NovelToon NovelToon

The Secret Wife Of Juragan Pras

Bab 1 : Prolog

Hai Readers ...

Aku buat karya baru nih, The Secret Wife Of Juragan Pras.

Kisah tentang gadis desa yang bersedia menjadi istri rahasia dari juragan genteng di sebuah desa.

Mohon dukungannya ya...

Kalau ada yang mau kasih masukan, silahkan tulis di kolom komentar. Terima kasih 💕💕

🌷Perselingkuhan dan Pelecehan

Di sebuah pabrik garmen

"Ica, dipanggil pak mandor" panggil Dayu sambil mengibaskan tangannya agar Ica segera menghadap.

Ica langsung pucat pasi saat namanya kini menjadi giliran menghadap Mr. Lee yang terkenal mesum dan seringkali melecehkan karyawan perempuan. Ica baru kerja di garment selama delapan bulan, tetapi desas desus tentang sisi gelap pekerja garmen membuatnya ngeri dan bergidik.

"Teh Euis ... " tatapan meminta pertolongan ia layangkan ke Euis yang saat itu sedang melakukan QC.

"Gimana atuh, teteh ga bisa bantu, neng." wajah Euis mengiba

"Udah hadapi aja, paling digerepe doang!" jawab Una dengan entengnya.

"Teteh udah pernah?" tanya Ica dengan wajah kalut

"pernah! Ya udah terima aja namanya kita kuli, butuh duit buat makan. Yang penting jangan mau kalau sampe di anu."

"Ica!" panggil Lee dengan aksen khas negara asalnya.

"I-iya mister... " Ica berdiri dari kursinya dan berjalan dengan takut ke ruangan Mr. Lee.

Euis menatap punggung Ica yang telah menghilang di balik pintu ruangan, hatinya pun gelisah, di bagian QC hanya tinggal dua orang gadis yang belum pernah dipanggil ke ruangan Mr. Lee, Ica dan dirinya. Suatu saat hal itu bisa saja terjadi juga padanya.

Jam makan siang pun berakhir, tapi Ica belum juga kembali dari ruangan Mr. Lee. Hati Euis semakin cemas, apa yang terjadi di dalam ruangan itu dan bagaimana nasib Ica. Jarum jam terus bergerak hingga jam kerja selesai, Ica belum juga kembali ke bagian QC. Kerjaan yang seharusnya dikerjakan enam orang dalam satu shift, kini hanya dikerjakan empat orang karena ada karyawan yang sakit.

Euis melangkah menuruni tangga lantai dua setelah jam kerjanya selesai. Ia menunggu Ica keluar dari ruangan Mr. Lee, selain ia ingin tahu apa yang terjadi di dalam sana, ia juga terbiasa pulang menumpang motor matic Ica sampai ke kostan.

Setelah menunggu hampir tiga puluh menit, gadis yang ditunggu baru terlihat batang hidungnya. Wajahnya ditutupi masker dengan rambut yang sudah terlepas dari kuncirannya.

"Ica!" panggil Euis

Ica melengos, gadis itu tergesa menuju parkiran dan tidak menghiraukan lambaian tangan Euis. Euis pun panik dan berjalan mendekati area parkiran.

"Ica! Aku numpang sampai kostan ya." pinta Euis sedikit mengiba

"Maaf aku ga bisa!" ketus Ica

Gadis itu pun berlalu dengan motor matic nya yang dia gas dengan cepat. Euis hanya melongo melihat tingkah Ica yang marah padanya.

Euis bisa apa? Memberi bantuan pada Ica saat itu, sama juga menyerahkan dirinya sendiri ke mulut buaya. Mereka hanya orang kecil yang butuh mencari nafkah demi sesuap nasi.

Kekuasaan Mr. Lee sangat kuat, karena ia merupakan keponakan pemilik garment. Kelanjutan kontrak dan penilaian kinerja ada dalam kekuasaannya Mr. Lee. Banyak karyawan yang rela menyerahkan diri demi bisa diperpanjang kontrak setahun ke depan.

Seminggu telah berlalu, Ica tidak masuk kerja semenjak kejadian itu, desas-desus mengerikan pun beredar diantara para pekerja garment. Hari ini Mr. Lee datang lebih pagi, tiba-tiba saja lelaki berperawakan tinggi dan bermata sipit itu keliling di area QC. Sudah bisa diduga, dia sedang mencari mangsa baru. Tatapan matanya terus mengarah pada Euis.

Lelaki asia itu mendekati Euis. Dengan sengaja dia menyenggol kan lengannya di dada Euis. Lalu kembali lagi dan kini sasarannya adalah bokong Euis yang ia remas dengan sengaja. Euis memekik saat tangan lelaki itu meremasnya. Dengan berani Euis menepis tangan Mr. Lee dengan kasar. Lelaki itu tersenyum mengejek dan tatapannya binal.

