NovelToon NovelToon

Sang Pengasuh

Mempelai Pengganti

Pagi yang masih petang, kekacauan terjadi di lantai lima sebuah hotel berbintang. Hilangnya mempelai wanita membuat kepanikan semua orang yang berada di sana. Terlebih keluarga besar pihak perempuan dan laki-laki.

Sebuah pesta pernikahan yang akan digelar sangat mewah. Tamu yang mereka undang pun orang-orang penting dan terkemuka di kota itu. Tapi sayang, saat persiapan berlangsung semua dibuat terkejut dengan menghilangnya calon mempelai wanita.

Tidak ada yang tahu dimana keberadaan Kirey dan tidak ada tanda-tanda tindak kriminal di tempat dimana seharusnya Kirey didandani sebagai mempelai wanita.

"Anik, aku mohon gantikan Key di pelaminan, ya!" Kalimat yang terucap seketika dari Nyonya Kyara.

Suara Kyara seketika membuat semua orang tercekat dan mengalihkan pandangan ada wanita anggun itu.

Di antara kegaduhan itu Kyara sebagai tuan rumah tidak lagi berfikir dengan jernih, kecuali mencari cara agar keluarga besar kedua mempelai tidak menanggung malu atas kekacauan ini.

"Tapi, Buk...."

"Tolonglah, Nik. Kami tidak ingin malu di depan banyak tamu undangan." desak Kyara yang sudah sangat bingung menghadapi situasi ini. Wajah cantik itu masih terlihat menegang dengan sorot mata penuh permohonan pada perempuan yang kini mendekap anak kecil itu.

"Iya aku juga setuju, Jeng. Jangan sampai pernikahan ini gagal. Keluarga kami juga pasti sangat malu." ucap Mayang, ibu dari dokter Langit sebagai calon mempelai pria. Wanita itu meng' Iyakan' saja karena jika sampai pernikahan ini gagal ,semua akan menjadi aib untuk dirinya. Beliau tidak ingin putra kesayangannya menjadi omongan banyak orang.

Sedangkan Langit hanya terdiam dan mematung. Dia tidak tahu harus melakukan apa kecuali melirik sinis wanita bernama Anik Saraswati. Bagaimana bisa dia menikah dengan pengasuh anaknya dan wanita itu juga seorang janda?

Semua dilema bertumpah ruah dalam otak pria berwajah timur tengah itu. Semburat ketegasan di wajahnya tak juga pudar meskipun dia sendiri dirundung dilema.

Dengan berat hati Langit harus menerima keputusan para orang tua yang dirasa tidak berpihak padanya. Reputasi keluarga dan banyak hal sedang dipertaruhkan diantara kehidupan sosial.

Sementara itu Reyhan dan beberapa orang masih mencari keberadaan putrinya dan penyebab utama kekacauan dalam acara yang sudah dinantikannya sejak lama.

###

Wanita berparas cantik itu terus menatap ke arah cermin yang ada di depannya. Gadis lugu itu seperti tidak melihat dirinya lagi. Make up artis telah menyulapnya menjadi wanita cantik dan anggun, mempertegas bagian-bagian tercantik di setiap inci wajahnya dalam beberapa menit saja.

"Anda benar-benar sangat cantik, Mbak." lirih sang make up artis dengan terus menatap pantulan bayangan Anik pada cermin didepannya.

Anik hanya terdiam dan tersenyum tipis. Tapi, dalam hati kecilnya dia merasa kecewa dengan jalan hidupnya. Hal yang selalu mengganjal sejak tadi dan membuatnya enggan menjalani ini adalah tatapan sinis dokter Langit. Calon suami yang terlihat sangat membencinya

"Apa semua sudah siap?" Suara Kyara memecahkan kesunyian di ruang make up.

"Sudah, Nyonya." jawab sang make up artis yang kemudian membantu Anik untuk berdiri.

Kyara membawa Anik keluar dari ruangan dari setelah ijab Qabul berlangsung. Beberapa memandang heran, saat mempelai wanita bersanding di pelaminan.

Beberapa orang sangat mengenal siapa putri tunggal keluarga Reynaldi. Dan wanita cantik dengan gaun mewah itu sangat berbeda dengan Kirey.

Langit menahan amarah, matanya mengisyaratkan sebuah rasa kecewa yang sangat besar. Dengan terpaksa dia menerima pernikahan dengan pengasuh putrinya.

