Kediaman megah Duke Caleste...
Seorang gadis muda cantik seperti dewi kayangan terbaring lemah dengan wajah pucat diatas rerumputan disekitar danau buatan di kediaman megah Duke Caleste.
"Astaga , Nona muda!" pekik seorang pelayan yang memang sengaja mencari keberadaan sang Nona muda yang menghilang secara tiba-tiba.
Pelayan itu berteriak kencang memanggil rekannya sambil menangis bersimpuh didekat kepala sang Nona muda yang tampak pucat dengan tubuh basah kuyup. Kediaman megah yang berada di tengah-tengah kawasan Dukedom atau wilayah kekuasaan Duke Caleste mendadak ricuh dan heboh dengan kejadian yang dialami oleh putri bungsu Duke Caleste.
Jeannette Ruby Caleste, putri bungsu Duke Marvin Elliot Caleste yang biasa dipanggil Duke Caleste yang baru saja hendak melakukan debutante kedewasaannya tiba-tiba saja ditemukan dengan kondisi tidak sasaran diri di pinggir danau buatan dikediaman tersebut.
Alam bawah sadar Jean.
"Tolong aku!!! Selamatkan bayiku!! To-tolong!! Aku mohon!!!" teriak Putri Jean sekuat tenaga sambil menahan rasa sakit pada pinggul dan perutnya.
Didalam ruangan sempit, gelap, dan pengap itu, ia sekuat tenaga menahan rasa sakit dan lapar sambil berteriak meminta pertolongan akan dirinya dan bayi dalam kandungannya.
Jean menjadi seorang Putri atau istri sah dari pangeran kelima Oscar De Alonso setelah dinikahi pria itu. Jean hidup bahagia menjadi istri sah pangeran kelima setelah menikah hingga kebahagian itu langsung lenyap disaat ia mengandung anak pertamanya tiga bulan.
Pangeran Oscar membawa selir ke kediaman mereka saat ia pulang dari perang diperbatasan dengan membawa kemenangan bersama Putra Mahkota Alexis Zion Alonso. Tidak hanya itu saja, Jenderal perang dan panglima nya yang tidak lain adalah kedua kakak laki-laki Jean, pulang dalam keadaan tidak bernyawa dalam peperangan itu. Kemalangan itu semakin memperparah rasa sakit dihati Jean selain dengan kedatangan wanita lain dalam rumah tangganya.
Memang bukan hal yang tabu di kerajaan Venezia mempunyai seorang istri sah dan beberapa selir dan gundik. Hal demikian adalah hal yang wajar dan biasa bagi pria yang mempunyai kedudukan tinggi dan kekayaan yang sama seperti para bangsawan dan pejabat kerajaan. Namun bagi Jean yang ingin seperti kedua orang tuanya yang hanya memiliki satu istri, hal itu menjadi pukulan hebat untuk hati dan harga dirinya.
Tidak hanya itu saja, setelah kematian kedua kakaknya di medan perang, Duke Caleste beserta istrinya Duchess Caleste dan semua pelayan di kediaman itu mati dalam keadaan yang mengenaskan akibat penyerangan oleh orang yang tidak dikenal.
Jean semakin hancur dan terpuruk karena kehilangan pegangan bertubi-tubi dalam keadaan sedang mengandung. Perlakuan Pangeran Oscar sang suami juga semakin menjadi-jadi dengan perlakuannya yang semena-mena dan bahkan terang tegangan melakukan kekerasan fisik pada istri sahnya Jean.
Kehamilan Jean tidak membuat Pangeran Oscar peduli ataupun berubah dengan bersikap layaknya seorang suami padanya. Ia bahkan dengan tega menyiksa Jean yang sedang hamil hanya karena Jean tidak sengaja menumpahkan air sehingga membuat selir kesayangan Pangeran Oscar bernama Garcia Martinez menangis karena terpeleset.
Pangeran Oscar dengan tega mengurung Jean diruang penjara bawah tanah yang gelap, kecil dan pengap. Ia bahkan sengaja tidak diberikan makan secara teratur padahal sang istri dalam keadaan hamil.
Para penjaga dan pelayan dikediaman Pangeran kelima tidak mampu menolongnya karena tidak ingin mendapatkan kemarahan atau kehilangan nyawa karena membantu Jean. Garcia semakin besar kepala dengan perlakuan istimewa Pangeran kelima padanya.
Wanita itu bahkan dengan sengaja mendatangi ruang bawah tanah itu untuk menyakiti hati Jean yang sudah hancur semakin hancur.