Semenjak Ica tidak lagi bekerja, Euis pulang pergi kerja menggunakan angkot. Tabungannya untuk mendaftar kuliah semakin menipis, belum lagi harus mengirimkan uang sekolah untuk kedua adiknya yang masih sekolah dasar. Terpaksa Euis bekerja tambahan menjadi pelayan di warung seblak yang sedang viral.

Sore menjelang malam, Euis bergegas ke warung seblak yang baru dua hari menerimanya bekerja.

"Teh, seblak komplit dua, pedes ya" seru pelanggan yang datang berpasangan

"Baik teh." Euis langsung meracik pesanan pelanggan yang terus berdatangan.

Di sana ia bekerja dengan tiga orang rekannya yang sudah ada bagiannya masing-masing. Euis sebagai karyawan baru, bekerja sebagai koki juga pelayan.

Jam sebelas malam warung seblaknya sudah sepi pengunjung, artinya mereka diperbolehkan tutup warung dan menghitung omzet penjualan, warung seblaknya memang berada di tempat strategis, dekat kampus dan pabrik jadi jam dua belas malam pun masih ada yang datang.

Raihan, anak majikannya setiap jam sepuluh malam selalu datang membantu untuk menghitung omzet dan menutup warung seblak milik orangtuanya.

"Kamu pulang naik apa, Euis?" tanya Rayhan.

"Naik angkot, kang." jawab Euis sambil merapihkan kursi dan meja

"Bareng aku aja, Euis. Kita kan searah." ajak Rayhan

"Lebih baik jangan, kang. Nanti teteh Rara marah kalau akang bonceng cewe lain." tolak Euis

"Engga kok, dia sudah tinggal di Jakarta, memulai kuliah." sanggah Rayhan

"Gak bahaya tah, kang" seloroh Euis menampilkan giginya yang berderet rapih dan putih, menimbulkan lesung pipi yang sangat manis.

Rayhan seketika terpukau dengan senyuman manis Euis. Tidak berapa lama dia tersadar, "Astaghfirullah... " ucapnya sambil memalingkan wajahnya.

Euis sampai di kostan tepat pukul 00.10 WIB dengan diantar Rayhan. Di depan kostan nya sudah menunggu Bimo, kekasih Euis.

"Mas Bimo! Udah lama nunggu?" seru Euis dengan mata berbinar dan senyuman mengembang.

"Bagus ya, aku kerja di kota untuk masa depan kita. Kamu malah selingkuh dengan cowo lain!" maki Bimo

"Loh! Mas Bimo salah paham, ini kang Rayhan, anaknya Bu Dini pemilik warung seblak tempat aku kerja, mas." Euis berusaha menjelaskan.

"Jangan salah paham. Gak perlu khawatir, aku sudah punya tunangan, mas. Aku tadi sekalian pulang, angkot biru lagi mogok gak ada yang beroperasi, kasihan Euis kalau pulang jalan kaki." Rayhan memakai lagi helm Cargloss hitamnya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Bimo menatap Rayhan dengan tajam, hingga motor Rayhan menghilang di pekat malam.

"Mas, jangan negative thinking dulu. Hari ini memang angkot mogok, aku enggak bisa pulang kalau engga ada tumpangan."

"Aku nungguin kamu sampe tiga jam di sini Euis. Udah chat aku engga dibalas. Bisa gak sih kamu menghargai aku!" murka Bimo

"Mas, sebelum pulang aku harus beberes dan tutup warung, jadi belum sempat pegang hape." keluh Euis

"Udahlah, lama-lama aku capek harus ngertiin kamu terus!" Bimo pergi dengan tergesa meninggalkan kostan Euis dalam keadaan marah.

"Mas Bimo!" teriakan Euis pun tidak dihiraukan.

***

Waktu terus berjalan, dua bulan sudah hubungan Bimo dan Euis merenggang. Bimo sulit dihubungi, sementara tanggal pertunangan mereka sudah tinggal satu Minggu lagi. Jadwal liburnya Minggu ini, Euis berinisiatif pergi ke kota untuk menemui Bimo yang bekerja di sebuah perusahaan Migas.

Dia sudah berdandan cantik sebelum berangkat dengan menggunakan bus antar kota. Sesampainya di perusahaan tempat Bimo bekerja, dia tidak bisa menemui Bimo, menurut informasi dari rekan kantornya, Bimo sudah dua hari tidak masuk kerja karena sakit.

Dengan perasaan cemas karena kekasihnya sedang sakit, Euis menyempatkan membeli buah tangan untuk mengunjunginya di kostan Bimo. Sesampainya di kostan, pintu dan gorden kostan Bimo tertutup rapat. Namun yang membuatnya membelalakkan mata, ada sendal perempuan sejajar dengan sepatu kerja Bimo.

Euis mendengar sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang, desahan halus dan tawa manja seorang perempuan terdengar dari depan pintu. Ia mencoba mengintip dari sela gorden yang tersibak. Betapa terkejutnya ia menyaksikan adegan dewasa sedang berlangsung di dalam sana.