Acara pun tetap berjalan dengan sempurna. Meskipun banyak hal yang mengganjal dibalik kemewahan pesta tapi semua tetap berakhir dengan semestinya.

Masih dengan wajah masam dan kebungkamannya. Langit mulai bersiap untuk pulang.

"Abang yakin tidak ingin menikmati paket bulan madu yang disediakan di hotel ini?" tanya Nata saat langkahnya terhenti ketika Langit keluar dari kamar membawa koper.

"Kita akan pulang malam ini juga!" jawab Langit dengan nada dingin kemudian meninggalkan Nata yang masih menatapnya penuh selidik. Gadis itu hendak masuk ke dalam kamar bermaksud mengambil keponakannya agar tidak mengganggu malam pengantin Abang dan Anik.

Nata mengetuk beberapa kali pintu kamar pengantin dan kemudian membukanya berlahan. Terlihat Anik sudah berganti pakaian.

"Ana sudah tidur, Mbak?" sapa Nata saat melihat Ana yang nampak pulas diatas tempat tidur yang penuh dengan taburan bunga.

"Iya, sepertinya dia kelelahan." jawab Anik dengan membereskan beberapa barangnya.

"Mbak Anik pasti juga lelah, apa nggak membujuk Bang Langit untuk tinggal semalam di hotel ini?"

" Kita semua akan pulang malam ini juga!" Suara bariton itu membuat kedua wanita itu menoleh ke arah pintu.

Pria tampan bertubuh tegap itu menatap tajam dua wanita yang tengah mengobrol itu. Wajah tegasnya membuat kedua Anik dan Nata terdiam, keduanya tahu emosi pria itu sedang tidak baik-baik saja.

Tanpa banyak bertanya mereka pun bergegas bersiap untuk kembali ke kota tempat tinggal Langit dan keluarganya.

###

Perjalanan mereka kali ini benar-benar dilanda kebisuan. Sikap Langit yang terkesan dingin membuat adik dan mamanya pun ikut bungkam selama dalam mobil.

Langit Biru Prabaswara adalah seorang dokter tampan yang jatuh cinta dengan Kirey Safanina Rayhan, putri tunggal keluarga Reyhan sekaligus Mama angkat gadis kecil bernama Ana.

Tapi sayang, kenyataan tidak berpihak dengan-nya. Penculikan yang terjadi pada Kirey membuat Langit harus menikahi Anik Saraswati, seorang pengasuh yang sangat di percaya oleh keluarga Reyhan.

"Mbak Anik, kenapa Mama Key menghilang?" tanya Ana dengan polosnya. Gadis yang hanya tahu mamanya adalah Kirey itu masih merasa penasaran.

"Mama Key, harus pergi belajar. Jadi, Mama Key tidak ada saat acara pesta." ucap Anik yang kebingungan mencari alasan untuk Ana. Selain dengan Kirey, Ana hanya dekat dengan Anik.

"Sekarang Ana tidurnya sama Mbak Anik, ya!" ucap Anik. Wanita itu sangat mengenal gadis kecil itu. Ana tidak bisa jika tidak dengannya atau Kirey.

"Dan Ana juga bisa tidur dengan Papa Langit." sahut Langit menyela obrolan mereka. Hanya gadis kecil itulah yang bisa melunakkan hati Langit hingga pria itu membuka mulutnya.

Anik menatap Langit dari spion mobil, dia merasa janggal dengan hubungan Langit dan Ana. Dari cara Langit memanjakan Ana, bahkan dia juga meminta Ana untuk memanggilnya Papa. Semua terasa aneh, tapi pikirannya tak bisa menjangkau penyebabnya karena yang dia tahu Ana adalah anak angkat majikannya.

Mobil berhenti di depan rumah berlantai dua milik Mayang. Langit turun dari mobil, pria itu langsung mengambil Ana dari gendongan Anik tanpa bicara sepatah katapun.

"Biar Nata yang mengantarmu ke kamar Langit." ucap Mayang. Dia merasa kasihan dengan wanita kini menjadi menantunya itu.

Langit memang meninggalkan Anik begitu saja. Dia tidak peduli yang nampak kerepotan dengan semua barang yang dia bawa.

"Ayo , Mbak anik." ajak Nata mengantarkan Anik ke kamar Abangnya.

