NovelToon NovelToon

Terpaksa Menjadi Sugar Baby Tuan Mafia

1

    Tepuk tangan terdengar meriah dari kerumunan yang tengah berada di dalam aula ketika para siswa siswi melepaskan topi kelulusan mereka dan melemparkannya di udara. Sebuah tanda bahwa semua perjuangan mereka di universitas tersebut telah berakhir. Dan....

    "Kamu percaya tidak? Kita sekarang sudah lulus!." Kata Nara dengan semangatnya, tepat di dekat telinga Sheilla

    Membuat si pemilik telinga meringis mendengarnya. Gadis itu pun melemparkan senyumnya pada Nara, melawan keinginannya untuk mencelupkan ujung kelingkingnya di telinganya guna menghilangkan rasa gatal.

    "Iya, Aku juga merasa bahagia akhirnya kita sudah sampai sejauh ini." Kata Sheilla terlihat berseri-seri, ia meraih tangan Nara dan mengajak keluar dari aula.

    "Yeee.... kita berhasil! Kita berhasil!." Nara melonjak kegirangan dan Sheilla hanya bisa tersenyum, semangat dari sahabatnya itu menular padanya.

    "Selamat nona Nara... kamu sudah bekerja keras sampai sejauh ini!." Kata Sheilla, sedikit membungkukkan badannya, seperti tengah memberi hormat. Membuat Nara terkikik geli.

    Mereka melepas jubah atasan yang mereka sewa dan menyerahkannya pada bagian administrasi perguruan tinggi.

    Sheilla menghela napas, melihat ke sekeliling kampus. Ini adalah tempat favoritnya selama empat tahun terakhir ini dan meskipun dia merasa sangat senang akhirnya bisa lulus, Alea pasti akan merindukan gedung kampus sekaligus tempat ternyaman nya ini.

    "Jadi, sekarang setelah pendidikan selesai, apa rencana kamu?." Tanya Nara saat mereka berjalan keluar melewati gerbang dan menatap Sheilla yang tersenyum.

    "Kamu selalu tau apa rencanaku! Aku ingin masuk ke firma hukum dan sekarang dengan tawaran dari Erick dan asuransi dari kecelakaan orang tua ku, akhirnya aku bisa melakukannya!." Sheilla segera menyeka air matanya dengan lengan bajunya. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis, tetapi ketika menyebut dan mengingat mendiang kedua orang tuanya tiba-tiba membuat matanya muram.

    "Hei... Sheilla! Kamu tau mereka selalu bangga padamu, kan?." Nara menangkup wajah Sheilla, bertanya dengan nada yang lembut. Dia tau semua tentang kecelakaan mobil orang tua Sheilla dan dia juga tahu betapa besar luka yang di tinggalkannya pada diri Sheilla

    "Terima kasih.." Sheilla memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Aku hanya berharap mereka ada di sini untuk melihat apa yang terjadi, itu saja."

    Nara tersenyum, tetapi ia menelan kata-kata penghiburnya tadi setelah melihat senyum Sheilla yang terpaksa. "Tentu saja, aku tau mimpimu, nona pengacara. Tapi maksud ku apa rencanamu malam ini? Bagaimana dengan minum sepanjang malam?."

    "Itu ide bagus!." Kata Sheilla menyetujui dan mereka pun tertawa puas. "Sampai jumpa beberapa jam lagi!." Kata Sheilla saat melihat sahabatnya itu akan pergi.

    Meskipun Sheilla tahu apa yang Nara katakan hanyalah sebuah hiburan standar. Namun, kata-katanya tentang kebanggaan orang tuanya pada dirinya masih tetap dapat membuatnya merasa bersemangat. Bagaimana pun juga, ayahnya yang pernah bekerja menjadi pengacara telah menjadi pahlawan baginya selama bertahun-tahun, sampai seorang pengemudi yang mabuk merenggut nyawa kedua orang tuanya dan Sheilla pun terpaksa harus masuk ke dalam panti asuhan.

    **

    Saat ini, Sheilla tampak bersemangat untuk masuk ke dalam sebuah rumah milik pamannya. Ia baru saja tinggal di rumah itu selama setahun, tepat ketika paman dan bibinya tiba-tiba membawanya pulang, padahal setelah kecelakaan orang tua Sheilla mereka jelas tidak mau mengurusnya.

    Sheilla nampak bersemangat untuk menunjukkan sebuah sertifikat kelulusannya pada paman dan bibinya. Agar ia bisa mendapatkan uang asuransi atas kematian ayah dan ibunya yang telah mereka simpankan untuknya.

    Mimpi Sheilla akhirnya dapat ia wujudkan!

