NovelToon NovelToon

Empat Istri Lima Sekarat

1

  "Empat sehat, lima sempurna" adalah slogan hidup dari seorang lelaki muda bernama Austin, namun tak seperti arti slogan yang biasa kita artikan dari kalimat diatas, bagi Austin empat sehat dan lima sempurna ini artinya dia harus memiliki lima dari benda, barang, hewan atau bahkan manusia yang dia sukai, misalnya gantungan kunci yang dihiasi dengan karakter Spongebob, kartun favoritnya sejak ia berusia lima tahun.

  Austin selalu memiliki lima benda yang sama atau mirip dan kini kebiasaan itu telah membawanya pada pemikiran yang dimana bertujuan untuk menikah dengan lima gadis dari beberapa kota besar di negaranya tersebut.

***

  "Nadia, bersihkan rumah, Mama mau pergi ke pasar sebentar!" Ucap Rina sambil melangkah keluar dari rumahnya, meninggalkan anak sulungnya yang bernama Nadia diruang tamu.

 "iya, Ma!" Jawab Nadia pelan tanpa menoleh pada Rina yang kini berjalan halaman rumah, menunggu angkot yang akan membawanya pergi ke pasar pagi itu.

   Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara yang terdiri dari satu anak perempuan dan dua anak laki-laki kembar itu, Nadia sudah terlatih menjadi anak yang rajin dan penuh tanggungjawab, rumah itu selalu bersih dan rapi berkat jasa gadis berusia dua puluh empat tahun itu.

  "Kak, aku mau makan, ikannya bisa ku makan dua potong?" Tanya Ardi dari dapur sembari membawa piring dikedua tangannya.

 "Iya.... " jawab Nadia yang lagi-lagi tak menoleh pada adik pertamanya tersebut.

 "Oke!" Seru Ardi lalu kembali melangkah kedalam dapur.

   Satu persatu butiran mutiara yang telah dilubangi itu dengan cekatan dirajut kedalam sehelai benang nilon berwarna putih itu hingga dibentuk menjadi sebuah kalung, gelang atau anting sesuai dengan imajinasi yang ada didalam benak Nadia. Baru beberapa menit ia melakukan pekerjaan tambahannya tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah suara benda yang terjatuh dari arah dapur.

  Trangg trangg trangg trangg

  Kuali diatas kompor jatuh dan daging ayam dengan kuah kari itu berserak diatas lantai, Nadia mematung sejenak, matanya melirik kearah dapur dimana saat ini Ardi berdiri dengan jantung berdegup kencang.

 "ARDIIIIIII!" Sebuah teriakan terdengar menggema di seluruh ruangan dirumah itu, Arda (saudara kembarnya Ardi) segera berlari dari kamarnya menuju ruang tamu dimana saat ini kakak tertua dan Papanya berada.

  "Pa, selamatkan Ardi!"

 "Papa tidak berani Arda, kau tahu sendiri bagaimana Kakakmu kalau sudah marah, jangankan Papa, harimau saja bisa ciut didepannya!" Ujar Mario.

 Nadia mulai meletakkan benang nilonnya, perlahan beranjak dari sofa lalu menghampiri Ardi kearah dapur.

 "Kakkkk!" Panggil Ardi dengan suara pelan, terdengar lemas dan penuh ketakutan, selayaknya anak ayam yang baru saja terpisah rombongannya.

"Pungut, bersihkan lantainya, cuci kualinya!" Ucap Nadia pelan, kali ini ia tidak berteriak, justru dengan tenang memberitahu adiknya tentang hal apa saja yang harus dilakukannya selanjutnya.

  Ardi memegangi jantungnya yang hampir melompat keluar dari dadanya, ditatapnya belakang punggung Nadia, gadis itu berjalan kembali ketempat duduknya, melanjutkan pekerjaannya yang tertunda beberapa menit lalu.

   "Astaga, apa yang terjadi dengannya?" Batin Ardi mengerutkan keningnya, namun sebelum ia benar-benar merasa lega, ia bergegas membersihkan tumpahan lauk diatas lantai lalu mencuci piring diatas wastafel.

  "Ardi, tolong sekalian cucikan piring diatas wastafel yah!" Ucap Nadia sedikit berteriak.

 "Ii... iya... Kak" Jawab Ardi gugup.

   Adapun Mario dan Arda yang duduk di hadapan Nadia saling bertukar pandang, tak biasanya Nadia berbicara selembut sebelumnya.

