"Eh, lah ... "
"Kok goblok?"
"Goblok banget, anjirr!"
"Woylah, lakuin apa gitu kek, ditindas kayak begitu lo diem aja goblok sih kata gue!"
"Ini endingnya lo malah pilih mati? Emang ga becus jadi tokoh utama ya lo, Li Shuyi, woyyy!"
"Eh gila, si anyinggg malah hidup bahagia sama tuh nenek lampir lagi!"
Giovanna hanya bisa merotasikan bola matanya kali ini. Salahnya juga karena merekomendasikan drama animasi 3D itu kepada Selena. Seharusnya ia sudah tahu jika rekan satu timnya itu paling susah menahan emosi. Dia juga sangat mudah tersulut dan terbawa suasana.
Jika sudah begini, Giovanna hanya bisa menghela napasnya dalam-dalam. "Mulut lo kotor banget, monyet, di halte ini!"
"Tau sikon lah!"
"Yaa elo!" Selena menoleh dengan raut wajah yang sangat-sangat jengkel. "Lo kasih rekomendasi tuh yang keren dikit napa, jangan menye-menye begini, mana mcnya lemah banget."
"Lo tau sendiri gue suka mc tuh yang badass, hajar, lawan kalau lo benar!"
"Yayaya ... "
Celoteh Selena tidak terlalu didengar oleh Giovanna, dia juga sudah lelah seharian bekerja dan bus yang akan mereka tumpangi belum juga datang.
Diliriknya pada Selena, wanita pertengahan dua lima yang unik itu masih larut dengan layar ponsel yang menampilkan drama terbaru dari negeri tempat asal Panda.
Giovanna terkekeh saat kepalanya terlintas satu hal, "Ati-ati lo, Sel, masuk ke dunia Li Shuyi baru tau rasa lo!"
Selena mendelik.
"Van, ini 2025 yang mutakhir, orang-orang pada lomba-lomba bikin teknologi mau pindah dari bumi, bikin matahari artificial, bikin kloning manusia." cerocos Selena dengan ekpresi wajah yang sangat mendukung opininya.
"Ini ... elo pake segala ngarang manusia abad 20 masuk ke dalam cerita fiksi, kayak novel-novel, mana ada?!"
"Ya siapa tau ... " Giovanna mengendikkan bahu sambil tertawa. "Kalau lo jadi Li Shuyi, emang lo bisa apa?"
"Bisa banyak!"
"Apa aja?!"
Selena meletakkan kembali ponselnya, menyimpannya dengan rapi di dalam saku kemeja. Prioritasnya kini adalah menjawab pertanyaan Giovanna yang absurd, tapi memilih menjawab juga bagian dari keabsurdan itu sendiri.
Masih dengan mimik wajah serius, Selena mulai memikirkan segala kemungkinan dalam otaknya. "Pertama, gue gak akan nikah sama Huan Ziyu!"
"Okeeey ... " Giovanna mengangguk-angguk. "Kedua?"
"Kedua ... gue bakal pergi dari Jiangzhou ke Beizhou, pindah dari lingkungan yang toxic dan gak sehat adalah satu hal terpenting!"
"Well, make sense sih."
Giovanna tersenyum tipis, memiliki Selena sebagai sahabat yang selalu mementingkan mental health memang sangat membantu. "Yang ketiga ... "
"Gue bakalan buka toko perhiasan di Beizhou." Selena menaik-turunkan alisnya. "Keren gak? Sesuai passion gue lah ya!"
"Nikahnya gimana?"
"Nikah? Emang perlu?"
"Eh, itu bus!"
Selena segera bangkit dengan antusias, jika tidak mendahulukan diri maka ada orang lain yang akan mendahului dirinya. Apalagi jam pulang kantor seperti ini sangatlah rawan.
Derit rem bus yang menggesek aspal terdengar nyaring.
Selena bergerak untuk mendekati pintu masuk, tapi kepalanya tiba-tiba berdenyut hebat.
Tik.
Tik.
Tik.
Piiiiiiiiiiiiiiiippp ...
Pening yang luar biasa ini membuat Selena oleng, ia mencari pegangan pada apapun yang bisa diraih. Sambil memegangi kepala yang seperti hendak pecah, pandangan Selena kian mengabur. Sesaat setelah darah segar mengucur melewati lubang hidung, Selena jatuh tak sadarkan diri."
"Sel?"