    Namun, langkah girangnya berubah menjadi sebuah rasa panik saat senyumannya di gantikan dengan raut wajah bingung, ketika melihat gerbang rumah paman dan bibinya terbuka lebar dan terlihat sebuah kerumunan orang-orang berjas hitam dan mobil mereka yang terparkir sembarangan, bahkan taman bunga di sana juga di jadikan lahan parkir oleh orang-orang itu..

    Sheilla pun berlarian masuk ke dalam rumah, menembus beberapa orang yang sebelumnya melarangnya agar tidak masuk ke dalam. Setelah berhasil masuk, hati nya tenggelam melihat seisi rumah yang telah hancur berantakan, kekacauan ada di mana-mana. Sofa-sofa berantakan dan ada juga yang terbalik, banyak barang-barang yang pecah dan terdengar suara seseorang yang tengah menggeledah rumah ini sampai di telinga Sheilla. Suara itu berasal dari arah dapur.

    Sheilla pun berlari mendekati paman dan bibinya yang tengah berpelukan di sudut ruangan dalam keadaan ketakutan hingga keringat dingin terlihat jelas bercucuran di dahi mereka.

    "Bibi, apa yang terjadi? Kenapa mereka melakukan ini?." Tanyanya. Tetapi mereka berdua justru menggelengkan kepala, tidak berani bersuara jika tiba-tiba orang-orang itu keluar dari dapur dan melampiaskan amarahnya pada mereka.

    Saat itu mereka sedang berada di rumah dengan kegiatan seharian mereka. Namun, tiba-tiba beberapa orang datang dan memaksa masuk ke dalam rumah mereka.

    Salah seorang pria langsung marah dan mengacak-acak semua seisi rumah. Suara piring pecah dan terdengar pecahan dari kaca jendela yang menggema di seluruh rumah.

    Kemarahan berkobar dalam diri setelah melihat ketidakberdayaan paman dan bibinya juga orang-orang yang tidak punya sopan santun di rumah mereka. Dadanya naik turun dan dia mengepal tangannya. 'Beraninya mereka? Ini ilegal! Bagaimana bisa mereka semua masuk ke rumah seseorang dan membuat kerusakan sebesar ini? siapa yang akan membayar ini semua?.' Gumam Sheilla.

    Sebelum gadis itu dapat menahan kemarahan dalam dirinya, ia berjalan menuju dapur dan menatap tajam ke arah beberapa orang yang tengah menghancurkan dapur.

    "Apa yang sedang kalian lakukan di sini?." Tanya Sheilla berteriak, namun bibinya segera menariknya keluar dari dapur.

    Bibinya adalah wanita berbadan kecil yang takut dengan segalanya. Dia tidak akan pernah bisa menangani konfrontasi seperti ini, bahkan meskipun ketika pamannya memukulinya setelah minum banyak alkohol, tidak seperti Sheilla yang selalu berani menghadapi apa pun yang ada didepannya.

    Sheilla tidak pernah mundur jika dirinya memang melakukan hal benar.

    Salah seorang pria yang nampak seperti bos menoleh untuk melihat ke arah pintu masuk dapur, bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengenai siapa yang cukup berani berteriak pada apa yang mereka lakukan.

    Setelah berjalan mendekat dan melihat bahwa suara teriakan itu berasal dari seorang gadis kecil, pria itu pun tersenyum mengejek. "Pergilah anak kecil." Kata pria itu.

    "Aku bukan anak kecil! Beraninya kau datang ke rumah bibiku dan menghancurkan semua barang-barang nya? Aku akan melapor pada polisi!." Sheilla memasukan tangannya ke dalam saku roknya dan mencoba meraih ponselnya, namun pria itu menarik tangannya.

    "Dasar! Pergi sana! Menjauh jika kau tidak ingin terluka." Tegur pria itu, membuat Sheilla melangkah mundur sembari mengernyitkan hidungnya, ketika mencium nafas pria itu berbau alkohol dan rokok. "Apa kau tidak tau siapa aku?." Tanya pria itu dengan nada kasarnya.

    "Aku tidak perduli siapa diri mu! Kau sudah melanggar hak milik pribadi! Pergi! Sebelum aku memanggil polisi." Sheilla mendesis sembari mengeluarkan ponselnya, tetapi pria itu mencengkram pergelangan tangannya dan merebut ponsel Sheilla.

    "Polisi bekerja sama dengan kita, Nona." Kata pria itu menyeringai. "Yang kami takuti hanyalah bos Sean!."

    "Apakah aku harus terintimidasi mendengar nama itu?." Sebelah alis Sheilla terangkat dan ia pun mengedikkan bahunya. "Kembalikan! Ini namanya perampokan." Kata gadis itu sembari merebut ponselnya kembali. Namun...

    "Ini bisa di jual dan menjadi uang muka atas hutangmu pada bos." Pria itu mengangkat tinggi ponsel Sheilla hingga ke atas kepalanya, membuat Sheilla kesusahan untuk menggapainya. "Begitu juga kau."

