Jangan tanya kenapa Nara pilih nama ini. Please..!!😌
🌹🌹🌹
Sebuah mobil terhenti dalam derasnya hujan melihat sosok yang sedang berlari kemudian bersembunyi di balik bak sampah di sekitar alun-alun kota.
"Ayu??? Itu Haggia Ayu, kan???? Dimana Satria??" Gumam Bang Rakit kemudian segera turun dari mobil dan segera berlari menghampiri Ayu. "Ayu?? Kenapa kamu disini???"
"Abaaaaang.. Abaaaang.. tolong Ayu..!!"
"Ayo ikut Abang..!!" Bang Rakit menggandeng tangan Ayu tapi Ayu tidak sanggup berdiri. Bang Rakit pun segera menggendong Ayu hingga sampai ke mobil.
...
"Keluarganya tidak suka dengan Ayu. Mereka mengusir Ayu, Bang." Kata Ayu sesenggukan.
"Satria dimana??? Kenapa kamu tidak pulang ke rumah Papamu???"
"Abang pindah tugas ke Timor, Ayu di minta tinggal dengan keluarganya tapi sejak Abang ke Timor........"
Bang Rakit menengadah, ada batin yang tersakiti melihat Ayu di perlakukan seperti ini. Selama enam bulan lalu dirinya berada di Swiss dan baru satu bulan ini dirinya kembali dan masih melaksanakan laporan pada markas pusat sebelum kembali ke tempat dinas tapi malah sudah mendapatkan berita seperti ini.
Sungguh kekalutan batinnya akan pernikahan Ayu dan Satria membuatnya hancur. Ia sampai memilih pendidikan tempur lanjutan ke luar negeri demi melupakan Ayu. Bahkan karena terlalu hancur, ia tidak ingin tau hal apapun tentang negaranya hingga tidak tau lettingnya kini berada satu Batalyon dengannya.
"Kamu mau bertemu dengan Satria? Kamu bisa ikut Abang usai Abang selesaikan laporan nanti." Kata Bang Rakit.
"Tapiii.. Ayu nggak bisa pulang. Papa dan Mama pasti cemas, apalagi Bang Huda."
Bang Rakit berpikir sejenak, sesaat kemudian ia menoleh menatap Ayu.
...
plaaakk.. plaaakk.. plaaaakk..
"Edan opo piye? Masa istri orang kamu ajak kesini. Ora genah." Mbah Kakung terus menepak lengan Bang Rakit dengan sandal. "Kuwi cah wedhok sing seneng nyanyi to??"
"Iya kung. Jangan kencang lah ngomongnya."
"Mbah Kung nggak suka penyanyi yang p**tat nya suka geyal geyol di depan laki-laki. Ora sopan." Kata Mbah Kakung lagi.
"Tapi saya suka yang geyal geyol Mbah." Jawab Bang Rakit.
"Bocah gemblung, yang begitu itu nggak bisa ngajeni wong lanang. Marai melarat, ngisin-ngisini, ngentekne bondho, ragate akeh." Ujar Mbah Kakung juga tidak menyukai Ayu.
Bang Rakit menggenggam erat tangan Mbah Kakung. "Percayalah, dia bukan wanita seperti itu Mbah."
"Kamu lihat saja, sebentar lagi dia akan jadi janda." Imbuh Mbah Kakung.
"Kuuunngg..!!!"
"Kalau Mama Papamu tau.. lehermu bisa di tebas, Rakiit..!!!!!" Ucap tegas Mbah Kakung.
//
Mbah putri terus memeluk Ayu yang masih terisak-isak. Sebagai seorang wanita, Mbah putri tidak melihat ada sifat buruk dari seorang Ayu. Malah kini Mbah putri begitu kasihan melihat keadaan Ayu.
"Hhkkk..!!"
"Walaah.. kenapa ndhuk?" Mbah Putri tidak tega melihat Ayu mendadak mual.
Mata Ayu berkaca-kaca. Ia mengusap perutnya dengan perasaan takut.
"Kamu hamil??"
