NovelToon NovelToon

L&M

BAB 1 : Awalnya

Hai, Namaku Mutiara Nabila, atau kalian bisa panggil aku dengan nama Tiara saja lebih simple dan gampang kan daripada Mutiara?

Aku seorang siswi yang berumur 16 tahun yang belajar di salah satu SMA Negeri di Batam, Kota kelahiranku. Aku lahir tanggal 21 Agustus 2000, masih muda banget kan? Aku tahu kalian pasti gak akan percaya kalau di umur yang masih bocah ingusan ini aku sudah banyak merasakan kisah-kisah cinta yang sempat aku tak percaya sama sekali.

Batam, 2016 ...

Hari ini adalah hari yang panjang sekali bagiku, kenapa? Karena satu orang di kelas kami harus dijemur ditengah lapangan dan menghormat kepada Bendera merah putih sampai jam istirahat tiba.

Kami berbaris rapi sambil hormat kepada tiang bendera yang tinggi dan matahari juga sudah terlihat bersembunyi di balik tiang itu, sehingga membuat mata menjadi silau dan kami mulai kepanasan.

Aku berada di barisan kedua tepat di belakang barisan sahabatku Novi yang memiliki sifat tidak bisa diam. Mungkin karena efek dari kepanasan aku bisa maklumi, tetapi siapa di sekolah yang tidak mengenal Novi yang memang tidak bisa diam apalagi kalau dia kena hukum begini pasti dia tetap akan protes.

Aku merasa risih karena dia terus bergerak kesana kemari tidak bisa diam, aku takut nantinya ada guru yang menegurnya karena tidak bisa berbaris dengan benar. "Novi! Kenapa kamu tidak bisa diam sih? Nanti kita kena lagi nih! "Ucapku kesal sambil menahan panas matahari. 

Dia berbalik, dengan tatapan wajah yang tampak kesal. "Tiara, kamu nggak merasa kepanasan? Kamu merasa sekarang lagi salju atau apa? "Tanya Novi.

"Iya, tentulah aku juga kepanasan, Novi! Lagipula kamu aneh mana ada di Indonesia salju."Jawabku pelan. 

"Ah, iya juga. Abis aku kesal, kenapa hanya karena si Arga kita jadi dihukum satu kelas gini? Nanti lihat aja dia! "

"Nov, gak boleh gitu! Kan dia juga sering bantu kita buat pr mtk, masalah ini kan biasalah anak laki-laki. "

Karena kesal mendengar jawabanku, Novi kembali berbaris dengan diam. Aku sesekali mendekat padanya, tetapi tampaknya dia kesal karena omonganku tadi, jadi tidak enak hati karena dia adalah sahabatku. Sesekali juga aku berbisik padanya, tetapi dia seperti tidak mendengarkanku, tidak apa-apa lah nanti juga hilang sendiri ngambeknya. 

Tak terasa bel istirahat berbunyi, Kriiing! Kriing!! Kriiing!!! 

Kami semua sibuk menurunkan tangan seraya duduk di lapangan itu. Tak lama ada guru yang datang menghampiri kami semua, "Bagus sekali! Belum ibu suruh kalian duduk tapi kalian semua sudah duduk? Siapa yang suruh? " Tanya bu Susi, guru yang memberi kami hukuman ini. Ibu Susi memiliki sikap tegas, dia sebenarnya gak gampang marah, cuman kurasa memang kami nya saja yang selalu membuatnya kesal.

"Buk, panas! Capek, kan udah istirahat, belnya udah bunyi tuh!" Keluh kami serentak sambil menghapus keringat yang ada di wajah.

"Yasudah, ibu kasih kalian istirahat!tapi ingat jangan ulangi lagi kesalahan ini, terutama ARGA. Kalian mengerti?! "

"Iya, mengerti. "Jawab kami serentak. Setelah Bu Susi pergi meninggalkan lapangan, kami langsung beranjak dan berjalan menuju ke kantin. Letak kantin berada di belakang gedung pertama setelah kalian memasuki gerbang, di gedung pertama itu juga merupakan gedung untuk kelas 10 baik jurusan IPA maupun IPS.

