Wanita cantik yang terlihat melangkah di bawah langit malam. Langkah kaki tanpa arah dengan tatapan mata yang kosong. Mata sembab yang tidak tahu sudah berapa banyak dia menitikkan air mata. Wajahnya tampak kucel layaknya seperti orang tidak mempunyai tujuan hidup.
Langkahnya sekarang sudah sampai pada jembatan dengan kendaraan yang lewat satu persatu, tempat itu sunyi yang hanya terdengar suara aliran sungai yang begitu deras di tambah dengan suara jangkrik.
Wanita yang tampak lemah itu tiba-tiba saja berjongkok dengan kedua tangan yang berada di atas lututnya, satu tangannya yang memegang ponselnya.
Aira Sharena Rizky, wanita berusia 28 tahun yang sekarang melihat ponselnya. Melihat ubded Instagram dengan menunjukkan foto keluarga yang sedang makan malam yang terdapat di beberapa foto itu ada pasangan tua dan juga ada pasangan muda dan juga terlihat beberapa orang lain.
"Kalian begitu bahagia dan tidak tahu apa yang terjadi padaku," ucapnya lirih.
"Apa yang saat ini aku alami, aku harus berada dalam situasi berat ini dan kalian tetap berada dalam situasi yang menyenangkan itu," batin Aira dengan air mata jatuh pada ponsel itu.
"Maafkan aku.... Aku sudah capek!'' ucapnya yang benar-benar tampak putus asa.
Aira menarik nafas panjang dan kembali berdiri dengan menoleh ke belakang ke arah pinggir jembatan.
Perlahan kakinya menaiki anak titi jembatan itu dan entah apa yang telah dia lakukan. Aira tampak begitu putus asa yang mungkin pikirannya sekarang sudah kacau balau.
Aira yang sudah berdiri di salah satu tiang jembatan yang mungkin satu langkah lagi jika kakinya naik maka dia sudah berada di ujung jembatan. Matanya melihat ke bawah menatap air sungai yang begitu deras.
Air matanya terus saja jatuh dengan tubuh yang bergetar. Entahlah apakah gadis yang putus asa itu sekarang sadar atau tidak atas apa yang ingin dia lakukan.
"Baiklah, Mah! Nanti Arfandi akan coba lihat apakah masih buka atau tidak," ucap seorang pria yang berada di dalam mobil sembari menelpon.
Pria tampan berkulit putih itu mengerutkan dahi saat melihat dari kejauhan wanita yang tampak berada di atas jembatan.
"Nanti Arfandi akan telpon lagi. Assalamualaikum!" ucapnya yang mematikan panggilan telepon itu.
Pria itu menghentikan mobilnya yang hanya sekitar 5 meter dari keberadaan Aira. Tidak bisa bohong jika pikiran Arfandi berpikir buruk atas tindakan wanita itu yang membuatnya dengan cepat keluar dari mobilnya.
Aira memejamkan mata dengan tekad yang sudah bulat untuk mengakhiri hidup sebagai penyelesaian masalah yang tidak pernah selesai di dalam hidupnya.
"Mungkin aku terlalu berani meminta untuk bertahan selama ini dan pada akhirnya aku tidak bisa. Aku juga tidak tahu apakah ada yang akan menyesal atas kematianku atau akan ada tangisan yang mengiringi kematianku," ucapnya dengan gerakan kaki yang ingin melompat.
Meong.
Hal itu tidak jadi ketika terdengar suara anak kucing yang membuat Aira membuka mata dengan menoleh ke arah suara tersebut. Begitu juga dengan Arfandi yang menghentikan larinya.
Aira melihat anak kucing yang di bawah sana tampak tersangkut dan telinganya kembali mendengar suara kucing yang ternyata induk kucing sedang mencari-cari anaknya.
Hal itu ternyata mampu menghentikan kebodohan Aira yang langsung turun dari jembatan itu. Aira bahkan terlihat menuruni sungai dari sudut jalan yang terdapat bebatuan untuk turun ke bawah.
Walau tampak begitu kesulitan, tetapi usahanya sangat begitu besar untuk mengambil anak kucing itu memberikan kepada induknya.
Arfandi mengerutkan dahi melihat apa yang dilakukan wanita itu. Dengan kesulitan yang luar biasa yang akhirnya mampu membuat Aira menyelamatkan anak kucing tersebut.
"Cu-cu-cu-cu!" Aira juga memanggil induk kucing ketika sudah kembali berada di atas jembatan. Induk kucing yang ternyata datang bersama dua anaknya dan langsung menjilati anaknya yang hampir saja tercebur ke dalam sungai.