Anik berjalan menuju kamar Langit dengan dada berdegup kencang. Setiap kali beradu pandang dengan tatapan sinis Langit, dirinya menjadi serba salah.

"Tok ...tok...Ceklek." Nata membuka kamar Langit.

"Bang, Kenapa Mbak Anik ditinggal?" tanya Nata sambil mempersilahkan Anik untuk masuk, sementara dia menatap abangnya yang malah asik bercanda dengan Ana.

Langit hanya melirik Nata dan Anik bergantian. Dia pun tak ingin menjawab apapun yang berhubungan dengan Anik. Bahkan, pria itu tak peduli saat Anik memasuki kamarnya.

"Jangan harap aku bisa menerimamu sebagai istri. Aku harap kamu tahu diri jika masih punya status sebagai istri dokter Langit." Kalimat pria itu sangat melukai perasaannya tapi dia bisa apa. Dia sadar jika bukan dirinyalah yang diinginkan pria yang kini berstatus suaminya.

"Jangan mencampuri urusanku dan jaga batasanmu!" lanjut Langit masih dengan suara lirih penuh dengan penekanan ketika Anik meletakkan bobotnya berlahan ketempat tidur.

Anik masih enggan menanggapi semua kalimat jahat Langit. Wanita yang hatinya terus dilukai itu hanya menatap Ana yang kini terlihat pulas di sebelahnya.

Kebisuan kembali membius isi kamar, hanya suara nafas halus Ana yang sedang terlelap dan suara gemericik air dikamar mandi yang membiusnya dalam tatapan hampa.

Malam Penuh Cerita

Anik memang pernah mengenal dokter Langit tapi bukan Langit yang saat ini sebagai suaminya. Rasa kecewa Langit membuat pria itu bersikap dingin dan ketus, seolah-olah pernikahan ini adalah keinginan Anik.

Malam Pertama yang seharusnya begitu hangat dan bahagia, kini terasa dingin dengan sikap Langit. Setelah Langit keluar dari kamar mandi, Anik mencoba membantu Langit mengambilkan baju untuknya, tapi pria itu justru menarik tubuh Anik hingga terbentur badan lemari.

"Tidak usah mencampuri urusanku!" bentak Langit dengan tatapan tajam ke arah wanita yang hanya tertunduk. Tidak ada rasa bagi pria itu kecuali membenci wanita yang ada di depannya.

Pria itu mengambil pakaiannya dan tanpa canggung dia pun mengenakannya di depan Anik. Seperti sebuah pelampiasan dari rasa kecewa atas pernikahan yang tidak dia inginkan.

"Aku akan melihat Ana!" pamit Anik yang kemudian langsung keluar kamar dan mencari keberadaan Ana yang tadi sempat dibawa Bu Mayang ke kamar beliau

"Tok...tok...." Anik mengetuk pintu kamar mertuanya yang sedikit terbuka. Dan ternyata benar, Ana belum juga bisa memejamkan mata.

" Mbak Anik, Ana nggak bisa tidur. Ana maunya didongengin seperti dongengnya Mama Key." Ana langsung bangkit saat melihat sekelebat bayangan Anik. Seperti sebelumnya Ana masih saja memanggil Anik dengan sebutan ' Mbak'

"Iya, Mbak Anik akan membacakan dongeng untuk Ana." ucap Anik membuat Bu Mayang bangkit dari sebelah samping Ana.

Wanita paruh baya itu memang tahu jika Ana tergolong anak yang susah beradaptasi dengan seseorang. Untuk itu, dia membiarkan Anik dan Langit membawa Ana untuk tinggal bersama mereka selama Kirey belum di temukan.

Mayang tahu pernikahan ini memang tidaklah adil bagi semuanya. Banyak kecanggungan dari hubungan ini, tapi setelah mengarungi perjalanan hidup baginya tidak menutup kemungkin ini memang jalan jodoh untuk putranya.

Mayang pun terus termenung tentang kejadian seharian ini. Semua harapan yang sudah dia lambungkan kini harus dia pupuskan. Putra kebanggaannya yang tampan kini berjodoh dengan wanita biasa.

"Nik, Ana sudah tidur?" Suara Mayang membuat Anik menghentikan langkah saat keluar dari kamar mertuanya. Dia tidak menyangka saja Mertuanya masih duduk di ruang keluarga.

"Sudah, Ma." jawab Anik. Mayang memang sempat meminta Anik untuk memanggilnya Mama saat perjalanan pulang.