Oh, iya. Aku sedikit menjelaskan tentang sekolahku, ya. Kelasku berada di lantai dasar gedung satu, aku masuk ke kelas 10 IPS 3 kelasnya paling ujung pas sebelah kanan gerbang, di sana aku sekelas dengan sahabatku Novi dan juga Rangga, mereka merupakan teman semasa SMP ku. Gedung satu memiliki 3 lantai, lantai 2 dipakai untuk kelas 10 IPS 4 - 10 IPS 6, sedangkan lantai 3 dipakai untuk kelas 10 IPS 7 - 10 IPS 9.

Kita kembali ke topik utama cerita ini. 

Aku masih saja memperhatikan Novi yang sama sekali tidak berbicara apapun padaku, setelah apa yang aku katakan tadi. Huf Ahh, aku jadi semakin merasa bersalah karena mungkin saja kata-kataku tadi sedikit menyinggung perasaannya.

Aku rasa hatiku menjadi sakit karena sahabatku kini tak peduli denganku, mungkin memang aku salah bicara padanya, tapi apa salahnya jika dia bisa mendengarkan kata maaf ku nanti. Aku jadi semakin tidak percaya diri untuk bicara padanya. 

Aku berjalan menuju ke kantin dengan penuh rasa bersalah dalam hati, aku coba kuatkan diriku untuk menghampiri Novi sahabatku yang sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri itu. Tapi baru saja melangkah, ada satu tepukan yang terasa di bahu kiriku dan aku pun berbalik dan melihat ternyata dia.... 

"Kenapa kamu melamun, Tiara? "

Dia Rangga, teman Laki-laki yang juga dekat denganku. "Ah, Rangga! Kamu buat aku kaget saja. Ada apa? "Tanyaku ketus. 

"Justru seharusnya aku yang bertanya sama kamu kenapa, soalnya aku lihat kamu sedang memikirkan sesuatu."Jawabnya sambil tersenyum kecil. 

Aku malah semakin kesal melihat Rangga tersenyum begitu padaku, entah kenapa setiap dekat dia pasti selalu ada perasaan aneh yang menghampiri hatiku ini. Ah, jadi semakin membuat hatiku tidak jelas tujuannya mau apa.

Lagi-lagi dia menegurku, "lah, Tiara! Kan udah di tegur, masih aja melamun. "Ucapnya sambil menggeleng. 

Aku terkejut lagi, "Apaan sih, Rangga?udah deh jangan buat pikiran aku jadi tambah rumit nih, kamu pergi sana! Aku mau jajan sendiri aja! "Usirku lalu berjalan menuju meja lain yang masih kosong untuk aku duduk sendirian. 

Aku duduk lalu memesan satu mangkuk mie kuah dan juga teh obeng untuk makanan siangku. Rangga berjalan sambil tersenyum seperti meledekku dari dalam hatinya. Karena kesal aku mencoba bertanya, "Apa lagi, Rangga? Sana pergi! Kumpul sama yang lain aja! aku gak mau ngomong sama orang. "ketusku sambil mengusirnya. 

Rangga tetap saja tersenyum, malah dia semakin dalam menatap wajahku yang sudah sangat marah dan tidak mood lagi untuk makan karenanya. "Kamu marah karena apa sih, Tiara? Padahal aku dari tadi gak ngapain-ngapain tuh? "

"Iya, kamu memang tidak berbuat apa-apa, tapi kamu selalu senyum gak jelas! "Jawabku. 

"Oh, karena itu. Kamu kan tahu aku Rangga, gak bisa berhenti senyum kalau udah bicara sama orang lain. "

Ah, masa? Aku nggak percaya tuh! Sekalian aja ketawa sampai gigimu kering.

"Kamu gak percaya, Tiara? Gak usah dipendam dalam hati, ngomong aja langsung! " Dia seperti bisa membaca apa yang hatiku katakan. 

Aku mengelak ucapannya, "Ah, gak tuh! Kamu aja yang geer, aku mana mikir gitu. "

"Jangan bohong, kamu gak bisa bohong kalau sama Rangga! "Katanya dengan penuh percaya diri. 

BERSAMBUNG......

BAB 2 : Mengerti

Ih, aku semakin gak tahan dengan suasana ini, rasanya aku ingin menghancurkan semua yang ada di depan mataku termasuk Rangga sekalipun. Dia memang temanku, tapi sifatnya yang suka membalas omonganku dengan basa-basi itu membuatku menjadi muak melihat wajahnya, ditambah lagi suasana hatiku yang sedang runyam.