Aira kembali terdiam dengan tatapan mata yang kosong melihat induk kucing tersebut yang seperti seorang ibu merangkul ketiga anaknya, induk kucing itu bahkan langsung memposisikan dirinya untuk berbaring agar ketiga anak kucing itu mudah menyusu.
"Tidak melihat tempat di manapun, apakah aman atau tidak yang tiba-tiba ada kendaraan yang lewat, Tetapi dia tetap memberikan anak-anaknya minum agar tidak kehausan," ucapnya tiba-tiba.
"Apakah memang seorang ibu seperti ini? Apakah hanya aku yang tidak bisa merasakan semua ini?" batinnya dengan mata kembali berkaca-kaca.
Aira menghela nafas yang melihat di sekelilingnya seperti mencari sesuatu dan tiba-tiba matanya tertuju pada Arfandi dan Arfandi yang kaget langsung berpura-pura menelpon.
Aira mengerutkan dahi yang melihat pria tersebut hanya dari bagian samping saja. Arfandi tampak mencari-cari pekerjaan agar tidak ketahuan bahwa dia sejak tadi memperhatikan Aira yang membuat Arfandi langsung kembali ke dalam mobilnya dari pada ketahuan.
Aira yang tidak mempedulikan orang tersebut dan tiba-tiba matanya tertuju pada kardus yang terlipat. Aira mengambil kardus itu dan langsung menyusunnya agar menjadi wadah yang kemudian Aira memasukkan induk kucing dan ketiga anaknya ke dalam kardus itu.
Aira kemudian membawa kardus tersebut dengan memeluknya dan bahkan ponselnya juga sudah berada di dalam kardus itu. Anak kucing itu ternyata mampu menyelamatkan Aira dari tindakan bodoh yang ingin mengakhiri hidup.
Arfandi menghela nafas sejak tadi mengawasi dari dalam mobil, tetapi bukannya pergi dan dia malah melihat apa yang dilakukan Aira dan sekarang wanita itu sudah semakin jauh berjalan yang meninggalkan jembatan itu.
Arfandi menghela nafas kembali, "apa yang barusan dilakukan?" batin Arfandi.
Saat berjalan ingin menuju rumahnya, Aira menghentikan langkahnya ketika melihat kerumunan yang ternyata masih tidak jauh dari jembatan itu.
Aira yang masih memeluk kotak itu kebingungan ngan dengan apa yang terjadi di sana.
"Begitulah anak-anak zaman sekarang, menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidup," cuitan terdengar di telinganya saat dua wanita melewati dirinya.
"Benar! sangat mudah untuk putus asa dan untung saja masih bisa diselamatkan," sahut yang satunya.
Aira sudah bisa menarik kesimpulan bahwa orang-orang yang ada di sana sedang menyelamatkan wanita yang sedang ingin melakukan percobaan bunuh diri. Aira terdiam sesaat, dia menyadari bahwa saja dia ingin melakukan hal itu.
"Bukan permasalahan dengan cara seperti itu. Tetapi kalian tidak tahu apa yang dia alami dan mungkin saja dia mengalaminya bukan hanya saat ini saja. Mungkin dia sudah terlalu kuat untuk menahan dan kita tidak tahu berapa lama dia menahannya," Aira seolah menjelaskan kepada dirinya.
Menurut Aira orang-orang yang mengakhiri hidupnya, bukan karena satu masalah saja atau masalah itu bagi mereka hanya sesimpel itu, tetapi mungkin saja sudah begitu banyak dipendam dan akhirnya nekat melakukan hal itu. Aira sedang berkaca pada diri sendiri yang memang saat ini terjadi padanya.
Aira menghela nafas dan melanjutkan langkahnya yang tidak ingin mengetahui siapa orang tersebut atau ingin melihat bagaimana keluhan wanita itu saat melakukan hal bodoh.
Dia tetap memeluk kotak itu dan menuju rumahnya, mungkin ketika Aira jadi melakukan tindakan bodoh itu. Maka hari ini akan ada dua berita besar, jika wanita itu melakukannya di tempat yang sedikit ramai dan masih bisa diselamatkan orang lain dan maka Aira tadi mungkin tidak akan ada yang menyelamatkannya dan pasti dia sudah lelah.
Bersambung.....
Aira yang pulang ke rumahnya. Aira menaiki anak tangga menuju rumahnya dan langsung membuka pintu. Rumah itu langsung terang ketika lampu dinyalakan.
