurang.mengumpat dan sekarang ia memilih pulang ke orang tuanya.
Dia Malu punya suami kayak aku,"jawab Alvin membuat Doni langsung mengeraskan rahangnya
"Bodoh!dari awal aku bilang dia itu bukan istri yang baik.
Dari awal kamu curhat,aku sudah curiga,Makanya aku bilang kamu harus tegas jangan lembek.tapi kamu malah alibi kasihan lah,inilah,itulah,makan tuh kasihan!.
Lihat sekarang dia pergi begitu saja,Padahal semua gaji kamu setiap kerja dia yang menguasai,Kamu yang bodoh sih,baik itu jadi suami."kesal Doni,Ingin rasanya ia bertemu langsung dengan Dina.
"Secantik apa sih istrimu itu,sesuka hati menghina orang!"umpat Doni.
"Sudahlah Don mungkin ini semua sudah takdir."ucap Alvin Tetap tenang,tapi tidak dengan Doni Iya bahkan masih beneran.
"takdir....takdir kamu yang terlalu lembek!"
Deg!
"Heh Alvin,sekarang gini ya ... Aku tau
kamu orang yang paling baik di dunia ini.
Tapi gak gini caranya, habis harga diri kamu di injak-injak sama perempuan, kamu harus ingat harga diri, itu sangat penting!
Takdir itu ada yang bisa di ubah ada yang gak bisa di ubah, takdir kamu berpisah dengannya mungkin itu gak bisa di ubah.
Tapi takdir untuk kamu lebih tegas supaya harga diri kamu gak diinjak-injak, itu bisa di ubah. Tergantung kamu, mau tegas atau tidak!" tegas Doni emosi membuat Alvin terdiam.
"Kamu laki-laki AL bukan boneka dan pembantu Dina. Kamu pemimpin rumah tangga, kenapa malah kamu yang di pimpin jadinya." lanjut Doni muluapkan semua kekesalannya.
"Aku harus gimana?" tanya Alvin ia hampir putus asa. Semalam ia bahkan tidak
bisa tidur, memikirkan masa depan dirinya dan Guntur ke depannya.
"AL dengerin aku baik-baik, aku memang teman yang mulutnya gak ada saringan. Tapi ingat, aku berkata kasar dan tegas, itu demi kamu harga diri kamu.
Mulai sekarang, mindset kamu harus di ubah, masih banyak perempuan di muka bumi ini, bukan hanya Dina tapi berjuta bahkan lebih perempuan di muka bumi ini.
Jadi, sekarang kamu harus buktikan kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Buktikan AL, ingat ... ada aku temanmu yang selalu bantu. Walaupun kita hidup susah, tapi setidaknya jangan sampai dia kembali menginjak-injak harga dirimu setelah ini." ucap Doni dengan serius, membuat Alvin diam menunduk kata-kata itu.
"Aku yakin kamu bisa sukses Al, hanya saja untuk sekarang kamu terlalu cinta sama istri kamu itu.
Hingga tanpa kamu sadari, kamu gak berkembang sedikitpun. Kamu terlalu fokus dengan umpatannya yang menuntut kamu untuk kaya.
Kamu terlalu takut kehilangan Dina, kamu takut dia marah dan lainnya. Terlalu banyak ketakukan dan kekhawatiran dalam diri kamu.
Itu semua harus kamu ubah supaya cepat move on. Sedangkan kamu, pernah gak dia mikirin kamu sampai segininya atau khawatir sama kamu?" tanya Doni yang dibalas gelengan oleh Alvin.
"Gak kan, dia bisanya hanya mengumpat doang, sadar!" tegas Doni sambil menunjuk dada Alvin.
"Ingat AL, ketika kamu sudah sukses wanita mana yang gak mau sama kamu.
Bisa jadi Dina malah kembali bertekuk lutut padamu begitu melihatmu sukses.
Karena istrimu itu, perempuan matrealistis dan sekarang yang perlu ada dalam pikiran kamu bagaimana caranya sukses, udah itu aja!
