Dicari dengan segera.
Asisten Pribadi.
*Perempuan.
*Usia Max 27 tahun.
*Pendidikan akhir Min S1.
*Mampu berkomunikasi dengan baik dan melakukan negosiasi.
*Penampilan tidak diutamakan. (Akan lebih bagus, berkacamata, jarang tersenyum, dan tidak cerewet)
Jessica yang biasa di panggil Jessy membaca sekali lagi lowongan pekerjaan di depannya. Persyaratan terakhir membuatnya mengeryit.
Jika biasanya orang-orang seperti Asisten, atau bahkan sekretaris hal yang paling di perhatikan adalah penampilan. Namun dia justru melihat penampilan menjadi syarat yang paling terakhir atau bahkan yang di butuhkan lebih ke perempuan culun?
Dia memiliki semuanya, kecuali yang terakhir. Jessica bukan gadis pendiam, atau culun. Haruskah dia mengenakan kaca mata demi mendapat pekerjaan ini? Jessy meraih kaca mata baca di laci lalu mengenakannya.
"Ya ampun," keluhnya.
Tapi penampilan bukan hal penting untuknya mengingat dia sedang membutuhkan uang, dan kebetulan gaji yang di tawarkan sangat besar. Belum lagi perusahaan ini sangat terkenal di Amerika.
Ya, Amerika. Jessica sedang menempuh pendidikan S2 nya di Amerika, namun karena satu hal orang tuanya berhenti mengiriminya uang pendidikan. Hingga mau tak mau Jessica harus mau bekerja. Jadi Jessica mengirimkan berkas lamarannya lewat email yang tertera. Tak apa, setidaknya dia sudah mencoba. Lalu sebuah email masuk lagi setelah dia mengirimkan cv beserta foto dia yang mengenakan kaca mata.
"Jadwal interview." Jessica tersenyum lebar. Sekarang tinggal bagaimana dia bisa di terima dalam interview tersebut.
Haruskah dia mengenakan kaca mata yang lebih tebal?
....
Kejadian itu satu setengah tahun lalu, saat dia benar-benar membutuhkan uang, jadi dia melamar pekerjaan tersebut. Namun setelah dia di terima itu adalah penyesalan untuknya, sebab pekerjaanya sebagai asisten pribadi benar-benar di luar nalar.
Bosnya yang tampan dan sangat di gemari banyak wanita itu selalu menyusahkannya dalam hal pekerjaan.
Dan pekerjaannya selain menyiapkan segala kebutuhan pribadi bosnya, Jessy juga bertugas menyingkirkan wanita yang sudah bosan dia kencaninya.
Pantas saja persyaratan utamanya adalah mampu berkomunikasi dan bernegosiasi dengan baik, karena itulah yang dia lakukan jika para wanita itu sudah mengejar- ngejar bosnya.
Memberikan penawaran, lalu menendang mereka.
Brengsek memang. Andai dia tahu ini pekerjaannya, dia tidak akan menerimanya. Namun saat itu karena tergiur uang yang tak sedikit, Jessy langsung menanda tangani kontrak kerja selama dua tahun.
Lalu akibatnya Jessy tak bisa mengundurkan diri sebelum kontraknya benar-benar berakhir.
Dan juga akibat dia menjadi asisten pribadi dari Bosnya itu Jessy harus menerima cacian atau bahkan tamparan dari mereka yang marah pada bosnya.
"Dimana, Chris?" Jessy menghela nafasnya saat satu wanita masuk dengan menerobos security yang bertugas.
"Maaf, anda sudah membuat janji?" tanya Jessy dengan formal.
"Aku kekasihnya. Berani sekali kamu mempertanyakan itu!" Jessy menaikan kaca mata tebalnya.
"Jangankan, kekasih. Ibu beliau saja harus membuat janji dahulu untuk bertemu Tuan Chris." Wanita itu mengeryit.
"Benarkah?"
Jessy mengangguk. "Anda bisa menghubungi Tuan Chris dahulu lalu katakan, jika anda menunggunya. Saya akan siapkan cemilan jika anda mau menunggu di ruangan yang kami sediakan." Jessy menunjuk ke arah lorong dimana ruangan itu berada.
"Kamu membohongiku. Jelas Chris tidak menerima panggilanku sejak kemarin."
