NovelToon NovelToon

Love In Black And White

LiBaW — BAB 01

BERTEMU BAHAYA ATAU SEBUAH TAKDIR?

“Aahhh~ Sshhh, ahhh~ ” Desah napas yang memburu ketika seorang wanita cantik yang terbaring di atas ranjang bersama sosok pria yang lebih tua darinya.

Sembari mendongak tak karuan, wanita itu menatap ke langit-langit hingga sekilas melihat wajah dari sosok pria yang kini tengah menggagahinya seperti biasa. “Oh.. fuck~ Shhh~ desah pria yang saat ini berada di atasnya.

“Fuck bitch~ aahhh~ ”

Plakk!! Satu tamparan baru saja mendarat di pipi wanita malang yang berada di bawahnya. Tentu, wanita itu hanya mendesah hingga tamparan yang ketiga kalinya cukup kencang di pipinya.

PLAKK!!

California, AS

Kedua kelopak mata seketika terbuka lebar saat mimpi buruk di masa lalunya begitu mengiang di ingatannya. Nisa (28th) terduduk dengan kepala pusing hingga rambut indahnya yang panjang menjuntai hampir menutupi wajah cantiknya yang khas Asia.

“Astagfirullah... Astaghfirullah... Astaghfirullah— ” Terus, dia mengucapkan kalimat dzikir hingga ia mengusap kepalanya dengan kedua tangannya hingga peluh membasahi wajahnya.

Nisa menoleh ke arah jam yang berada di nakas nya. “Astaga!” dengan terkejut dia langsung melompat dari ranjang empuknya saat menyadari bahwa langit sudah gelap.

Tentu, malam ini dia akan kembali ke Indonesia tempat kelahirannya, meski sudah 3 tahun Nisa menetap dan menjadi warga negara Amerika dan memiliki alasan tersendiri, namun dia akan kembali ke Indonesia untuk mengunjungi teman seperjuangannya.

.

.

.

[“Aku mengerti! Mungkin besok aku baru sampai di Indonesia. Jadwal penerbangan ku malam ini dan kurang 10 menit lagi!”] jelas Nisa, si wanita berkulit putih seorang muslimah yang taat yang kini mengenakan gamis panjang berwarna putih dengan jilbab panjang.

Sungguh dia terlihat sangat cantik dan mencolok di kegelapan malam kota California, meski pakaian yang dia kenakan hanya sederhana.

[“Jaga dirimu baik-baik Nisa! Kau harus berjaga-jaga karena Gerrard selalu mengawasi mu. Aku takut jika kau datang kemari dia akan berulah lagi.”] Ucap seorang wanita dari balik ponsel.

Sembari mengehentikan taxi, Nisa terdiam, mengingat dia masih belum bisa bebas sepenuhnya. [“Aku akan berjaga-jaga, tenang saja! Aku tidak sendirian, Allah bersamaku!”] ucap Nisa tersenyum membuat temannya ikut yakin bahwa dia akan baik-baik saja.

Usai berbincang, kini bisa yang sudah duduk di taxi, wanita itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Airport, please!” Pinta Nisa dengan senyum kecil saat dia mengatakan arah tujuannya kepada sang sopir taxi.

“Baik Nyonya!” balasnya.

Nisa merasa lega, setidaknya dia sudah menyelesaikan sholat isya saat ketiduran tadi dan untung saja jadwal penerbangan nya tidak lewat, karena dia sudah menunggu cukup lama untuk bisa kembali ke Indonesia.

...***...

Brugh! Brugh! Brugh! Seorang pria dengan kaos hitam terus memukuli pria lainnya dengan tangan kosong dan membabi buta hingga pria yang bersimbah darah itu teler tak sanggup lagi melawan.

Pria tampan bermata silver itu menjambak rambut pria tadi. “Katakan kepadanya untuk datang menemui Dom Torricelli ... Now!” pinta pria dingin dengan tatapan tajam dan perilaku yang bak monster haus darah setiap kali bertemu musuhnya.

Seperti saat ini. Tangan kirinya menjambak rambut pria yang bersimbah darah tadi, sedangkan tangan kanannya memegang pistol yang baru saja diberikan oleh sang asisten setianya.