Kuli bangunan ini gak bisa selamanya AL ini ada masanya. Untuk itu, kita harus bisa mencari penghasilan lain." ucap Doni panjang lebar.
Alvin yang awalnya menunduk, langsung mendongak mendengarkan nasehat Doni.
Ia melihat Doni dengan serius, dadanya tiba-tiba bergemuruh. Ntah apa yang ia rasakan tapi kata-kata Doni benar semuanya.
"Tampar aku." ucapnya membuat Doni
kaget.
"Hah?"
"Tampar aku Don, buat aku sadar kalo aku selama ini bodoh, selalu memikirkan Dina tanpa memikirkan diriku sendiri. Tampar aku untuk keluar dari zona aku-
Plak!
"Don-
Plak!
Doni menampar pipi Alvin kiri dan kanan, membuat Alvin terdiam merasakan sakit dan panas di pipinya.
"Ini adalah tamparan pertamaku
untukmu, sebagai teman, aku hanya ingin kamu bahagia AL. Dari awal aku kenal kamu, aku tidak pernah melihatmu benar-benar bahagia.
Tidak pernah, kamu hanya pura-pura bahagia supaya orang-orang tidak dapat melihat bebanmu. Mulai sekarang, ayo jujur pada diri kamu sendiri, hidup ini hanya sekali AL.
Jangan sampai mati sia-sia cuma gara- gara perempuan matre dan tolol kayak Dina."
Ujar Doni membuat Alvin mangut-mangut.
"Hum ... kamu benar, aku laki-laki bodoh yang selalu nurut pada Dina." ujar Alvin.
"Itu tau, ayo kerja nanti gak gajian lagi." ajak Doni bangkit dari duduknya.
"Sebentar, aku ayun Guntur dulu." ucap Alvin lalu ia merebahkan Guntur di ayunan.
"Jadi anak yang baik Budi ya Nak, do'akan Ayah." gumam Alvin pada putranya membuat Doni yang melihat itu tersenyum.
'Aku yakin AL, kamu insyaallah sukses, kita tunggu aja tanggal mainnya.' ucap Doni dalam hati.
***
Seharian mereka bekerja, Alvin sesekali berhenti saat Guntur haus, ia segera
membuatkan susu untuk Guntur.
Sore hari menjelang magrib mereka sudah selesai bekerja, saatnya mereka menunggu giliran untuk mengambil gaji.
Begitu Alvin menghadap atasannya, pria itu heran melihat Alvin menggendong bayi.
"Bayi siapa yang kamu gendong?" tanya Pak Burhan pemegang tender proyek itu.
Sebenarnya bukan Burhan yang membagi-bagikan gaji, hanya saja karena
bawahannya lagi sakit mau tidak mau Burhan
yang turun langsung.
"Anak saya Pak." jawab Alvin jujur.
"Kenapa kamu malah bawa anak disini,
kan harusnya gak boleh bawa anak. Ini tempat kerja.
Kasian bayi di bawa-bawa ke tempat bangunan begini." ujar Pak Burhan membuat Alvin melihat Doni sejenak.
"Mohon maaf Pak, jika saya melanggar tapi bawa bayi bukan tanpa sebab Pak.
Tadi malam istri saya meninggalkan
rumah bagitu saja, dan meninggalkan anak kami yang masih berumur lima bulan." terang Alvin membuat Pak Burhan tampak kaget.
"Kok bisa?" tanya Burhan.
"Ceritain aja AL, biar Pak Burhan tau dan bisa ngasih kamu keringanan untuk tetap bisa bawa Guntur." usul Doni yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Boleh saya cerita Pak." ujar Alvin.
"Silahkan, duduk dulu." suruh Burhan
sebenarnya Burhan adalah bos yang disiplin
dan galak.
Tidak semua orang bisa berinteraksi banyak padanya. Tapi Alvin selalu membuatnya luluh, dari awal kerja begitu melihat Alvin ia selalu teringat dengan almarhum adiknya.
Alvin menceritakan semuanya pada Burhan, membuat Burhan mangangguk paham dengan cerita Alvin.
"Itulah kita laki-laki ini, saat miskin diinjak-injak sepuasnya dituntut ini dan itu.