"Itu berarti dia sudah bosan sama kamu, bodoh!"
"Apa?" jelas saja wanita itu tak mengerti sebab Jessy menggunakan bahasa Indonesia, bahasa kebanggaannya sejak menjadi asisten bos buaya daratnya, karena dengan menggunakan bahasa itu dia bisa memaki orang sesukanya, tanpa takut di marahi sebab mereka tak mengerti.
"Tidak, apa saya mengatakan sesuatu?" Jessy mengerjapkan matanya pura-pura bodoh.
Wanita itu mengeryit lalu meneliti Jessy dari atas ke bawah. Dia mengibaskan tangannya dengan sombong mungkin merasa dia lebih cantik.
"Bagaimana bisa orang sepertimu menjadi asisten Chris?" ejeknya.
Jessy tak peduli dia kembali tersenyum formal, meski tak ada keikhlasan disana.
"Jadi, bagaimana, Nona?" tawarnya lagi.
"Tidak, katakan padanya aku akan datang besok. Anggap aku membuat janji. Jadi jangan harap kamu menghalangiku." tunjuknya pada wajah Jessy.
"Baik Nona," Jessy bahkan membungkuk rendah hingga dia bisa melihat sepatu wanita itu saja.
Jessy menaikan kacamatanya lalu merapikan jasnya. Saat dia akan kembali ke ruangannya dia melihat bosnya mengintip dari celah pintu.
Jessy berdecih dalam hati. "Pengecut."
"Apa wanita itu sudah pergi?" tanyanya dengan wajah penasaran.
"Sudah, Tuan. Hanya saja dia berkata akan datang besok."
Pria itu berdecak. "Kenapa tidak langsung beri kompensasi saja. Merepotkan," ucapnya dengan acuh.
"Merepotkan kepalamu," maki Jessy.
"Apa?"
"Tidak, Tuan."
"Jangan bicara dengan bahasa yang tidak aku mengerti, Jess. Aku tahu kamu mengumpatku."
"Baik, Tuan." Jessica menghela nafasnya.
"Setelah ini siapkan dinner untukku, aku akan pergi dengan pacarku."
"Pacar lagi, Tuan?"
"Ya, kami akan makan malam. Pastikan harus romantis."
"Baik." Jessica menunduk sopan lalu memasuki ruangannya dengan wajah yang sedikit di tekuk. Bukan apa- apa setiap saat bosnya mendekati wanita lain akan ada drama di dalamnya, seperti datangnya pacar sebelumnya ke acara tersebut hingga mau tak mau Jessy harus bersiap dengan segala situasi.
Satu tahun bekerja bersama Chris membuat Jessy memahami sifat, karakter, bahkan kesehariannya. Dan satu bulan sekali pria itu akan berganti pacar seperti berganti pakaian. Tinggal buang dan ganti. Pakaian saja bisa di simpan, tapi dia lansung membuangnya seperti para wanita itu tak ada artinya.
Dalam satu bulan, mereka akan di kencani dua sampai tiga kali lalu selesai.
Jessy sampai bingung untuk apa Chris melakukan itu. Apa dia ingin membuktikan jika dia di gemari banyak wanita dan bisa menggaet siapa saja lalu mencampakkan siapa saja?
Dulu saat awal- awal bekerja dia bahkan kewalahan menghadapi terjangan para wanita yang datang ke kantornya dan mencari Chris.
Dia sampai kena jambak, di tampar bahkan di siram air jus, kopi dan sebagainya, demi menghadang Chris. Hingga dia mulai terbiasa, dia belajar bagaimana berkelit dan bersilat lidah agar selamat dari para wanita arogan dan sombong itu.
Menangani dengan elegan dan cantik hingga tak membuat keributan. Dan kini masa kerjanya tinggal 6 bulan, dia akan segera menyelesaikan masa tugasnya lalu pergi dengan wajah terangkat.
Masa yang terasa lama itu akan segera berakhir, dan dia akan menjalani kebebasan. Jessy juga berencana setelah masa kerjanya selesai dia akan pulang ke Indonesia. Apalagi masa kuliah S2nya juga akan segera selesai, dan bulan depan dia akan mendapatkan gelarnya tepat di usianya yang ke 25. Ah, senangnya! Setelah ini dia akan menjalani hidup sempurna. Pendidikan, uang, dan jenjang karir yang terjamin.