Tut.. Tut.. [“Halo? Ole? Kau baik-baik saja? Bagaimana— ”]

[“Tu-tuan! Kau di-diminta datang... Hahh... Hahh...”] Napasnya memburu ketika dia kehabisan banyak darah bahkan wajahnya hampir tak dikenali.

Sementara pria bernama Dom Torricelli (37th) yang merupakan seorang mafia di dunia bisnis gelap, saat ini menatapnya penuh ancaman dan meremas kasar rambutnya hingga membuat mangsanya meringis.

[“Ap-apa? Si-siapa. Siapa yang harus ku temui?”] tanya seorang pria dari balik ponsel tersebut.

[“Di-dia— ”]

Dom langsung berdiri dan melepaskan jambakan nya, menempelkan ponsel tadi ke telinga kanannya. [“It's me! Aku yakin kau mengenalku pak menteri. Akan aku tunggu di kawasan pelabuhan ku 5 menit. Jika kau tidak datang maka akan aku habisi seluruh keluargamu tanpa ampun.”] Ancam pria bernama Dom yang nampak marah namun dia terlihat tenang saat berbincang dengan musuhnya.

Ya! Musuh! Menteri perdagangan yang harusnya sudah bekerjasama dengan Dom Torricelli malah menusuk Dom dari belakang dan menyebabkan setengah dari barang ilegalnya ditahan oleh polisi, begitu juga dengan anak buahnya.

Usai mengatakannya, pria tampan dengan berewok dan kumis tipis itu membuang ponsel tadi begitu saja.

Brugh! Pukulan terkahir yang asisten Dom berikan kepada asisten menteri tersebut.

“Tuan! Dia sudah tewas.” Ucap pria bernama Mike (36th) yang tak kalah garangnya dengan sang bos.

Dom berbalik, menatap ke jasad yang sudah mereka habisi. “Bungkus jasadnya dan buang ke tengah laut, biarkan ikan buas memakannya.” Ucap Dom yang sama sekali tidak peduli.

Mike mengangguk dan segera menyuruh anak buah Dom yang lain untuk membungkus mayat tersebut. “Ayo cepat!” Pintanya dengan tegas.

Sementara pria bernama lengkap Dom Torricelli itu melangkah keluar gudang dengan keadaan terkotori oleh bercak darah yang membuatnya nampak seperti hewan buas yang baru saja memangsa.

Dengan santainya, Dom merokok sembari menunggu kedatangan menteri sialan itu.

Sungguh! Siapapun yang melihat keadaan Dom saat ini, mereka pasti akan berlari menjauhinya, meski dia tampan sekaligus.

“Tuan! Menteri itu meminta bertemu di tempat lain.” Ujar Mike yang baru saja keluar memberikan informasi tersebut.

“Fuck him.” Tentu saja Dom terlihat kesal mendengarnya. Namun dia harus segera menyelesaikan urusan ini.

...***...

“Ada apa?” tanya Nisa terheran saat taxi tersebut berhenti.

“Mungkin ada kecelakaan di depan, Nyonya!” jawab sang sopir yang mana Nisa juga baru menyadarinya bahwa kendaraan lain juga terhenti karena macet.

Dengan cemas, Nisa hanya punya 5 menit lagi sebelum keberangkatan pesawat menuju ke Indonesia. Dia bisa ketinggalan nanti.

“Berapa menit untuk sampai ke bandara?” tanya Nisa kepada sang sopir taxi tadi.

“Ada jalan alternatif. Anda bisa melewati lorong di sana, tapi ada jalanan sepi, jika Anda berani maka hanya butuh waktu 3 sampai 4 menit untuk sampai di bandara. Tapi itu sangat berbahaya Nyonya.” Jelas sopir tersebut dengan detail.

Namun Nisa yang mendengar penjelasan mengenai jalanan sepi setelah lorong, membuatnya merinding. -‘Jika aku melewatkan kesempatan ini, aku tidak tahu apakah masih bisa pergi ke Indonesia. Ya Rabb, please help me!’ batin Nisa memejamkan matanya sejenak.

“Aku akan berjalan saja, thank you!" Ucap Nisa sembari memberikan uang bayaran sebelum akhirnya dia berjalan ke arah lorong yang dimaksud tadi, dengan membawa koper hitam berukuran sedang, juga tas kecil yang ia jinjing saat ini.