Dan yang lebih mencengangkan, wanita yang sedang bergumul dengan kekasihnya adalah Santi, sahabatnya yang sedang kuliah di kota. Sontak buah tangan yang ada di tangannya terlepas dan menimbulkan suara gaduh.

"Siapa di situ!" tegur Bimo dengan suara tinggi

Euis memberanikan diri menggedor pintu kostan Bimo, sampai penghuni kostan lain ikut keluar dan menyaksikan aksi Euis yang memaksa membuka pintu kostan Bimo.

"Mas bukaaa... !!" teriak Euis

Setelah menunggu beberapa puluh menit, pintu terbuka. Bimo terlihat kesal menatap wajah kekasihnya.

"Mau apa kamu ke sini?ganggu aja orang lagi tidur!" makinya

"Mana perempuan itu, mana Santiii... !!" Euis histeris

"Apa-apaan sih kamu! ini rumahku, kamu tidak berhak menggangu tamuku!" maki Bimo.

"Mas, satu minggu lagi kita mau tunangan, kenapa kamu melakukan ini padaku!" ratap Euis dengan wajah yang basah dengan airmata.

"Hey! Dengar ya, aku bosan selalu ngertiin kamu yang selalu sibuk bekerja demi keluargamu yang miskin! Aku juga butuh kasih sayang dan perhatian. Dan kamu tidak bisa memberikan itu padaku! Lebih baik kita putus, Euis!" tegas Bimo.

Bagai tersambar petir di siang bolong, suara Bimo seakan memekakkan telinganya. Jantung Euis seakan terhenti saat itu juga, Bimo adalah cinta pertamanya, dia tidak menyangka akan begini nasib percintaan mereka. Euis sudah terlalu dekat dengan keluarga Bimo. Impian dan hayalan hubungan percintaan mereka akan sampai ke pelaminan kini kandas sudah.

Santi keluar dari kamar mandi dan bersembunyi dibalik punggung Bimo dengan wajah takut dan banjir airmata, hingga Bimo memberikan perlindungan begitu posesif, wanita itu hanya memakai daster tanpa pakaian dalam, mungkin tidak sempat memakainya.

"Santi, aku engga menyangka kamu menusukku dari belakang seperti ini. Aku selalu care sama kamu, selalu cerita apapun sama kamu, dan semalam kita masih teleponan membicarakan hari pertunanganku. Kenapa kamu seperti ini padaku, San!" ratap Euis dengan wajah sendu.

"A-akuu... Minta maaf Euis." Santi terisak seakan merasa bersalah telah mengkhianati sahabatnya.

"Untuk apa kamu meminta maaf sayang, kamu tidak salah. Aku memang sudah tidak cinta padanya. Kamu wanita paling perhatian dan lebih sayang padaku." bela Bimo,

Santi merasa menang, dirinya dibela kekasih sahabatnya. Dengan wajah pongah Santi menatap Euis, tanpa terlihat Bimo tentunya. Di mata Bimo Santi adalah gadis rapuh, baik, penuh perhatian dan lemah lembut.

"Aku tetap salah, mas. Seharusnya aku tidak mengkhianati sahabatku, hikks hikkss... " Santi terisak, membuat Bimo menjadi iba akan ketulusan hati Santi.

Tiba-tiba Santi memeluk Euis, dan berbisik, "Kamu pikir aku peduli dengan airmata kamu, Euis. Kamu tahu, aku yang lebih dulu menyukai Bimo. Kenapa aku kuliah di kota, itu karena Bimo yang meminta aku untuk menemaninya di sini. Kami sudah tinggal bareng selama satu tahun. Kamu jangan terlalu naif jadi perempuan." bisiknya tanpa perasaan.

Sontak Euis mendorong Santi menjauh dan mendaratkan tamparan di pipi Santi sebanyak dua kali.

Plak! Plak!

"Hey!! Apa yang kamu lakukan! Pergi kamu dari sini, pergi...!!" usir Bimo sambil mendorong kasar Euis keluar dari kostannya. Pintu pun dibanting pria itu dengan keras.

...💐💐💐💐💐...

B e r s a m b u n g ...

Hai gaess...

dukung author dengan like, komen dan votenya ya.. Thank you🩷

Bab 2 : Seblak Pedas Jontor

Hai Readers...

Di Bab 2 ini menceritakan awal pertemuan protagonis perempuan dan protagonis pria di sebuah insiden ya... Happy reading 💕

***

"Pak, kenapa upah saya di potong terus, padahal saya tidak pernah telat datang." protes Euis di ruangan staf keuangan.

"Saya juga gak tau Euis, pengajuan pembayaran upah di ACC Mr. Lee. Kamu punya salah apa sama beliau?" tanya pak Ilham

"Bukannya kalau pemotongan gaji karena kita datang telat atau bolos aja pak? Ga ada sangkut pautnya sama masalah pribadi saya!" lagi Euis memprotes.