Baru saja membayangkan hidup bahagia, Jessy mendengar seseorang menggetuk pintu.
Sialan memang tidak bisa ya dia duduk tenang sebentar?
Jessy berdiri lalu membuka pintu. "Ya, Mike?" Mike sekretaris bosnya.
"Kamu tidak makan siang?" Jessy melihat jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah waktunya istirahat.
"Oh, iya."
"Kebetulan Tuan Chris ingin makan siang diluar bisakah kamu temani dia?"
"Bukankah hari ini jadwal kamu?"
"Aku lupa, aku belum menyelesaikan laporan minggu ini. Dan kalau bisa tahan Tuan Chris hingga pukul tiga, ya," pintanya dengan memelas.
"Baiklah." Jessy juga tak sampai hati membiarkan Mike dimarahi. Meski Chris suka bermain dan mempermainkan wanita, tapi pria itu tak pernah main- main saat bekerja. Dia tidak akan menolerir kesalahan sekecil apa pun.
Seorang pria berperawakan tinggi tegap dan berwajah rupawan bak malaikat, tengah duduk dengan menggenggam tangan perempuan di depannya. Wajahnya tersenyum namun tak menampakkan jika dia tulus, Meski begitu wajahnya nampak benar-benar mengagumi wanita di depannya. Cincin berlian dia tunjukkan membuat si perempuan semakin tersipu.
"Kamu tahu apa perbedaan kamu dengan berlian ini?" tanyanya dengan suara berat dan terdengar seksi.
"Apa?" wajah si perempuan semakin terpesona.
"Jika berlian ini hanya akan bersinar dalam kegelapan saja, kamu terus bersinar dihatiku. Tapi, ada persamaan antara kamu dan dia."
"Oh, ya?" Pria itu, Chris mengangguk.
"Kalian sama- sama indah dimataku."
"Oh, Chris." wanita itu meleleh mendengar rayuan dari Chris. Apalagi saat ini Chris membawa punggung tangannya untuk dia kecup.
Chris Leonard Zian, 27 tahun, CEO sebuah perusahaan terkemuka di salah satu Negara adidaya, Amerika.
Pria itu bukan hanya jenius tentang bisnis, tapi juga jenius dalam menggoda wanita. Tidak di goda saja wanita sudah banyak mendekat, apalagi di goda sudah pasti mereka menempel seperti Lem.
Jessy melihat pergelangan tangannya, tepat lima belas menit dia disana, dan sebentar lagi tugasnya selesai. Seperti biasa, dalam lima belas menit wanita itu akan takluk. Lalu dia boleh pulang. Dan saat ini dia melihat Bosnya menuntun si wanita pergi ke luar restoran, dan itu artinya tugasnya selesai.
Jangan di tanya kemana mereka akan pergi. Jessy tak peduli. Yang pasti pekerjaannya selesai. Yaitu memastikan Bosnya berkencan tanpa hambatan.
Baru saja bernafas lega seseorang muncul dengan tatapan tajam menuju ke arah Chris dan perempuan yang sudah menempelkan tubuhnya pada sang bos.
Wanita yang tadi pagi datang ke kantor.
"Chris, apa ini?" tanyanya dengan tangan terkepal erat.
"Memang apa yang kamu lihat?"
"Chris, kamu!"
"Sudahlah Bianca-"
"Namaku, Mini!" Belum selesai Chris berbicara wanita itu menyela. "Kamu bahkan lupa namaku?"
"Sorry, Minni. Hubungan kita sudah berakhir."
"Apa? Bagaimana bisa? Kita belum putus."
"Its okay, kita putus." Chris bahkan menekankan kata- katanya. Seolah dia memutuskannya saat itu juga.
Brengsek memang!
Wanita bernama Mini itu menangis, hingga suara Chris kembali terdengar. "Kamu bicarakan dengan asistenku. Jangan membuat drama berlebihan." Setah itu Chris kembali melenggang dengan wanita yang setia di rangkulannya.
Jessy menghela nafasnya saat wanita itu menoleh padanya. Sial, dia benci pekerjaannya.
Dan sekarang dia harus kembali lembur disaat beberapa menit lalu dia memimpikan akan segera pulang.
.....