    "Apa?." 1Sheilla berkedip bingung.

    "Bawa gadis ini." Pria itu memerintahkan pada beberapa pria yang lain, lalu menoleh ke arah bibi Sheilla dengan seringai jahat di bibirnya. "Kami akan membawa putrimu, kau tidak keberatan, kan?."

    Wanita paruh baya itu menggigil ketakutan tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun dan paman Alea pun langsung buka suara. "Dia bukan putri kami!."

    Air mata langsung terjatuh membasahi ke dua pipi Sheilla

    Ia tidak menyangka paman dan bibinya akan menjadi pengecut seperti ini. Setidaknya mereka bisa menelpon polisi untuk menyelamatkan nya.

    Sheilla menahan air matanya saat dia berjuang sendirian, ketika meronta-ronta agar tidak di paksa masuk ke dalam sebuah mobil Van.

    Di hari kelulusannya yang cerah dan penuh kebahagiaan nasib Sheilla langsung berubah ketika di paksa masuk ke dalam sarang mafia yang paling berbahaya di negara itu.

2

    Sheilla nampak gemetar ketakutan, melihat sekeliling ruangan kecil berbau busuk yang ia tempati saat ini.

    'Apa yang akan mereka lakukan padaku?.'

    Dari apa yang dia ingat sebelum mereka membawanya masuk secara paksa ke tempat ini, Sheilla ingat jika tempat ini berada di ruang bawah tanah dari sebuah klub malam, klub yang belum pernah ia kunjungi dan tidak pernah memiliki keinginan untuk pergi ke sana.

    "Biarkan dia disini supaya kita bisa bersenang-senang nanti." Seorang pria yang bertanggung jawab atas beberapa orang pria tertawa bersama yang lainnya. "Bos tidak boleh tau tentang hal ini, kalian mengerti?."

    Ya— Sean memiliki satu peraturan, tidak boleh membahayakan wanita atau pun anak-anak.

    "Kita akan mendapatkan masalah besar jika bos mengetahuinya." Seorang pria terlihat ragu-ragu dan gugup.

    "Menyebalkan! Tidak ada salahnya jika bos tidak mengetahuinya." Ketua itu menyeringai dengan nada yang berbahaya.

    

    Sementara bawahannya hanya bisa mengangguk setuju karena pria itu adalah andalan dari bos mereka.

Dan biasanya, bos mereka memang tidak memeriksa ruang bawah tanah ini. Membuat si ketua itu sering memasukkan beberapa wanita sebagai mainan sehingga si ketua itu berpikir jika untuk yang kali ini, Sean pun tetap tidak akan mengetahuinya.

    "Mmmm." Erang Sheilla ketika tiba-tiba dia jatuh ke tanah dengan kasar. "A-apa yang akan kau lakukan padaku?." Gadis kecil itu terlihat gugup dan bergerak menjauh dari mereka.

    Keadaan Sheilla saat ini berada di dalam ruangan dengan bau busuk yang menyengat seakan ada bangkai orang mati di dalam sana. Sementara dia tidak bisa lagi mendengar suara musik dari dalam klub malam itu, jadi Sheilla ragu apakah ada orang yang bisa mendengar teriakan minta tolongnya, apalagi menyelematkan dirinya?.

    "Bagaimana menurutmu?." Tanya pria itu bernama Alex, lalu menyeringai licik. "Kau tidak menghormati ku, jadi kau harus membayar harganya."

    "Harga?." Sheilla bergumam sembari menelan salivanya.

    "Apa yang kau punya selain tubuh lezat itu?." Tanya pria itu tertawa.

    Terlihat menggigil ketakutan, Sheilla menyadari jika dirinya berada dalam masalah besar sekarang. Padahal gadis itu dulu sering menentang para pengganggu di panti asuhan dan sekolahnya dan saat ini ia tidak pernah menduga akan melawan anak buah mafia yang sebenarnya.

    "Sekarang, mari kita bicarakan tentang hukuman mu." Alex menyeringai dan menjilat bibir bawahnya sembari membuka resleting celananya. "Aku mungkin akan membiarkanmu hidup dan memberimu pekerjaan jika kau menyenangkan aku hari ini." Katanya, agar Sheilla mau menuruti kemauannya.

    "Aku tidak butuh pekerjaan dari mu." Jawab Sheilla dengan cepat, otaknya menolak untuk memproses apa yang akan pria itu lakukan padanya.

    "Pekerjaan sebagai pelacur di tempat ini!." Para pria tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata ketua mereka.

    Sementara Sheilla menyadari dengan putus asa bahwa ruang bawah tanah ini bahkan tidak memiliki jendela untuk memberinya secercah harapan untuk melarikan diri.

    Alex melepaskan ikat pinggangnya, berjalan mendekati Sheilla secara perlahan. Sementara Sheilla berlari menjauh dari pria itu hingga dia menabrak dinding. Tidak ada tempat untuk lari sekarang.