Sungguh? Sekarang sudah sangat malam, dan Nisa akan nekat melewati jalanan di sana. “Kau sudah pernah melewati bahaya, tidak perlu takut, Nisa. Bismillah!” Gumamnya penuh keyakinan.

.

.

.

Selang beberapa menit berlalu, hanya ada suara langkah kaki Nisa yang saat ini berjalan melewati lorong sepi dan sunyi. Lalu ia melewati sebuah jalanan yang memang sepi, tidak ada siapapun di sana kecuali seorang tunawisma yang tengah menghangatkan diri.

Nisa menelan ludahnya dan mengabaikannya hingga sesaat dari arah lain dia melihat sekelompok orang dengan dua mobil hitam yang sontak membuat langkah kaki Nisa terhenti. Keningnya berkernyit menatap pemandangan di depannya.

Dua orang juga terkapar di tanah dalam keadaan bersimbah darah dan pria lain membungkus jasad keduanya. Sementara satu pria dengan setelan jas rapi bersujud memohon ampun tepat di depan pria berkaos hitam bertubuh kekar yang menodongkan pistol ke arah kepalanya.

“APA KAU BISA MENGEMBALIKAN KERUGIAN YANG KU ALAMI HAH!” sentak Dom memukul wajah menteri itu dengan kepalan tangan kuat yang membawa pistol saking emosinya dia.

“Ak-aku mohon ampuni aku. Aku— ”

DARR!!

“Hahh— ” Sontak Nisa langsung berbalik, gemetar dan bersembunyi di balik sampah besar sembari menutup mulutnya yang refleks bersuara dan membuat para pria di sana menoleh.

Termasuk Dom Torricelli yang baru saja membunuh seorang menteri.

“DI-DIA MENGINTIP! DIA MELIHATNYA! AKU TIDAK!!” teriak pria tunawisma itu membuat Nisa melotot kaget saat menunjuk ke arahnya.

DARR!!

LiBaW — BAB 02

MENJADI TAHANAN

DARRR!! Tanpa pikir panjang, Dom menembak pria tua tak bersalah itu karena bagaimanapun, dia ada di tempat kejadian.

“No... Help me please, Ya Rabb!” Lirih Nisa menahan tangisnya saat melihat dengan jelas.

Saking paniknya, dia langsung berlari ke arah lorong menuju jalan raya. Dengan tatapan tajam, Dom melihat sosok wanita dengan pakaian putih panjang tertutup dari atas ke bawah berlari setelah melihat pembunuhan tersebut.

Tentu saja, Dom mengarahkan pistolnya ke arah Nisa, dan menekan pelatuk pistolnya, namun— Tek! “Shit!” umpatnya, membuang pistol tersebut saat peluru sudah habis.

Melihat itu, Mike selaku asisten Dom. Pria itu dan tiga anak buah lainnya berlari sekencang mungkin hingga berhasil menghalangi jalan Nisa.

Kini wanita malang itu mengehentikan larian nya dan mengangkat kedua tangannya saat dia sudah meras terpojok.

“Please, no! Tolong jangan menembak, aku benar-benar tidak tahu apa-apa, aku... Aku tidak tahu!” ucap Nisa dengan napas naik turun dan cemas luar biasa saat para pria garang tadi menatapnya dengan todongan pistol. Kini kedua matanya basah dan bibir bergetar.

Mike memaksa Nisa untuk berjalan ke arah Dom Torricelli selaku bos mereka dan berdiri tepat di sebelah jasad menteri perdagangan itu.

“Siapa yang mengirim mu?” tanya suara dingin, serak dan berat sungguh suara itu bak angin dingin di keheningan malam yang membuat bulu kuduk berdiri.

Nisa mencoba tenang dan masih berdiri tegap serta dua tangan terangkat. “Tidak ada. Ak-aku hanya ingin lewat menuju bandara.” Jawab Nisa dengan jujur. Tentu, karena dia seorang muslim, dan dia tidak akan berani berbohong.

Mendengar itu, Dom berkerut alis. Menarik lengan kanan Nisa yang mana wanita itu mencoba menari dirinya dan menghindar. Namun tenaga pria itu lebih besar.

Sambil gemetar dan menunduk, Nisa bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya saat ini.

“Kau tahu siapa pria ini?” tanya Dom dengan jarak dekat, padahal pria itu tahu bahwa wanita yang berdiri di depannya saat ini adalah seorang Muslim yang tak akan dekat-dekat dengan yang bukan muhrimnya.