"Kesopanan kamu membuat kinerja kamu berkurang Euis." jawab Leni, staff magang bagian keuangan.

"Maksudnya gimana teh Leni, aku gak mengerti? Apa selama ini aku bersikap urakan seperti si Helen, pake baju seksi dan 'udud' saat jam kerja. Tapi teh Helen fine aja gak ada teguran atau potong gaji."

"Justru yang seperti itu yang disukai Mr. Lee. Coba kamu protesnya ke sana, jangan pada kami." ketus Leni

"Ah! Gak masuk akal aja. Aku gak terima gajiku dipotong 800 ribu." Euis memberengut dengan mata yang sudah memanas, airmatanya siap tumpah.

Uang delapan ratus ribu baginya sangat berarti, bisa buat beli beras keluarganya selama satu bulan. Dia harus cari tambahan kerja apa lagi untuk menambal biaya pengeluaran keluarganya. Dua tempat kerja saja sudah menguras tenaganya, hingga ia mengorbankan waktu istirahat dan waktu 'healing' nya.

"Saran bapak, kamu ngadep ke Mr. Lee, minta kebijaksanaannya." bisik Ilham

"Bapak kan tahu, kalau yang diharapkan Mr. Lee itu apa, sama aja saya menyerahkan diri saya buat dilecehkan, pak." jawab Euis dengan nada pelan.

"Habis mau gimana lagi, saat ini dia yang berkuasa, pak bos aja nurut sama Mr. Lee." jawab pak Ilham.

Euis keluar dari ruang keuangan dengan langkah gontai, kedua bahunya turun, rasanya dia mulai jengah dengan sistem kerja di garment ini, tapi dia bingung mau kerja dimana belum dapat pekerjaan lain.

Brukk!!

Euis tersungkur karena baru saja seseorang menabrak bahunya hingga ia terpelanting. Ia menoleh ke arah seseorang yang baru saja menabraknya.

"Ica! Kamu kerja di sini lagi, Ca?" pekik Euis, matanya seketika berbinar.

Lain halnya dengan Ica, dia menatap Euis dengan tatapan yang aneh, sulit Euis baca sikapnya itu.

"Kalau jalan pake mata!" ketus Ica

"Ca... " Euis tersentak, Ica kini melengos dan berlalu darinya tanpa membantu Euis untuk bangun.

"Mister, neng Ica udah di luar, boleh masuk?" suara Ica yang sedang menelpon seseorang masih terdengar dari tempat Euis tersungkur tadi.

Euis langsung menoleh ke arah ruangan Mr. Lee yang berada terpisah dari gedung garment. Dan ia melihat Mr. Lee menyambut Ica dengan mesra. Gadis itu langsung di gendong dalam pelukannya.

Euis menutup mulutnya yang terbuka dengan telapak tangan. Entah apa yang terjadi dengan Ica, setelah berhenti bekerja ternyata ia sering datang ke ruangan Mr. Lee.

Euis langsung gegas keluar garment dan melanjutkan pekerjaan keduanya di warung seblak yang berada di dekat kampus. Sesampainya di warung, Euis langsung memakai apron dan mengelap beberapa meja yang baru saja ditinggalkan pelanggan.

Tiga orang lelaki baru saja masuk warung seblaknya, tubuh mereka tinggi tegap dengan memakai stelan jas bermerk, wajah mereka sangat tampan, aroma parfum mewah ikut tercium saat mereka masuk dan duduk di salahsatu table yang berada di smoking area, terlihat sekali aura old money yang terpancar dari wajah mereka.

"Selamat datang di warung seblak viral kami, pak. Mau pesan paket yang mana." tanya Euis sambil membawa buku menu.

"Kamu yakin makanan ini enak, Ris?" tanya seorang pria berkulit putih dengan rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang rapih.

"Tampan!" batin Euis.

"Tenang aja, Pras. Aku jamin kamu suka. Bumbunya itu eunaak tenan. Awalnya aku diajak Haura, istrimu, makan di sini." Haris begitu meyakinkan

"Kalau Haura saja suka, kamu pasti suka Pras." ucap Edwin

"Jadi, mau pesan yang mana pak?" Euis kembali menanyakan pesanan.

"Yang favorite di sini apa?" tanya Pras sekilas menatap wajah Euis.

"Komplit 1 biasanya di gemari anak-anak kampus, Pak. Karena ada udang dan kepitingnya."

"Komplit 2 ada lobsternya. Ini biasanya di gemari pengunjung kantoran."

"Komplit 3, isian dan rasa kuah bisa request seperti makan shabu-shabu."

Euis menjelaskan semua menu di samping Pras, tanpa mereka sadari posisi Pras sangat dekat dengan Euis hingga kulit tangan mereka bersentuhan. Euis tersentak saat kulitnya menempel dengan kulit Pras, seakan ada aliran listrik dengan tegangan sedang mengalir dalam darahnya.