"Selena?"
"Selena?!"
...****************...
"Aduh!"
"Kepala gue mau pecah rasanya."
Masih sibuk dengan nyeri di kepala yang berangsur-angsur reda. Wanita pertengahan dua lima itu memaksakan diri untuk duduk.
Belum pernah selama hidupnya terjadi sakit kepala yang rasanya begitu hebat hingga dia berpikir untuk membenturkan kepalanya ke aspal. Seingatnya tidak ada riwayat penyakit serius yang diderita, lalu bagaimana bisa dan dari mana sakit kepala ini muncul, aneh sekali.
Tapi syukurlah, sekarang semuanya telah membaik. Hanya beberapa rasa gatal di punggungnya dan aroma obat-obatan menyengat yang sangat tradisional.
Saat membuka mata lebih lebar.
Pemandangan yang pertama kali dilihatnya sungguh mencengangkan.
"Aaaaaaaaaaakkkkhhhh!"
Brak!
"Nona?!"
"Nona?!"
"Nona Li, ada apa?"
Belum selesai dengan satu keterkejutan, muncul lagi keterkejutan yang lain. Masih dengan jari telunjuk yang menunjuk pada sebuah cermin, kini dia harus bertemu dengan orang-orang yang asing baginya.
Tiga orang itu dilihat dari sisi mana pun tetap aneh, terlebih pakaiannya yang terbuat dari serat rami kasar, dan desainnya sangat kuno.
Kening mengerut dalam hingga nyaris menyatukan alis. Wanita itu bersuara, "Kalian siapa?"
"Nona, anda melupakan kami?"
"Lupa? Memangnya aku mengenal kalian?"
Salah satu dari mereka, seorang gadis muda dengan kulit pucat, mengangguk. "Kami adalah pelayan kediaman, saya Tong'er, nona ingat?"
Pertanyaan Tong'er mendapat gelengan.
"Ini Bibi Cui, dan ini Jinshi, nona juga tidak ingat?"
Tong'er memperkenalkan dua orang yang datang bersamanya, satu wanita paruh baya dengan wajah bulat, satu lagi laki-laki kurus dan tinggi bergigi rapi.
Tong'er ...
Bibi Cui ...
Jinshi ...
Familiar sekali, persis sama dengan nama-nama yang belakangan ini ia hafalkan. Animasi 3D itu tidak mungkin benar, kan? Tidak mungkin nyata, kan? Tidak-tidak, ini pasti tidak benar.
Kembali ke cermin.
"Itu!"
"Itu!"
"Siapa yang ada di dalam cermin itu?"
"Siapa dia? Kenapa aku menghadap kesana dan wajahku jadi berbeda?!"
Tong'er, Bibi Cui dan Jinshi mengarahkan pandangan mereka ke arah yang sama. Cermin berbentuk lingkaran yang menampilkan wajah sang cantik sang nona.
Ketiganya saling tatap sebelum akhirnya meraih cermin itu untuk didekatkan kepada sang nona.
Dilihat semakin dekat pun hanya ada gambar seseorang yang asing, cantik dan matanya sangat indah. Saat jari-jemari meraba pipi, mulus dan lembut sekali, seperti tidak pernah ada bekas jerawat disana. Setiap gerakan wanita itu, wanita dalam cermin juga mengikuti.
"Ini ... "
"Siapa yang ada di dalam cermin ini?" tanyanya menggebu, "Siapa dia?"
"Apakah ... apakah ini aku?"
Tidak ada jawaban lain selain anggukan dari tiga orang yang mengaku sebagai pelayan kediaman itu.
"Benar."
"Itu memang anda nona!" jawab Jinshi sambil menganggukan kepalanya dua kali, mencoba meyakinkan sang nona jika itu adalah dirinya sendiri. "Nona tidak mungkin melupakan diri anda bukan?"
"Bukannya lupa, tapi ini memang bukan aku." jawabnya sang nona serius, "Kulitku mana mungkin seputih ini, halus pula, dan wajahku harusnya ada bekas jerawat di kening. Bayangkan saja aku sudah perawatan gila-gilaan dan tidak pernah mendapatkan hasil. Ini, ini, ini mana mungkin wajahku."
"Tapi, itu anda, nona!"
"Li Shuyi, putri Tuan Li Chengdu dari Jiangzhou."
Jedarrr!