Dia berdiri lalu mengambil pesanan yang aku pesan tadi, saat aku ingin marah dia langsung meletakkan semuanya di depan mataku. "Iya, iya aku tahu kok, Ti! Gak usah marah-marah, entar cepat tua loh kan bahaya. "Ejeknya. 

"Ishh, amit-amit. Kamu aja lah tu!"

Tanpa pikir panjang aku langsung memakan makanan yang aku pesan tadi, sedangkan Rangga tidak memesan sama sekali padahal jam istirahat sudah mau habis sebentar lagi. Sesekali aku melirik padanya, tetapi dia berbincang dengan temannya yang lain dengan sangat santai seperti tidak ada masalah dalam hidupnya, sedangkan aku .... Sekarang saja aku belum meminta maaf pada sahabatku sendiri.

"Rangga! "

"Iya? Apa, Tiara?"

"Emm ... Kamu gak lapar gitu? Aku lihat kamu kayak gak ada beban sama sekali. "

Dia tersenyum lagi dan menatapku serius, "Kalau lapar, aku pasti makan dari tadi, tapi aku gak lapar! kalau beban, aku memang punya ... tapi aku tidak mau bawa semua itu ke sekolah, nanti kan masih bisa di selesaikan di rumah."Jawabnya dengan dewasa. 

Aku termenung mendengar kan caranya berbicara seperti lebih dewasa daripada umurnya yang masih 16 tahun, sama sepertiku. Malah aku merasa sifatku melebihi anak kecil yang masih TK, aku manja dan suka marah-marah, ya begitu kan sifatku? 

"Ehem, kan kamu melamun lagi!"

"Eh, iya. Aku lupa, Rangga! "

"Eh, ada yang bilang kalau melamun itu tidak baik. Walau kamu gak sedang lamunin yang buruk, tapi tetap saja melamun itu bisa bikin celaka. "

"Iya, aku ngerti kok. "

Aku kembali menyantap makanan ku dan Rangga kembali berbincang dengan teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tampaknya sangat menyenangkan dan tidak ada beban sama sekali. Tapi, kalau dipikir-pikir apa yang dibilang oleh Rangga semuanya benar! Aku memang tidak akan pernah bisa dewasa kalau begini. 

Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi Kriiiing!!! Kriing!!! Kriiing!! 

Semua siswa dan siswi yang berkumpul di kantin langsung bergegas masuk ke sekolah karena gerbang akan segera ditutup nantinya, jadi kami harus cepat supaya tidak terlambat masuk kelas.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB waktunya pulang.

Kring! Kring! Kring! 

Bel tanda pulang sudah berbunyi, semua pelajaran pun dihentikan dan dilanjutkan esok hari.

Para murid pun sudah tampak bubar dari dalam kelas dan suasana kembali menjadi ramai di mana-mana. Tak seperti biasanya, Novi tak menungguku pulang sekolah, tentu saja mungkin dia masih kesal padaku. Aku berdiri dari tempat dudukku sambil menatap keluar kelas dengan mata berkaca-kaca seolah ingin menangis, tapi sesaat ada yang membuatku kembali percaya diri, karena .... Rangga. 

Walau dia mengesalkan, tapi entah kenapa kalau dia berbicara semua yang ia katakan sepenuhnya benar. Dia menghampiriku sambil tersenyum, ya memang Rangga tak pernah lepas dengan senyuman anehnya itu. 

"Ehem, Tiara! Kamu melamun lagi, kan udah dibilang gak baik." Ucapnya dengan nada pelan. 

"Ah, iya. Maaf! Aku lagi-lagi lupa."

"Kamu gak pulang, Rang? Biasanya kamu pulang sama Arga dan Wisnu, kemana mereka? pulang duluan? "Tanyaku. 

Dia menggeleng, "gak tuh, ada di luar! Mereka juga masih mau nongkrong bentar di kantin."

"Oh, gitu. Yaudah, aku pulang duluan, ya?"

Dia mengangguk sambil tersenyum, "Iya, pulang sana! aku memang nunggu sampe kamu pulang, biar bisa lihatin kamu masih melamun apa gak di jalan. "

"Iya, gak kok! Aku duluan, Rang! " sapaku sambil berjalan keluar kelas. 