Tapi yakinlah AL, istrimu akan menyesal menyia-nyiakan laki-laki sebaik kamu." ucap Pak Burhan membuat Alvin terkekeh.
"Ya kali Pak, yang ada dia bahagia lepas dari saya, lepas dari anaknya.
Dia bisa bergaya sepuasnya mencari laki- laki impiannya, yang kaya dan mapan.
Tidak seperti saya, yang hanya kerja serabutan." jawab Alvin yang dibalas gelengan oleh Burhan.
"Betul, tapi itu cuma sesaat Alvin, dia pasti akan menyesal. Hukum karma itu ada, kita lihat aja nanti.
Walaupun dia dapat laki-laki kaya dan
tampan, belum tentu laki-laki menghargainya sebagaimana kamu menghargainya.
Laki-laki kaya juga gitu AL, banyakan yang semena-mena sama perempuan,bbahkan menganggap perempuan hanya pemuas nafsunya.
Tapi semisalnya, saat kamu sukses amin ya... Dia kembali lagi, dengan berbagai alasan apa yang akan kamu lakukan?
Menerimanya kembali kah? Atau bagaimana?" tanya Burhan mencoba menjebak Alvin.
"Amin ya Allah, masalah itu lihat nanti aja Pak. Tapi yang jelas, jika Dina datang disaat saya sukses, saya akan mengingatkan kembali ke masa-masa ini." jawab Alvin membuat Burhan tersenyum.
"Ya... terima kasih untuk hari ini, semoga sukses ini gaji kamu." ucap Burhan lalu memberikan uang 150 ribu ke tangan Alvin.
"Terima kasih banyak Pak, o iya Pak.
Apa saya tetap boleh membawa anak saya, karena di rumah gak orang Pak." pinta Alvin yang dibalas anggukan oleh Burhan.
"Iya, tapi jangan bilang ke siapa-siapa. Cuma kamu yang saya bolehkan." jawab Burhan membuat Alvin senang,ia langsung mengangguk.
"Baik Pak, terima kasih banyak." ucap Alvin dengan semangatnya, padahal ia sudah sangat takut jika Burhan tidak
mengizinkannya.
Doni yang melihat Alvin begitu senang ikut tersenyum.
"Kalo begitu kami pamit ya, Pak." lanjut
Alvin.
"Eh tunggu dulu, saya mau lihat bayi kamu." cegah Burhan, membuat Alvin langsung melonggarkan kain gendongnya, kemudian menunjukkan wajah Guntur pada Burhan.
"Masyaallah ganteng sekali... penyesalan besar akan menanti Ibumu, Nak." ucap Burhan sambil mengusap kepala Guntur pelan,
membuat bayi itu menoleh melihat Burhan.
"Ini... Bapak ada uang buat kamu, jadi
anak yang baik budi ya banggain Ayahmu. " lanjut Burhan lalu memberikan uang biru ke tangan Guntur yang begitu mungil.
"Bilang makasih Nak, makasih Bapak."
Jawab Alvin sambil melambaikan tangan Guntur,
membuat Burhan tersenyum.
"Demi apapun anakmu sangat memikat perhatian AL, istri saya sepertinya bakal senang sekali melihat bayi ini.
Besok lah ya, saya bakal ajak istri saya kesini dia sangat menyukai bayi. Tapi itulah rumah tangga adem, rezeki melimpah.
Allah belum kasih kepercayaan buat punya anak." ucap Burhan membuat Alvin tersenyum.
"Cobaan setiap manusia beda-beda, Pak." ujar Alvin membuat Burhan mengangguk.
"Betul, besok istri saya bakal mau ini ngasuh kamu anak manis." lanjut Burhan mengusap pipi Guntur.
"Terima kasih Pak, Guntur tunggu kedatangannya." ucap Tono membuat Burhan terkekeh, ia benar-benar gemas melihat Guntur.
***
Sampai di rumah, tiba-tiba Alvin kembali merasa sedih begitu melihat rumahnya.
Bayang-bayang Dina kembali menari-nari
di pikirannya.