Sedikit melirik ke sosok pria yang tergeletak dengan bersimbah darah. Nisa menarik napas dalam-dalam. “Di-dia seorang menteri.” Jawabnya dengan jujur.

Tentu saja dia tahu, karena Nisa sudah tinggal cukup lama di Amerika. Tapi kenapa orang-orang itu membunuh seorang menteri yang seharusnya berada di Washington DC?

Mengetahui bahwa Nisa mengenal sosok jabatan menteri tadi. Dom semakin mendekatinya. “Lepaskan aku... Aku tidak bermaksud melihat semua ini. Sungguh!” lirih Nisa yang mulai meneteskan air matanya.

Sudah cukup dia bisa lepas dari pria bajingan seperti Gerrard dan kini—

Pria itu menatap lekat wajah cantik Nisa saat wanita itu juga menatapnya sendu, seperti wanita lain dengan tampang biasa saja, namun anehnya, Dom melihat ketenangan di wajahnya yang membuat dia berkerut alis marah sekaligus heran.

“Sumpah demi Tuhan ku, aku tidak tahu apapun selain penembakan itu. Dan aku tidak akan memberitahu siapapun. Biarkan aku pergi.” Pinta Nisa dengan suara lirih sedikit gemetar. Namun pria itu tidak mendengar adanya permohonan di kata-kata Nisa.

“Aku tidak percaya dengan Tuhanmu, sekalipun kau bersumpah.” Balas Dom yang langsung membuat Nisa berani menatapnya.

Sungguh? Nisa tak percaya akan bertemu dengan pria pendosa seperti Dom Torricelli.

Pria itu melepaskan cengkraman nya, meraih pistol yang Mike berikan dan menodongkan ke arah Nisa yang nampak menangis tertahan dan tertunduk pasrah dengan kedua tangan yang masih terangkat ringan.

“Akan aku kirim kau bertemu Tuhanmu.”

Tentu saja Nisa mulai pasrah dan memejamkan matanya. Sekalipun dia menggeleng, mereka tidak akan percaya.

“Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah! Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah! (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan rasul Muhammad adalah utusan Allah)!” tanpa henti Nisa mengatakan syahadat berulang kali saat dia sudah mulai pasrah bila harus tewas malam ini.

Entah kenapa mendengar dan melihatnya justru membuat Dom berkerut alis, namun tangannya seakan kaku karena terpaku. Ada sesuatu yang mengganjal, namun membuatnya bingung.

“Tuan Dom!” panggil Mike menyadarkan pria itu saat seorang anak buahnya berlari ke arahnya.

Tentu saja Dom menoleh dan menatap tajam ke anak buahnya tadi.

“Ada dua polisi menuju kemari, Tuan.” Ucap anak buahnya.

Nisa yang mendengarnya merasa lega karena polisi akan datang dengan tepat waktu.

“Ikat dia dan masukan ke bagasi.” Pinta Dom kepada Mike dengan cepat.

Tanpa pikir panjang para pria tadi mengingat Nisa yang mencoba berteriak dan meronta, namun mulutnya langsung ditutup plaster, kedua tangan dan kaki di ikat. Sungguh! Dia diperlakukan seperti tidak manusiawi.

Benar saja, dua polisi datang dan terkejut melihat adanya 4 jasad pria, namun tidak ada siapapun di sana. Ya! Dom dan anak buahnya berhasil pergi lebih cepat.

[“Kecoh mereka.”] Pinta Dom yang saat ini menyetir mobilnya sendirian, bersama Nisa yang ada di bagasi mobil.

[“Saya mengerti, tuan.”] Balas Mike yang berada di mobil lain bersama anak buah Dom yang lain.

Brugh! Brugh!!

Suara gaduh dari bagasi mobil sekilas membuat Dom melirik ke arah spion. Dia sadar ada wanita di sana, namun dia sengaja mengabaikannya.

Sementara Nisa saat ini mulai berkeringat dan terlihat bingung harus berbuat apa. Kepalanya ditutupi oleh kantong kain hitam yang membuatnya sulit mencari sesuatu. -‘Aku mohon bantu aku...’ Batin Nisa yang bersedih dan terisak dalam hati saat dia tak bisa melakukan apapun.

...***...