"Bisa buatkan Mama teh hangat?" Sekali lagi Mayang meminta menantunya untuk membuatkan secangkir teh hangat.

"Bisa, Ma. Sebentar saya buatkan!" jawab Anik kemudian melangkah menuju dapur. Obrolan mereka memang masih terdengar kaku.

Mayang menatap Anik, wanita berkaca mata itu terus saja memperhatikan menantunya dengan seksama. Dia merasa, wanita di depannya itu cukup cantik dengan bibir mungil, mata bulat dengan kulit putihnya apalagi sikapnya juga santun meskipun dia tidak mungkin punya pendidikan tinggi. Mayang yakin Langit akan mudah jatuh cinta pada wanita di depannya.

"Silahkan, Ma!" ucap Anik ketika memberikan teh hangat sesuai permintaan Mayang.

"Nik, boleh Mama bertanya sesuatu, mungkin sedikit pribadi?" ucap Mayang dengan menyambut teh hangat dari menantunya.

"Boleh, Ma." jawab Anik.

"Duduklah! Jangan kaku seperti itu, Nik." ucap Mayang dengan menyeruput teh hangatnya dan kemudian meletakkannya di meja. Sedangkan Anik hanya tersenyum, dia memang masih canggung masuk dalam keluarga baru yang semuanya terjadi secara mendadak.

"Nik, katanya kamu janda ya?" tanya Mayang langsung pada intinya karena dia sudah merasa sangat penasaran selama ini.

"Iya, Ma." jawab Anik dengan menundukkan pandangan.

"Kamu punya anak?" sergah Mayang dengan dada yang berdebar. Mungkin akan sedikit rumit menjalin hubungan jika wanita di depannya itu mempunyai anak dari suaminya terdahulu.

Tapi Anik hanya menggeleng membuat Mayang seketika menghela nafas lega. Tapi rasa penasaran itu terus saja mengejar, tanpa sadar dia berharap pernikahan putranya akan berjalan dengan bahagia .

"Maksudnya bagaimana? Jawab, dong!" desak Mayang terdengar sangat tidak sabar.

"Tidak, Ma! Saya menikah hanya sebentar, mungkin sebulan." jawab Anik membuat Mayang seketika melotot kaget.

"Saya di paksa menikah dengan anak orang terkaya di kampung..."

"Sebentar-sebentar, Nik!" sela Mayang kemudian menarik nafas panjang, bersiap mendengarkan cerita Anik.

"Setelah pesta pernikahan itu, suami saya mabuk dan meminta saya untuk melayaninya. Tapi, saat itu saya takut dan menolaknya. Hingga akhirnya dia melakukan kekerasan pada saya karena tidak terima saya menolaknya." Anik menghela nafas. Luka lamanya seperti dibuka kembali.

"Saya mencoba bicara dengan Om dan Bulek saya. Tapi mereka hanya memberikan saran agar saya bersabar dan bisa merubah kelakuan suami saya."

Mendengar cerita Anik, Mayang langsung menggenggam tangan menantunya. Sedangkan mata indah wanita yang masih berumur dua puluh satu tahun itu berkaca-kaca, mengingat saat itu dia seperti tidak punya siapapun untuk berlindung.

"Apa Om-mu mendapatkan uang dari orang kaya itu?" cecar Mayang memperkirakan semua seperti di cerita drama-drama.

"Saya tidak tahu, Ma. Mereka hanya bilang jika menikah dengan orang kaya masa depanku akan lebih terjamin. Dan mereka meminta saya bertahan karena setiap rumah tangga ada ujiannya apalagi menjadi janda di kampung bukanlah hal yang baik." Dengan suara lirih Anik bercerita.

Mayang langsung memeluk menantunya. Masih sangat muda tapi gadis bertubuh mungil yang dalam pelukannya menjalani hidup dengan penuh tekanan.

"Dan bagaimanakah kamu bisa keluar dari pernikahan seperti itu?"

"Suatu saat suami saya berusaha memaksa saya melayaninya sebagai istri dan saat itu saya mencoba melawan dan melarikan diri hingga akhirnya bertemu dengan Pak Rey dan Bu Kyara yang saat itu hampir menabrak saya." lanjut Anik. Bertemu Kyara baginya adalah sebuah keberuntungan dalam hidupnya.