"Kamu pikir aku hanya ingin uang Chris, Aku tidak butuh. Aku ingin Chris kembali padaku!" Jessy berdecak dalam hati, saat Bosnya pergi bersenang-senang dengan pacar barunya dia justru menghadapi mantan kekasih dari bosnya. Selalu begitu.
Jessy menghela nafasnya. "Begini, Nona. Tuan Chris memberi penawaran."
Wanita di depannya mengeryit.
"Bagian mana di posisiku yang harus jadi penawaran, jelas disini aku yang di rugikan." Jessy menggeleng.
"Mobil yang menjadi hadiah saat kalian jadian seharga 1 juta dolar. Lalu setiap pakaian yang anda beli semua dari brand ternama yang sangat mahal."
"Jadi, Tuan Chris menawarkan. Jika anda terus mengganggunya, anda harus mengembalikan semua hadiah bahkan apartemen yang anda tempati sekarang masih atas namanya."
"Apa?"
"Sampai disini, Nona mengerti bukan?"
"Brengsek!" desisnya.
Jessy mengejek dalam hati, 'Sudah tahu brengsek, kenapa masih mau di perdaya! Kau yang bodoh!'
"Baiklah, saya permisi." Jessy akan berdiri saat tiba-tiba wanita di depannya juga bangkit, dan memindahkan isi gelas ke wajahnya.
"Karena aku tak bisa menyiramnya. Kamu yang mewakili," ucapnya setelah meletakan gelas jusnya dengan kasar.
Jessy menjerit dalam hati. Tangannya meraih tisu di meja, lalu melepas kaca matanya untuk membersihkan wajahnya.
"Sial!"
Dia kena lagi. Padahal dia sudah berusaha bicara se-elegan mungkin agar wanita itu segan padanya. Mungkin karena dia terlalu sombong.
....
Tepat pukul satu malam, Jessy memasuki apartemennya. Dengan langkah gontai dia berjalan ke arah ranjang dimana dia akan segera berbaring dan menikmati kasur empuknya.
Jessy melempar sembarang sepatu hak tingginya, menjatuhkan tasnya lalu berbaring disana.
"Ah, nyamannya." Jessy memejamkan mata tanpa berniat membukanya lagi hingga esok hari. Tak peduli pakaian yang masih melekat di tubuhnya atau bahkan make up tipis yang selalu dia oleskan saat bekerja.
Dia hanya melepas kacamata tebalnya lalu terlelap.
Di pagi hari Jessy terbangun tepat pukul 6 pagi. Dengan tubuh yang lumayan segar dia bergegas ke kamar mandi untuk bersiap. Setelah rapi dengan stelan kerjanya, Jessy menyiapkan sarapan sebelum berangkat bekerja.
Dengan kopi di tangannya, Jessy tak melepas tatapannya dari benda pipih miliknya untuk melihat aplikasi vidio. Dia tertawa saat melihat hal lucu lalu mencebik saat melihat hal yang menyebalkan.
Waktu menunjukan tepat pukul 7 saat Jessy keluar apartemen untuk menuju rumah bosnya. Apalagi kalau bukan untuk menyiapkan segala kebutuhan pria buaya darat itu.
Jessy melihat dirinya di cermin memastikan wajahnya terlihat jelek, dengan kaca mata tebal dan pakaian tertutup, rambutnya masih setia dia gelung rapi agar dia terlihat sepuluh tahun lebih tua dari usianya.
Saat memasuki kediaman bosnya tersebut, Jessy melihat beberapa pelayan bekerja. Dia yang selama satu tahun lebih ini terbiasa keluar masuk rumah tersebut mengenal siapa saja yang bekerja disana. Hingga dia tak pernah melewatkan untuk menyapa mereka satu persatu.
"Pagi, Nona Jessy?"
"Pagi Nona Lee."
"Tuan sudah bangun, dan juga sedang mandi," ucapnya.
"Bagaimana kamu tahu? Kamu mengintip?" Wajah pelayan itu memerah.
"Mau bagaimana lagi, pemandangan tidak boleh di lewatkan," bisiknya.
Jessy mencebik lalu tersenyum. "Kalau begitu aku masuk dulu." Mereka yang mengagumi Chris tak peduli meski pria itu adalah pemain wanita, yang mereka lihat adalah paras tampan dan uang pria itu yang bukan main royal jika pada para wanita. Maka dari itu mereka mempercantik diri agar bisa dilihat oleh Chris, dan hal itu tak kalah juga di kalangan pelayan. Meski nyatanya Chris tidak sembarang memilih wanita.