  "Aneh, apa kepala anak ini baru saja terbentur kapal atau bagaimana?" Mario berbicara dalam hati.

 Ting

  Nadia merogoh kantong celananya, di layar biru itu tampaknya sebuah pesan baru saja dikirim oleh pacarnya, Austin.

 "Sayang, maaf aku tak bisa pergi denganmu malam minggu ini, aku ada urusan mendadak!"

  Nadia menghela nafas panjang, menggelengkan kepalanya lalu membalas pesan teks dari pacarnya tersebut.

  "Yasudah, tidak apa-apa. Kita boleh pergi lain waktu!"

  Setelah membalas pesan Austin, ia kembali membuat kerajinan tangan dari bola-bola mutiara itu, memotret beberapa kerajinan yang sudah selesai lalu mengunggahnya pada akun belanja daring yang sedang ramai dipakai oleh khalayak umum.

   Sepersekian menit ruangan itu masih hening, suasana tak biasa itu justru membuat Mario dan kedua anak kembarnya merasa aneh dengan perubahan sikap Nadia hari ini.

  "Aku mau mengirim paket-paket ini ke kurir, tolong bersihkan rumah, nanti aku bawakan martabak untuk kalian!" Ujar Nadia begitu ia keluar dari kamarnya sembari membawa sekantong besar kerajinan tangannya yang dipesan oleh beberapa orang dari akun media sosialnya.

  "Iya..., Kak... aku dan Arda akan membersihkan rumah, Kak Nadia hati-hati ya!"

 Nadia memasang wajah serius, ia menatap kedua adik dan Papanya yang tampak memasang wajah tegang.

 "Kalian ini kenapa sih? Kayak habis ngelihat setan saja!" Kesalnya lalu beranjak keluar, dihalaman rumah yang tak begitu mewah itu telah terparkir sebuah motor matic berwarna pink miliknya, dengan motor itu ia mengantar paket yang berisi kerajinan tangannya.

  Disisi lain saat ini Austin sedang menyemprotkan parfum di seluruh pakaiannya, aroma parfum Dunhill blue itu memiliki aroma romantik dan segar yang dapat memberikan kesan maskulin pada lelaki berusia dua puluh lima tahun tersebut.

 Ceklek

  Suara kenop pintu, Austin keluar dengan jaket berwarna coklat yang terbuat dari kulit premium itu. Rumah luas dan mewah bernuansa kerajaan itu terlihat seperti sebuah mansion dengan beberapa furnitur mahal yang berkilauan dibeberapa sudut ruangannya, yang tentunya sangat jauh berbeda dengan rumah pacar, Nadia.

  "Ma, minta uang!" Seru Austin dari tangga.

    Wanita paruh baya bernama Erlina itu tampak tersenyum pada anak semata wayangnya, Austin berjalan semakin mendekat, memeluk dan mencium pipi Erlina dengan lembut.

  "Mau uang berapa sayang?"

  "Lima juta saja!" Jawab Austin tersenyum, merapikan kembali rambutnya yang terlihat masih setengah kering.

  Bagi Erlina, Austin adalah harta paling berharga di hidupnya, sejak anak semata wayangnya itu masih berumur belia, ia sudah mendapatkan cukup banyak cinta dan perhatian, disayangi dan dimanjakan bahkan tak sekalipun permintaannya ditolak.

  "Hahaha, Papa sudah menebaknya, entah mengapa kau ini suka sekali dengan angka lima, apa menurutmu itu adalah angka keberuntungan mu?" Tanya Agus.

  "Papa, bisa saja.... "

 "Ini, Papa beri lima juta, hemat-hemat, jangan terlalu borossss!" Agus merogoh dompetnya, uang lima juta bukanlah hal kecil baginya.

   Senyum mengembang di wajah Austin sebab keinginannya selalu terpenuhi sejak dulu, setelah menerima uang itu, Austin bergegas berangkat kekampus menggunakan motor Ducati Panigale V4 R berwarna merah itu. Motor yang ia dapatkan telat dihari ulang tahunnya pada dua bulan lalu.

  Motor Ducati merah itu berhenti diparkiran, Harry datang menghampirinya dari arah belakang sambil membawa sepotong roti ditangannya.

  "Wihhh, motor baru...., jaket juga baru.... " ucap Harry menepuk bahu Austin.

  "Pacar baru juga..... hahahaha "

  "Hah?"

  Harry terdiam dengan mulut menganga, ia mematung menatap Austin yang bergegas pergi dari parkiran sambil bersiul, katanya liar menatap gadis-gadis cantik yang dilewatinya, sesekali matanya berkedip, tangannya mengurai pelan rambut panjang gadis-gadis itu.