Tepat saat itu Bang Rakit masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti, ada rasa bercampur aduk dalam hatinya. Bahagia melihat wanita yang selalu ada di dalam hatinya akhirnya akan memiliki buah hati namun sedih saat tau Ayu tidak mendapatkan perlakuan yang baik dalam keluarga suaminya.
"Sudah berapa bulan, dek?" Tanya Bang Rakit.
"Dua bulan, Bang. Tapi.. bayi ini yang membuat Dira di usir. Mereka tidak bisa menerima Dira dan anak ini." Jawab Ayu.
"Satria tau??"
Dira menggeleng menandakan komunikasi Dira dan suaminya tidak berjalan dengan baik.
"Abang akan coba hubungi dia besok. Sekarang sudah malam, tidurlah dengan Mbah putri..!!"
"Nggak bisa, Mbah Putri tidur sama Mbah Kakung." Teriak Mbah Kakung dari dapur.
"Kalau gitu sama saya saja, Kung." Celetuk Bang Rakit dengan sengaja.
"Kamu mau di su*at pakai gergaji pohon??" Sambar Mbah Kung.
Ayu tersenyum tipis mendengarnya.
***
Subuh hampir tiba saat Ayu terbangun, ia melihat Bang Rakit tidur di ruang tengah tepat di depan televisi yang sedang menyala.
Rumah Mbah Kakung sangat gelap, Ayu tidak berani berjalan sendirian. Ia pun terpaksa membangunkan Bang Rakit.
"Bang.. Abaaang..!!" Ayu menggoyang lengan Bang Rakit hingga akhirnya pria tersebut terbangun.
"Ayu.. kenapa dek?"
"Ayu pengen p***s tapi nggak berani." Bisik Ayu.
"Oohh.. Ayo Abang antar..!!" Bang Rakit bangkit lalu berjalan mengantar Ayu. "Sini.. awas jalannya licin..!!" Bang Rakit menggandeng tangan Ayu.
Rumah kuno milik Mbah Kakung adalah bangunan di jaman dulu yang memang memiliki kamar mandi diluar rumah.
~
"Perempuan ini apa dah, tinggal 'tuang' begitu saja lamanya minta ampun." Gumam lirih Bang Rakit yang memang kesabarannya setipis tissue.
"Lama ya Bang??"
"Aahh nggak, sudah selesai??" Tanya Bang Rakit melebarkan senyumnya. Ia pun kemudian kembali menggandeng tangan Ayu.
Hati-hati sekali Bang Rakit mencari jalan yang tidak licin hingga akhirnya lampu sorot mobil menerangi mereka berdua.
Seorang pria turun dari mobil dengan mata nanar. Bang Rakit terkejut dan melepaskan genggaman tangannya begitu juga dengan Ayu yang mendadak menjadi gugup.
"Aku kira tidak akan ada hubungan apapun di antara kamu dan Ayu. Ternyata memang benar adanya kamu dan Ayu punya hubungan khusus." Kata Bang Satria.
"Kamu ngomong apa sih kamu, Sat. Ayo masuk, kita bicara di dalam..!!" Ajak Bang Rakit agar tidak terjadi salah paham di antara mereka.
"Kamu.. Perempuan macam apa kamu, Ayu. Kamu pergi dari rumah dan menemui Rakit. Kamu tau Rakit sahabat Abang tapi kamu malah berkhianat di belakang Abang."
"Saaaatt.. kamu salah paham. Kita harus bicara..!!!" Bujuk Bang Rakit.
"Bicara apalagi??? Kamu pikir aku tidak tau sejak dulu kamu menyimpan perasaan untuk Ayu??? Pengecut.. B******n kau, Rakit..!! Kalau kamu suka dengan Ayu.. ambilah..!!! Ku talak Ayu di hadapanmu sekarang juga..!!"
"Jaga mulutmu, Satria..!!! Istighfar..!! Ayu sedang hamil anakmu..!!!" Bentak Bang Rakit terpancing emosi dengan ucapan sahabatnya.