Untuk sesaat tadi rasanya jantungnya hendak jatuh sampai ke perut. Pendengarannya tidak mungkin salah, kan, "Apa? Kau bilang apa?"
"Li Shuyi."
"Li Shuyi?"
"Iya, nona."
"Kau bilang Li Shuyi?"
Bibi Cui mengangguk, "Benar, kau adalah Li Shuyi, nona kami yang cantik dan baik hati."
Li ...
Shu ...
Yi ...
Tiga kata yang harusnya ia tahu pasti siapa.
Tidak! Ini tidak mungkin! Sangat mustahil untuk terjadi bukan?
Omong kosong Giovanna jelas tidak akan terjadi begitu saja secara ajaib. Bahkan keajaiban macam apa yang bisa terjadi pada manusia abad 20 masuk ke dalam animasi 3D. Ayolah, ini bukan dunia novel dimana dia manusia fana akan masuk ke dalam cerita novel dan menggantikan tokoh utama untuk melanjutkan hidup melawan tokoh-tokoh jahat di dalam cerita itu, hidup bahagia, dan menikah dengan pangeran.
Cerita tamat.
Klise, sangat menyebalkan.
Tapi sepertinya, itulah yang terjadi sekarang.
Selena menjadi Li Shuyi, Li Shuyi, Li Shuyi, sekali lagi LI SHUYIII!
Gila, ini gila dan tak masuk akal.
Wanita pertengahan dua lima yang mendiami raga Li Shuyi itu masih enggan menerima. Dia meraih cermin itu dan menatapnya cukup lama, membuat gerakan yang hanya bisa ditirukan oleh bayangan cermin asli, dan bukan AI.
"Tidak!"
"Tidak! Ini tidak mungkin!"
Gadis itu mengalami lonjakan emosi berlebihan yang membuatnya kian tantrum. "Mana mungkin ini terjadi, tidak mungkin, tidak, aaaaaarrrggghhh!"
"Aaaaarrrrggghhh!"
"Aaaaaarrrggghhh!"
"Aaaaaarrrggghhh!"
Ketiga pelayan panik dengan tingkah sang nona, mereka bingung saat nonanya berteriak keras, meraung dan menjambak rambutnya sendiri.
Selena, yang berada dalam tubuh Li Shuyi, tiba-tiba bangkit meskipun sempat oleng dan kehilangan keseimbangan. Dia berlari tanpa alas kaki keluar dari kamarnya, dan benar saja, rumah kuno dan sederhana itu memiliki pohon murbei setinggi tiga meter di halaman, dan sama persis dengan penggambaran versi animasi 3D.
Wanita itu jatuh terduduk.
Tidak mungkin.
Bagaimana mungkin dia masuk ke dalam Animasi 3D berjudul Love In Time, dan menjadi tokoh utama yang selalu ia maki-maki karena lemah, bernama Li Shuyi.
"Tidak!"
"Ini tidak mungkin!"
Baru saja hendak meratapi nasib karena menjadi Li Shuyi, dia segera menoleh ke arah kanan, tepatnya di pintu masuk kediaman itu.
Jika alurnya tudak berubah, pasti setelah ini Keluarga Huan Ziyu mengembalikan mahar yang telah dikirim untuk menikahkan Li Shuyi dengan Huan Ziyu, tapi ditolak dan memberikan imbalan kepada keluarganya yang telah menahan pahitnya rasa malu.
Sial!
Setelah ini ada seorang pelayan yang mulutnya ingin ia robek karena terus menghina Keluarga Li.
Dia harus bertindak!
Wanita itu bangkit dengan tekad menggebu menuju pintu masuk, disana ada dua orang laki-laki yang sedang mendebat seorang pelayan, utusan Keluarga Huan. Satu laki-laki berpakaian seperti pelayan, dan satu lagi seperti tuan, tapi pakaiannya sangat sederhana.
"Ini mahar yang kalian kirimkan ke Kediaman Huan." ucap pelayan Keluarga Huan itu. Dengan ekspresi wajah mengejek, ia melanjutkan. "Jumlahnya sedikit sekali, apakah benar ini bisa dikatakan sebagai mahar? Terlalu kecil dan miskin."
"Mengapa kalian bermimpi menikahi tuan muda kami?"
"Sangat tidak pantas, tidak tahu diri!"
"Tuan dan nyonyaku tidak sudi menginjakkan kaki ke rumah kalian yang kotor ini." Ucapnya lagi masih dengan culas. "Ck, terpaksa aku yang menggantikan."