  "Astaga, Austin.... kau ini kan sudah punya pacar, cantik dan pintar mencari uang, kenapa masih mencari yang baru lagi?" Batin Harry menggelengkan kepalanya.

  Harry kembali berjalan mengejar Austin hingga sampailah mereka di sebuah ruangan tempat mereka dan teman-teman mereka yang lainnya berkumpul.

  "Hai sayang!"

  "Haiiiii!"

  Austin melambaikan tangannya pada Laura, pacar keduanya yang dimana Laura adalah sahabat dekat dari pacar pertamanya yaitu Nadia.

  "Harry, kenalin ini pacar baruku, Luara!"

  "Laura, ini teman dekatku namanya Harry!" Austin memperkenalkan keduanya.

   Harry dan Laura saling bertukar senyum dan berjabat tangan, semua orang disana tampak senang dengan perkenalan keduanya. Harry menggaruk kepalanya beberapa saat, melirik pada teman baiknya Austin lalu menarik tangannya.

"Teman-teman, sebentar ya.... " ucapnya tersenyum.

"Apa yang kau lakukan, Harry?"

"Seharusnya aku yang bertanya, Austin. Apa yang baru saja kau katakan? Apa kau dan Nadia sudah putus sampai kau berpacaran dengan gadis itu, tapi meskipun begitu, kau seharusnya tidak langsung pacaran, apa kau tidak memikirkan perasaan Nadia sama sekali? Kalian kan sudah pacaran selama dua tahun lebih, jadi bersikaplah sedikit lebih dewasa Austin!" Ujar Harry geram sambil memarahi teman baiknya tersebut.

Namun bukannya sadar akan kesalahannya justru Austin tertawa terbahak-bahak hingga membuat Harry kesal yang berujung menatap dirinya dengan tajam.

"Hahahahaha!"

"Owhhh maaf, maaf!"

"Kau ini lucu sekali, aku tidak mengatakan kalau aku dan Nadia sudah putus, kau tidak ingat apa yang kukatakan diparkiran tadi? Pacar baru...., pacar lama masih ada... tapi disimpan dihati dulu!"

"Apa? Bisa-bisanya kau bicara seperti itu, Austinnnn!"

"Ahhhhk kau ini, seperti tidak tahu saja, aku ini kan play boy internasional, hidup setia pada satu wanita? Astaga.... itu bukan tipeku!"

Brakkk Brakkkk Brakkkk

"AAAAAAA, SIAPA YANG SUDAH BERANI-BERANINYA MELEMPAR SAMPAH MINUMAN INI KEPADAKU?"

"Hai, internasional play boy!"

2

  "Hai, internasional play boy!"

  Mendadak Harry dan Austin menutup mulut serentak, bola mata Austin bahkan hampir saja menggelinding keluar dari kepalanya.

  "Na.... Nadia... "

  "Kenapa? Kenapa dengan ekspresi wajah jelek kalian berdua? Seperti melihat setan saja!" Nadia tersenyum menyeringai melihat keduanya.

  "Harry!" Panggil Austin sambil menyenggol pelan lengan lelaki itu.

  "Apa?" Jawab Harry tanpa menoleh pada Austin.

  "Menurutmu, apa Nadia mendengar perkataan kita tadi?"

  "Nadia, apa kau mendengar pembicaraan kami tadi?" Harry bertanya saat setelah Austin bertanya padanya.

 "Astaga, anak ini.... yang benar saja, kenapa dia bertanya langsung pada Nadia?" Batin Austin panik.

  Nadia mengangkat kedua alisnya, kemudian tersenyum lalu mengangguk.

  "Haaahh? Benarkah? Sejak kapan kau berdiri disana?"

  "Hehhhh!"

  "Apa kau sedang menginterogasi ku? Apa urusanmu tentang sejak kapan aku berdiri disini? Hah? Cepat ambil ketiga botol minuman itu dan segera buang ketempat sampah!" Bentak Nadia meneriaki Harry dan Austin.

  Austin dan Harry segera memungut ketiga botol yang dilempar oleh Nadia sebelumnya dari atas lantai, disaat yang bersamaan Laura dan rombongannya keluar dari ruangan tempat mereka duduk setelah mendengar suara ribut di luar.

 "Sayang, ada apa?" Tanya Laura yang langsung berlari menghampiri Austin ke arah tempat sampah didepan ruangan.