Aku tak tahu kenapa sekarang perasaanku menjadi sedikit lebih tenang, mungkin karena ada yang mengajakku bicara? Ya kan, atau memang Rangga pandai menghidupkan suasana, ah entahlah aku juga tidak tahu.

Aku penasaran, benar gak sih Rangga benar-benar memperhatikanku saat aku berjalan. Ternyata benar, dia berjalan perlahan sampai di kantin dan masih melihat ke arahku. Aku sengaja berpura-pura memperbaiki tali sepatuku, supaya bisa melihatnya tadi. Itu lah Rangga, aku tidak tahu apa yang ada di dalam kepalanya, bisa-bisanya dia menjadi orang aneh di hidupku. 

Bagai pengintai yang sedang mengawasi tuannya sampai dia benar-benar dalam keadaan aman dan tak ada bahaya apapun yang akan menghampiri, sampai matanya benar-benar tak bisa lagi menjangkau langkahku.

Ih, apa sebutan untuk si Rangga ya? Seperti sedang menjaga sesuatu saja, kenapa begitu teliti? Apa aku adalah tahanan baginya? 

Kubiarkan dia memperhatikanku, aku tak mau lagi berpura-pura melihatnya. Lebih baik aku terus berjalan dan biar dia bisa cepat duduk berkumpul dengan teman-temannya di kantin sepuas hatinya.

Lokasi dari rumah dan juga sekolahku memang sedikit jauh, tetapi aku selalu pulang menaiki busway. Karena kalau di pagi hari, masih ada ayah dan bunda yang bisa mengantar, tetapi saat pulang sekolah mereka semua masih berada di kantor. Cukup lama sampai di rumah, paling tidak 15 menit. Setelah sampai di depan rumahku, tak seperti biasanya ada terparkir sebuah motor sport berwarna hitam di tempat parkir rumahku. Aku yang penasaran 

melangkahkan kaki ku untuk mendekati motor tersebut. 

Hah, motor siapa nih? Bagus banget, apa mungkin motor tetangga? Tamu nya kali, tapi kenapa parkir disini?

Hatiku terus bertanya-tanya, karena bingung aku mengerutkan kedua alis ku dengan sangat lama sekali. "Ah, apa iya punya tetangga kali."Kataku dengan simpel lalu naik ke atas tangga menuju pintu rumahku.

Tapi pada saat aku di depan pintu, aku mendengar ada keributan di dalam rumah, lebih tepatnya sih sepertinya di ruang tamu. Ada apa ya? Kalian penasaran gak? Aku lebih penasaran nih.

Terdengar suara laki-laki yang asing bagiku, nada suaranya tidak terlalu berat, dan sepertinya dia masih muda. Tapi siapa?? Tidak mungkin ayahku, ya kan? Aku memutuskan untuk tetap berdiri di depan pintu dan mendengarkan beberapa patah kata yang sedang dibicarakan di dalam.

"Bisakan kalau misalnya Leon tinggal di Batam? " Tanya seseorang laki-laki dengan suara yang berat.

Hah, siapa lagi itu? Ada berapa tamu di dalam? Tamu ayah, kah? Tapi aku tidak pernah melihat ada yang punya motor sport mewah seperti itu? 

"Ya, tergantung kepada Leon, nya. Saya bisa saja carikan rumah yang dekat dengan Universitas di sini, lagipula Tiara juga tahu. "Jawab ayahku dengan sopan. 

Yah, ayah bilang apa? Leon? Siapa tuh? Apa aku mau dijodohkan? Ah, gak mungkin! Kan ayah udah janji gak akan melakukan itu padaku, masa ayah bohong?!!

Aku jadi semakin penasaran dengan apa yang dibicarakan di dalam dan aku ingin tahu siapa sih sosok yang disebut Leon tadi? Tapi entah kenapa aku ragu-ragu, jadi aku tetap berdiri di depan pintu sambil menggenggam kedua tanganku erat.

BERSAMBUNG..... 

BAB 3 : Siapa dia?

Kalian ingin tahu apa yang aku rasakan sekarang? Sangat sakit, rasanya aku tak mau melangkah masuk ke dalam rumah, padahal itukan rumah ku sendiri! Tapi hatiku tetap menolaknya, jadi respon tubuhku pun juga tak mau mengikuti.