    Apa ini benar-benar takdir untuk hidupnya?.

    "Jangan melawan! Jika kau tidak melawan. Maka semakin banyak kesenangan bagi kita berdua. Sebaliknya jika kau tetap keras kepala, itu akan menyakitkan bagimu." Ancam Alex dengan santainya.

    Sheilla merasa saat ini lebih baik mati daripada kehilangan kesuciannya di sini karena para pria brengsek itu. Dia tidak pernah benar-benar mengerti dengan kata 'mafia' sampai sekarang. Tetapi yang ia tahu mereka lebih buruk daripada iblis!.

    Tepat ketika Sheilla mengira jika hidupnya akan berakhir, nada dering ponsel yang keras terdengar dalam keheningan ruang bawah tanah, membuat Sheilla melompat panik.

    Alex memberikan kode dari tatapannya agar mereka mengawasi Sheilla saat dirinya mengeluarkan ponsel dengan raut wajah datarnya. Tetapi kemudian, kerutan di dahinya berubah menjadi raut wajah panik yang mengerikan.

    'Bos menghubungiku?.' Gumam Alex. Lalu mendongak menatap anak buahnya, agar mereka menutup mulut Sheilla dengan kuat sebelum dirinya mengangkat panggilan itu.

    "Ya, Bos?." Alex menjawab panggilan tersebut dengan nada yang sopan.

    Sheilla mengernyitkan dahinya saat pria menakutkan itu bersikap sopan dan terlihat berbeda dari gayanya yang sebelumnya.

    Sebentar! Pria itu terlihat ketakutan setelah berbicara dengan seseorang yang di panggil Bos olehnya?.

    "Hmm.... saya.." Pria itu terlihat ragu-ragu dan sebelum dia bisa mengulur waktu lagi, pintu ruang bawah tanah tiba-tiba terbuka.

    Orang-orang yang menangkap Sheilla dengan segera menarik gadis itu dan membawanya untuk bersembunyi di bawah tangga ruang bawah tanah.

    Pintu itu terbuka dengan hanya sekali dobrakan, terlihat seorang pria dengan rambutnya yang di biarkan acak-acakan, dengan ponselnya yang masih menempel di samping telinganya, wajahnya terlihat datar namun tetap tampan dengan pandangannya yang mengamati sekeliling ruangan pengap itu.

    "Bos!." Ketua yang bernama Alex itu terlihat panik, menatap bosnya yang berjalan menuruni tangga.

    Ya— di bawah tangga itu, Sheilla tengah di sembunyikan oleh para pria anak buahnya.

   Sheilla nampak mencoba mendengar percakapan diantara Sean dan Alex. Jantungnya berdegup kencang, dalam diam ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri siapakah pria yang membuat pria jahat itu bertindak begitu ketakutan.

    'Apa dia Sean?.'

    "Apa kau sedang menyembunyikan mainanmu di sini?." Tanya pria itu dengan nada bicaranya yang dingin. "Aku pikir kau sudah mengerti apa alasanku menghukum mu terakhir kalinya, Alex."

    Sheilla bisa melihat pria itu melalui celah tangga. Berdasarkan percakapan mereka, ia menyadari bahwa mereka semua tidak boleh membuat Sean mengetahui apa yang sedang mereka lakukan di belakangnya. Jadi, Sheilla yang cerdik mencoba membuat keributan, tetapi orang-orang itu menahan pergerakannya dengan sangat erat.

    "Saya datang ke sini hanya untuk mengambil bola lampu, Bos." Kata Alex, nada bicaranya terdengar bergemetaran. "Tidak ada hal lain."

    "Pertemuannya masih awal." Pria berambut hitam itu memperhatikan sekeliling ruangan sekali lagi sebelum akhirnya berbalik dan berjalan menuju pintu. "Ayo cepat."

    "Baik, Bos." Balas Alex cepat sebelum pintu tertutup. Begitu pula dengan secercah harapan bagi Sheilla.

    "Apa kau mencoba membuat masalah denganku?." Alex menampar dengan keras pipi mulus Sheilla. "Jika kau macam-macam, aku akan memberimu hukuman sampai kau  memohon agar cepat mati."

    Sheilla meringkuk di bawah tangga, pipinya terasa panas akibat ulah tamparan Alex.

    

    Mereka menutup mulut Sheilla dan mengikat tangannya ke belakang punggung sebelum akhirnya mereka bergegas keluar dari ruangan pengap itu, meninggalkan Sheilla yang berbaring miring dilantai yang berdebu.

    Sheilla menahan air matanya saat dia mencoba melepaskan diri dari tali, mengetahui bahwa dirinya akan dikutuk begitu mereka datang kembali.