  Lagi-lagi Harry menelan saliva dengan kasar sedangkan Austin mendadak kaku, Laura yang masih merangkul leher Austin pun belum menyadari kehadiran Nadia dikampus tersebut. Nadia melepaskan kedua tangannya yang semula terlipat didepan dada, dengan tajam ia menatap Laura dan Austin yang masih berdiri dihadapannya.

  "Sayang, kamu berkeringat, apa kau baru saja berlari karena dikejar hantu? Atau.... pacar pertamamu memergoki mu selingkuh denganku? Hahahahaha!"

  Laura kembali membuat Austin semakin terpojok ke tepi jurang seolah ajal si play boy internasional ini akan segera menemui ajalnya, sedangkan malaikat maut berwajah cantik itu mulai melangkah mendekati mereka, saat itulah Laura memutar kepalanya, menoleh kearah sumber suara langkah kaki itu.

  "Hah? Na... Nadia.... kenapa kau ada disini? Bukankah kau tidak ada kelas dikampus hari Sabtu?" Laura bertanya dengan terbata, sontak ia melepaskan rangkulan tangannya dari leher Austin.

  Keadaan semakin mencekam, Austin mendorong Laura menjauh darinya saat melihat Nadia melangkah semakin dekat kearahnya.

 "Sayang...., tenang dulu...., aku bisa jelaskan semuanya.... aku akan menjelaskan semuanya... "

  Plakkkk!

  "Hah?"

  "Aaaaaa!" Teriak beberapa orang bersamaan, termasuk Harry dan Laura, bahkan kini Laura tersungkur diatas lantai.

  "Menurutmu, kenapa aku bisa ada disini sekarang, padahal aku tidak ada kelas hari ini? Kenapa, internasional play boy dan selingkuhan Laura Meiga?"

  "Gawat, seperti telur diujung tanduk, kepala Nadia sudah keluar tanduk!" Ucap Harry pelan, menyembunyikan wajahnya dengan keduanya telapak tangannya.

 "Sebaiknya aku melarikan diri, Austin, semoga penderitaan mu menjadi-jadi!" Batin Harry mencoba melarikan diri dari lorong yang sudah mulai ramai itu.

 Namun baru saja melangkah kakinya, tiba-tiba Nadia berbalik.

 "Harry, kita masih perlu bicara, jadi tunggu aku diparkiran, sekalian antarkan pesanan di jok motorku pada teman-teman, daftarnya sudah ada disana!" Ujar gadis itu cepat, membuat Harry menelan kembali ludahnya.

 "Iya... "

   Harry menjawab dengan nada lemas, disertai dengan anggukan pelan. Begitu ia pergi meninggalkan tempat tersebut, Nadia kembali menatap tajam pada Laura dan Austin, hatinya hancur saat mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut sahabatnya itu, juga saat kedua tangan jenjang gadis itu merangkul manja leher pacarnya.

 "Sayang, aku dan Laura hanya bercanda.... jangan diambil hati!"

 "Iya, Nadia.... kamu kan tahu sendiri kalau aku gampang bergaul dengan lelaki, jadi kuharap kau mengerti... eummm bukan... maksudku... "

 Plakkk

   Tamparan kedua mendarat di pipi lain Austin, beberapa orang bersorak gembira sebab bukan kali ini saja Austin memacari gadis-gadis lain dikampus itu tanpa sepengetahuan Nadia.

  "Sayang.... "

  "Aku mau kita lose contact selama sebulan, jadi jangan dekati aku, jangan cari aku dan jangan hubungi aku, apa kau mengerti? Tuan Austin?" Nadia memotong perkataan Austin, lalu berbalik abadi mengibaskan rambut panjangnya, rambut hitamnya kembali menampar wajah dan mata Austin.

 Austin mencoba mengejar Nadia, saat tangannya hendak meraih pergelangan tangan gadis itu, dengan cepat Nadia berbalik dan memelintir tangan Austin.

 "Aaaaaaaaaa, sakit.... sakit..... sakit sayang!"

 Bhugggg

    Satu tendangan terakhir dan Nadia berlalu begitu saja sementara Austin tersungkur dilantai memegangi perutnya dengan tangannya, tak lama Laura datang membantunya berdiri dan merapikan rambut Austin uang berantakan.

  "Astaga, sayang.... aku takut sekali wanita itu akan menelan mu hidup-hidup!"

 "Aku juga takut..."

"Eummm sayang!"

"Iya sayang, ada apa? Apa kau haus? Ahhh astagaaa, apa perutmu sakit sekali?"