Aira meletakkan kardus yang berisi kucing bersama anaknya itu di sudut di dekat pintu. Kucing itu sejak tadi tampak anteng yang bahkan sekarang tertidur bersama dengan induknya yang masih memberikan susunya.
Wanita yang tadi tatapan matanya sangat kosong dengan wajah yang tampak putus asa dan sekarang mengeluarkan senyum, seketika merasa begitu sangat bahagia hanya karena melihat anak kucing.
Krukkk.
Mahira memegang perut dengan mengerutkan dahi, mendengar suara cacing yang demo di dalam perutnya.
"Aku lapar sekali," ucapnya yang langsung berdiri menuju dapur. Seolah asam lambungnya naik.
Aira membuka kulkas untuk mencari makanan dan kulkas itu bahkan tampak kosong yang tidak ada apapun. Aira mengobrak-abrik dapurnya untuk mencari sesuatu yang bisa dia makan.
"Bagaimana mungkin ada yang bisa di makan dan aku bahkan sudah tahu tidak ada apa-apa di rumah ini," ucapnya yang mengusap-usap perutnya.
Aira menghela nafas, nasibnya benar-benar sangat sial, bahkan dia tidak punya makanan sama sekali. Aira memejamkan mata yang harus menahan rasa lapar bahkan asam lambungnya sampai naik yang merasakan sangat sakit. Air mata sudah tidak sanggup ingin keluar lagi.
Drattt-drattt-dratt-drattt
Ponselnya yang berdering membuat Aira melihat panggilan masuk itu yang tidak memiliki nama. Aira menghela nafas yang sepertinya sudah tahu itu telepon dari siapa yang membuatnya langsung mengangkat.
"Pinjaman Anda akan jatuh tempo dalam 2 hari. Mohon lakukan pembayaran agar Anda dapat mendapatkan kenaikan limit," suara dari tim operasional yang membuat Aira kembali menghela nafas dan langsung mematikan telepon tersebut.
Aira sejak kemarin terus saja mendapatkan teror dari seluruh aplikasi yang pernah dia pinjam uang. Aira awalnya sangat lancar melakukan pembayaran dan pada akhirnya dia terjerat yang usahanya tidak maju dan membuatnya sekarang kelimpungan. Bagaimana kepalanya tidak semakin ingin pecah jika masalah terus saja bertambah.
Perutnya saja sama sekali sudah tidak terisi, tubuhnya mengurus, dengan wajah yang tidak terurus dengan semua masalah yang dia hadapi.
"Lalu bagaimana jika aku tidak bisa membayarnya. Kalian ingin mengambil apa dariku," ucapnya seketika sangat kesal dan bahkan meletakkan ponselnya kasar di atas meja.
Tingnong.
Aira melihat ke arah pintu saat bel berbunyi yang membuat Aira langsung membuka pintu itu.
"Lama sekali membuka pintunya!" ucap seorang wanita muda dengan banyak membawa kantong plastik di tangannya.
"Berat tahu, Kak Aira. Nggak ada niat apa untuk membantuku," keluh wanita itu dengan sangat cerewet.
"Aku pikir siapa," ucap Aira yang langsung berlalu dari hadapan wanita yang masih kesulitan membawa barang-barang tersebut.
"Tidak senang banget, Dinda adikmu yang cantik ini datang dan lihatlah adikmu yang cantik ini sekarang membawa semua ini hanya untukmu," ucapnya langsung memasuki rumah itu dan duduk di ruang tamu.
"Bukannya kalian sedang makan malam?" tanya Aira.
Wanita memakai setelan jeans yang dipadukan dengan kemeja berwarna coklat itu memang ada di salah satu foto yang berada di restoran saat dilihat Aira saat dia berada di sekitar jembatan.
"Dan karena tempatnya tidak jauh dari sini. Jadi Mama menitipkan semua ini untuk Kakak," jawab Dinda.
Aira melihat isi kantong tersebut yang ternyata berupa belanjaan bahan dapur. Walau jelas-jelas di dapurnya sudah tidak ada apapun sama sekali, tetapi wajah Aira tampak tidak senang melihat bahan-bahan makanan itu.
"Itu juga ada makanan yang sudah masak. Mama banyak sekali memasak makanan dan tidak tahu kalau Kak Karina dan suaminya akan berkunjung dan mengajak kita semua makan di Restaurant. Jadi daripada makanan yang mubazir kalian dititipkan untuk Kakak," ucap Dinda.