"Cih, dasar bangawan miskin!"
Plakk!"
"Pelayan tidak boleh dibiarkan terlalu berani agar tau dimana tempatnya berada."
Ucapan lantang itu mengagetkan semua orang. Apalagi ucapan itu datang dari seorang wanita muda yang telah menampar pelayan Kediaman Huan dengan tangannya sendiri.
Begitu pemberani.
Bahkan dalam sorot matanya, tidak ada keraguan dan rasa bersalah telah melakukannya.
Wajah pelayan itu menjadi pias, terdiam kaku menatap Selena yang berada di tubuh Li Shuyi dengan penuh amarah. Belum pernah ada seorang wanita yang menamparnya hingga jatuh tersungkur seperti ini. Terlebih lagi, dia tersungkur di halaman depan pintu gerbang Kediaman Li, yang mana ada banyak orang melihatnya dari luar gerbang.
Perasaan malu bercampur marah menjadi satu. Pelayan Kediaman Huan itu segera berdiri, berjalan mendekat hendak melayangkan tangannya. Tapi belum sempat menyentuh wajah rupawan sang nona, dirinya terpental oleh tendangan telak di dadanya.
"Kau!" sentaknya.
"APA?!" sang nona membalas tak kalah keras. "Apa kau pikir dengan statusmu itu cukup untuk menginjak-injak kediamanku?!"
"Seorang pelayan rendahan sepertimu, bahkan tidak lebih berharga dari kuda yang kehilangan satu kakinya."
"Kau datang atas perintah tuanmu hanya untuk mengembalikan mahar, bukan menghina Kediaman Li!"
Selena yang berada di dalam tubuh Li Shuyi terhanyut dalam suasana, dia ikut terbawa alur hingga merasa perih di hatinya melihat ayah Li Shuyi dan Kediaman Li dihina oleh seorang pelayan.
Tangannya meraih sebuah tongkat, berpegang padanya barang kali pelayan laki-laki itu memberontak.
Dirinya kini menjadi tontonan seluruh warga di sekitar kediaman. Mereka berbisik-bisik membicarakan keberanian Li Shuyi dan apa yang barusan terjadi. Pasti setelah ini ia akan menjadi berbincangan hangat seluruh warga Kota Jiangzhou. Biarlah, ia tidak peduli karena sebentar lagi akan angkat kaki dari kota terkutuk ini.
"Hanya karena ayahku miskin, bukan berarti siapapun bisa menghinanya."
"Aku Li Shuyi, tidak akan pernah membiarkan siapapun menginjak-injak harga diri keluargaku. Sekalipun keluargaku sangat miskin, tapi kami tidak pernah menyusahkan orang lain, kami tidak pernah merugikan siapapun, dan kami tidak mengharap belas kasihan dari kalian."
"Penghinaan ini membuatku muak!"
"Tidak ada, kah, orang Jiangzhou yang bisa menghargai sesama tanpa memandang harta kekayaan?!"
"Jika memang kami tidak diterima disini, maka kami tidak perlu lagi tinggal disini!"
Selena yang telah mendeklarasikan diri sebagai Li Shuyi, mulai hari ini telah menerima sepenuhnya untuk menggantikan Li Shuyi melanjutkan kehidupan. Apapun yang terjadi di masa depan, suka maupun duka, senang maupun sedih, bahagia atau menangis, dirinya sebagai Li Shuyi akan tetap tegar menghadapinya.
Melalui ultimatum yang telah dicetuskan wanita itu, dengan banyak pasang telinga yang mendengarnya malam hari ini. Li Shuyi tidak mundur lagi.
Jika mengikuti alur cerita, malam ini harusnya Li Shuyi bunuh diri.
Tapi karena sekarang dia yang menjadi Li Shuyi, kehidupan kedua ini tidak akan menjadi sia-sia. "Kalian semua pergi! Rumahku bukan drama pertunjukan!"
"Pergi!"
"Pergi!"
Orang-orang yang hadir untuk melihat berangsur-angsur pergi, sebenarnya apa yang mereka lakukan juga tidak pantas karena ini adalah urusan Kediaman Li dan berada di dalam Kediaman Li.
Semua yang terjadi, sikap buruk orang-orang tidak lepas dari bangsawan-bangsawan Kota Jiangzhou yang menganggap Li Chengdu miskin dan tidak layak bersosialisasi karena harta keluarganya sangat sedikit.