"Oh! Maaf... " Pras menyadari kesalahannya, ia langsung menggeser tangan dan duduknya.

"Istriku pesan rasa apa waktu itu, Ris?" tanya Pras pada Haris.

"Komplit 3, rasa kuahnya tomyam, karena dia alergi beberapa seafood dan lobster." jawab Haris tersenyum simpul.

Pras sedikit mengernyitkan keningnya, karena dia baru tahu istrinya punya alergi lobster. "Kenapa Haris lebih tahu dari aku? Mungkin karena mereka sahabatan sejak SMA." batin Pras

"Komplit 2, 3 porsi, mba." akhirnya Edwin memutuskan.

"Baik pak, ditunggu pesanannya." Euis berlalu meninggalkan ketiga pria old money tersebut.

Karena koki yang biasa masak pesanan sedang ambil cuti, Euis langsung masuk ke ruang masak menyiapkan semua pesanan tersebut. Ely yang sejak tadi memperhatikan pria tampan tersebut mendekati Euis.

"Euis, kamu gak grogi melayani mereka, tau gak mereka siapa?" tanya Ely. Euis menggeleng dengan wajah polos.

"Mereka itu pengusaha dan dosen tamu di kampus-kampus terkenal. Kalau yang namanya Edwin pemilik Franchise cake cokelat yang terkenal. Yang di sebelah kamu tadi, Prasetya Koesuma As-segaf anak sulung dari juragan Ali Akbar As-segaf pemilik pabrik genteng terbesar di Jawa barat, orang terkaya di Kuningan. Istrinya seorang selebgram, cantik banget seperti Barbie."

"Nah yang satunya itu Haris, anak pengusaha mebel. Ketiganya sahabatan dari jaman kuliah di Bandung."

"Teteh hapal banget, saya mah orang kampung teh, gak kenal orang-orang kaya di Kota. Enak ya teh jadi orang kaya, menu paling mahal mereka pesan tanpa pikir panjang. Emangnya kita, masih mikirin uang buat beli beras besok kurang apa gak." Euis cekikikan sambil meracik seblak pesanan mereka.

"Biar jelek begini, aku pernah kuliah di ITB, Euis. Walaupun gak sampe lulus, cuma dua semester. Abah gak kuat lagi bayar uang semester, sawah harus terjual buat biaya pengobatan umi." keluh Ely

"Sabar ya teh, nanti pasti bisa lanjut lagi kuliahnya. Sekarang kumpulin uang dulu." Euis menyemangati.

Keasikan ngobrol sambil memasak pesanan, Euis tidak sadar telah memasukkan bumbu pedas jontor dua kali di salah satu pesanan yang seharusnya tidak pedas. Pesanan pun selesai dan diantar ke meja pengunjung. "Ini yang pedas sedang, dan ini yang tidak pedas. Silahkan pak." Euis pun berlalu dari meja mereka dan ke meja lain untuk mencatat pesanan.

"Hah!! pedes banget! Hey kamu, sini!" panggil Haris dengan wajah garang.

Euis merasakan aura Kemarahan dari ketiga orang lelaki yang memakai jas mahal tersebut, wajahnya seketika pias.

"Coba kamu cicipi ini! Kamu mau bunuh teman saya!" bentak Haris dengan suara yang menggelegar.

Tatapan mata Prasetya terlihat tidak bersahabat, hidungnya memerah seperti tomat, bibirnya seperti orang yang baru saja kena tonjok, keringatnya basah membanjiri pelipis dan keningnya, duduknya pun gelisah menahan rasa pedas yang masih tersisa di lidah. Dia tidak kuat lagi marah karena baru pertama kali makan masakan pedas dengan level yang belum bisa ditoleransi lidah dan tenggorokannya.

Dengan ragu Euis mencicipi seblak yang ia sajikan. Sontak matanya terbelalak dan langsung tersedak rasa pedas yang kuat. Euis terbatuk dan langsung meminum es lemon tea milik Pras hingga tandas.

"Lho!" Pras menunjuk gelas minumannya yang sudah kosong.

"Eehh... Kurang ajar! Malah minuman temanku kamu embat! Mana bos kalian!" teriak Haris

"M-maaf pak... Mohon maaf akan saya ganti minumannya. Saya panik kepedasan." wajah Euis tampak pucat, ia menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Ada apa ini!" seru Della anak Bu Dini, Kaka dari Rayhan.

"Eh, Prasetya?! Kenapa Pras? Edwin? Kalian tahu ini warung seblak milikku... Kehormatan banget nih dikunjungi kalian." wajah Della berbinar melihat ketiga cowok keren di kampusnya mampir ke warung seblak viralnya.