Selang beberapa menit menempuh perjalanan. Kantong kain ditarik sehingga Nisa dapat melihat sosok pria tampan bermata silver tajam yang kini menatapnya lekat.

Tanpa pikir panjang, pria itu membopong tubuh Nisa bak karung beras dalam keadaan kedua tangan terikat ke belakang. Tentu saja Nisa membulatkan matanya saat pria itu benar-benar menyentuhnya. “MMMPPPPP!!!!!” teriaknya mencoba meronta.

“Diam lah jika kau tidak ingin ku banting di tanah.” Ancam Dom dalam bahasa Inggris.

-‘Tenang Nisa, kau masih memiliki kesempatan untuk hidup, jangan disia-siakan!’ batin wanita itu yang mulai memperhatikan keadaan sekitar.

Tempat yang tak asing, tempat latihan untuk pacuan kuda? Dom membawanya ke kandang kuda, namun tak ada hewan di sana dan tempat itu lumayan bersih juga bergaya vintage.

Sampai di salah satu kandang kuda. Dom menurunkannya, melepaskan plaster di bibir Nisa yang saat ini berdiri.

“AKU BERSUMPAH KAU AKAN MENDAPATKAN HUKUMAN KARENA MEMPERLAKUKAN SEORANG WANITA DENGAN TIDAK MANUSIAWI!" kesal Nisa yang mulai emosi dan menatap marah ke sosok Dom Torricelli yang hanya menatapnya tajam.

“Dan kau akan terbiasa dengan itu.” Balas dingin tak berhati, Dom membalik kasar tubuh Nisa dan memojokkannya ke dinding.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!! Jangan berani menyentuh ku, dasar pria kurang ajar! Kau akan mendapat ganjarannya. Semoga Allah mengampuni mu!” kesal Nisa yang masih mengoceh.

Dom hanya melirik sekilas ke wanita itu dan mengeluarkan benda berbentuk oval dari saku celananya yang rupanya adalah pisau kecil.

Srekk! Tanpa banyak bicara, pria itu memotong ikatan tali di tangan Nisa.

Hendak berbalik untuk melawan, Pria itu kembali menahan tangan kiri Nisa ke belakang dan memepetnya ke dinding. “Kendalikan dirimu jika kau ingin selamat. Aku akan mengurus mu setelah ini.” Bisik Dom dari belakang.

Nisa menelan ludahnya kasar saat dia bisa merasakan napas panas pria itu di telinga kanannya. Hingga akhirnya Dom melepaskannya dan pergi keluar, namun dia tak lupa untuk mengunci kandang tersebut.

“HEYY!!! LEPASKAN AK— ” Brugh! Nisa terjatuh saat dia lupa bahwa kedua kakinya masih terikat.

Sementara Dom sudah pergi. Apa yang bisa wanita itu lakukan selain diam, menunduk di tanah sembari menangis berharap dia bisa keluar dan selamat.

Pakaian warna putihnya terlihat kotor dan lusuh, terdapat noda darah dari tangan Dom juga. Dia benar-benar kotor!

LiBaW — BAB 03

LAWAN YANG SALAH

Semalaman, Nisa meratapi nasibnya, berulang kali dia mencoba mengintip keluar walaupun terhalang oleh jeruji besi. Air matanya tak berhenti keluar, bila kering, maka air matanya akan kembali keluar. Namun Nisa tak pernah berhenti berdzikir untuk menambah kekuatannya.

”Aku mohon tolong aku... Aku mohon bantu aku, Ya Rabb!“ lirih Nisa yang saat ini duduk di tumpukan karung berisi makanan ternak.

Tempat yang sangat dingin dan sunyi, bahkan najis.

...***...

Sementara di ruangan yang bersih, terlihat satu mobil hitam baru saja datang, dan Dom yang berdiri menunggu anak buahnya kembali dari kejaran polisi tadi, kini pria berkaos hitam itu menatap ke arah Mike, si asisten setianya yang datang bersama satu anak buahnya juga.

”Ada informasi apa? Bagaimana dengan para polisi sialan itu?“ tanya Dom sembari berkacak pinggang.

”Mobil Jef terbakar saat pengejaran, tapi itu berhasil membuat saya kabur. Mereka akan mencari, tapi saya sudah mengurus nya, Tuan.“ Jelas Mike dengan tegas seperti biasa.