Jadi para bangsawan itu membuat rumor buruk tentang Keluarga Li hingga membuat orang-orang membenci Keluarga Li tanpa sebab.
Li Shuyi berbalik.
Ditariknya kerah pakaian pelayan Kediaman Huan itu dan diseret keluar. "Ingat! Aku menertibkanmu karena ulahmu sendiri, kau tahu seharusnya sikap kurang ajar ini layak dihadiahi cambukan 100 kali!"
"Sampaikan pada keluarga tuanmu, bahwa harta mahar yang kami berikan bukan tidak cukup, tapi kalian saja yang tidak tahu cara menghargai ketulusan."
"Kehidupan seperti roda yang terus berputar, tidak semua yang berada di atas akan tetap bermewah-megah dengan statusnya. Dan, tidak semua yang berada di bawah akan selalu terinjak-injak oleh keadaan."
"Pergi!"
"Pergi dari sini!"
Pelayan itu pun lari tunggang langgang pergi meninggalkan Kediaman Li, bersama teman-temannya. Mereka melarikan diri sebelum Li Shuyi menggila dengan tongkat di tangannya.
Setelah kegaduhan itu, Li Shuyi mengusap keningnya yang berkeringat. Detak jantungnya kini sudah tidak menggila lagi. Kelegaan terpancar dari wajah cantiknya yang semakin berseri.
Saat berbalik, ternyata Li Chengdu dan empat pelayannya sedang melihat Li Shuyi dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
"Nona, nona pemberani sekali!"
Tong'er langsung berlari memeluk lengan sang nona, Jinshi pun datang untuk membawakan tongkat Li Shuyi. "Nona, anda sangat hebat!"
"Nona, anda luar biasa!"
"Yi'er, bagaimana kau bisa sangat berani?"
Li Shuyi menggaruk telinganya, "Hehe, ayah, sebaiknya kita pergi saja dari Jiangzhou. Orang-orang disini menyebalkan dan hanya membuat kita sedih."
Li Shuyi berjalan mendekati Li Chengdu, bangsawan miskin yang saat ini menjadi ayahnya itu hanya bisa menatapnya dengan teduh. "Aku ingat kakek meninggalkan kediaman kecil untuk kita di Beizhou, dan ada sebuah toko di depannya. Mengapa kita tidak meninggalkan Jiangzhou dan memulai hidup yang baru disana saja ayah?"
"Tapi, itu tidak mudah, Yi'er."
"Kenapa tidak?"
Li Chengdu tampak berpikir dengan sangat pelik.
"Ayah, apa kau tega melihatku terus bersedih?"
"Yi'er ... "
Li Shuyi mengeluarkan jurus andalannya. Dia tahu jika Li Shuyi yang asli tidak akan bersikap manja, dia juga tahu bahwa kelak akan membuat perubahan besar dengan pindah ke Beizhou. Tapi jika bisa menghindari plot untuk mati, dia pasti bisa menyelamatkan cerita ini.
Lagipula, jika malam ini ia memang ditakdirkan untuk mati, mengapa pula ia datang ke dunia Li Shuyi ini. Dia yakin tujuannya datang pasti untuk menyelamatkan kehidupan kecil ini.
Li Shuyi membuka harta mahar yang disiapkan keluarganya, semuanya masih utuh tidak tersentuh.
Imbalan dari Keluarga Huan pun berisi banyak uang. Dia yakin itu akan cukup, "Ayah, imbalan yang diberikan oleh Huan ini sangat cukup untuk perjalanan kita menuju Beizhou, ayah, kita pasti bisa berangkat malam ini juga."
"Malam ini?" tanya Li Chengdu, "Tapi sudah sangat larut, Yi'er, bagaimana kalau besok saja?"
"Tidak masalah, kalau begitu kita bersiap saja malam ini. Besok sebelum ayam berkokok, kita harus sudah pergi dari kota ini."
Li Shuyi begitu bersemangat, tampak sangat yakin dengan pilihan besar yang akan diambil ini. Ayahnya dan para pelayan hanya bisa menuruti kemauan sang nona, mereka juga bersiap untuk pergi.
Sebelum itu, "Jinshi! Jinshi!"
"Ya, nona?"
"Kita akan pergi naik apa?"