   

    Tali itu bukanlah masalah yang besar, tetapi pria yang bernama Alex itu. Sheilla harus berjaga-jaga dengan pria itu. Tidak mungkin dia bisa melarikan diri dari klub sendirian, apalagi mereka tahu dimana tempat tinggalnya.

    Tetapi mungkin ia bisa mencari Sean tepat waktu dan memberitahu pria itu tentang apa yang sedang anak buahnya itu lakukan.

    Ya— Sheilla berpikir jika Sean adalah harapan terakhirnya.

    Sheilla tak mendengar suara apa pun yang terdengar dari balik pintu dan ketika ia merasa yakin kalau para pria itu telah pergi, Sheilla menghembuskan napas leganya.

    Bersamaan dengan itu tali yang mengikat tangannya juga telah terlepas dan dia bisa menggerakkan tangannya dengan bebas. Sekarang Sheilla hanya perlu menemukan sesuatu untuk membantunya agar dapat membuka pintu dan melarikan diri dari tempat malang ini.

    Sekali ini dalam hidupnya, Sheilla merasa bersyukur karena dia pernah mengalami kehidupan kerasnya dengan tinggal didalam panti asuhan. Karena dia perlu melindungi dirinya sendiri, Sheilla berteman dengan banyak orang dan mempelajari segala ketrampilan untuk bertahan hidup.

    Memetik sebuah pengalaman adalah salah satu kuncinya.

    Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Sheilla untuk akhirnya bisa keluar dan sekarang dia harus tersesat di sebuah klub. Tetapi gadis kecil sebelumnya tidak menyangka jika bisa keluar dari dalam ruangan pengap tadi dan sekarang dia tidak boleh membuang waktu dan harus segera mencari dimana ruangan Sean sebelum Alex dan yang lainnya selesai dengan urusan mereka.

    Meskipun nyatanya Sheilla tidak begitu terbiasa dengan tempat-tempat seperti ini, tidak sulit untuk mengetahui bahwa dia mencoba peruntungannya dengan memasuki sebuah ruangan yang terlihat mewah, yang terletak dilantai dua.

    Dengan mencoba mengingat pria berambut hitam tadi, langkah kaki Sheilla yang terhuyung-huyung di sepanjang lorong berasap. Beberapa pintu terbuka dan terlihat wanita dan juga pria sedang asyik meminum alkohol dan menari bersama, tenggelam dalam alkohol dan asap rokok.

    Tetapi dari para pria yang Sheilla lihat, tidak seorang pun dari mereka yang menunjukan jas yang mahal seperti yang Sean kenakan.

    

    Ketika harapannya hampir pupus, Sheilla menyadari jika pintu paling ujung belum ia kunjungi. Gadis itu terlihat ragu-ragu di depan pintu yang tertutup. Jantungnya berdebar kencang dan saat kemudian Sheilla menyakinkan dirinya dan mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu.

    Dia hanya ingin mencari Bos dari para pria sialan itu untuk mengadu tentang perlakuan mereka!.

    Saat itu Sheilla hanya ingin mengintip dan langsung pergi jika ternyata orang yang dia cari tidak sedang berada didalam. Namun, tiba-tiba telinga Sheilla mendengar suara yang pernah ia dengar sebelumnya, suara jahat yang menuntut seks di ruang bawah tanah yang gelap dan bau.

  Alex ada di sekitar sini!

   Sheilla menarik napasnya dalam-dalam dan langsung menerobos masuk kedalam ruangan yang pintunya ia intip tadi. Gadis itu berdiri di belakang pintu, setelah menutup pintu itu. Berharap agar Alex tidak sempet melihatnya masuk kedalam ruangan ini.

    Sementara itu beberapa wanita dan pria yang ada didalam ruangan ini tengah sibuk dengan segala macam hal.

    Ada sekolompok orang yang bermain poker di dekat meja, ada pula yang duduk sofa sendirian dan ada yang tengah bersenang-senang dengan seorang wanita yang telanjang di pelukan nya.

    Wajah Sheilla berubah pucat ketika memperhatikan seorang remaja putri yang mengenakan rok mini dengan bagian atas dada yang telanjang. Buah dada mereka dibiarkan terbuka agar para pria diruangan itu dapat meremas dan menghisap sesuka mereka.

    Itu semua adalah pemandangan yang memuakkan bagi Sheilla. Orang-orang itu berperilaku seperti binatang, Bahkan jauh lebih buruk dari binatang.

    Namun beberapa saat ruangan itu menjadi sunyi dan semua mata tiba-tiba tertuju kearah Sheilla.

     "Hmm." Sheilla memaksakan bibirnya untuk tersenyum tipis, menyembunyikan rasa takutnya. "Aku mencari Sean."

    Dia masuk kedalam ruangan ini untuk menghindari Alex. Namun yang terjadi saat ini bak keluar dari kandang singa dan masuk ke mulut buaya.