"Dan Bu Kyara melihat mata saya lembab, wajah saya lebam karena mendapat pukulan. Hingga akhirnya saya cerita semuanya. Dan Bu Kyaralah yang membantu proses perceraian saya. Keluarga mereka benar-benar malaikat penolong bagi saya, Ma." Masih teringat dengan jelas ketakutannya saat malam itu.

"Anik, Mama juga akan menyayangimu, seperti mamamu." ucap Mayang yang ikut meneteskan air mata. Tiga tahun hidup bertetanggaan membuat Mayang tahu seperti apa wanita muda yang bekerja pada Kyara sebagai pengasuh cucu angkat keluarga konglomerat itu.

"Berarti kamu masih perawan?" tanya Mayang sekali lagi yang sejak tadi otaknya masih terusik dengan pertanyaan 'Apa menantunya itu masih perawan atau sudah buka segel'.

"Kamu masih perawan, Nik?" ulang Mayang. Dia seperti kehilangan kalimat yang lebih sopan untuk dilancarkan karena rasa penasarannya.

Dengan pelan Anik kembali mengangguk, membuat senyum tipis di wajah Mayang terbit.

Suara langkah seseorang yang sedang menuruni tangga membuat kedua wanita itu saling menoleh. Terlihat Langit dengan wajah dinginnya berjalan melewati keduanya menuju pantry

"Sebentar, Ma. Mungkin Mas Langit ingin membuat kopi." pamit Anik pada Mayang yang segera menyusul Langit di pantry.

Mayang hanya menatap gadis berkulit putih itu berjalan tergesa menyusul suaminya. Mungkin beliau sedang belajar mengenal sosok Anik yang sebenarnya.

"Mas Langit, ingin membuat kopi?" tanya Anik saat melihat Langit menurunkan toples berisi kopi dan gula kemudian pria itu mengambil panci yang diisi air untuk direbus.

"Biar aku buatkan, Mas!" tawar Anik mendekat ke arah Langit.

"Sudah aku bilang, jangan ikut campur urusanku!" ucap Langit lirih penuh dengan penekanan. Tatapan pria itu begitu menghujam seolah ingin menusuk jantung wanita di sebelahnya.

"Nik..." panggil Mayang saat melihat ketegangan diantara anak dan menantunya. Dia sangat faham jika putranya itu masih dalam keadaan marah.

"Sebaiknya kamu bersiap untuk istirahat. Kamu pakai ya, kado dari Mama." ucap Mayang, meminta Anik untuk segera masuk ke kamar.

Tanpa tahu isi kado dari Mama mertuanya Anik hanya mengangguk dan mengucapkan, "terima kasih, Ma!".

Anik pun segera menaiki tangga meninggalkan Mama mertuanya yang masih menghabiskan teh hangatnya.

Panggilan 'Papa'

Anik membuka kado dari Mama mertuanya. Dia hanya tersenyum miris saat mertuanya memberikan kado yang tak terbesit dalam pikirannya. Sebuah lingerie merah.

Sejenak, tubuh kecil itu membeku dengan tatapan kosong. Entah apa yang mesti dia lakukan dengan benda yang ada ditangannya saat ini.

"Ceklek..." Seketika wanita yang sempat tertegun itu menoleh, mendapati Langit tengah membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.

Kehadiran pria yang kini berdiri tepat di depannya membuat Anik segera memasukkan kembali benda yang ada di tangannya itu ke dalam kotak kado.

Jantungnya berdegup kencang dengan tangan yang sudah bergetar saat melihat tatapan dingin Langit. Wajahnya mengisyaratkan sebuah penekanan yang luar biasa.

"Jangan harap aku akan tergoda dengan wanita sepertimu! Meskipun kamu telanjang di depanku itu tidak akan pernah membuatku ingin menyentuhmu!" suara sinis itu terdengar memekakkan telinga.

Terdengar sangat menyakitkan untuk seorang istri, tapi Anik masih bungkam dengan tangan yang terus saja merapikan kembali kado itu.

Seolah tak peduli dengan ocehan pria yang berdiri di depannya, Anik pun beranjak dari duduknya untuk menyimpan kado lingerie itu.

Melihat sikap Anik yang begitu acuh membuat Langit kembali tersulut emosi. Pria itu mengejar langkah Anik yang bermaksud menyimpan kado dari mertuanya ke dalam Lemari.