Ia dengan bangga tertawa bahagia melihat penderitaan Jean yang tampak mengenaskan dalam ruangan sempit itu.
"Hahahaha, tidakku sangka, Putri Duke Caleste yang terhormat menjadi perempuan yang menyedihkan seperti ini! Lihatlah betapa menyedihkan nya dirimu saat ini! Tidak ada lagi wajah cantikmu yang selama ini menjadi buah bibir semua orang yang selalu menyanjung dan mengagumi! Yang ada sekarang hanya wajah jelek dan tidak berguna untuk kediaman megah Pangeran kelima. Bahkan Pangeran pun jijik untuk melihatmu apalagi sampai menyentuh wajah jelekmu itu! Hahahaha....," ucap Garcia dengan tawa penuh kemenangan sambil menatap rendah Jean.
Puas menghina dan merendahkan Jean diruang pengap itu, Garcia langsung pergi menuju paviliun tempat Jean selama ini tinggal dikediaman Pangeran kelima. Ia akan mengambil tempat itu dan menjadikan paviliun tersebut menjadi miliknya. Pangeran kelima membebaskan Garcia untuk melakukan apapun karena kepintaran Garcia dalam memikat dan memuaskan sang Pangeran saat di ranjang.
Suatu malam, Jean tanpa sengaja mendengar pembicaraan penjaga yang ada diluar jika pelayan pribadinya di siksa sampai mati oleh orang suruhan Oscar karena mengetahui sebuah rahasia tanpa sengaja.
Dengan keinginan dan rasa ingin tahu yang besar, Jean sekuat tenaga yang ada berteriak meminta pertolongan sehingga membuat penjaga ruangan tersebut mendatangi Jean yang sudah tampak memprihatinkan.
"Putri, apa yang terjadi? Maafkan kami yang hanya bisa diam saja dan tidak bisa menolong Putri," tanya salah satu penjaga dengan mimik muka sedih dan kasihan.
"Putri, makanlah roti ini dulu dengan cepat sebelum Putri bicara! Ini jatah rotiku, jadi Putri tidak usah takut karena saya sengaja menyisihkan nya untuk Putri. Maaf, hanya ini yang bisa saya lakukan saat ini," ucap penjaga yang satunya sambil menyelipkan sebuah roti ke tangan Jean yang kotor.
Jean pun memakan roti tersebut dengan lahap sebelum ketahuan oleh Oscar dan Garcia. Atas desakan Jean, kedua penjaga itu mengatakan alasan pelayan pribadi Jean disiksa sampai mati.
Jean menangis sambil meraung dengan pilu saat mendengar kenyataan jika penyebab kematian kedua orangtua nya adalah karena sang suami.
"Bajingan kau, Oscar!!! Aku membencimu hingga ketulang-tulang! Aku bersumpah dengan rasa sakit yang aku dan keluargaku alami, aku akan membalas semua perbuatanmu dengan balasan yang tidak pernah kau bayangkan selama ini! Jika dikehidupan ini aku mati sebelum membalas dendam maka aku akan membalasnya dikehidupan berikutnya meskipun aku harus menjual jiwaku untuk membalasmu, Oscar!!! Akhhhhhhh, sakit!!!" teriak Jean dengan airmata yang mengalir dan mata penuh dengan api dendam menjerit kencang saat perutnya melilit kencang diiringi darah yang mengalir disela kedua pahanya.
Jean ketakutan melihat darah keluar dengan diiringi rasa sakit yang hebat pada perutnya. Ia sekuat tenaga menahan rasa sakit tersebut sambil menangis dan menggigit bibirnya seraya mengusap perut buncitnya yang mengeras.
"Dewa, jika keajaiban itu ada, tolong selamatkan anakku! Namun jika tidak, biarkan anakku pergi bersamaku agar tidak ada yang menyakitinya! Jika aku bisa mengulang waktu, aku tidak akan pernah menikahimu Oscar De Alonso dan jatuh cinta pada pria jahat dan berhati iblis seperti mu!" lirih Jean dengan bibir bergetar sebelum kesadarannya menghilang.
"Ugh,,," lenguh Jean sambil berusaha membuka kelopak matanya.
Darya terkejut melihat Nona mudanya terbangun dari pingsannya diatas pangkuan gadis muda itu. Airmatanya mengalir deras sebagai wujud rasa syukur dan lega begitu melihat Jean membuka matanya.
Jean yang masih lemah memejamkan matanya kembali karena cahaya terang membuat kepalanya sakit.