    "Kau mau kemana, pelacur kecil? Kupikir tadi kau bilang mencari Sean? Aku Sean!." Pria itu dengan cepat menahan pergelangan Sheilla.

    Jantung Sheilla berdebar kencang saat mendengar suara pria itu dan seisi ruangan tertawa terbahak-bahak.

    "Maaf aku salah ruangan!." Sheilla bergegas menarik tangannya dari cengkraman pria itu, dia terlihat panik. Dia memberanikan dirinya untuk masuk, agar dapat menemukan cara untuk melarikan diri dari Alex, tetapi satu-satunya hal yang tidak dirinya waspadai adalah ia masuk kedalam ruangan yang tidak tepat.

    "Ya... jangan hanya berdiri didepan pintu. Ayo masuk!." Seorang pria lain yang ada didalam ruangan itu berteriak pada Alea. Dan detik kemudian Alea melihat bubuk putih yang ada diatas meja.

    Mereke menggunakan narkoba!

    "Kak! Dia terlihat polos mungkin saja dia newbie!."

   "Wah beruntung nya kau Bob, kau bisa menikmati yang segar!." Kata temannya dan kata-kata menghina itu sampai di telinga Sheilla, membuatnya merasa jijik.

    Pria yang menahan pergelangan Sheilla mulai menarik tangannya ke arah sebuah sofa. "Ayolah, aku akan menjagamu."

    "Aku bukan pelacur! Aku salah kamar! Tolong lepaskan aku!." Teriaknya tak berdaya.

    

    "Oh, mereka semua bilang begitu, sayang. Jangan khawatir, aku akan bersikap lembut padamu."

    "Aku milik Sean!." Sheilla berteriak panik, meminjam nama mafia itu sembari melepaskan cengkraman pria asing itu. "Jika kau berani menyentuhku, kau akan mendapatkan masalah besar!."

   

    Namun sialnya, seisi ruangan justru menertawakannya dan pria yang mencengkram tangannya menoleh. "Oh benarkah? Apa kamu tau betapa banyak wanita yang di miliki Bos Mafia itu? Kamu?! Hahahaha, apa dia akan tertarik padamu?."

    Mereka berhenti tertawa ketika tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pria menjulurkan kepalanya kedalam, bermaksud mengintip keadaan didalam ruangan itu.

   Mata Sheilla yang telah berair, menahan air matanya menoleh untuk melihat dan pria itu menatapnya dengan tatapan bingung.

    Pria berotot itu terlihat sangat tampan dengan mengenakan kemeja putih. Rambut berwarna pirang coklat dan Sheilla bisa merasakan jika dia datang membawa harapan baginya.

    "Tolong bantu aku, Tuan." Sebelah tangan Sheilla meraih lengan pria itu. "Aku salah masuk ruangan! Maafkan aku! Tolong bantu aku!."

    Pria itu terdiam seakan tengah memikirkan sesuatu. Lalu pandangannya tertuju pada sebuah bubuk putih di atas meja. Pria yang berdiri didepan pintu itu pun, mendorong pintu hingga terbuka sepenuhnya dan berjalan memasuki ruangan.

    Membuat pria mabuk yang tadinya menarik tangan Sheilla pun melepaskan cengkraman tangannya.

    Sheilla tidak bisa mengalihkan pandangan darinya, ada sesuatu dalam dirinya yang mampu menarik perhatiannya dari cara pembawaan dirinya, dia begitu tenang, dia tampak seperti seorang pria yang sopan dan klub seakan bukanlah tempat yang cocok bagi pria itu, terutama dengan setelan mahal yang dia kenakan.

    Namun, pria itu memancarkan aura pemimpin yang mampu membuat orang-orang tetap berada dalam jarak dekat. Seseorang tidak akan bisa melakukan kontak langsung dengan bola mata birunya yang bak sedingin es itu.

    Seluruh sikapnya memancarkan aura kekuatan dan dominan, membuat orang tanpa sadar ingin tertunduk padanya.

    "Jadi, kau gadisnya Sean?." Pria itu menoleh kearah Sheilla, mengulurkan tangannya dengan sopan.

3

    "B-benar." Sheilla menarik napasnya dalam-dalam sebelum meraih tangan pria itu, sensasi kesemutan menjalar ke seluruh tubuhnya saat bersentuhan, seperti sebuah kilat dan membuatnya menggigil. "Tolong, bisakah kau membantuku?."

    Pria itu melengkungkan bibirnya, mata birunya yang dalam tertuju pada bibir Sheilla.

    "Aku tidak mengerti kenapa aku tidak bisa." Suaranya yang serak memikat pikiran Sheilla menjauh dari segala ketakutan dan kengerian. "Nona-?."

    "Sheilla." Sheilla berseru cepat. "Kau bisa memanggilku Sheilla."