"Bukan.... sayang kurasa... sebaiknya kita putus saja sayang!" Ucap Austin pada Laura, sontak Laura melepaskan tangannya dari Austin.

 Plakkk

 "Laura!"

 "Kenapa? Kau mau putus denganku atau tidak? Hah? Kalau iya biar ku tampar lagi!"

 "Tapi... ya sudah... tidak usah putus!" Jawab Austin menunduk sembari memanyunkan bibirnya, barulah Laura memeluknya kembali, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Austin dan menepuknya pelan, dalam dalam hati Austin begitu ketakutan sekaligus merasa malu.

 "Bagaimana mungkin? Sudah dua setengah tahun aku menggeluti julukan play boy internasional ini, baru kali ini aku kepergok oleh Nadia, kenapa juga Laura harus memanggilku sayang? Kenapaaaaa?" Batinnya, berpura-pura menangis dengan mengeluarkan air mata buayanya.

Sementara saat ini Nadia dengan emosinya yang meluap-luap menghampiri Harry ke parkiran, lelaki muda itu berkeringat dingin, bagaimana tidak? Nadia berjalan dengan kedua tangan dikepal, wajahnya memerah bahkan nyaris mengeluarkan api amarah yang mungkin sebelumnya ia sudah simpan dari rumah mengingat insiden kuali jatuh beberapa waktu lalu.

"HARRY!"

"Iya..., Nadia!"

"SUDAH KAU ANTAR PESANANNYA?"

"Sudah, Nadia!"

"BAIKLAH, SEKARANG JAWAB, KENAPA KAU TIDAK MEMBERI TAHU KU KALAU AUSTIN SELINGKUH DARIKU? KENAPA HARRY?"

"Tenangkan dirimu Nadia, malu dilihat banyak orang!" Ucap Harry menarik Nadia lebih dekat padanya, orang-orang disekitar mereka mulai berbisik, membicarakan Nadia yang bicara keras-keras.

"AKU NGGAK BISA TENANG..... AKU NGGAK BISA TENANG!"

"NADIA, AKU JUGA BARU TAHU KALAU AUSTIN PUNYA PACAR BARU!" Sahut Harry tiba-tiba.

Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca namun ia tak lagi mampu berteriak, dalam benaknya ia ingin sekali mencaci-maki pacarnya yang memiliki julukan play boy internasional itu. Nadia menyeka air matanya sebelum Harry melihat, ia segera meraih kantong yang telah kosong ditangan Harry yang sebelumnya Nadia gunakan untuk tempat paket yang sudah terjual itu.

"Nadia, maaf, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dengan Austin!"

"Apa kau sudah tahu dari awal kalau Austin play boy?"

"Sudah, tapi dia mengancam ku, katanya aku tidak boleh membiarkanmu tahu hal itu!"

Nadia menundukkan kepalanya lalu segera naik keatas motor, menyandarkan kepalanya kebagian depan motor dengan kedua tangan sebagai alasnya, mulai menangis menghentakkan kedua kakinya.

"Eumm, Nadia..., kalau kau tidak keberatan... eummmm"

"Apa? Apa yang mau kau katakan, Harry?" Tanya Nadia sedikit kesal, ia masih menyandarkan kepalanya kebagian depan motornya.

"Kalau kau tidak keberatan, kau bisa berpacaran denganku kalau kau dan Austin sudah putus!" Jawab Harry.

Kalimat yang ucapkan Harry berhasil membuat Nadia kembali menegakkan badannya, ia masih memasang wajah datar namun Harry sudah mundur beberapa langkah menahan rasa takutnya.

"Berpacaran denganmu? Heumm, tidak akan....., aku tidak akan berpacaran denganmu jika aku putus dari Austin!" Ucap Nadia tegas dengan senyum menyeringai yang membuat Harry semakin bergidik ngeri.

"Lalu kau akan berpacaran dengan siapa kalau sudah putus dengan Austin? Apa jangan-jangan kau tidak mau berpacaran lagi?"

"Itu rahasia, hahahahaha, sudahlah.... aku mau pulang, awas saja kalau Austin mencoba berbuat curang lagi dibelakang ku, akan ku buat dia merasa malu seumur hidupnya.... hahahahaha!"

"Uhhh Nadia, kau membuatku takut!" Ucap Harry dalam hati.

Motor milik Nadia kini melaju meninggalkan parkiran, disepanjang jalan pulang pikirannya terus tertuju pada Austin.