Suara tangisan dan ucapan lirih Darya pelayannya membuat Jean kembali membuka matanya dengan tatapan bingung dan heran.
"Dimana ini? Kenapa terang sekali? Apa aku sudah di Surga? Atau apakah ini mimpi?" tanya Jean dengan suara yang sangat lirih dan hampir tidak terdengar oleh telinga Darya yang masih tetap memangku kepala Jean.
Bersambung...
Jean terkejut saat melihat pelayan pribadinya Darya masih hidup dan menangis sambil memangku kepalanya. Ribuan pertanyaan yang saat ini bersarang dikepalanya menjadi terpendam karena tiba-tiba saja tubuhnya diangkat oleh beberapa pria berpakaian penjaga dari pangkuan Darya.
Jean diam saja karena suaranya menyangkut ditenggorokan saking syok dengan apa yang ia alami saat ini.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Darya masih hidup dan aku menjadi lemah seperti ini? Bukankah Darya sudah mati di siksa oleh orang suruhannya bajingan itu? Kenapa juga wajah Darya terlihat masih muda? Ini sungguh membuat aku bingung," batin Jean dengan bertanya-tanya sendiri.
Darya dengan sigap memandu penjaga membawa Jean menuju kamar pribadi Nona mudanya itu di kediaman utama yang tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang termasuk pelayan dan penjaga di kediaman Duke Caleste kecuali dirinya sebagai pelayan pribadi Jean dan keluarga besarnya.
"Panggilkan dokter Geraldine dan Dame Charles ke lantai dua sekarang juga!" perintah Darya pada salah satu penjaga yang membantu membawa Jean begitu Jean diletakkan diatas tempat tidur.
"Baik, Darya! Apakah kami harus memberitahu insiden ini pada Yang Mulia Duke dan Duchess?" jawab penjaga bernama Hugo sambil bertanya.
"Tidak perlu! Kita tidak bisa membuat kekacauan dengan berita tentang insiden ini yang pasti akan membuat citra Nona memburuk dikalangan Nona bangsawan kelas atas! Terlebih lagi saat ini di aula sedang ada pesta perayaan debutante Nona yang menjadi fokus Yang Mulia Duke dan Duchess. Usahakan memanggil dokter Geraldine dan Dame Charles secara diam-diam agar insiden yang dialami Nona tidak tersebar keluar," jawab Darya dengan tegas.
Hugo mengangguk mengerti dengan jawaban Darya yang memang masuk akal. Jean mendengarkan dengan jelas pembicaraan keduanya tanpa berusaha untuk ikut bicara menyuarakan kebingungannya.
"Oh ya, satu lagi! Pastikan semua penjaga dan pelayan yang mengetahui insiden ini untuk mengunci mulut mereka dan tidak menyebarkan insiden ini kepada siapapun termasuk rekan sesama pelayan di kediaman ini!" tambah Darya lagi sebelum Hugo melewati ambang pintu.
"Baik, akan saya lakukan!" sahut Hugo mengerti.
Darya langsung berjalan untuk menutup pintu kamar Jean begitu Hugo dan temannya menghilang dari pandangannya. Ia berjalan mendekati ranjang tempat tidur menghampiri Jean yang masih terlihat kebingungan.
"Nona muda, apa yang anda rasakan saat ini? Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Nona ada disana dalam keadaan basah kuyup seperti kecebur dalam danau?" tanya Darya dengan lembut sambil membuka pakaian Jean yang basah.
Ia masih menunggu jawaban Jean sambil berlalu memasuki sebuah ruangan untuk mengambil pakaian kering untuk Jean.
"Tahun berapa sekarang ini Darya?" tanya Jean balik tanpa menjawab pertanyaan Darya sebelumnya dengan suara lirih.
Darya mematung mendengar keanehan dalam pertanyaan Nona mudanya sehingga gadis itu cepat-cepat keluar dari ruangan khusus untuk menyimpan pakaian dan perlengkapan pribadi Jean ada dikamarnya.
"Nona, apa terjadi sesuatu? Bagaimana anda lupa ini tahun berapa?" tanya Darya dengan muka panik mendekati tepi ranjang.
"Entahlah, aku lupa. Yang aku ingat seperti ada sesuatu yang menghantam kepalaku begitu keras hingga rasanya begitu menyakitkan seperti mau mati," jawab Jean yang teringat akan penderitaannya yang masih terasa sangat nyata.