"Kalau hampir terbuang saja baru diberikan kepada ku," ucap Aira yang merasa tersinggung.
"Isss, kebiasaan deh, langsung sensitif," sahut Dinda.
"Ponsel baru?" tanya Aira yang tiba-tiba saja salah fokus dengan adiknya yang langsung membuka ponselnya.
"Bagaimana cantik tidak?" tanyanya terlihat pamer.
"Papa pelit sekali, hanya menambahkan sedikit saja untuk bisa membeli ponsel ini," ucapnya.
"Bukannya kamu kerja dan seharusnya bisa membeli sendiri," ucap Aira.
"Ini sangat mahal dan hampir 15 juta, jadi harus membutuhkan bantuan uang dari Papa," jawabnya dengan tersenyum.
Aira tampak murung. Di saat dia mengalami kesulitan dan sekarang terlihat adiknya memamerkan ponsel baru, bahkan mendapatkan suntikan dana dari sang Ayah.
Aira berdiri dari tempat duduknya dan tidak lupa mengambil semua kantong plastik itu yang masuk membawa ke dapur. Aira mengeluarkan semua isi belanjaan itu dan juga makanan yang sudah dimasak.
"Kak Karina sudah pulang?" tanya Aira yang berada di dapur sembari mengeluarkan makanan itu memindahkan ke dalam mangkuk.
"Besok mereka baru pulang. Kakak juga kenapa coba tidak ikut makan malam bersama kita dan padahal Kak Karina sudah menghubungi Kakak," ucap Dinda.
"Nggak punya uang. Kalian orang-orang yang berduit," jawab Aira singkat dan padat, bahkan nada bicaranya terdengar begitu ketus.
"Nggak punya uang. Awas loh, nanti uangnya di makan rayap," ucap Dinda.
Aira tidak merespon lagi apa pun yang dikatakan adiknya itu. Karena perutnya sudah begitu lapar. Aira yang duduk di meja makan dan langsung memakan makanan itu.
Tetapi tiba-tiba dahinya mengkerut saat merasa aneh pada makanan itu.
"Ini makanan kapan?" tanya Aira.
"Makanan hari ini?" jawab Dinda.
"Kenapa basi?" tanya Aira dengan wajahnya terlihat kesal.
"Masa, Sih,"
"Ya. Biasalah Mama kalau soal makanan selalu ceroboh yang mungkin saja sudah terlalu lama di dalam plastik dan tidak dikeluarkan yang akhirnya sudah basi," jawab Dinda.
"Berarti ini bukan makanan hari ini," sahut Aira dengan kesal.
"Makanan hari ini yang dimasak tadi pagi dan bukankah sama saja untuk hari ini dan seperti yang aku katakan, karena adanya makan malam di luar jadi..."
"Dari pada dibuang dan lebih baik aku yang makan," sahut Aira tampak begitu kesal.
"Nggak tahu ah. Tanya aja Mama," sahut Dinda yang melihat ponselnya yang malas menghadapi sang kakak.
Aira menghela nafas. Walau dia tahu rasa makanan itu sudah tidak enak lagi, tapi dia tetap memakannya karena perutnya yang begitu sangat lapar, tanpa diketahui Dinda yang asik pada ponselnya yang ternyata Aira harus meneteskan air mata dan sangat cepat di hapusnya yang tidak ingin terlihat lemah apalagi menangis di depan makanan.
"Oh. Iya, aku sebaiknya pulang deh. Ini sudah malam. Nanti aku di sangka entah kemana-mana lagi," sahut Dinda yang berdiri dari tempat duduknya.
"Apa Papa punya uang?" tanya Aira tiba-tiba.
"Memang kapan Papa tidak memiliki uang. Kakak tahu itu bukan. Tapi seperti biasa Papa adalah orang yang sangat suka mengeluh, dan dia baru saja mengeluh kepada Mama karena pengeluaran uang membantu usaha sorum mobil milik Kak Rafi," jawab Dinda.
"Maksud kamu?" tanya Aira.
"Ya. Apalagi kalau bukan kebanyakan uang Papa yang membiayai usaha baru dari Kak Rafi," jelasnya.
"Argggghhh, sudahlah biarkan saja seperti itu yang terpenting aku tidak pernah menyusahkan. Paling nanti kalau usahanya tidak lancar akan kembali mengeluh," ucap Dinda
"Aku pergi dulu," ucap Dinda yang tidak banyak bicara dan langsung pergi.
Bersambung.