Mereka yang terpilih oleh Chris adalah wanita dari kalangan menengah keatas, cantik, seksi dengan tubuh yang proposional dan di balut barang- barang branded.
Di saat mereka para wanita mempercantik diri demi dilirik bosnya. Jessy tetap dengan penampilannya saat dia melamar kerja pertama kali. Dan sekarang Jessy mengerti kenapa persyaratan itu di butuhkan. Kaca mata, tidak banyak bicara dan tersenyum. Jessy kira ini adalah penampilan yang tidak masuk dalam kriteria bosnya sebagai pacar.
Jadi pekerjaanya tidak akan tertanggu oleh otak kotor karena bisa jadi melihat penampilannya saja Chris akan malas. Jessy tak keberatan, lagi pula dia adalah gadis normal yang ingin di sukai pria setia, bukan buaya darat macam Chris.
Mungkin diantara setiap wanita di sekitar Chris, hanya dirinya yang tidak memiliki ketertarikan terhadap Chris.
"Kamu sudah datang?" Chris keluar dari kamar mandi dengan bathrobe membalut tubuh atletisnya dan menampilkan sedikit bagian dada yang basah, dan jangan lupakan rambut basah yang dia keringkan dengan handuk kecil, membuat otot-otot tangan terlihat sebab tangannya yang terangkat.
"Ya, Tuan." Jessy memalingkan wajahnya. Mohon maaf, tapi Jessy juga wanita normal, meski dia tak tertarik untuk menjadi pacar Chris, tapi pemandangan ini juga membuatnya panas dingin. Jadi Jessy dengan segera meraih kemeja, jas juga dasi yang akan Chris kenakan.
Setelah stelan kerja itu siap Jessy kembali mengangguk hormat dan membiarkan Chris berpakaian.
"Untuk acara tahunan, aku mau kamu yang siapkan." Baru saja menyentuh handle pintu Jessy mendengar suara Chris di telinganya.
Acara tahunan yang di maksud adalah ulang tahun perusahaan dimana mereka selalu menggelar acara mewah dan megah, hingga perlu mempersiapkan sejak beberapa bulan sebelumnya agar tak ada kesalahan.
Jessy mengerutkan keningnya. Jika di hitung lagi, saat itu kontrak kerjanya sudah selesai, jadi Jessy tak ingin karena pesta itu menahan pengunduran dirinya.
"Maafkan aku, Tuan." Jessy akan berbalik namun saat ini Chris menurunkan bathrobenya untuk berpakaian, hingga dengan cepat dia memalingkan wajahnya kembali.
Chris melihat dengan ujung matanya, bagaimana Jessy menghindarinya. Itu yang dia sukai dari Jessy, gadis itu tak pernah memanfaatkan situasi saat melihatnya. Dan yang membuatnya kagum adalah pekerjaan Jessy selalu bagus. Hanya satu saja yang membuatnya malas berlama-lama bersama gadis itu. Penampilannya sangat norak, apalagi pakaian tahun 90an yang dia kenakan. Entah darimana gadis itu mendapatkannya.
"Kenapa?"
"Seharusnya saat itu kontrak kerja saya sudah selesai, dan saya tidak berencana untuk memperpanjangnya."
"Apa?"
"Seharusnya saat itu kontrak kerja saya sudah selesai, dan saya tidak berencana untuk memperpanjangnya."
"Apa?" Gerakan tangan Chris yang tengah mengancing pakaiannya terhenti.
Jessy mengangguk. "Saya akan menyiapkan sarapan untuk anda." Jessy melanjutkan niatnya untuk keluar dari kamar Chris.
Saat tiba di ruang makan, Chris melihat sarapan tersedia, dan Jessy yang berdiri di belakang kursi dan menarik kursi makan untuknya agar dia segera duduk.
Chris mendudukkan dirinya, sementara Jessy menuang jus jeruk ke dalam gelasnya.
Chris berdehem dengan melirik ke arah Jessy. "Kamu sudah sarapan?"
"Sudah, Tuan."
Chris mengangguk, lalu memulai sarapannya. Baru saja satu suapan Chris kembali menoleh pada Jessy yang masih setia di belakangnya. "Kamu benar-benar ingin berhenti?" tanya Chris lagi.