"Nona, maafkan pelayan bodohmu ini yang telah lalai dalam menjagamu!" ungkap Darya sambil menangis terisak dengan menggenggam hangat tangan Jean yang dingin.
Hati gadis itu semakin sakit saat melihat wajah pucat, dan lemah Jean seakan-akan Nona mudanya baru saja mengalami kejadian yang sangat buruk sehingga meninggalkan rasa sakit dan trauma yang mendalam. Tatapan mata yang selama ini selalu ceria dan hangat mendadak berubah menjadi kosong, dingin, dan nyaris tidak ada kehidupan disana.
"Nona, sekarang tahun ketiga kerajaan Venezia dan saat ini Nona sudah memasuki usia legal yaitu delapan belas tahun. Dan hari ini adalah pesta debutante pertama anda dikalangan Nona bangsawan kelas atas," ucap Darya memberitahu Jean yang ditanggapi dengan raut wajah Jean yang terkejut dan syok.
Jean berusaha duduk meskipun sedikit susah karena tubuhnya yang lemah. Darya dengan sigap membantu Jean duduk dan bersandar dikepala ranjang dengan menaruh beberapa bantal empuk dibelakang punggung Jean agar Nona mudanya nyaman.
Jean pun menangis tanpa suara dengan bahu naik turun sehingga Darya pun ikutan menangis melihat kesedihan, ketakutan, kelegaan yang ia lihat dimata sang Nona.
"Aku tidak tahu bagaimana ini semua bisa terjadi, yang pastinya aku bahagia bisa kembali dimasa kehidupanku masih utuh. Entah ini anugerah dari Dewa atau kesempatan kedua untukku memperbaiki takdir kehidupanku, aku sangat bersyukur. Jika ini memang kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya, aku akan mempergunakannya sebaik mungkin dan melindungi semua orang yang aku sayangi dari para penjahat di masa lalu. Darya, Ayah, Ibu, dan kedua kakakku, aku akan melindungi kalian semua dengan segala ingatan yang aku punya dikehidupan lampau. Tidak akan aku biarkan mereka menyentuh kalian semua sedikitpun selama aku masih hidup," batin Jean dengan penuh tekad untuk melindungi keluarganya.
Sementara itu, Dokter Geraldine yang dipanggil secara diam-diam menjadi cemas mendengar apa yang terjadi pada Nona muda Caleste yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Begitu sampai di tangga lantai dua kediaman utama Caleste, dirinya bertemu dengan temannya Charles yang seorang Dame atau ksatria bayangan Caleste dibawah pimpinan Duke muda yang seorang Jenderal perang kerajaan Venezia yaitu Jenderal muda David Louis Caleste kakak pertama Jean.
"Apa kau dipanggil juga oleh pelayannya Jean?" tanya Dokter Geraldine pada Dame Charles dengan kening berkerut.
"Hmm," jawab Dame Charles dengan deheman yang membuat dokter Geraldine mendengkus kesal.
"Ck, kau sama saja dengan pimpinanmu yang datar dan dingin itu," omel Dokter Geraldine dengan muka kesal.
Dame Charles tidak menghiraukan gerutuan dokter Geraldine dan terus berjalan menaiki tangga menuju kamar Nona mudanya dengan langkah tegas dan tegap khas seorang knight atau ksatria.
Suara ketukan pintu membuat Jean mengusap air matanya dan tetap duduk dengan pakaian yang sudah berganti. Darya membukakan pintu dan menunduk hormat pada dokter Geraldine yang masuk terlebih dahulu lalu diikuti oleh Dame Charles dibelakangnya.
"Jean, apa yang terjadi padamu? Bagaimana bisa kau ditemukan dalam keadaan seperti itu? Berbaringlah karena kakak akan memeriksamu!" cerca dokter Geraldine dengan wajah cemas dan panik duduk dipinggir ranjang Jean.
Melihat wajah dokter Geraldine membuat Jean kembali menangis karena dimasa lalu, Dokter Geraldine sahabat kakak pertamanya mati dibunuh orang suruhan Garcia karena tidak mau mengobati ayah Garcia yang saat itu terluka parah.
Darya kembali panik dan cemas melihat Jean menangis lagi tanpa tahu penyebabnya. Begitu juga dengan dokter Geraldine yang bertambah cemas melihat tangisan Jean begitu menyayat hati. Ia mengira Jean kesakitan sehingga ia cepat-cepat membuka kotak persegi yang ia bawa kemana-mana. Sama halnya dengan Darya dan dokter Geraldine, Dame Charles juga panik dan cemas meskipun raut mukanya masih datar tetapi jantung dan matanya terlihat jelas memperlihatkan perasaan itu dengan debaran kencang didadanya karena ikut sedih mendengar tangisan itu.