Mendengar itu, Dom mengangguk-anggukkan kepalanya kecil, lalu ia duduk di sofa singel warna hitam yang berada di teras rumah minimalis yang memang tempat khusus untuk si penjaga tempat itu tinggal.

”Duduklah.“ Pinta Dom dengan santai kepada kedua anak buahnya itu sehingga mereka duduk seperti yang bosnya mau.

Sembari menatap ke pemandangan lahan luas pacuan kuda, Dom meneguk segelas beer. Begitu juga dengan anak buahnya. Ya! Tempat itu adalah miliknya sendiri, namun masih belum diisi karena tempat itu baru saja dibeli oleh Dom beberapa hari yang lalu saat dia datang ke California.

Tak diragukan lagi bagaimana cara Dom memperlakukan anak buahnya dengan adil. Jika mereka tidak membuat kesalahan, maka Dom tidak akan marah apalagi membunuh. Namun sebaliknya.

Pria bermata silver itu melirik sekilas ke arah koper hitam dan tas kecil milik Nisa. Dengan berkerut alis, Dom kembali menata ke anak buahnya tadi.

”Cari tahu informasi tentang wanita itu. Dan bakar tasnya.“ Pinta Dom kepada pria yang duduk di sebelah Mike.

”Baik Tuan! Jika berkenan, saya permisi!“ pamit pria itu yang hanya dibalas singkat oleh Dom, seperti— ”Hm.“

Kini tinggal Dom Torricelli dan Mike si asisten yang duduk dan menikmati minuman beer. Sedangkan Mike mengamati bosnya seolah dia ingin mengatakan sesuatu yang seharusnya Dom perintahkan kepadanya.

”Maaf, Tuan! Anda tidak menyuruh saya mengirim pesan kepada tuan Christian?“ tanya Mike yang sekedar mengingatkan saja.

Mendengar itu, Dom meletakan gelasnya dan menatap datar. ”Biarkan saja dia mencaritahu sendiri. Aku ingin bersantai, you know!“ ujar Dom yang dimengerti oleh Mike sendiri.

Mike tahu, bosnya hanyalah anak tiri dari Christian dan Ada Vesper. Tak heran jika Dom sesekali harus menuruti kemauan ayah tirinya itu sebagai timbal balik atas apa yang sudah Christian lakukan untuknya di masa lalu.

”Bagaimana dengan wanita itu? Apa perlu saya membunuhnya?“ tanya Mike sekali lagi. Mendengar tentang nasib selanjutnya wanita muslim tadi membuat Dom terdiam mengingatnya.

”Apa dia seorang Muslim?“ tanya Dom. Bukan berarti dia tak tahu tentang Islam, dia hanya bertanya untuk memastikan saja. Karena non muslim juga ada yang mengenakan jilbab, bahkan di Zaman dulu memang para wanita seperti itu. Lebih tepatnya tertutup.

”Saya pikir juga begitu.“ Jawab Mike dengan yakin.

Pria itu terdiam, menatap lurus penuh ketegasan hingga dia beranjak dari duduknya usai meneguk minumannya hingga habis. ”Biarkan saja dia.“ Jawab Dom yang hendak masuk ke dalam, tiba-tiba— PYAARR!! suara gaduh dari arah kandang kuda membuat Mike sontak berdiri dan Dom berkerut alis menoleh ke arah kandang tersebut.

”Tetaplah berjaga di sini.“ Pinta Dom yang bergegas menuju ke tempat Nisa berada saat ini.

Saat pria itu masuk, dia langsung tahu suara apakah tadi. ”Benda apa yang kau lempar?“ tanya dingin Dom yang saat ini menatap dari luar jeruji. Sementara Nisa menatap tajam dan berani.

Tentu sangat aneh dan Dom tidak bodoh. Dinding kaca yang ada di depan kandang Nisa saat ini, pecah, namun tak ada batu ataupun benda lainnya di sana. Dan kaca tersebut hanya bisa pecah bila menggunakan benda yang cukup kuat dan berat.

”Ha-hanya batu.“ Jawab Nisa yang kali ini dia tiba-tiba saja gugup saat menatap mata silver tajam milik pria tampan itu.

Tak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Dom berkerut alis dan mulai masuk ke dalam sehingga Nisa langsung waspada meski jantungnya berdegup kencang dengan napas naik turun.