"Kenapa kau tega menyelingkuhi aku Austin? Apa lagi kau selingkuh dengan sahabat ku sendiri, apa tidak ada perempuan lain yang bisa kau pacari selain Laura? Kenapa kau begitu tega melakukan hal ini?"

"Tunggu, apa kau benar-benar ingin lose contact dengan ku hanya karena aku mengatakan aku ingin lose contact denganmu selama sebulan? Apa itu keinginan mu Austin?"

Dialog demi dialog kini berjalan dalam benaknya, bahkan Nadia harus menepikan motornya sesaat untuk memeriksa apakah Austin benar-benar berhenti mengiriminya pesan. Nadia memeriksa kotak pesannya, dan benar saja kalau Austin belum mengirimkan pesan padanya bahkan setelah perkelahian ekstrim tadi.

Merasa kesal, Nadia memutuskan untuk kembali pulang sembari terus menunggu apakah akan ada pesan dari Austin untuknya.

3

  "Aku pulang!" Seru Nadia begitu ia melangkah kedalam rumah.

  "Ka Nadia, kenapa lemas begitu?" Tanya Arda saat melihat Nadia begitu pucat saat melangkah memasuki kamarnya.

 "Jangan ganggu aku, sebaiknya bersihkan rumah sebelum Mama pulang!"

 "Tapi Mama sudah pulang, tapi sudah pergi lagi sih, katanya ikut arisan!" Ucap Arda menganggukkan kepalanya dengan kedua tangan terlipat didada, ia bersandar pada batang pintu kamar kakaknya tanpa rasa takut.

  "Kau sedang bercanda ya? Pokoknya bersihkan rumah sebelum Mama pulang ke rumah, awas saja kalau rumah masih kotor!"

 Brakkkk

  Arda terlonjak kaget saat Nadia menutup pintu kamarnya dengan kuat, sambil bersungut-sungut Arda melangkah ke arah dapur, meraih sapu dan kemoceng, mulai menyapu lantai serta membersihkan debu yang menempel pada beberapa perabotan diruang tengah.

  Sementara itu Nadia merebahkan tubuhnya diatas kasur, diraihnya ponselnya dari dalam saku, matanya tertuju pada sebuah pesan berandanya.

  "Austin!" Ucapnya dalam hati.

"Sayang, maaf. Tadi Laura hanya bercanda, kau tahu sendiri kalau dia suka bertingkah aneh di hadapan lelaki, kuharap kau tidak salah paham!"

 "Cih, kau pikir aku percaya padamu?" Kesal Nadia membuang ponselnya keatas ranjang.

  "Sudah pacaran dua tahun, diselingkuhi dan dibohongi, apa sebaiknya aku putus saja dengannya? Penyakit selingkuh ini sudah disembuhkan, itu seperti bom, tidak tahu meledaknya kapan!" Ucapnya lagi setelah mengubah posisinya menjadi duduk.

  "Nadia, apa kau melihat kaos kaki Papa? Papa harus menjemput Mama sekarang!"

  Nadia menghela nafas sejenak lalu turun dari tempat tidur, sama halnya dengan anak pertama dirumah-rumah lain di kota tersebut, Nadia sudah terbiasa dengan aktifitas seperti ini, seolah seluruh anggota keluarga tak dapat melakukan apa-apa tanpa Nadia. Sambil melangkah ke arah lemari disudut ruangan, gadis ini menarik laci kecil didalam lemari, hanya sekali memasukkan tangannya kedalam laci lalu sepasang kaos kaki berhasil diraihnya.

  "Ini!" Ucap Nadia memberikan kaos kaki itu pada papanya dengan wajah sedikit kesal, berbeda dengan Mario yang hanya dapat tertawa kecil sambil menerima kaos kaki dari anak pertamanya itu.

  "Padahal tadi Papa sudah mencari disana tapi tidak ketemu!"

  "Ahhh, seandainya itu ular pasti Papa sudah dipatuk!" Sahut Nadia yang kembali menutup lemari tersebut.

  Setelah lelaki paruh baya itu mengenakan kaos kakinya, ia bergegas pergi ke halaman rumah dan menaiki motor matic berwarna hitam miliknya, lelaki yang sangat memperhatikan penampilan ini begitu rapi membungkus dirinya agar tidak terkena sinar matahari yang dapat membuat kulitnya menjadi hitam atau belang.

  "Astaga, Papa bahkan terlihat lebih takut matahari dari pada Kak Nadia!" Ucap Arda yang baru saja selesai mengepel seluruh lantai dirumah itu.