Jinshi segera berlari menuju halaman belakang, ada seekor kuda disana yang tampak gagah. "Bersama dengan Rongrong, nona!"
"Rongrong?"
"Kuda ini bernama Rongrong."
Tong'er yang sejak tadi ikut bersama mereka juga mengangguk, "Rongrong kuda yang hebat nona, dan sangat setia dengan kediaman."
Li Shuyi mengangguk dua kali, "Lalu keretanya?"
Dilihat dari ekspresi wajah Jinshi yang berubah sendu, Li Shuyi sepertinya tahu jawabannya. Pasti kereta yang mereka miliki tidak bagus. "Kereta rusak karena sudah tua dan usang nona, ada orang usil yang sengaja merusak kereta kita."
"Sial!"
"Pasti orang dari Kediaman Huan."
"Mereka memang terkutuk. Lihat saja jika aku sudah kaya nanti, aku pasti akan membuat perhitungan dengan mereka."
Li Shuyi mengingat part cerita ini dimana kereta Keluarga Li sengaja digergaji oleh salah satu pelayan Huan dan menjadi rusak ketika digunakan.
Saat itu Tuan Li sedang bepergian menuju Xuzhou, kereta itu rusak, dan menyebabkan kaki Tuan Li terluka hingga sekarang harus berjalan menggunakan tongkat.
Wanita pertengahan dua lima itu segera kembali ke halaman utama. Dia mengambil sebuah logam berbentuk persegi panjang. Di dalamnya juga ada koin perak yan berlubang di tengahnya.
"Jinshi, kau dan Paman Wen pergilah membeli kuda untuk teman Rongrong, dan kereta yang cukup untuk eman orang dan barang-barang.
"Baik, nona!" ucap Jinshi sebelum pergi.
"Tong'er, kau bantulah Bibi Cui berkemas."
"Baik, nona!"
Halaman depan hanya menyisakan Li Shuyi, semua orang sibuk mempersiapkan perpindahan mereka yang sangat mendadak esok hari. Dan, syukurlah barang yang akan dibawa tidak terlalu banyak karena beberapa akan ditinggalkan saja.
"Yi'er, ini untukmu!"
"Apa ini?"
Li Shuyi menerima sebuah liontin giok dengan ukiran di tengahnya. "Apa ini?"
"Itu adalah pusaka keluarga yang sangat berharga, kalung giok peninggalan ibumu meskipun sedikit usang, tapi ibumu berpesan untuk memberikannya padamu ketika kau telah tumbuh dewasa."
Liontin giok itu memang sederhana, tapi pasti memiliki arti yang baik. Jika ini adalah pusaka keluarga, maka Shuyi akan menyimpannya dengan baik. "Aku akan menyimpannya."
"Kalung giok ini ... " Li Chengdu tampak bimbang untuk mengatakan apa yang ada di kepalanya.
"Kenapa?"
"Ada apa dengan kalung giok ini?" tanya Li Shuyi tidak sabar.
"Argh, nanti kau akan tahu Yi'er!"
Li Chengdu pergi, meninggalkan Li Shuyi dengan seribu pertanyaan yang belum terjawab. Memilih tak menghiraukan itu, Li Shuyi memakainya dan disimpan dengan baik di dalam pakaian. "Emang ada scene dapat kalung? Kok gak inget apa-apa, perasaan cerita udah sampai disini aja."
"Apa ini butterfly effect karena gue bikin alur berubah ya?" Li Shuyi berbicara dengan dirinya sendiri. "Dahlah, jangan terlalu dipikirin deh!"
Tuan Li dan para pelayan menepati janjinya, mereka benar-benar pergi dari Jiangzhou saat ayam-ayam di pekarangan rumah bahkan belum terbangun. Udara masih sangat dingin dan orang-orang juga masih terlelap dalam tidurnya.
Rumah kediaman diserahkan kepada salah satu orang kepercayaan Li Chengdu. Li Chengdu sendiri tidak berniat menjual kediaman itu meskipun kecil dan sangat sederhana. Kediaman banyak menyimpan kenangan bersama Shuyi kecil dan mendiang istrinya. Dia jadi tidak tega untuk menjualnya.
Li Shuyi duduk di dalam kereta, masih dengan rasa kantuk yang luar biasa. Setelah berkemas hingga larut, dia hanya tidur satu jam dan Bibi Cui sudah membangunkan.
"Jinshi, kalau uang yang kuberikan kurang untuk membeli kereta yang layak, seharusnya kau katakan saja!"