"Kenapa mulut mereka sangat enteng sekali meminta kepada Papa untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Biaya, modal untuk membuka showroom mobil bukanlah murah dan hanya dengan meminta dan Papa akan memberikannya dan lalu aku bagaimana?"
"Aku saat ini sangat membutuhkan uang dan aku tidak tahu harus mendapatkan dari mana dan tidak mungkin meminta. Kenapa tidak ada satupun yang mencoba untuk memahami keadaanku. Aku benar-benar capek dengan semua ini," ucapnya yang kembali air mata itu jatuh.
Aira masih memiliki orang tua yang lengkap, tetapi sudah 3 tahun terakhir ini dia memilih untuk tinggal sendiri. Aira memiliki seorang kakak perempuan yang sudah menikah, memiliki adik laki-laki dan 1 adik perempuan. Aira anak ke-2.
Banyak yang mengatakan menjadi anak kedua tidaklah gampang dan banyak beban yang di tanggung sendiri.
Aira merupakan gadis introvert yang banyak diam, yang menyukai kesendirian dan menanggung beban sendiri dengan semua masalah yang dia hadapi dan padahal keluarganya keluarga yang mampu.
Aira sangat terluka dengan apa yang barusan saja dia dapatkan. Untuk mengisi perutnya yang keroncongan, Aira harus memakan makanan basi itu, mungkin ibunya masih mengingatnya ketika memasak enak di rumahnya akan mengirimkan ke tempat Aira yang dari jarak rumahnya sekitar 1 jam.
Tetapi Aira sejak dulu tidak pernah meminta apapun dan selalu memendam segala masalah yang dihadapi sendiri. Nyatanya semua masalah yang dihadapi selesai di tangannya. Tetapi saat ini situasi yang dihadapi benar-benar sulit dan rasanya sudah tidak mampu.
Adiknya Dinda hampir saja tidak bertemu dengan sang kakak yang hampir nekat melakukan percobaan bunuh diri. Karena bagi keluarga Aira bahwa Aira hidupnya baik-baik saja dengan pekerjaan yang menjanjikan dan padahal tidak yang tahu bahwa Aira sekarang kesulitan ekonomi yang membuat kepalanya hampir pecah.
Dia benar-benar harus memendam semua sendiri. Aira sudah tidak mampu berada di dalam titik yang terberat itu.
****
Aira benar-benar sangat frustasi dengan masalah yang dihadapi yang membuat wanita itu sejak tadi malam tidak tidur yang hanya duduk di sofa dengan memeluk kedua lututnya dan di mejanya terlihat buku yang terbuka dengan jumlah hutang yang dia miliki saat ini.
Aira mengalami kesulitan ekonomi akibat bisnis fashion yang dia tangani, Aira mengalami kerugian yang sudah sejak 2 tahun lalu yang membuat Aira meminjam uang ke sana ke mari dan bahkan sampai meminjam uang secara online yang akhirnya Aira terjerat dalam hutang piutang yang sangat banyak.
Belum lagi hutang dengan rentenir. Entahlah berapa jumlahnya yang tidak terhitung sama sekali.
Hal itu benar-benar membuat kepalanya pecah, itu hanya satu masalah saja dan termasuk masalah tekanan batin yang dialami saat berada di lingkungan keluarganya dan apalagi jika bukan permintaan untuk dirinya segera menikah.
Hal itu yang membuat Aira jauh dari keluarganya yang menghindari semua pertanyaan itu. Bertemu dengan saudara-saudaranya persepupuannya yang selalu saja mengusik kehidupannya.
"Arggggg!" Aira berteriak sekencangnya dengan menutup kedua telinganya, tangisnya akhirnya kembali pecah. Dia merasa hidupnya benar-benar tidak berarti, sangat menjijikkan yang tidak pernah dapat bahagia.
Dratt-drattt-drattt.
Suara ponsel Aira yang berdering di atas meja dan ternyata Aira sedang tertidur. Dia baru bisa tertidur pagi hari, matanya yang berat mencari-cari ponselnya dan akhirnya menemukannya.
"Halo,"
"Aira kamu di mana?" wanita itu bertanya dengan semangat yang membuat Aira melihat layar ponselnya dengan panggilan Nana.
"Ada apa?" tanya Aira.
"Di rumah," jawabnya.
"Kamu tidak magang hari ini?" tanya Nana.
"Memang ini tgl berapa?" tanya Aira.
"Astaga Aira jangan bilang kamu lupa jika hari ini kamu harus magang?" tanya Nana.