"Anak ku???? Bukannya dia anak mu??? Aku ada di Timor dan kamu yang ada disini. Kalau memang tidak ada hubungan di antara kalian lantas kenapa dia Ayu bisa ada disini bersamamu??? Bukankah seharusnya dia pulang ke rumah Papa." Bang Satria semakin menjadi.
Bang Satria segera masuk ke dalam mobil dan secepatnya meninggalkan tempat.
Ayu hanya bisa terisak dalam tangisnya bahkan pembelaan pun tidak bisa keluar dari mulutnya.
"Astaghfirullah hal adzim.. sebenarnya ada apa sih dek dengan rumah tangga kalian?????" Tanya Bang Rakit.
"Keluarganya selalu memfitnah Ayu tapi Bang Satria selalu percaya pada mereka karena Bang Satria merasa kembali menemukan keluarganya yang hilang." Jawab Ayu.
Bang Rakit mondar-mandir berkacak pinggang memikirkan kekisruhan ini. Ia menengadah memikirkan jalan keluarnya tapi saat ini pikirannya terasa buntu.
"Abang.. Ayu pusing..!!"
"Allahuma lakasumtu.. aaarrghh... Allahu Akbar, deekk..!!!" Bang Rakit segera membawa Ayu ke dalam rumah."
.
.
.
.
Mbah Kakung begitu murka mendengar kejadian ini bahkan Papa Reno sampai tiba pulang ke rumah mertuanya karena masalah putranya tidaklah ringan.
Beban moral Papa Reno semakin besar karena kini Papa Herca sudah berada di sana bersama keluarga Bang Satria juga.
"Papa harus bagaimana, Rakit??? Kamu bermain api dengan putrinya Om Herca. Kamu tau sendiri bagaimana beliau sangat menyayangi putrinya." Gumam lirih Papa Reno.
"Bisakah semuanya mendengar penjelasan saya juga. Sedari tadi Papa dan Kakung terus menyudutkan saya. Saya tau saya salah tapi berilah saya sedikit kesempatan untuk bicara." Ujar keras Bang Rakit.
Papa Reno mengepalkan tangan tak paham kenapa sifat putranya itu malah seperti Herca sahabatnya. Akhirnya Papa Herca berbesar hati menunggu perundingan keluarga untuk mencari solusinya.
Di sana ada sosok pria yang terus memperhatikan setiap perkembangan permasalahan. Dia adalah seorang ajudan kepercayaan wakil panglima.
"Kalau begitu ceritakan..!!"
Bang Rakit memberi arahan pada Ayu untuk menceritakan keadaan yang sebenarnya pada keluarganya.
"Keluarga Bang Satria mengusir Ayu karena ingin menjodohkan Abang dengan Dina." Kata Ayu.
"Siapa yang bilang???? Kenyataannya kamu berada disini, kalau saya tidak mendapatkan fotomu di depan alun-alun kota mana kami tau kalau selama ini kamu selingkuh sampai hamil." Teriak ibu kandung Bang Satria.
Bang Satria sungguh syok. Ia menatap Bang Rakit dan Ayu bergantian. Matanya nanar menahan rasa sakit dalam hatinya.
"Pantas kamu tidak pernah membalas pesanku. Sekarang ada pembelaan apalagi." Ujar Bang Satria nampak semakin marah.
"Ayu bicara jujur. Ayu nggak pernah selingkuh, Bang." Jawab Ayu kini mulai terisak sesak.
"Persetan dengan apa katamu, aku sudah tau semua." Bang Satria meletakan banyak foto di atas meja.
Papa Herca sampai syok melihatnya. Sekilas mata memandang memang putrinya nampak bersama dengan Lettu Rakit Zeniar.
"Kamu masih mengelak??? Hari ini juga saya menceraikan kamu Ayuningrat, mati lah kamu dan anakmu bersama pria pilihanmu..!!!!!!"
Kata tersebut terdengar begitu menyakitkan. Mama Dindra lemas tak sanggup berbicara, seketika itu juga Ayu tergeletak membuat Papa Herca serasa sakit jantung mendadak.