"Jean, katakan pada kakak mana yang sakit?" tanya Dokter Geraldine dengan suara serak karena ikutan menangis.
Bersambung...
Dokter Geraldine memeriksa keadaan Jean dengan detail dan cermat hingga beberapa kali guna meyakinkan jika tidak ada luka ditubuh gadis itu.
Jean sudah berhenti menangis beberapa saat lalu karena kasihan melihat wajah cemas dan panik ketiga manusia yang ada dihadapannya itu.
Ia tidak ingin dan tidak akan menjawab kenapa ia menangis terus karena apa yang ia alami cukup menjadi rahasianya sendiri.
"Jean, tubuhmu masih lemah dan terlihat tidak bertenaga. Meskipun tidak ada luka liar ataupun luka dalam, kakak tetap memintamu untuk beristirahat total hingga tenagamu benar-benar pulih. Jika ada keluhan lain, kau bisa suruh pelayan mu untuk memanggil kakak lagi," ucap dokter Geraldine dengan serius.
"Baik, kakak. Terimakasih banyak," sahut Jean sambil mengangguk pelan.
"Jean, mulai sekarang kakak akan mengirimkan dua Dame untuk menjagamu dari dekat!" putus Dame Charles tanpa ekspresi.
Jean terbelalak mendengar keputusan sepihak Dame Charles. Darya dan dokter Geraldine yang mendengarkannya hanya diam dan tidak bereaksi apa-apa karena bagi mereka itu hal yang bagus untuk Jean. Namun bagi Jean, itu akan membuat semua gerak geriknya menjadi tidak bebas untuk melancarkan rencana yang ada dalam otaknya.
Melihat wajah keberatan yang ditunjukkan Jean, Dame Charles langsung memberikan peringatan jika penolakan Jean ditolak karena untuk keselamatannya.
"Jean, tidak usah kau pikirkan tentang hal itu. Sekarang beristirahatlah dengan banyak karena nanti malam pesta debutante mu akan dimulai. Tidak mungkin bukan jika bintang pestanya mangkir dari acaranya sendiri?" ucap dokter Geraldine yang dibenarkan oleh Darya dan Dame Charles.
"Baiklah, aku akan beristirahat hingga nanti malam. Tapi bisakah kalian bertiga tidak lagi memanggilku dengan panggilan Jean? Entah kenapa aku tiba-tiba saja tidak suka dengan panggilan itu! Panggil aku Ruby mulai sekarang hingga seterusnya!" sahut Jean dengan lembut dan tegas secara bersamaan.
Ketiganya saling berpandangan lalu kompak mengangguk setuju dengan permintaan sang Nona muda.
Dokter Geraldine dan Dame Charles pun pamit keluar meninggalkan Darya yang masih dikamar itu untuk mengurus sang Nona.
Sementara itu di aula tempat pesta debutante Ruby berlangsung, Duke Caleste dan Duchess Caleste sedang mengawasi pekerjaan para pelayan yang sedang bekerja menyiapkan segala kebutuhan untuk pesta nanti malam agar sempurna dan tidak ada kesalahan sedikitpun.
"Suamiku, kenapa seharian ini aku tidak melihat putri kita? Padahal selama ini dialah yang paling antusias tidak sabaran ingin mengadakan pesta debutante pertamanya dengan mewah dan meriah," ucap Duchess Everly Marie Caleste sambil mengawasi pelayan yang mengatur bunga-bunga menghiasi ruangan aula tersebut.
"Kau benar, istriku! Setiap akan melakukan pesta perayaan, Jean kita pasti yang paling bersemangat dan antusias ingin terlibat didalamnya. Apa jangan-jangan anak itu kabur kepasar seperti biasanya?" sahut Duke Marvin Elliot Caleste sambil menduga-duga.
"Sepertinya tidak, suamiku! Lihat, Dame Juan masih berkeliaran diluar sana sedari tadi, dan itu artinya Jean masih ada di kediaman utama," bantah Duchess Everly sambil mengangkat tangan menunjuk kearah seorang ksatria yang terlihat mengawasi keadaan diluar dengan serius.
"Benar juga," gumam Duke Marvin membenarkan bantahan sang istri.