Aira memejamkan mata dengan menghela nafas. Dia baru menyadari bahwa dia telah melupakan sesuatu.
"Aira kamu masih di sana?" tanya Nana.
"Iya. Aku masih di sini. Aku benar-benar lupa. Baiklah aku akan segera pergi," ucapnya yang langsung mematikan panggilan telpon itu.
"Aku bahkan sudah melupakan apa yang harus aku lakukan. Karena aku tidak tahu harus bertindak apa?" ucapnya memijat kepalanya sembari mengusap rambutnya kebelakang.
Karena Aira ada jadwal magang dari kampusnya yang membuat Aira buru-buru berlari ke kamar mandi. Meski sudah berusia 27 tahun, Aira masih melanjutkan kuliahnya yang memang baru dia lakukan semenjak 2 tahun belakangan.
Aira cukup lelah dengan semua yang terjadi dan mau tidak mau dia harus buru-buru pergi. Tidak lama bagi Aira untuk bersiap-siap. Aira yang sekarang sudah rapi-rapi menggunakan kemeja putih yang dipadukan dengan celana berwarna hitam. Aira dengan buru-buru keluar dari rumahnya dan menuruni anak tangga.
Aira tinggal di perumahan kontrakan yang berada di lantai dua yang memang terlihat seperti rumah susun.
Tidak lama Aira yang akhirnya sampai juga di Perusahaan desain tempat dirinya magang.
Chittttt.
Aira hampir saja tertabrak mobil karena tidak hati-hati dan mobil itu harus di rem mendadak.
"Maaf!" ucapnya menundukkan kepala dengan nafas naik turun. Aira yang tidak mengatakan apa-apa lagi langsung memasuki Perusahaan karena takut terlambat yang pada akhirnya mendapatkan urusan yang panjang.
Ternyata orang yang berada di dalam mobil itu yang tak lain adalah Arfandi. Pria yang waktu itu melihat Aira melakukan percobaan bunuh diri.
Arfandi mengerutkan dahi yang mencoba untuk mengingat siapa wanita itu. Arfandi menghela nafas dan terlihat memasuki parkiran yang langsung memarkirkan mobilnya.
"Kamu lama sekali Aira," ucap Nana.
"Maaf, aku ketiduran," jawabnya.
"Pantas saja mata kamu sampai hitam seperti itu," ucap Nana.
"Masa sih," Aira yang mencoba untuk melihat matanya dengan berkaca di ponselnya dan ternyata memang matanya tampak hitam yang mungkin karena terlalu banyak menangis.
"Aku begadang akhir-akhir ini dan bukankah itu sangat wajar," jawabnya.
"Kamu jangan membiasakan diri seperti itu. Kamu ini benar-benar ya," ucap Nana. Aira hanya tersenyum saja.
Kemudian mereka berdua yang terlihat menduduki tempat duduk mereka.
"Kamu sudah sarapan belum. Kita sarapan yuk!" ajak Nana.
"Kamu saja. Aku sudah sarapan dari rumah," jawab Aira.
Krukk.
Aira ternyata tidak di dukung untuk berbohong yang pada kenyataannya dia tidak sarapan.
"Kamu mencoba untuk bohong. Lihatlah perut kamu masih berbunyi seperti itu," ucap Nana geleng-geleng kepala.
"Aku masih harus mengerjakan ini. Soalnya ini tugas penting dan nanti kalau aku tidak menyelesaikan ini nanti aku dapat masalah," Aira tersenyum memberikan alasan.
"Tapi itu bisa nanti Aira. Memang kamu bisa fokus kerja dengan perut kelaparan?" tanya Nana.
"Sudahlah! Kamu sana sarapan," Aira harus mendorong rekan kerjanya itu agar pergi cepat-cepat.
"Ya. Sudah kalau begitu kamu kerjalah dengan rajin. Bye!" rekannya yang langsung pergi.
Aira menghela nafas yang duduk tampak lemas mengusap perutnya yang memang sejak tadi sangat keroncongan. Dia belum sempat memasak meski sudah mendapatkan bahan makanan yang diantarkan adiknya tadi malam. Tetapi bagaimana lagi Aira juga tidak mungkin boros-boros untuk saat ini dan apalagi harus makan di luar.
Jika untuk magang biasanya dia membawa bekal dari rumah, untuk menghemat biaya yang memang semakin menipis dan bahkan hampir tidak punya, tadi saja Aira harus berlari untuk sampai Perusahaan yang padahal jaraknya cukup jauh.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!