"Eh, itu si Alvin ngapain bawa-bawa anak Kerja lihat deh." ucap ibu-ibu yang sedang nongkrong di warung, sambil memperhatikan Alvin yang menggendong bayi.
"Kalian gak tau ya jeng, istrinya pergi ninggalin dia." jawab pemilik warung tersebut membuat yang lain kaget.
"Ah masa sih, jangan ngarang deh. Tapi iya sih punya suami kayak Alvin, kayaknya bikin muak." timpal yang lain sambil melihat Alvin yang baru saja pulang kerja.
"Intinya mah begitu, dia ditinggalin gitu aja." jawab si pemilik warung semakin memanas-manasi cerita.
"Cuma istrinya bodoh gak sih, yang rela ninggalin anaknya gitu?" timpal yang lain.
"Ya gak tau, mungkin itu biar gak ada
beban kali, tapi satu sisi saya salut loh sama Alvin dia gak pernah marah, penyabar gitu."
"Udah-udah, jangan gibah terus ini belanjaan saya tolong hitung.
Masalah rumah tangga kita sendiri pun belum tau ke depannya bagaimana, jangan mudah menghakimi rumah tangga orang.
Belum tentu suami kita lebih baik daripada Alvin. Suami kita mungkin hartanya banyak, tapi gak menutup kemungkinan kan Di kdrt dan lain sebagainya.
Jadi, jangan beranggapan alvin itu laki- laki paling buruk di dunia ini." ujar Bu Sinta tiba-tiba, membuat semuanya terdiam.
Sebenarnya Alvin sudah biasa mendengar dirinya jadi bahan gibahan di warung itu, tapi ia pura-pura tuli dan tidak mau
memperpanjang, tidak ada guna dan manfaatnya juga.
"Gak... gak, Ayah gak boleh kayak gini terus, benar kata Om Doni sama Pak Burhan, Ayah harus sukses.
Kamu semangatin Ayah ya, Nak." ucap Alvin, lalu ia membersihkan rumah yang tidak begitu luas itu.
Ia bahkan menggeser ranjang, mengganti posisi tidur supaya tidak terus-menerus keingat sama Dina.
Setelah semuanya selesai, ia mulai memasak nasi, karena ia sudah membeli jadinya lebih cepat.
***
Hari demi hari, alvin menjalani hidup
tanpa Dina. Bukannya stres atau sedih, Alvin malah semakin bahagia karena Burhan sangat peduli dengannya.
Burhan dan istrinya sudah lama menikah, namun belum memiliki keturunan. Setelah mengetahui Alvin selalu membawa bayi ke tempat kerja.
Burhan selalu mengajak istrinya ikut bekerja dengannya, alhasil Maya sangat senang melihat Guntur. Bahkan seharian Guntur bersama Burhan dan Maya selama Alvin bekerja.
"AL." panggil Doni saat mereka sedang memasang batubata.
"Iya."
"Gimana perasaan kamu sekarang, setelah hampir sebulan tidak bertemu dengan Dina?" tanya Doni membuat Alvin menoleh.
"Astaga, aku bahkan sudah tidak pernah kepikiran lagi Don, kamu malah ngingetin.
Mungkin kemaren sih, di minggu-minggu
pertama benar-benar sangat berat.
Tapi semakin kesini, aku bahkan tidak pernah kepikiran sama Dina. Apalagi sekarang Guntur selalu bersama Pak Burhan sama Bu Maya.
Aku menjadi lebih lega, karena anakku terjamin kebersihannya, makanannya bersyukur banget pokoknya." jawab Alvin Dengan sumringah membuat Doni terkekeh.
"Udah gak bucin lagi ya, Pak." ledek Doni yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Gak, apa itu bucin, yang perlu sekarang adalah ngumpulin uang, buka usaha sendiri." jawab Alvin membuat Doni tertawa terbahak- bahak.
"Siap-siap." ujar Doni.
"Istirahat dulu yuk, udah Zuhur." ajak Doni yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Aku ke ruangan Pak Burhan dulu sebentar, mau lihat Guntur." pamit Alvin yang dibalas anggukan oleh Doni.