Jessy mengerutkan keningnya. "Ya."
"Kamu tahu harusnya kamu memberitahu sejak awal?"
Jessy mengangguk. "Karena itu saya memberitahu anda sekarang. Saya juga sudah meminta Mike untuk segera mencari asisten pengganti saya, nanti."
Chris menghela nafasnya. "Kenapa Mike tidak bilang padaku?"
"Mungkin Mike sedang sibuk, Tuan. Jadi belum sempat bilang."
"Baiklah, kita bicarakan nanti. Aku sudah selesai." Chris bangun dari duduknya meninggalkan sarapan yang baru dia makan satu sendok saja.
Seperti biasa, saat berangkat ke kantor, Jessy akan membukakan pintu mobil untuk Chris, lalu dia memasuki kursi kemudi untuk segera berangkat.
Namun, wajah Chris kini berbeda dari biasanya. Pria itu nampak terus mengerutkan keningnya seolah dia sedang berpikir.
Jessy mengemudi dengan fokus, Chris bahkan sesekali melihat ke arah asistennya yang jarang tersenyum itu tak menoleh sedikitpun padanya.
Chris terus mengerutkan keningnya, hingga mereka benar-benar tiba di perusahaan, dan Jessy membukakannya pintu kembali untuk segera keluar.
"Jess, apa kamu tidak puas dengan gaji yang aku berikan?" tanya Chris saat mereka berada di dalam lift.
Jessy menoleh. "Tidak, Tuan. Gaji yang anda berikan lebih dari cukup," jawabnya.
"Lalu kenapa kamu ingin berhenti?"
Jessy menatap dengan menaikan kaca mata tebalnya. "Karena ... masa kerja saya berakhir." Jessy berucap sedikit ragu. Kenapa bosnya menanyakan hal tersebut.
"Maksudku kamu bisa memperpanjang kontraknya?"
Jessy menggeleng tegas. "Tidak, Tuan." Jawaban pendek Jessy membuat Chris kesal, jadi dia memilih tak bicara lagi, hingga pintu lift terbuka.
"Mike, ke ruanganku, sekarang!" teriaknya saat dia melewati Mike yang menyambut kedatangannya.
Melihat tampang bosnya, Mike bertanya pada Jessy tanpa suara, namun Jessy hanya mengedikkan bahunya bertingkah seolah dia tak tahu apa- apa.
Tapi Jessy memang tak tahu, tadi saat dirumah hingga di mobil, pria itu nampak biasa saja, hanya saja memang dahinya terus berkerut entah memikirkan apa.
Jessy memasuki ruangannya, lalu mulai memeriksa jadwal bosnya hari ini.
....
Mike masuk ke ruangan Chris saat pria itu menggerutu. "Dia pikir siapa dia, kalau mau berhenti, ya berhenti saja. Menyebalkan sekali wajah datarnya itu."
"Permisi, Tuan." Chris mendudukan dirinya di kursi lalu menatap Mike dengan tajam.
"Jessy bilang dia sudah mengatakan padamu kalau dia mau berhenti?"
Mike mengangguk. "Kenapa tidak membicarakannya denganku?" tanyanya lagi.
"Begini, Tuan. Saya sedang memikirkan bagaimana cara untuk mempertahankan Jessy."
"Untuk apa? Mau berhenti ya berhenti saja!" ucapnya dengan nada sebal.
Mike melipat bibirnya. "Begini, Tuan. Sementara ini hanya Jessy yang bertahan paling lama menjadi asisten anda."
Chris mengerutkan keningnya. "Yang lain?"
"Yang lain hanya bertahan paling lama satu bulan. Bukan apa- apa, mengingat jam tayang anda dan juga..." Mike menghentikan ucapannya menunggu reaksi Chris.
" ... pekerjaan yang lumayan rumit." Mike menekan kata rumit yang berarti berbagai pekerjaan yang terkadang di luar nalar, seperti mengurusi mantan- mantannya. "Dan dari semuanya hanya Jessy yang terlihat tak tertarik pada anda, hingga tak mengganggu pekerjaanya."
"Jadi menurutmu kita harus mempertahankannya?" Chris menyentuh dagunya. "Kau yakin tidak akan mendapat yang lebih baik?" Mike menggeleng.