"Leon, kamu mau tinggal jauh dari mama sama papa kan? Kamu udah janji loh semalam di rumah! Kamu mau lanjutin studi di sini, katanya kamu juga mau ketemu sama Tiara."

Wahh, wahh .... Ada apa dengan mereka? Kenapa membawa namaku, apa yang akan terjadi selanjutnya? Kenapa aku jadi takut bangettt ?!!

"Iya, Pa. Leon mau kok, tapi masalahnya Leon masih belum bisa menghafal jalan di sekitar Kampus. "

"Ah, itu gampang! Leon tinggal minta sama Tiara aja, eh tapi ngomong-ngomong ini udah jam dia pulang kenapa belum sampe ya? "Tanya ayahku dengan nada khawatir. 

Aih, aku di cariin ayah. Aduh, gimana nih sekarang? Apa aku masuk saja dan seolah-olah tidak tahu apa-apa, atau gimana? Bantu aku dong!

"Memangnya, Tiara sekolah di mana ayah?"

"Ya, memang sih agak jauh, baru juga sekolahnya. "

Astaga, kenapa ayah ngomongnya jujur banget!! Aku harus apa nih sekarang???? 

Tiba-tiba bunda menghampiriku dan terlihat di wajahnya sangat bingung denganku, "Lah, Tiara? kamu udah pulang? Dari tadi berdiri disitu? Kenapa gak masuk, sayang? " Tanya bunda dengan nada lembut. 

Aku cengar-cengir sendiri, " Hehe... Iya, bun! Tiara baru aja sampe kok." Jawabku.

"Sayang, kok kamu gak bilang kalau pulangnya agak lambat tadi pagi, biar di jemput sama ayah! "

Aku mendengarkan perkataan bunda sambil melepas sepasang sepatu sekolahku, "Gak lah, bun! Kan Tiara juga udah gede, malas kalau di jemput gitu! Lagian bunda sama ayah pasti juga capek baru pulang kantor. "

Bunda menggeleng, "Ah, yasudahlah! Masuk sana, ganti baju terus makan! " bunda melangkah masuk ke dalam.

"Bun! "

"Iya, Tiara? " Bunda kembali menghampiriku.

"Itu siapa yang ada di dalam?" Tanyaku penasaran. 

Bunda menoleh ke dalam, "Oh, itu ..... Kamu gak ingat ya? Kak Leon, waktu kamu masih TK? " Bunda mencoba menjelaskan padaku secara detail. 

Aku ingat, "Oh, iya. Kakak laki-laki yang bermain denganku dulu, ya? Lah, dia di Batam? Kapan sampe nya, bun? "Tanyaku.

Entah apa yang ada di dalam hatiku, tapi rasanya mendengar dan mengetahui nama itu akhirnya tersebut lagi, membuatku menjadi semakin ingin melihatnya. Rasanya aku sudah lama merindukan sosok anak laki-laki yang berkulit putih itu lagi di dalam hidupku. Terukir senyuman di wajahku, hatiku juga bilang kalau aku harus segera bertemu dengannya, entah kenapa begitu. ...... Aku ragu, huuuh! Seperti ingin berbicara dengan orang lain saja, padahal kami kan dulu juga sudah dekat. Apa mungkin karena kami tidak bertemu lebih dua belas tahun lamanya, dia juga pasti sudah lupa padaku.

"Semalam, sekitar jam 3 sore lah. Sana masuk, udah dicariin ayah tadi! Soalnya ada yang mau di bilang sama kamu. " Jelas bunda. 

Aku menarik tangan bunda sambil merengek seperti anak kecil, "Bun, Tiara gak akan ditanya apa-apa kan? Iya kan? "Tanyaku gelisah. 

Lalu bunda tertawa, "Emangnya apa yang akan ditanya ayah? Ayo, masuk dulu! "

Aku mengangguk mengerti, aku mengikuti ibuku untuk masuk ke dalam rumah. Saat sampai di ruang tamu, aku langsung melihat ke arah seorang pria tampan yang mengenakan style kemeja kotak-kotak merah itu. Ternyata dia adalah ...... 

Aku berhenti berjalan dan menatap tanpa kedipan mata dan tubuhku terasa kaku seketika.