Secepatnya Bang Rakit menahan tubuh Ayu lalu menyandarkan pada Mbah Putri dan gadis muda putri Papa Herca yang sejak tadi hanya diam kini bereaksi.
"Begitukah penilaianmu???? Asal kau tau Bang Sat, kau adalah musibah bagi keluarga kami. Jika saja orang tuaku tidak membesarkanmu tentu keluargaku tidak akan malu seperti ini. Nyatanya garis keturunan bi*dab memang tidak akan bisa berubah watak seseorang." Teriak Dinar.
"Apa kamu bilang??? Kamu menghina keluarga Abang???" Bentak Bang Satria sudah hendak menangani Dinar.
Bang Rakit dan seorang ajudan wakil panglima sigap menghadang Bang Satria. "Lawanmu saya, bukan Ayu atau pun Dinar..!!!!" Kata ajudan wakil panglima.
Begitu kesalnya Bang Satria, akhirnya ia pun meninggalkan tempat.
Setelah Bang Satria meninggalkan tempat, perhatian Bang Rakit kini tertuju pada Ayu sedangkan wakil panglima berdiri berhadapan dengan Dinar.
"Bisakah kamu tidak terlalu vocal?? Kamu terlalu ceroboh, bagaimana kalau tadi Satria menghajarmu. Kau pasti paham bagaimana sifat Abangmu..!!" Tegur keras wakil panglima membuat seluruh mata terbelalak. Baru kali ini ajudan wakil panglima mengesampingkan sebuah etika.
Dirinya mungkin hanya melaksanakan profesional kerja tapi dirinya juga cukup mengenal adik sahabatnya itu.
"Dia bukan Abangnya Dinar."
Suasana semakin rumit. Papa Reno merasa tidak enak dengan kejadian ini. Beliau merasa bersalah karena putranya sudah mengganggu keharmonisan rumah tangga keluarga lain.
Disisi lain rasanya Papa Herca sudah tidak mampu berpikir lagi. Kepalanya terasa pening.
Menyadari dirinya penyebab semua masalah ini timbul karenanya, Bang Rakit mulai angkat bicara.
"Semua masalah timbul tidak bisa di hindari, saya mengakui kesalahan saya. Tolong jangan menekan Ayu. Apapun yang terjadi pada Ayu biarlah saya yang bertanggung jawab..!!" Kata Bang Rakit di hadapan semua orang.
...
Perundingan keluarga begitu alot. Hingga usai adzan Dzuhur masih belum ada titik temu dari kedua belah pihak.
"Om.. minta rokok..!! Dinar lagi stress." Kata Dinar pada Om ajudan yang sedang merokok selepas sholat Dzuhur.
Tau putri wakil panglima sedang mendekat, pria itu berniat mematikan rokoknya. Tapi Dinar menyambarnya.
Tak kalah cepat, Om ajudan sudah mengambilnya kembali lalu segera mematikannya.
"Wanita baik tidak merokok........."
"Pandangan itu terlalu kolot, darimana bisa di katakan wanita tersebut baik hanya karena rokok????" Tanya Dinar.
Om ajudan malas menanggapi ocehan gadis kecil adik sahabatnya.
"Kenapa ya laki-laki hanya bisa membuat stress perempuan." Katanya lagi.
"Whaaaattt??? Nggak salah, Non?? Yang benar adalah perempuan yang membuat pria sakit kepala dengan segala tabiatnya." Omel Om ajudan yang akrab di panggil Om Black.
Dinar memalingkan wajahnya, rasanya sungguh kesal setiap bertemu dengan ajudan Papanya. Pria ini seakan selalu mengajaknya duel secara terang-terangan.
"Sebenarnya kenapa Om Black selalu cari perkara dengan Dinar. Apakah Dinar tidak cantik?? Kenapa nggak balas suka nya Dinar???"
"Semua perempuan, cantik. Kecuali gembok koper seperti kamu." Jawab Om Black.