”Berikan atau harus aku yang memaksamu?“ tawar pria itu yang saat ini berhadapan langsung dengannya.

”Su-sudah kubilang, itu hanya batu. Ak-aku...“ Tak bisa berkata-kata bohong, Nisa terlihat bingung hingga berpaling untuk menghindari kontak mata yang mungkin dapat terlihat jelas bahwa dia berbohong.

Dom yang tak bisa sabar dengan situasi seperti ini, pria itu langsung meraba Nisa sehingga wanita itu melawan dan meronta. ”HENTIKAN! JANGAN KURANG AJAR!“ Kesalnya namun Dom dengan mudahnya menepis kasar tangan Nisa. ”I SAY STOP!!“ sentak Nisa hingga Dom langsung mendorongnya ke tembok dengan mencengkram leher Nisa yang kini nampak kesakitan.

”Jangan memancing amarahku. Atau akan aku buat kau menyesalinya.“ Ucap Dom begitu dekat sehingga Nisa hanya menggerakkan giginya dan dua tangannya menahan tangan kiri Dom.

Pria itu menoleh ke bawah, melepaskan Nisa dan langsung mencari sesuatu yang tertutupi oleh rumput kering, atau yang biasa dibuat untuk makanan Kuda yang berada di tanah. Sebisa mungkin Nisa menarik lengan Dom. ”Hentikan!“

Namun pria itu masih menepisnya hingga dia menemukan ponsel dengan sebuah tali yang terikat di lubang casing ponsel tersebut.

Tentu saja Nisa semakin panik saat pria itu menemukan ponselnya. Benda terkahir yang dia miliki saat ini. ”Ka-kau mau apa?“ tanya Nisa gugup saat pria itu mulai berdiri dan melepaskan casing ponsel tersebut.

Nisa tak bermaksud memecahkan dinding kaca tipis itu, dia hanya ingin meraih sesuatu di sebrang sana untuk bisa bebas. Namun semuanya malah seperti ini.

”Is this your phone? (Ini ponsel mu)?“ tanya Dom dengan tatapan datar dan tajam.

Nisa hanya dia menatapnya penuh kemarahan.

BRUAKK! BRUAKK! BRUAKK!! Ponsel tersebut langsung remuk dan hancur tak tersisa saat Dom dengan kasarnya menghancurkan nya di dinding tepat di depan mata Nisa yang menahan tangisnya hingga terlihat semakin geram dengan tindakan Dominico Torricelli itu.

Tangan kanan Dom pun juga berdarah sedikit, karena bersentuhan langsung dengan ponsel yang hancur hingga serpihan kacanya menggores kulitnya.

”Jika kau tidak bisa tenang, maka kau tidak hanya melihat ponsel yang hancur. Tapi tulang seseorang.“ Ancam Dom mendekatinya dan menggerakkannya.

”Kau bukan Tuhan yang bisa menghancurkan seseorang, Tuan. Dan kau akan merasakan hukuman mu. Meski kau menghancurkan ponselku, kau tidak akan bisa menghancurkan ku.“ Tegas Nisa yang dengan berani dia mengatakan penuh tantangan.

Melihat sorot mata Nisa membuat Dom yakin bahwa dia berurusan dengan wanita yang berbeda dari lainnya. Menarik dan menantang!

Tanpa ragu dan tidak peduli. Pria itu menarik jilbab panjang yang Nisa kenakan sehingga wanita itu terkejut bukan main saat rambutnya yang tergelung itu terlihat jelas di mata seorang pria. Namun Nisa tidak berteriak dan hanya menatap tajam saat Dom mengelap darah di tangannya dengan jilbab putih tadi.

”Kabur lah. Jika kau bisa pergi dari sini, barulah kau boleh menantang ku.“ Balas Dom melangkah pergi membawa jilbab tadi bersamanya.

Kepergian nya seketika membuat air mata Nisa menetes. Antara marah dan sedih, Nisa tak bisa mengendalikan dirinya. Setidaknya dia tidak menunjukkan kelemahannya kepada pria sialan itu.

”Aku harus bagaimana??“ gumamnya mulai terduduk dan menunduk sedih lalu mendongak bersandar di dinding dan menatap ke atap dengan derai air mata.

”Ya Allah... Ya Allah.... “ Lirih nya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!