    "Sheilla." Pria itu menerima tawarannya dengan senyum yang sopan dan ketika mendengar namanya sendiri keluar dari mulut pria itu dengan suaranya yang dalam itu, membuat Sheilla tersipu malu. "Tolong beri aku waktu sebentar."

    Sheilla menganggukkan kepalanya, pikirannya masih tenggelam dalam tatapan pria itu hingga ia lupa untuk melepaskan tangannya.

    Pria itu tertawa kecil, tetapi dia membiarkan tangan Sheilla yang tidak mau melepaskannya itu. Pria asing itu setengah berbalik, sebelah tangannya yang lain menjentikkan jarinya dan beberapa orang menyerbu masuk kedalam ruangan tersebut karena perintahnya.

    "Selesaikan masalah ini." Pria itu memiringkan kepalanya kearah meja, suaranya tiba-tiba menjadi dingin dan tajam. "Aku ingin tahu darimana obat-obat keras itu berasal dan siapa yang mengizinkannya masuk."

    "Baik, bos!." Serempak Orang-orang itu sebelum akhirnya berjalan menyebar untuk melakukan tugas mereka, dan para pengguna narkoba yang ada diruangan itu semuanya mencicit dan berlutut dengan tangan memohon diatas kepala mereka.

    'Bos?.' Pikir Sheilla mengernyitkan dahinya. 'mengapa semua orang yang ada disini di panggil bos?.'

    Gadis itu mengintip kearah pria yang menghalanginya dengan tubuhnya sendiri dengan rasa ingin tau sebelum akhirnya wajahnya terlihat terkesiap kaget.

    'Apakah dia juga bagian dari mafia?.'

    Pria itu berbalik ketika Sheilla masih terkejut dan baru kemudian gadis itu menyadari bahwa dia masing memegangi tangan pria asing itu.

    Pria itu menjentikkan jarinya. Membuat Sheilla tersadar dan ia pun menundukkan kepalanya. "Ayo ikut aku." Pria itu memberi isyarat, tetapi Sheilla tidak bergerak dari tempatnya.

    "Kemana kau akan membawaku?." Tanya Sheilla dengan seluruh keberanian yang bisa dirinya kuasai. Rasa tertariknya pada pria yang telah menyelamatkannya dari pria pemabuk tadi telah menghilang karena Sheilla menyadari bahwa orang yang berdiri dihadapannya itu, mungkin saja juga termasuk seorang mafia.

    Pria itu melengkungkan bibirnya. Tertawa kecil. "Ku pikir kau ingin bertemu dengan Sean?."

    Benar! Sheilla hampir saja lupa jika dirinya tadi mengaku-ngaku sebagai gadisnya Sean.

    "Ah iya, itu benar." Sheilla menghela napasnya, tidak berhasil menemukan alasan untuk keluar dari masalah ini. Dia harus bertemu dengan Sean atau Alex akan menjadi mimpi buruk di kepalanya, selamanya. "Kau bisa membawaku menemuinya?."

    "Aku bisa." Pria itu tersenyum dan mengajak Sheilla keluar dari ruangan tersebut. Keluar dari ruangan itu, indera pendengaran Sheilla mendengar suara menakutkan dari para pencandu narkoba ketika pintu dibelakang ditutup.

    Entah apa yang anak buah pria ini lakukan pada para pencandu itu. Sheilla tidak ingin mengurusi masalah mereka saat ini.

    Dengan mengikuti pria sopan itu di belakang, langkah kaki Sheilla mulai masuk kebagian dalam klub tersebut. Dan tak lama dari itu, mereka berhenti didepan sebuah pintu mewah dan menjulang tinggi. Sheilla menoleh kearah pria itu, dan pria itu memiringkan kepalanya kearah pintu, masih dengan tatapan gelinya.

    Sheilla menarik napasnya dalam-dalam dan mendorong pintu hingga terbuka, dan pria berambut hitam yang dilihatnya di ruang bawah tanah sedang berdiri di tengah ruangan, tampaknya terkejut saat seseorang membuka pintu.

    "Lihat apa yang aku temukan di ruangan 302." Pria itu kembali menutup pintu, begitu dirinya dan Sheilla masuk kedalam ruangan Sean Vincent Smilt. "Siapa yang bertanggung jawab atas ruangan itu? Mereka menjual narkoba disana."

    Pria berambut hitam itu mengernyitkan dahinya, mata dinginnya tertuju ke arah Sheilla dengan kemarahan yang terlihat jelas didalam dirinya.

    "Bukan! Bukan aku yang menjual narkoba itu, aku hanya tidak sengaja masuk kedalam ruangan itu." Sheilla menarik tangan pria itu dan mengangkatnya naik turun. Sambil mengutuk pria sopan itu dibenaknya, karena telah menyinggung tentang narkoba didepan pria berambut hitam itu.