Bukan apa- apa, meski pun ada yang bertahan. Tak akan ada yang seperti Jessy. Dimana dia selalu bagus dalam bekerja, tanpa teralihkan pesona Chris seperti perempuan- perempuan lain. Jessy nampak tak tertarik sama sekali dengan bos tampannya.
Susah payah Mike mencari yang seperti Jessy. Dia bahkan menambahkan syarat berkaca mata, tak banyak bicara bahkan tersenyum. Dan Jessy memiliki semua itu. Hingga dia tak perlu repot mencegah Chris terpesona pada Jessy atau sebaliknya. Karena bosnya itu tak pernah tinggal diam saat melihat wanita cantik di sekitarnya. Tabiatnya yang suka mempermainkan wanita pasti langsung muncul.
Chris menyentuh dagunya. "Kalau begitu beri penawaran gaji dua kali lipat."
Mike tertegun. Saat ini saja gaji Jessy sudah besar, karena memang menyeimbangkan dengan pekerjaannya.
"Ba- baik, Tuan." Mike mengangguk cepat. "Saya akan membuat kontrak baru untuk Jessy, Tuan." Mike keluar dari ruangan Chris.
Chris menggeleng pelan lalu mulai bekerja.
Setelah makan siang Mike membawa kontrak baru yang akan dia tawarkan pada Jessy dengan percaya diri sebab gaji dua kali lipat yang Chris tawarkan.
Chris sendiri duduk di kursinya menunggu Jessy datang.
Saat memasuki ruangan Chris, Jessy mengeryit saat melihat Mike juga ada disana.
"Anda memanggil saya Tuan?" Chris mengangguk.
"Duduklah." Jessy mendudukan dirinya di depan Mike, sementara Chris duduk di sofa tunggal.
"Begini, Jess. Mengenai kontrak kerjamu yang akan segera berakhir, Tuan Chris memberi penawaran untuk memperpanjang masa kerja."
Jessy mengerutkan keningnya, lalu melihat pada Chris yang duduk dengan angkuh di posisinya.
"Saya sudah bilang tidak?"
"Tapi, Tuan Chris menawarkan gajimu naik dua kali lipat." Mike meletakan kontrak yang dia buat dia meja.
Jessy menggeleng dengan tegas.
Chris yang melihat itu menegakkan punggungnya. Hampir saja dia menyemburkan kekesalannya, karena merasa Jessy sangat sombong, dan berani menolak tawarannya. Namun Mike dengan cepat menggeleng.
"Jess. Apa alasanmu menolak ini?"
"Tidak ada, saya hanya merasa sudah cukup saja. Dua tahun ini akan saya kenang baik- baik." Jessy mencebik dalam hati. Akan dia kenang setiap perlakukan buruk dari mantan- mantan kekasih Chris agar mengingatkannya untuk tak kembali bekerja disana.
Chris menghela nafasnya."Ini tawaranku yang terakhir. Aku naikan tiga kali lipat." Chris mengacungkan tiga jarinya.
Jessy mengerjapkan matanya, menaikan tangannya sendiri lalu berhitung.
Chris menyeringai begitu pun Mike yang merasa jika Jessy tidak akan menolak. Lagi pula siapa yang tidak tergiur dengan gaji yang besar yang Chris tawarkan.
Namun senyum keduanya menghilang saat Jessy lagi- lagi menggeleng. Meski kaku gerakan Jessy tetap menggeleng.
Jessy mengeluh dalam hati dia benar-benar bodoh karena menolak tawaran ini. Tapi hatinya sungguh tak sanggup lagi dengan pekerjaan yang kini menekannya.
....
Chris berjalan mondar-mandir di ruangannya. Tak jauh darinya ada Mike yang hanya bisa berdiri kaku.
"Kau lihat dia sangat sombong!" Chris berhenti dengan menunjuk ruangan Jessy di sebelah ruangannya.
Mike menipiskan bibirnya. "Kau bilang hanya dia yang tidak tertarik padaku kan?" Mike mengangguk.
Chris menghentikan gerakannya. Matanya memicing dengan tajam. "Baiklah kita lihat apa dia masih tidak tertarik padaku." Chris mengibaskan jasnya percaya diri, lalu menyeringai.
Tidak ada gadis yang bisa lepas dari pesonanya.
....
Masih sepi ya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!