"Serrttt...blugh!" dengan kasarnya Langit menarik kado itu dan membuangnya ke segala Arah.

Anik pun terkejut. Trauma kekerasan yang pernah dilakukan oleh mantan suaminya membuat Anik spontan menjauh diri dari pria yang kini dikuasai emosi itu.

Bisa terlihat olehnya, wajah tampan itu seketika berubah menakutkan. Sorot mata yang menyala dan penuh amarah membuat Anik merapatkan langkah hingga tersudut di dinding kamar. Sesaat suasana pun mencekam.

"Kamu pikir, kamu akan menggodaku?" ujar Langit dengan terus berjalan mendekati wanita yang terus meremas kedua sisi roknya untuk menahan ketakutan.

"Jangan harap itu Anik Saraswati! Tidak ada gunanya kamu menyimpan barang seperti itu." tegas Langit saat berdiri tepat tepat di hadapan Anik.

Pria itu tidak menyadari jika keringat dingin sudah menetes dari balik rambut yang menjuntai menutupi sebagian wajah cantik itu.

Tidak hanya sakit hati yang menyerang perasaanya tapi ketakutan seperti membuat tubuh mungil itu membeku seketika.

Sorot mata yang terus menghujam tajam ke arahnya dan tubuh tinggi tegap yang seolah berdiri menghimpitnya membuat Anik tak bisa berbuat apapun.

Wanita itu hanya diam dan menunduk, apapun makian itu, Anik memilih diam agar tidak ada lagi perdebatan. Bahkan sekuat tenaga dia mencoba melawan rasa traumanya tanpa di sadari Langit.

Berlahan, dia memalingkan wajah saat hembusan nafas Langit menyapu sebagian kulit wajahnya. Dia tidak berani melihat wajah penuh amarah dan kebencian Langit padanya. Tapi reaksi yang diberikan Anik justru membuat sisi angkuh dan kecewa pria itu semakin terbakar.

Tangan kekar itu mencengkeram rahang kecil Anik. Memaksa wajah yang sudah memucat itu menatapnya, hingga tanpa di sadari pria itu melumat paksa bibir tipis di depannya.

"Ehm..." Anik mendorong tubuh tegap itu dengan sekuat tenaga. Dia tahu yang dilakukan pria di depannya itu sebuah pel***han.

Tapi, entah kenapa setiap melihat wanita yang menjadi istri penggantinya justru membuat Langit ingin melampiaskan semua kemarahan dan rasa kecewanya.

"Ternyata anda sebrengsek itu dokter Langit." suara lirih Anik penuh dengan penekanan. Ada dorongan emosi diantar ketakutan yang melanda jiwanya hingga membuat keberanian itu timbul.

"Apa kamu menginginkan lebih dari ini? Jangan sok polos! Janda sepertimu memang sudah pintar menggoda laki-laki!"

"Tapi ingat! Aku tidak akan pernah tergoda sekalipun kamu tidak mengenakan sehelai benangpun!" Langit terus saja melontarkan kalimat yang cukup menyakitkan itu.

Anik mencoba meronta dan berharap bisa melangkah pergi. Tapi sikap Anik justru membuat Langit mencengkeram kuat kedua lengan wanita yang sudah merasa ketakutan itu.

Langit yang sudah kehilangan akal jernihnya. Pria kalap itu mencoba kembali mencium wanita yang dianggap berniat menggodanya.

Tangan kekar itu mencengkeram lebih kuat lengan kecil Anik dan memaksakan ciuman itu kembali hingga membuat Anik tidak bisa lagi melawan.

Ketakutan, rasa trauma atas kekerasan yang pernah dilakukan mantan suaminya membuat wanita itu mengerahkan semua tenaga meskipun tubuhnya kini bergetar.

"Berhenti! atau aku akan melemparkan ini." teriak Anik saat Langit melepaskan pagutannya.

Anik langsung menggeser tubuhnya, tangannya meraih sebuah guci di atas meja yang berdiri di rak sebelahnya. Tatapannya begitu nyalang dengan tubuh yang terlihat gemetar.

"Ingat, jangan coba-coba kamu menggodaku dengan ini!" ucap Langit kemudian meninggalkan Anik yang masih menegang.

Tangis Anik pecah, seketika tubuhnya yang terasa kehilangan tenaga itu pun luruh. Hatinya terasa sakit dan mentalnya kembali hancur. Lintasan peristiwa yang ingin di lenyapkan dalam ingatannya kembali membayang.