Dinar berpaling lalu berjalan sembari menggerutu. "Ternyata benar, naksir sama tentara memang salah besar. Seharusnya Dinar yang di perjuangkan, bukannya Dinar yang berjuang. Rugi amat naksir sama tiang listrik. Hal pertama dari laki-laki saat mencari pasangan hidup, minimal harus bisa memperbaiki keturunan. Berkah Tuhan mendapatkan wanita yang cantik ini meskipun katanya hanya sebesar gembok koper."
Om Black hanya menggeleng menyimpan senyumnya. Rasanya sudah biasa melihat tingkah si cantik Dinar yang suka uring-uringan.
.
.
.
.
Setelah perundingan panjang serta proses yang akan segera di lakukan maka Ayu harus berangkat ke daerah Timor bersama Bang Rakit namun Papa Herca tidak begitu saja mengijinkannya karena mempertimbangkan banyak hal disana apalagi Ayu juga sedang mengandung.
"Kalau begitu Dinar ikut." Sambar gadis berperawakan mungil itu selalu lantang tanpa takut.
Papa Herca semakin gelisah karena tidak mungkin melepaskan putrinya tanpa penjagaan. Luar Jawa, adalah tempat yang luar biasa bagi pemulanya. Tapi dilema beliau rasakan sebab jika tidak ada 'teman' disana maka akan semakin menjadi fitnah tak terarah.
Sejenak Papa Herca memejamkan matanya. Mumet tentu sudah pasti di rasakannya. Dengan cepat dirinya harus segera mengambil keputusan.
"Black.. kau ikut dengan Dinar..!!"
Bang Black jelas ternganga, tidak ada surat perintah resmi dan hanya ada ucapan lisan dari wakil panglima.
"Berangkatlah, saya yang akan bertanggung jawab..!!" Perintah Papa Herca.
...
Papa Herca menarik lengan Dinar saat putrinya itu memilih bergelayut manja pada lengan ajudannya daripada dengannya.
Sebenarnya Papa Herca melihat Bang Black menolak Dinar tapi memang putrinya saja yang terlalu ganjen sampai rasanya malu sendiri dengan tingkah bar-bar putrinya.
"Papa nggak ada rencana nikahin Dinar sama Om Black?" Tanya Dinar.
"Huuuusshhhh.. kamu masih kecil..!!!" Ujar Papa Herca pada putrinya yang memang masih berusia di bawah dua puluh tahun.
Berbeda dengan putri bungsunya, Ayuningrat memang memiliki pembawaan diri yang lebih kalem daripada kakaknya.
"Om Black, nikah yuk.. lamar Dinar..!!" Selorohnya semakin membuat pusing Papa Herca. Bang Black pun tidak bisa berbuat banyak karena dirinya masih harus tetap memegang teguh wibawa.
"Astaghfirullah hal adzim.. kau bisa diam atau tidak, Dinar?????" Suara Papa Herca sampai menggelegar di bandara karena ulah putrinya. "Black.. jaga putri saya baik-baik..!! Saya percaya betul sama kamu..!!!! Anggap Dinar adik kecil mu..!!" Sambungnya pada Bang Black.
"Siap.. laksanakan sesuai perintah..!!" Jawab Bang Black.
...
Bang Rakit menghapus air mata Ayu. Rasa canggung bingung bersikap pasti ada tapi kini mereka harus melewati segala badai dengan lapang dada.
Ada rasa sakit tersendiri di dalam hati Bang Rakit mengingat setiap jejak persahabatannya dengan Bang Satria. Dulu sahabatnya itu tidak begitu tapi setelah takdir mempertemukannya dengan keluarganya, semua telah berubah.
POV Flashback Bang Rakit on..
"Kau dapat penempatan dinas dimana??" Tanyaku pada para sahabatku.
"Markas pusat. Kau dimana??" Tanya Satria.
"Sama. Ternyata kita memang di setting menjaga petinggi lebih dulu." Jawabku.
Tugas ini merupakan tugas kebanggaan ku karena tidak semua prajurit bisa sampai pada tahap ini setelah melaksanakan pendidikan lanjutan.