  Saat Nadia hendak melangkahkan kakinya kearah dapur untuk melihat keadaan disana, tiba-tiba Ardi datang dengan santainya membawa sebuah selimut yang telah terbalut ditubuhnya.

  "Kak, aku mau tidur siang!" Ucapnya.

  "Eummm pergilah!" Jawab Nadia dengan wajah datar.

  Waktu demi waktu berlalu dan Nadia kini tengah sibuk membersihkan halaman depan bersama Arda, sedangkan Ardi melanjutkan tidur siangnya di kamarnya juga kamar milik saudara kembarnya itu.

  Sembari terus mencabut rumput-rumput yang mulai menjulang tinggi dihadapannya, Nadia terus memikirkan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Austin yang sudah selingkuh dengan teman dekatnya tersebut, namun tiba-tiba ia melihat kearah Arda yang kebetulan lewat dihadapannya setelah membuang beberapa tumpukan daun kering dihalaman ketempat sampah.

  "Arda!" Panggilnya, adik laki-lakinya tersebut segera menoleh kearahnya.

 "Kesini sebentar, ada yang ingin kutanyakan padamu!" Ucapnya, dan kali ini Arda mendekat dengan kening mengerut sempurna.

 "Arda, apa kau sudah punya pacar?"

  "Ha? Kenapa tiba-tiba sekali Kakak bertanya hal itu?"

 "Sudahlah, katakan saja adik kecilku, kau sudah punya pacar atau tidak?" Tanya Nadia merangkul Arda untuk lebih dekat dengannya.

 "Sudah!"

 "Lalu bagaimana, jika seumpama pacarmu selingkuh darimu padahal kalian sudah pacaran selama dua tahun dan kau sudah banyak membantunya, apa yang akan kau lakukan?"

 Arda terdiam memandangi kakaknya, meski gadis itu memakai kata seumpama dalam kalimatnya, namun ia yakin kalau hal itu baru saja terjadi padanya, Arda tersenyum dengan jari telunjuk dan ibu jarinya diletakkan dibawah dagu.

  "Heummm, sepertinya Kakak baru saja diselingkuhi, mungkin ini kesempatanku untuk membalas dendam pada Kak Nadia karena sudah sering memarahi, memukul dan menyuruhku membersihkan rumah. Heummm, ayo Arda...., cepat pikirkan bagaimana caramu balas dendam dengan memanfaatkan keadaan ini!" Batin anak laki-laki berusia lima belas tahun ini.

  "Hei....., kenapa kau senyum-senyum begitu? Aku sedang bertanya padamu, katakan apa pendapatmu tentang hubungan yang sudah berjalan dua tahun tapi berujung disia-siakan, ayo katakan!"

  "Aku punya satu ide cemerlang, kalau seandainya aku berada diposisi Kakak maka aku akan melakukan hal yang sama dengannya!"

  "Haaa? Ide apa itu? Kau mau aku selingkuh juga? Sama sepertinya? Cuih....." Arda segera berdiri dengan kedua tangan di pinggang juga senyum menyeringai.

 "Kakak, ini selingkuh bukan sekedar selingkuh!" Ucapnya dengan gagah, membuat Nadia mengerutkan keningnya mengikuti Arda berdiri.

  Gadis ini menatap adiknya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya, ia mengarungi belakang kepalanya pelan lalu menaikkan alisnya.

  "Kak, kau harus membalas dendam, ide dariku adalah..... "

 "Apa Arda..., katakan padaku.... "

 "Dekati Ayahnya...., jadilah selingkuhan ayahnya, buatlah kedua orangtuanya berpisah tanpa menunjukkan identitasmu, ku jamin rencana ini akan berjalan sempurna!"

  "APA? KAU MEREKOMENDASIKAN KU MENJADI SEORANG GUNDIK? MENJADI PEREMPUAN MURAHAN?"

 "Kan aku sudah bilang, ini selingkuh bukan sekedar selingkuh, jangan sampai Ayah dan anak itu menyentuh mu, jangan mau merugi Kakak, sebaiknya ambil keuntungan dari sana, poroti uang mereka dan buat mereka jatuh miskin, seperti kata pepatah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, uang mengalir dan sakit hatimu terbayarkan!"

  "Owhhhhh astaga.... adikku sayang..... tidak kusangka otakmu menyimpan ide seburuk ini, namun sepertinya ide buruk mu akan terpakai kali ini, itu ide buruk sekaligus jenius, baiklah.... aku akan menjalankan misi ini mulai sekarang. Adikku sayang, tetap lanjutkan mencabut rumputnya yah...., aku aku pergi menemui Harry!"