Jinshi menoleh, lalu kembali menunduk karena merasa bersalah. "Maaf, nona."
"Kereta ini sudah baik, Yi'er, jangan terlalu menyalahkan Jinshi." Tuan Li membela.
"Tapi ayah ... " Li Shuyi masih sedikit jengkel.
"Sudahlah, tidak apa-apa."
"Huft!"
Jika itu adalah keluarga bangsawan lain, Jinshi pasti sudah mendapatkan cambukan 100 kali karena membiarkan tuannya naik ke dalam kereta yang seharusnya digunakan untuk memuat barang-barang. Tidak ada tempat duduk yang layak disini, tidak ada perapian atau jendela bertirai seperti kereta bangsawan, hanya ada satu gerbong kosong dengan satu pintu masuk.
Li Shuyi dan Li Chengdu terpaksa duduk di atas peti-peti kayu berisi barang bawaan mereka, beberapa sisanya akan dikirim besok melalui jasa pengiriman barang.
Sambil menghela napas dalam, wanita cantik dengan setelan hanfu berwarna hijau itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Baiklah, kali ini mungkin aku juga salah karena tidak mempertimbangkan waktu."
Jinshi segera menggeleng, "Tidak, ini bukan salah nona, ini salah saya."
"Emmm, jadi ini salahmu ya?"
Sesegera mungkin Jinshi mengangguk, "Benar, nona, ini salah saya."
"Kalau begitu kau harus dicambuk!"
"Hahh?"
"Yi'er ... " Li Chengdu menengahi, "Hentikan, kau membuat Jinshi ketakutan!"
"Ahahahahahaha ... "
Sang nona yang cantik itu tertawa setelah melihat bagaimana raut wajah Jinshi berubah pucat dan ketakutan. Padahal ia tidak serius dengan ucapannya.
Yang ia tahu, Jinshi lebih muda sepuluh tahun dari usia Li Shuyi. Jinshi ditemukan langsung oleh Shuyi ketika dalam perjalanan menuju kuil bersama sang ibu. Li Shuyi memberinya sebuah bakpao berisi daging babi tumis, dan Jinshi kecil terus mengikuti keduanya hingga ke rumah.
Saat sampai di rumah, Jinshi bersujud memohon untuk dijadikan pelayan dan bersumpah setia kepada Keluarga Li.
Li Shuyi yang memberikan nama Jinshi kepada anak laki-laki berusia lebih muda sepuluh tahun darinya itu.
Li Shuyi menepuk puncak kepala Jinshi karena pemuda itu berada paling dekat dengannya. "Sudahlah, aku hanya bercanda!"
"Nona, kau menakutiku." Jinshi menunduk sendu.
"Mana mungkin aku tega mencambukmu? Apa aku pernah memukulmu barang sekali saja?"
"Tidak."
"Kau tahu!"
Perjalanan berlangsung lancar sejauh ini, tidak ada halangan yang berarti dan semua orang tampak nyaman. Tong'er bahkan sudah tidur di pangkuan Li Shuyi saat rute perjalanan mereka melandai.
Melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada apapun selain dinding kayu. Li Shuyi jadi bosan karena tidak bisa melihat pemandangan.
"Jadi, seperti apa Beizhou itu, ayah?" tanya Li Shuyi.
"Beizhou?"
"Hmm, seperti apa kota itu?"
Sang ayah menoleh sepenuhnya, memang sudah lama Shuyi tidak berkunjung ke Beizhou, terakhir adalah upacara pemakaman kakeknya. Dan sudah sepuluh tahun sejak hari itu.
Li Chengdu menerawang, sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar disana, perjalanan kali ini pun sedikit membuatnya lega karena kembali ke kampung halaman.
"Beizhou ... "
"Beizhou adalah tempat paling makmur di seluruh negeri, perdagangan dan pendidikan sangat maju."
"Banyak orang dari seluruh penjuru negeri ingin mencoba keberuntungan disana."
"Beizhou sangat indah, Yi'er, di utara ada Pegunungan Beichang yang gagah." lanjut Li Chengdu seraya memutar kembali ingatannya tentang Beizhou.
"Sungai Yongning membelah kota, dan parit-parit berhias lampion yang indah!"
"Ada juga—"
"Sudah ayah!" Li Shuyi menghentikan, "Aku ingin melihatnya secara langsung saja, terlalu tinggi berekspektasi akan membuatku hancur jika tidak sesuai."