Duchess Everly yang masih penasaran memutuskan untuk menyerahkan pengawasan para pelayan pada Butler Yu dan keluar dari ruang aula dengan diikuti Duke Marvin yang juga menyerahkan tugas dirinya pada tangan kanannya bernama Bruce.
Jarak aula pesta dengan kediaman utama kediaman Duke Caleste tidak terlalu jauh karena bangunan keduanya terpisah oleh rumah kaca milik sang Duchess.
Begitu memasuki kediaman utama, keduanya dicegah oleh Dame Charles yang baru saja turun dari lantai dua mengantarkan beberapa obat yang diresmikan oleh dokter Geraldine.
Duke Marvin dan Duchess Everly terkejut dan syok akan berita yang disampaikan Dame Charles tentang kejadian yang dialami oleh putri bungsu mereka Jean.
"Ya tuhan, aku sungguh ibu yang buruk karena tidak tahu akan kemalangan yang dialami putriku," ucap Duchess Everly sambil menangis menyesali diri.
Tidak hanya Duchess Everly yang menyesal, Duke Marvin juga menyesal karena terlalu sibuk menyiapkan pesta sehingga abai akan keadaan sang putri seharian ini.
"Ini bukan salah Yang Mulia Duke ataupun Yang Mulia Duchess. Ini murni musibah yang saat ini masih saya selidiki penyebabnya. Kuat dugaan saya jika ada seseorang yang sengaja melakukan semua ini pada Nona muda sehingga Nona muda bisa seperti ini," sahut Dame Charles menguatkan kedua Tuannya agar tidak menyalahkan diri sendiri.
"Kalau dugaanmu begitu kuat, aku perintahkan secara penuh padamu untuk mengusut kejadian ini hingga keakar-akarnya sampai tuntas!" titah Duke Marvin dengan wajah gelap menahan amarah didadanya.
"Baik Yang Mulia, akan hamba laksanakan!" jawab Dame Charles dengan hormat.
Pria itu langsung pergi dari hadapan keduanya setelah memberikan salam hormat dengan dilanjutkan pasangan suami istri itu menuju lantai dua kamar sang putri.
Duchess Everly menangis dalam diam ketika memasuki kamar Jean/Ruby dan duduk disisi kepala sang putri. Darya kembali menceritakan awal ia menemukan Ruby dan berlutut mengaku salah karena telah lalai menjaga dan mengawasi Ruby hingga kejadian ini terjadi.
Duke Marvin hanya diam mendengarkan ucapan Darya sambil menatap lembut putri kesayangannya dengan tatapan penuh cinta seorang ayah.
Duchess Everly mengusap pipi pucat Ruby dan berkali-kali mengecup lembut kening sang putri dengan kata-kata penyesalan dalam hatinya.
"Istriku, ayo kita keluar! Biarkan putri kita beristirahat lebih banyak agar kondisinya cepat pulih. Dan kau Darya, kali ini kesalahanmu aku maafkan! Jaga putriku dengan baik mulai sekarang hingga seterusnya dan jangan tinggalkan dia baik dalam kondisi apapun sekalipun itu perintah langsung putriku! Kau paham?" ucap Duke Marvin pada sang istri sambil memberikan perintah dan peringatan pada Darya.
"Terimakasih, Yang Mulia! Hamba tidak akan merusak kepercayaan yang anda berikan kali ini! Hamba akan selalu menjaga Nona muda apapun keadaannya sesuai perintah Yang Mulia," jawab Darya masih bersimpuh dilantai.
Duke Marvin mengangguk pelan dan mengecup lembut kening Ruby sebelum keluar dari kamar sang putri bersama sang istri.
Darya menarik napas lega begitu keduanya sudah pergi dari kamar tersebut. Ia kembali berdiri dan menatap wajah damai Ruby dengan tatapan penuh tekad untuk menjaga sang Nona meskipun nyawa taruhannya.
Ditempat yang berbeda...
Hosh...hosh...hosh...
Suara deru napas terdengar begitu kencang saat seorang pria tampan terjaga dari tidurnya dengan wajah pucat dan tubuh bermandikan keringat.
"Astaga, apakah itu sebuah mimpi? Kenapa begitu sangat menakutkan sehingga rasanya baru saja aku alami," ucap pria itu dengan bahu naik turun dan napas yang masih ngos-ngosan.
Ia memejamkan matanya guna menormalkan detak jantungnya yang menggila karena mimpi tersebut.
"Siapa wanita itu? Kenapa tatapan matanya tampak tidak asing bagiku?" gumam pria itu dengan lirih nyaris tidak terdengar.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!