Ya Tuhan .... Kenapa engkau beri aku pemandangan tak terduga hari ini? Padahal aku merasa banyak membuat kesalahan, entah itu pada Novi ataupun pada Rangga. 

Aku bergumam dalam hati, hati ku tak bisa diam seperti jarum jam yang terus bergerak sesuai detiknya, seperti itu lah jantungku sekarang. Entah bagaimana aku mendeskripsikan perasaan ini, tapi aku yakin pasti kalian semua tahu maksudku. Karena, kalau aku jelaskan .... Nanti rumit! ini masalah hati, gak bisa di jelasin detail kayak rumus matematika.

"Apakah dia gadis kecil yang dulu suka dengan es krim vanila itu? Dia Tiara? " Tanya Leon dalam hatinya.

Kulihat semakin lama wajahnya yang tampan itu, kulitnya putih, matanya tidak sipit, padahal dia darah tionghoa, rambutnya juga tertata rapi menutupi keningnya dan dia ternyata juga sedang menatap ke arahku. Tidak kusangka aku akhirnya bisa kembali menatap wajahnya yang dulu masih seperti bayi itu, masih kelas 3 SD dia nya, kalau aku masih TK.

"Nah, ini nih yang di cariin dari tadi! Tiara, baru pulang? Tumben lama, biasanya jam setengah lima udah pulang?" Ucap ayahku membuka percakapan, sontak aku langsung terbangun dari lamunan indahku yang baru saja terukir kembali setelah belasan tahun lamanya. 

Ah, lebay deh Tiara!!! 

Aku tersenyum kecil, "Hehe ... Iya ayah, Tiara tadi agak lama pulangnya karena jalannya agak rame jadi ngobrol dulu sama temen. " Jawabku.

Hahahahaha, Tiara .... Tiara.

Mereka semua jadi ikut tertawa karena tingkahku yang seperti orang bodoh, tapi hanya dia saja yang tampak serius menanggapi semua yang aku katakan. Lah, kenapa? Apa kamu lupa sama aku kak? Mungkin saja, karena kan udah lama banget kita gak ketemu, walaupun belum tua siapa coba yang bisa ingat kalau udah lama gitu. Ya kan? Hahaha, lupakan!

"Tiara, masih ingat gak sama papa? Sama kak Leon? hayoo, masih ingat gak? " Tanya seorang pria paruh baya yang sepertinya adalah papa nya kak Leon.

Aku baru ingat sekarang, dulu aku selalu memanggil ayah dari kak Leon itu papa, karna mereka juga tak punya anak perempuan. Hanya kak Leon lah satu-satunya harapan dan masa depan mereka nantinya, sedangkan aku memiliki satu saudara laki-laki, ya adikku yang paling menjengkelkan sejagat raya. 

Oh, Alam! Jangan sampai detik ini, di momen ini, si Dhika pulang dari sekolahnya. Berdoa apa sih, ya pastilah dia pulang, dia kan juga tinggal di sini. 

"Hehe, iya. Tiara, ingat sama papa dan juga kak Leon, kok. Tadi sih, sempat pikir siapa yang punya motor di depan, ternyata .... "Aku cengengesan gak jelas. 

"Oh, iya. Ini si Leon, motor kesayangannya di bawa sampai ke sini. Dari Jakarta loh!"

"Oh, gitu?" Aku melihat jam tanganku, sudah menunjukkan pukul 17:10 WIB. "Emm, ayah, bunda, papa, dan kak Leon, Tiara masuk dulu ya mau bersih-bersih! " Ucapku dengan sopan. 

"Iya, sana mandi! yang bersih ya, rapikan kamarnya! "

"Iya, bunda. "Jawabku sambil berjalan menuju lantai dua.

Ahh, padahal masih pengen ngobrol banyak dan aku sangat Penasaran dengan kak Leon, kenapa dia tidak berbicara apapun padaku? Aneh, apa dia gugup? Atau tidak percaya kalau aku adalah Tiara, gadis kecil yang makan es krim vanila bersamanya di taman? Hah, sudahlah! Lebih baik sekarang aku berkemas dulu, kan badan udah kena keringat dari pagi kena hukum di sekolah. Bete banget nih, Arga emang gitu suka buat masalah. Terutama pas pelajaran kosong.

BERSAMBUNG..... 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!