  Arda segera menurunkan tangan, wajahnya pucat pasi saat Nadia kembali memerintahnya sedangkan ia sendiri bergegas masuk kamarnya, dan begitu ia keluar dari sana, pakaiannya sudah rapi dan tubuhnya mengeluarkan wangi yang sangat harum.

 "Astagaaa, Kak Nadia....., kenapa kau selalu mengambil keuntungan dari adik-adikmu?"

 "Aku pergi dulu yah...., dadahhh!"

***

Motor milik Nadia melaju cepat melewati jalanan kota yang ramai itu, terik matahari tak menjadi penghalang baginya untuk terus menambah kecepatan kendaraan roda dua itu untuk menemui Harry ke rumah kost yang berada tak jauh dari kampus tempat mereka kuliah. Sesampainya di kamar kost milik Harry yang berada di lantai dua, Nadia dengan cepat mengetuk pintu kamar itu penuh semangat.

Tok tok tok

Bunyi ketukan di pintu namun tak kunjung ada jawaban dari dalam sana.

Tok tok tok

"Harry, apa kau dirumah? Ini aku, Nadia, tolong buka pintunya!"

Tok tok tok

"Harry, buka pintunya... aku tahu kau ada di dalam, tolong lupakan kejadian tadi, aku menolakmu bukan karena aku membencimu, tapi karena ada sesuatu yang lebih berguna untuk kujadikan pacar setelah putus dari Austin, dan sekarang aku butuh informasi tentang orang itu darimu.... "

Tok tok tok

"Harry.... buka pintunya.... "

Lagi dan lagi Nadia mencoba mengetuk kembali pintu kamar kost milik Harry meski tak ada jawaban dari sana, menyadari kalau pemilik kamar kost itu tak kunjung menjawab sahutan di pintu, Nadia berencana untuk menelfon Harry dan menanyakan dimana lelaki muda itu kini berada.

"Dia baru saja pergi, seseorang datang menjemputnya tadi!"

Nadia menoleh ke arah sumber suara yang ternyata dibelakangnya telah berdiri Bapak pemilik kost-an pria itu sambil membawa sebuah sapu ditangannya.

"Eumm, Pak, kalau boleh tahu.... siapa yang datang menjemput Harry dari sini? Dan Kemana mereka pergi?" Tanya Nadia sebelum ia benar-benar menghubungi Harry.

Lelaki paruh baya dihadapannya tersebut sedikit berfikir seolah mengingat-ingat kembali siapa orang yang sudah membawa salah satu anak kostnya pergi beberapa waktu lalu.

"Aduhh Bapak juga tidak tahu harus bilang apa, Harry bilang itu Ibunya, tapi wanita itu memberitahu istri saya kalau dia Bibinya Harry. Bapak tidak tahu pasti, mungkin saja wanita itu Bibinya tapi sudah dianggap sebagai Ibunya!" Jawab laki-laki paruh baya itu sambil menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.

"Hah? Ibunya? Bukannya Harry yatim piatu yah? Dia pernah bilang kalau sebelumnya dia dirawat di panti asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal, kenapa tiba-tiba Ibunya muncul saat dia sudah dewasa? Mencurigakan, tidak mungkin kan kalau Ibunya bangkit dari kematian hanya untuk menyemangati anaknya yang sedang galau karena cintanya ditolak!" Batin Nadia menebak-nebak.

Nadia panik, segera berlari dengan cepat menuruni anak tangga bahkan tak lagi memperhatikan Bapak pemilik in the kost itu, kakinya yang ramping segera berlari menuju motornya dan melaju kearah jalanan sekitar, matanya terus tertuju pada beberapa parkiran di beberapa tempat yang ia lewati, dengan bermodalkan ingatan tentang bentuk wajah teman dekat pacarnya tersebut ia terus mencari Harry hingga tak sengaja melihat seorang lelaki yang perawakannya hampir mirip dengan Harry yang kebetulan duduk disalah satu kafe dipinggir jalan tersebut.

Nadia menghentikan laju motornya telat di depan kafe, setelah melepaskan hlem di kepalanya ia berjalan memasuki kafe, memperhatikan lelaki yang duduk membelakangi jalan itu.

"Harry? Benar itu Harry, tapi.... tunggu.... siapa yang duduk didepannya itu? Bukankah dia artis yang sering muncul di drama TV?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!