    Jelas sekali bahwa bosnya tidak menyukai narkoba! Jadi, apakah dia mencoba membuat dirinya mendapatkan masalah?.

    "Siapa dia?." Pria berambut hitam itu bertanya, mengabaikan Sheilla dan menatap kearah pria sopan itu.

    "Yaaaa....." Pria itu terkekeh kecil sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Dia mengaku sebagai gadismu dan pergi ke ruangan itu untuk mencarimu. Apa kau tidak mengenalinya, bos?." Kedua alisnya terangkat dan dia bertanya dengan suara pelan.

    Tanpa Sheilla sadari kedua pria itu melemparkan pandangan berisyarat.

    Pria berambut hitam itu mengernyitkan dahinya sebelum akhirnya pandangannya kembali tertuju kearah Sheilla seolah baru pertama kali melihatnya.

    "Kau mencari ku?." Sebelah alisnya terangkat saat pria itu semakin berjalan mendekati Sheilla. "Aku tidak ingat pernah menganggapmu sebagai milikku, Nona."

    "Aku minta maaf!." Sheilla terlihat panik. "Aku mengatakannya supaya aku bisa keluar dari ruangan itu, aku benar-benar minta maaf! Tapi, aku memang ingin menemui mu. Anak buahmu menculikku dan membawaku kemari, mereka juga tidak ingin kau mengetahui hal ini! Aku berada diruang bawah tanah, ketika kau berkunjung kesana! Aku butuh bantuanmu untuk menghentikan Alex melakukan hal ini lagi!."

    Sheilla terdiam ketika tiba-tiba pria sopan itu berubah, memperlihatkan tatapan tajamnya kearah Sheilla.

    Pria berambut hitam itu juga melirik kearah pria sopan itu, namun pria berambut hitam kembali memperhatikan Sheilla.

    "Kau siapa, Nona?." 

    "Sheilla, Sheilla Allenna Arexa." Jawab Sheilla. "Aku tau mereka menyembunyikan ini darimu karena kau tidak seperti mereka. Bisakah kau membantuku, Sean?!."

   "Kau harus memanggilnya dengan panggilan Tuan." Kata pria sopan itu mengoreksi.

    Sementara itu dengan tatapan dinginnya, pria berambut hitam bertanya. "Apa kau berani menghadapi Alex dalam hal ini?."

    "Ya, Tuan! Aku, benar!." Alea mengangguk cepat. Masih mengira bahwa pria berambut hitam itu adalah 'Sean'. "Mereka menindas paman dan bibiku sebelum menghancurkan rumah kami dan menculik ku tanpa alasan yang jelas! Aku tau semua wajah mereka!."

    Sean— pria itu menatap pria berambut hitam yang berdiri tak jauh dihadapan mereka. Beberapa detik kemudian dia berbalik dan pergi mendekati pintu untuk memanggil seorang penjaga.

    "Panggil Alex! Aku ingin dia menghadap!."

    ***

    Ruangan itu menjadi sunyi, Sheilla tidak berani menatap pria yang di pikirannya adalah Sean— bos mafia yang dingin dan kejam itu. Gadis itu justru mengarahkan pandangan kearah pria sopan yang membawanya kesini.

    Dia mengenakan kemeja putih dengan jas yang hanya digantung ditangannya, hanya 3 kancing bagian atas yang dibiarkan terbuka, membuat matanya tertuju pada garis halus tulang selangka nya.

    "Apa yang sedang kau lihat?." Pria itu menyandarkan punggungnya dengan santai di sandaran kursi sofa, sementara ditangannya ia memegangi sebuah minuman. Pria itu memiliki ekspresi geli diwajahnya sejak Sheilla bertemu dengannya, seolah semua tampak lucu baginya.

    Hanya satu kali tatapan pria itu mampu membuat Sheilla bungkam.

    "Hm... Terimakasih atas bantuan mu." Kata Sheilla tersipu karena pikiran kotor yang ia miliki tentang pria itu. Dan karena ketahuan telah memperhatikannya. "Kau benar-benar menyelamatkanku hari ini."

    "Aku berharap dapat memperbaiki nama Sean karena ulah Alex." Pria itu mengangguk dan berbicara dengan nada tulus.

    Sebelum Sheilla dapat mengatakan sesuatu, suara ketukan di pintu membuatnya tersentak dan ketakutan.

    "Masuk!." Perintah pria sopan yang duduk tak jauh dari Sheilla dan Alex pun masuk..

    Wajahnya memucat kerena panik saat melihat Sheilla, tetapi sesungguhnya bukan gadis itu yang membuatnya merasa ketakutan. Melainkan tatapan dari bos nya sendiri.

    Alex menjatuhkan dirinya ke lantai, berdiri dengan kedua lututnya dan menatap Sean dengan tatapan memohon. "Bos!."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!