"Owhh jadi kamu bosnya! Lihat ini anak buah kamu mau membunuh temanku, Del! Coba kamu cicipi rasa seblaknya!" Haris sejak tadi agresif protes dengan sajian dan pelayanan warung seblak itu. Dia malu karena dia lah Pras mau makan di warung seblak atas rekomendasi darinya.

"Uhuukk... Uhuukk... siapa yang memasak!" maki Della di depan wajah Euis

"S-saya teh Della... " cicit Euis

"Bodoh kamu! Kamu mau bikin usahaku bangkrut!" maki Della sambil menoyor kepala Euis.

Pras langsung berdiri, dia jadi tidak enak hati, gara-gara ia yang tidak kuat makan pedas, semua jadi seheboh ini. "Sudah-sudah... laparku sudah hilang. Terima kasih pelayanannya." Pras langsung meninggalkan mejanya dan berjalan dengan cepat ke arah parkiran.

Selain karena situasinya sudah berantakan, tiba-tiba perutnya bereaksi, ada sesuatu yang harus dia buang, dalam kondisi crowded tadi, gak mungkin kan dia menanyakan letak toilet dimana. Dia langsung melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi mencari pom bensin atau toilet umum terdekat karena desakannya semakin 'di ujung'.

Setelah kejadian tadi, Euis mendapatkan caci maki dari Della, anak pemilik warung seblak yang terkenal judes dan kejam. Dia di sidang di depan seluruh rekan-rekan kerjanya dan dipermalukan di depan pengunjung. Finally, Euis dipecat dari tempat kerja sampingannya tanpa pesangon dan gajinya hanya diberi setengah karena dianggap merugikan perusahaan.

Di kamar kost, Euis hanya menangis meratapi kejadian tadi. Andai saja dia fokus dan tidak larut dalam obrolan bersama teh Ely, mungkin kejadian seperti itu tidak akan terjadi.

Rasanya sia-sia tenaganya dalam satu bulan bekerja hanya mendapat bayaran beberapa lembar uang ratusan. Terpaksa ia mengorbankan lagi uang tabungan kuliah, untuk dikirimkan ke orangtuanya di kampung yang bekerja hanya menjadi kuli angkut pasir di juragan Ali.

...💐💐💐💐💐...

B e r s a m b u n g...

Gaess dukung karya terbaruku ya, Terima kasih atas apresiasinya 🙏🥰

Bab 3 : Lelahnya Euis

Hai Readers...

Bab 3 mulai masuk rencana perjodohan, baca pelan-pelan sambil ngemil nastar juga boleh... Happy reading 🎉🎉

***

Euis berjalan dengan kaki yang sudah terasa terbakar, karena siang itu matahari sedang memasak rendang dengan kayu bakar. Peluh sebesar jagung sudah memenuhi keningnya. Es teh manis solo jumbo pun sudah tandas tersisa es batu yang hampir memenuhi bibir cup plastik.

"Kemana lagi aku harus cari kerjaan sampingan." gumam Euis.

Euis duduk di sebuah teras mushollah pinggir jalan, mengibaskan surat lamaran yang terbungkus amplop cokelat. Tangan dan wajahnya mulai terlihat kehitaman di bagian yang terbuka. Sepulang kerja, hampir tiga jam dia keliling dari toko satu ke toko lainnya. Berbekal ijazah SMA, lowongan pekerjaan sangat terbatas, diterima jadi waiters saja dia sudah bersyukur tidak pernah bermimpi kerja kantoran.

"Kasian bos keteteran ngurus bayi sama pabrik. Setiap hari ngendong bayinya yang baru lahir kalau ninjau pabrik." ucap seorang pemuda yang baru saja selesai sholat ashar.

"Cantik doang tapi gak bisa ngurus anak mah ngapain dikawinin. Bos kaya kenapa gak cari istri lagi yah." timpal pemuda lain.

Kedua orang lelaki muda berusia dua puluhan sedang memakai sepatu sambil bergosip mengenai bosnya. Euis hanya melirik sekilas, tidak tertarik dengan obrolan mereka.

"Kayaknya tadi Umy Haji pasang pengumuman lowongan baby sitter." ucap salahsatu pemuda itu.

"Lama-lama Umy haji dan juragan juga geram sama menantunya." jawab kawannya.

Euis langsung menegakkan punggungnya setelah mendengar ada lowongan baby sitter. Dia lalu mendekati kedua pemuda itu.

"Emmh... Permisi kang, mau nanya." sapanya

"Iya neng... " keduanya menoleh ke arah Euis dan menatapnya dengan lekat.

"Maaf saya menguping, tadi akang cerita ada yang sedang buka lowongan baby sitter, apa masih ada lowongan nya, Kang?!" wajah Euis terlihat sangat memelas.

"Oiya ada, orangtua bos saya yang buka lowongan. Si teteh mau coba melamar?" tanyanya

Euis mengangguk dengan senyuman tipis, "Bisa minta alamatnya untuk taruh lamaran."