Tak lama ekor mataku melihat sosok sahabatku yang lain, dia memang beda. Sifatnya keras, sumbu pendek, kaku dan begitu jantan sebagai seorang pria hingga pikiran kami menyangka dirinya tidak menyukai wanita. Biasa orang memanggilnya Black.
"Black, kau dapat tugas dimana?" Tanya Satria pada si Black.
" 'Mengawal' wakil panglima yang baru." Jawab Black santai saja.
Aku dan Satria saling lirik, aku tau Black memang punya kecakapan khusus yang tidak bisa di ragukan begitu saja dan lagi mengawal wakil panglima seperti Pak Herca sungguh membutuhkan mental tangguh.
Tak berapa lama aku melihat para pejabat dan petinggi keluar dari gedung Markas. Paham akan tugasku, aku segera bergerak namun saat aku melangkahkan kakiku, ada gadis muda berlari kecil memeluk Pak Herca, yang kutahu dia adalah Diajeng Haggia Ayuningrat.. putri wakil panglima.
Sadar akan lamunanku, seorang gadis berpakaian seragam putih abu-abu turun lagi dari mobil dan ribut dengan Ayu, dia adalah Gusti Raden Mahaputri Diajeng Anandayu Hening Senja Adinarta. Nama yang sangat panjang menurutku hingga aku pun sulit untuk menghafalnya.
Tak paham apa yang terjadi, gadis berpakaian putih abu-abu sudah sebegitu menarik perhatian karena sudah ribut dengan Black.
Tak ingin konsentrasiku buyar, aku segera melangkah menghampiri Pak Dallas dan Satria bersama Pak Reno. Kami melaksanakan tugas masing-masing.
\=\=\=
Waktu berganti, jam santai bagi kami. Malam minggu ini aku, Satria dan Black berjalan-jalan di pusat kota yang ramai. Kulihat kakak beradik putri wakil panglima juga sedang berada pada pusat perbelanjaan tersebut.
Siapa sangka ada sedikit keributan antara Ayuningrat dengan seorang pria, terutama si tuan putri kecil sudah nyaris baku hantam. Langkahku dengan cepat menghampiri namun ternyata Satria sudah menampar pria perusuh tersebut dan Black sudah menarik si tuan putri kecil ke belakang punggungnya lalu menghajar rekan pria tersebut hingga terpelanting dan hidungnya berdarah.
Black memang pria yang amat sangat irit dalam bicara dan hanya mengeluarkan suara saat di perlukan saja. Wajahnya pun kini hanya datar saja seolah tidak terjadi apapun usai menempeleng seorang pria yang sudah berbuat onar.
...
Perkara keributan tersebut kami semua mendapatkan sanksi tegas dari bapak buah terutama Black mendapatkan hukuman tersendiri karena sudah menghajar masyarakat sipil.
"Papaaa.. jangan marah lagi. Om Black bukannya mau ribut. Tadi teman pacarnya Mbak Ayu mau melecehkan Dinar. Om Black yang tolong." Ujarnya sembari merapatkan jaket milik Black untuk menutupi tubuhnya.
Pandang mata Pak Herca mengamati penampilan kedua putrinya. Ayuningrat memang memakai pakaian yang lebih tertutup tapi nyatanya tidak dengan putri kecil.
"Lepas saja pakaianmu disini..!! Tidak usah pakai pakaian sekalian..!!!!!! Tren, mode, fashion.. hanya itu saja alasanmu. Jangan harap laki-laki di luar sana akan menjaga pandangan matanya kalau kamu juga tidak bisa bekerja sama. Akhlakmu saja rusak, Dinaar..!!!!" Bentak Pak Herca.
"Dinar hanya ingin jadi penyanyi..!!!" Jawab Dinar.
"Kau bilang itu fashion penyanyi, papa bilang itu gembel..!!!!" Ucap tegas Papa Herca.
Di sudut lain, Papa Herca sudah menangkap ada pandang berbeda dari Satria yang terus memeluk 'adiknya'. Ayuningrat terus sesenggukan. Dari sana lah Pak Herca memahami ada rasa berbeda dalam diri Satria dan putrinya.
POV Flashback Bang Rakit off..
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!