"Eks ... eks—apa?"
"Membayangkan maksudku, ekspektasi itu seperti membayangkan!" jelas Li Shuyi.
"Kau mempelajari sastra asing?"
"Eh,"
Li Chengdu dan para pelayan menunggu penjelasan sang nona, mereka juga penasaran karena beberapa saat lalu, sang nona juga kedapatan mengucapkan kata-kata yang tidak mereka ketahui artinya.
Untuk beberapa kesempatan, memang Li Shuyi belum terbiasa dengan hidup barunya.
Li Shuyi hanya tersenyum simpul, "Aku ingin buang air."
"Paman Wen?!"
"Ya, nona?"
"Berhentilah, aku ingin buang air!"
Rombongan berhenti saat matahari tepat berada di atas kepala. Mereka mencari tempat yang nyaman tak jauh dari sungai, karena nona mereka ingin buang air tentu saja.
Paman Wen dan Jinshi memberi makan kuda, sementara Bibi Cui menyiapkan makan siang.
Li Shuyi ditemani Tong'er menuntaskan panggilan alamnya dengan baik di sungai. Setelah lama memilih tempat yang tersembunyi dan aman dari jangkauan mata.
Brukk.
"Anjingg, eh, mulut gue!"
Li Shuyi sampai berjingkit karena merasa jantungnya hendak terlepas dari tempatnya. Suara seperti benda jatuh yang cukup keras.
Antara takut dan penasaran, tapi Li Shuyi lebih memilih menuntaskan rasa penasarannya. "Gila kali, kalau yang jatuh piton, mampus gue!"
"Eh, tapi kok kayak orang ya."
"Samperin gak ya? Tbl."
"Ihh, tapi kasihan."
"Tolongin deh!"
"Eh, tapi kalau dia jahat gimana? Terus gue diperkaos gimana? Tbl, gue cabut!"
Baru hendak berbalik, Li Shuyi kembali menoleh. Ada sebuah perasaan yang memaksanya untuk tetap tinggal dan membantu. Padahal sejarahnya, Selena sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan orang lain.
Dia sepertinya laki-laki, pakaiannya seperti orang biasa tapi membawa sebilah pedang.
Li Shuyi menyingkirkan pedang itu sedikit jauh dari jangkauan. Hanya berjaga-jaga saja, barang kali pria ini hanya berpura-pura.
Tapi, rasanya ini jauh dari pura-pura. Dia tampak kacau, tubuhnya penuh debu dan luka dimana-mana. "Anjiir, ganteng banget gilaaa!"
"Lo jangan-jangan jodoh gue ya?"
"Bangun!"
"Bangun!"
Tidak ada pendarahan di kepala, tapi laki-laki itu tetap tidak membuka matanya. Mungkin juga reaksi syok tubuh karena jatuh dari tebing. Entahlah, yang pasti, Li Shuyi merasa harus, harus, harus menolong orang tampan ini.
Li Shuyi menggeledah, berusaha menemukan sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai jaminan.
Sebuah plakat besi yang tidak ia ketahui ditemukan.
Setelah menyimpan plakat yang akan digunakan sebagai jaminan. Wanita cantik itu sedikit kesulitan memapah seseorang yang baru saja ia temui ini. Dia pingsan, tubuhnya tinggi besar, Li Shuyi harus benar-benar mengerahkan tenaga ekstra.
"Hah... Hah... Hah... Anjirrlah, untung aja lo ganteng, coba kalo burik, udah gue tinggal dari tadi."
"Ga peduli, tapi lo harus ganti rugi atas kesusahan ini."
Li Shuyi terus berbicara sekalipun lawan bicaranya tidak mendengarkan apalagi menyahut. Langkah demi langkah berat menuju kereta pun semakin pelik, sebab mereka harus melewati semak belukar yang berduri.
Jinshi yang pertama kali mengenali jika sang nona datang membawa seseorang. Jinshi segera berlari, "Nona!"
"Nona, ada apa?" tanya Jinshi setelah sampai, "Siapa ini?"
"Bantu aku membawa dia dulu!" jawab Li Shuyi, "Nanti akan kuceritakan dimana aku menemukan calon suamiku ini."
"Nona ... "
"Kenapa? Tampan, kan?"
"Iya sih,"
"Kannn!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!