"Ikut kami aja teh, kebetulan kami sudah harus balik ke kantor." ajak salahsatunya.

"Tetehnya bawa motor?" Euis menggeleng. Kedua pemuda itu saling tatap.

"Ya udah, kamu bonceng dia. Aku naik angkot."

Euis jadi merasa tidak enak hati, "eh, jangan begitu kang. biar saya aja yang naik angkot. Kasih alamatnya aja."

"Engga apa-apa teh" jawab salah satu dari pemuda itu dan tak lama ia langsung menyetop angkot yang akan membawanya kembali ke kantor.

Akhirnya Euis pun ikut dengan pemuda yang sudah siap mengendarai motornya. Euis duduk dengan canggung di kursi penumpang.

"Tetehnya lulusan apa?karena Bu haji kasih persyaratannya banyak, termasuk salahsatunya harus lulusan minimal D3." ucap pemuda itu di saat motor sudah membelah jalan raya.

Deg!

"Owh begitu kang, saya cuma lulusan SMA, kang." Jawa Euis dengan menundukkan wajahnya.

Pemuda itu memperhatikannya dari kaca spion, tidak ingin mengecewakan perempuan yang ada di boncengannya, dia membesarkan hati Euis. "Engga apa-apa dicoba dulu, barangkali rezeki teteh, tiba-tiba Bu haji berubah pikiran, iya gak?!" dia tersenyum.

Euis pun mengangguk ragu.

"Kita belum kenalan, nama teteh siapa?" tanyanya.

"Euis Hanani Maharani, dipanggil Euis. Nama akang siapa?"

"Saya Rizal, teman saya yang tadi Ervan." Rizal terus melirik Euis dari kaca spion.

Motor Rizal pun sampai di depan sebuah bangunan yang mirip sebuah rumah mewah. Hanya ada tiga lantai, lantai ketiga hanya sebuah rooftop. Euis nampak ragu untuk ikut masuk.

"Ayo Euis ikut saya." ajak Rizal. Dari arah pintu gerbang Ervan baru saja turun dari angkot.

"Gue kira bakal Lo bawa keliling Tirta dulu cewek itu, Zal!" seloroh Ervan.

"Masih sore gak bisa diajak ke semak-semak, Van." jawaban Rizal membuat Euis bergidik.

"Jangan takut gitu teh, kita cuma becanda." Ervan mengedipkan sebelah matanya.

Euis menundukkan wajahnya dengan bibir mengerucut, dalam hati Euis mengumpat bahwa candaan mereka gak lucu.

"Melan, Bu haji masih ada?" tanya Rizal di resepsionis.

"Baru aja pulang sama den Raga. Kayaknya mau imunisasi. Kenapa nanyain Bu Haji?" tanya Melani

"Ada yang mau ngelamar baby sitter. Masih buka lowongan nya?" tanya Ervan

"Belum ada yang diseleksi jurangan Pras. Semua cuma numpuk di situ. Lagian nyari baby sitter aja pakai surat lamaran kayak mau kerja di bagian keuangan atau apa, syaratnya minimal D3 lagi." gerutu Melan

Euis melirik tumpukan surat lamaran yang sudah menggunung, rasanya hati langsung menciut. Apalagi ia hanya lulusan SMA.

Dari arah pintu, seorang lelaki berpenampilan rapih dengan kemeja dan dasi senada, masuk dengan wajah kusut dan muka cemberut. Tanpa menyapa bawahannya ia langsung membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar, hingga pintu kaca itu berderit dengan kencang. Euis serasa pernah melihat wajah lelaki itu tapi dimana, ia terus mengingat-ingatnya.

"Melan bawa semua lamaran itu ke ruangan saya!" suara dari arah interkom terdengar.

"Teh cepat tumpuk surat lamaran kamu di sana. Biar dibawa masuk Melan." seru Rizal.

Euis gegas meletakkan surat lamaran itu, namun sebelum meletakkannya ia sempat berkomat kamit di depan amplop cokelat itu, ia berdoa dengan kesungguhan hati semoga surat lamarannya berhasil membawakan pada kehidupan yang lebih baik.

"Saya tunggu dipanggil sekarang atau bagaimana teh?" tanya Euis.

Melan memperhatikan penampilan Euis dari atas hingga bawah. "Ditinggal aja, ngapain kamu tungguin. Belum tentu surat lamaran kamu dibaca. Kualifikasinya sangat ketat." jawab Melan dengan sinis.

Euis menelan salivanya dengan susah, A change in a million harapan yang sangat kecil rasanya. Bahu Euis menurun dengan wajah sedih ia pamit dengan menganggukkan kepala.

"Euis! Semangat!" teriak Rizal dari meja kerjanya, Ervan pun memberikan semangat dengan mengangkat lengannya.

"Terima kasih, kang." lalu ia pun keluar dari kantor yang berada dalam lingkungan rumah itu.