'Belum apa-apa jiwa-jiwa kepemimpinan kamu sudah keluar Alvin." ucap Doni dalam hati, sambil memperhatikan punggung Alvin yang mulai menjauh.
Sebelum mengetuk ruangan Burhan, Alvin terlebih dahulu ke toilet, memastikan penampilannya tidak kotor dan terlalu buruk.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk."
"Permisi Pak, saya mau lihat Guntur mau ngasih susu." ucap Alvin diambang pintu membuat Maya menoleh.
"Udah gak usah repot-repot, Guntur udah saya masih susu kok. Udah kenyang banget ini, udah ngantuk juga dia." jawab Maya yang sedang menimang-nimang Guntur, membuat Alvin tersenyum lalu mengangguk.
"Baik Bu, terima kasih banyak, maaf jika Guntur rewel." ujar Alvin yang dibalas gelengan oleh Maya.
"Nggak-nggak, Guntur anak yang baik budi. Nangis aja jarang, senang banget saya ketemu bayi kamu, AL." jawab Maya membuat Alvin tersenyum.
"Kamu mau gendong gak?" tanya Maya membuat Alvin menggeleng.
"Gak usah dulu Bu, tangan saya bekas megang semen tadi, maaf ya Bu." jawab Alvin.
"Eh... gak apa-apa, udah makan belum?"
tanya Maya dengan ramahnya.
"Udah Bu, lagi makan sama Doni di bawah." jawab Alvin membuat Maya mangut- mangut.
"Kalo begitu saya pamit kembali kerja ya Bu, Pak." pamit Alvin hendak keluar dari ruangan Burhan.
"Eh Alvin... tunggu dulu." panggil Burhan membuat Alvin kembali menoleh.
"Iya Pak."
"Sini sebentar, saya ada kerjaan buat kamu." panggil Burhan membuat Alvin kembali masuk.
"Kerjaan apa Pak?" tanya Alvin.
"Jadi gini, untuk bulan-bulan ini banyak banget nih proyek bangunan. Saya ingin memberikan satu proyek buat kamu, kamu yang handle bagaimana?"
Deg!
"Maksudnya gimana ya, Pak?" tanya Alvin
bingung.
"Ya misalnya gini, ada sebuah proyek bangun ruangan nah itu dananya saya kasih ke kamu misalnya 70 juta.
Itu sepintar-pintarnya kamu mengelola uangnya, bagaimana caranya bangunan itu berdiri dan semua karyawan tergaji.
Kalo kamu pintar mengelola, insyaallah selalu dapat untung, minal lah lima sampai sepuluh juta.
Itu baru minimal ya, bisa lebih dari itu kalo kamu bisa menghematnya." terang Burhan, membuat Alvin langsung menelan ludahnya dengan susah payah mendengar Uang sebanyak itu.
"Banyak banget ya Pak."
"Iya, tapi tergantung yang handle, biasanya saya selalu ngasih pekerjaan ini pada Pak Arfan.
Tapi karena beliau lagi sakit, saya mau ngasih kamu kesempatan, Bagaimana?" tanya Burhan membuat Alvin bingung.
"Em... bagaimana ya Pak, saya takut tidak mengerti, takut malah rugi." ucap Alvin.
"Kamu tenang aja, saya akan tetap bantu kamu. Kalo misalnya ada yang dirasa bingung, tanyakan sama saya aja langsung, nanti saya ajarin bagaimana-bagaimananya.
Sekalian kamu belajar jadi mandor, jangan jadi kuli bangunan terus, kasian itu anak kamu." ujar Burhan membuat Alvin mangut- mangut.
"Baik Pak, tapi saya minta tolong arahanya ya, Pak." ucap Alvin, Burhan langsung menepuk-nepuk pundak Alvin.
"Bisa pasti bisa." ucap Burhan
menyemangati Alvin.
Alvin menoleh melihat putranya yang
sudah terlelap di gendongan istri atasannya itu.bibirnya langsung melengkung indah melihat anak kecil itu nyaman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!