###

Pagi ini, Anik mencoba menyiapkan sikap agar terlihat baik-baik saja. Wanita itu membereskan kamar sebelum keluar dari ruang yang masih baru dia tinggali.

Saat pintu terbuka, wanita itu kembali tersentak kaget ketika melihat Langit yang sudah rapi masuk ke dalam kamar.

"Maaf untuk yang semalam." ucap Langit dengn nada dingin. Pria itu seolah tidak ikhlas mengucapkannya.

Anik hanya menunduk kemudian melewati Langit untuk keluar kamar. Kejadian semalam membuat Anik sulit bersikap biasa saja. Tapi, dia juga tidak ingin orang rumah mengendus pertengkaran mereka semalam.

Aroma masakan menguar jelas di penciumannya. Anik mempercepat langkah menuruni tangga untuk menghampiri dapur.

"Maaf saya terlambat bangun." ucap Anik saat asisten rumah tangga Mayang terlihat repot menyelesaikan masakannya.

"Nggak apa-apa, Mbak Anik. Namanya juga pengantin baru." jawab Bu Ruminah sambil tersenyum menggoda.

"Lagi pula ini sudah tugas saya!" lanjutnya lagi saat Anik masih berdiri canggung.

"Mbak Anik mau teh hangat?" tawarnya lagi membuat wanita muda itu merasa sungkan.

"Nanti saya bikin sendiri, Bu." ucap Anik sambil memperhatikan situasi dapur.

"Mbak Anik...." teriak Ana yang berlari menghampirinya.

"Wah, anak cantik sudah bangun!" ucap Anik kemudian menyambut Anak dengan pelukan dan kemudian menggendong bocah itu.

"Kamu mandiin Ana dulu, Nik!" titah Bu Mayang yang menyusul keberadaan mereka.

"Oh ya, kata Langit Ana akan tinggal bersama kita untuk terusnya, nanti siang kita akan menata kamar untuk Ana." lanjut Bu Mayang.

'Seterusnya?', tapi bagaimana jika Kirey kembali dan meminta Ana? Anik tahu betapa sayangnya Kirey pada gadis kecil itu. Tapi jika itu keputusan Langit dia tidak lagi bisa berbuat apapun.

"Ana, mandi, yuk!" ajak Anik. Tapi gadis itu malah merengut. Ana seperti masih enggan untuk mandi.

"Ana masih ingat, pesan Mama Key? Ana harus menurut ya selama Mama Key bekerja." bujuk Anik sekali lagi hingga sikap bocah itu kembali melumer begitu mengingatkan tentang nasehat dari Mama Kirey.

Anik pun segera menggendong Ana menuju lantai Atas, dimana semua pakaian dan keperluan Ana masih jadi satu dengannya.

"Papa Langit mau kemana?" gumam Ana saat Langit sudah nampak rapi.

Anik tak menyahut, dia hanya merasa heran kenapa Ana memanggil Langit dengan sebutan 'Papa'.

"Halo Ana. Papa akan bekerja ya! Ana ingin dibawain oleh-oleh apa saat Papa pulang nanti?" tanya Langit dengan begitu ramahnya saat mereka bertemu di pertengahan anak tangga.

"Ana ingin coklat." ucap Ana dengan wajah innosance.

Hal seperti itu memang bukan hal asing untuk Ana. Karena saat Langit mendekati Kirey, pria itu sering memberikan hadiah untuk gadis kecil itu.

"Ok. Tapi, Ana mandi dulu, ya! " Pinta Langit dengan menoel pipi gembil Ana.

"Aku meminta Ana untuk memanggilku Papa, dia juga butuh sosok Papa. Oh ya, dan dia akan tinggal selamanya bersamaku." jelas Langit yang hanya dijawab anggukan oleh Anik.

Meskipun ada ribuan pertanyaan di otak Anik. Tapi, wanita itu memilih diam saja, hatinya masih merasa cemas saat berhadapan dengan Langit. Anik pun menundukkan kepala seolah meminta izin untuk naik keatas.

NB

Mungkin banyak scene yang berbeda dari novel Hasrat Cinta Alexander. Tapi, plotnya tidak jauh berbeda dan untuk yang baru bergabung dan ingin tahu latar belakang Langit, Kirey dan Ana silahkan membaca Hasrat Cinta Alexander.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!