***

"Sudah kamu pilih kandidat yang akan menjadi istri kedua kamu Pras?" tanya Arini Koesuma.

"Umi, kita hanya butuh baby sitter bukan istri untukku. Aku sangat mencintai Haura, mi. Aku tidak akan menduakan dia." protes Prasetya.

"Baby sitter itu akan tinggal di sini setiap hari, 24 jam menemani anakmu, kalian hanya tinggal berdua di rumah itu. Bu Sumi kerja di rumahmu cuma sampai jam lima sore. Umi sama Abi tidak mau kamu terjerumus dalam dosa. Lebih baik kamu menikahi wanita yang siap merawat anakmu." nasehat Arini

"Umi tidak mempercayai anak umi sendiri? aku bukan lelaki baji Ngan, Umi!" bantah Pras

"Pras, kamu bukan hanya butuh baby sitter, tapi seorang istri yang peduli padamu. Dan sikap peduli tidak umi temukan pada Haura. Kamu sebagai lelaki tidak bisa mendidik istrimu menjadi ibu rumah tangga yang baik. Berapa kali kamu masuk rumah sakit karena asam lambung gerd dan typus. Artinya makan kamu tidak diperhatikan." Arini tetap pada pendiriannya menginginkan anaknya menikah lagi.

Pras meremas rambutnya, tidak ingin obrolan berlanjut, dia tidak ingin ucapannya membuat ibunya sakit hati, dia menutup rapat-rapat mulutnya.

***

Di sebuah desa.

Di sebuah Toko Bahan bangunan terbesar di kota itu.

"Mang, kenapa ngelamun!" tanya Nurdin

"Din, dari mana kamu?" tanya Kartono

"Dari rumah jurangan Ali, tadi jurangan minta tolong dicarikan calon menantu untuk putranya." ucap Nurdin

"Bukannya anak lelaki juragan cuma Prasetya? Dan dia sudah menikah dua tahun lalu?" tanya Kartono

"Buat istri kedua sekalian untuk menjaga cucunya. Baby sitter lah begitu." jawab Nurdin.

"Kenapa minta bantuan kamu, mereka mah orang kaya biasanya nyari menantu yang kaya juga, biar harta warisannya gak jadi rebutan." Kartono heran

"Setau saya, juragan gak begitu, mang. Mereka gak pandang bulu sama siapa saja. Istrinya juragan Pras juga dari orang susah. Dia kaya sekarang juga karena juragan Pras modalin usahanya, makanya ia jadi sombong seperti sekarang ini." Kartono hanya manggut-manggut.

"Mamang kenapa melamun?" tanya Nurdin

"Kasian Euis, Din. Semalam telepon bilang udah gak kuat kerja di garment. Mandornya sering melecehkan dia. Tapi aku masih butuh bantuan dia buat biaya sekolah adiknya. Kalau aja aku tidak mewariskan kemiskinan pada putriku, Din." bahu Kartono terguncang.

Kartono menutupi wajahnya dengan handuk leher yang sudah Kumal setelah seharian bekerja di lapak pasir milik juragan Ali.

"Daripada kerja pontang panting gak ada hasilnya, mending kawinin aja sama orang kaya, mang. Kali aja perekonomian mamang terbantu." saran Nurdin

"Aku gak ingin memaksa Euis untuk nikah muda, Din. Dia masih ingin kuliah, cita-citanya ingin jadi sarjana. Biar kemiskinan tidak terus sampai anak cucu." bantah Kartono.

"Kalau sudah nikah sama orang kaya bisa minta biayain kuliah, mang!" Nurdin menaikan alisnya dengan sebuah maksud

"Apa maksud kamu akan membawa Euis jadi menantu juragan Ali? Ah! Engga boleh, dia pasti gak akan mau jadi istri kedua." bantah Kartono.

"Di coba aja omongin dulu ke Euis, Mang. Barangkali Euis mau daripada bekerja jadi kuli terus gak ada hasilnya." bujuk Nurdin

Ponsel Kartono bergetar, tertera nama Hanani. Kartono menggeser tombol menerima panggilan.

"Iya Euis anak bapak yang geulis." sapa Kartono

"Hikkss... hikkss... Bapak, Euis capek kerja begini, Mr. Lee hari ini melecehkan Euis lagi, Euis lelah pak, lama-lama Mr Lee bisa saja memperkosaku, pak. Cariin Euis jodoh aja pak, Euis udah pasrah sama nasib..hiks... " Isak Euis sungguh menyayat hati Kartono.

Kartono melirik Nurdin yang ikut mendengar suara Euis di sebarang sana. obrolan tidak berlangsung lama, Euis mematikan panggilannya sepihak.

"Ajak aku menghadap juragan Ali, Din!" Kartono mengusap kasar air matanya yang baru saja lolos.

...💐💐💐💐💐...

B e r s a m b u n g...

Gaes jangan lupa like, komen ya.. Terima kasih 🩷🩷

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!