Allesya Maharani, biasa dipanggil Alle gadis itu tengah berada dibangku taman, bibirnya tak berhenti tersenyum cerah sebab hari ini adalah tiga tahun hari jadiannya dengan sang kekasih, Ares Sastra Wijahnto.
Yah mereka berhubungan sejak lama, ketika dia kelas 11 SMA dan Ares kelas 12 SMA, jarak usia mereka hanya beda 1 tahun.
Gadis yang tengah duduk ditaman itu awalnya agak heran, tak biasanya Ares merayakan hari jadian mereka ditaman. Biasanya Ares akan menyewa Cafe atau dinner romantis ditepi pantai.
Namun tak apa, yang terpenting bagi Alle dia bertemu dengan sang kekasih, karna hampir seminggu mereka tak bertemu.
Entah mungkin Aresnya yang sibuk karna dia adalah ketua bam beberapa Minggu nanti akan ada acara. Jadi Alle memakluminya.
Gadis dengan hodie berwarna biru, warna kesukaannya itu Masi menunggu.
Sudah terhitung satu jam dia menunggu ditaman itu, beberapa kali dia melihat jam yang melingkar ditangannya.
Tadi saat dia mengirim chatt, Ares hanya membalas tunggu saja.
Dan yah, Alle akan tetap sabar menunggu.
Taman mulai agak sepi, karna langit sedikit mendung padahal baru jam 4 sore namun cuaca seperti jam 6 sore karna mendung menutupi langit yang cerah dan berapa orang yang masih disana berjalan tergesa, mungkin takut hujan turun tiba-tiba.
Hingga tak lama suara sepatu ditempat yang cukup sunyi itu membuatnya beranjak, dia menoleh dengan wajah yang berbinar ketika mendapati sang kekasih datang, menyeryit ketika mendapati seorang wanita seumuran dengannya jalan bersisihan.
Tak ambil pusing, Alle segera berlari dan berhambur memeluk sang kekasih dengan erat.
"Sayang, aku udah lama nunggu kamu, lama banget" Alle berujar dengan suara manja, namun anehnya Ares tak membalas pelukannya, tak seperti biasanya.
Gadis yang mempunyai tinggi tak sebanding dengan sang kekasih lantas mendongak, menatap sang kekasih yang menatap acuh.
Tampak dingin, sesaat jantungnya berdegup kencang ketika melihat tatapan dingin yang tak pernah diberikan Ares padanya sebelumnya, dan lebih tepatnya.
Tak ada tatapan Cinta.
Memang, Ares tipe laki-laki yang cukup dingin diluar, namun jika dengan orang terdekatnya dia sangat manis.
Dan penuh perhatian.
Belum selesai dengan terkejutnya tiba-tiba saja Ares melepaskan pelukan Alle dengan keras namun tak menyakiti.
Lalu laki-laki itu mundur beberapa langkah, memberi jarak hingga posisi Ares lebih dekat dengan wanita yang bersamanya tadi.
"Al..."
"Gue Mau Putus"
Kalimat yang keluar dari mulut Ares bertepatan dengan suara petir yang bergelegar, sama halnya dengan suara jantungnya, Nyaris bersamaan.
Meskipun sempat terkejut, Alle hanya mengusap dadanya sekilas lalu tersenyum cerah kembali.
"Sayang, jangan bercanda deh, ini benar hari ini anniversary kita. Tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka" rujuknya dengan suara manja, berpikir ini hanya prank Ares semata mengingat ini adalah hari anniversary mereka.
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin yang menusuk.
"Gue udah selingkuh sama Kara, 2 bulan yang lalu dan..."
Meskipun tak percaya mata Alle tak bisa dibohongi, mata bening gadis itu berkaca-kaca, bahkan air matanya nyaris tumpah, Alle mengigit bibir bawahnya.
"Kamu pasti bohong kan?"
Ares menggeleng sekali, "Dan Kara sedang hamil anak gue."
Alle menguatkan genggaman tangannya lalu kembali menggeleng keras "Kamu pasti bohong kan Res, kamu ngak mungkin kayak gitu."
Alle berusaha meraih tangan Ares yang satunya namun laki-laki itu semakin mundur membawa Kara dalam genggamannya.
Hingga sesaat Ares merogoh sesuatu dalam saku celananya dan melemparkannya pada Alle tepat didepannya.
Tanpa melihat dua kali Ares jelas tahu, itu adalah test pack kehamilan dan tepat saat dilempar tadi, test pack langsung mengarah padanya dengan jelas ada dua garis merah disana.
Dan Alle tak bodoh untuk bertanya apa maksudnya, namun dengan masih tersenyum gadis itu menggeleng, sangat tak percaya.
"Kamu ngak kayak gitu Res, aku tau itu, kamu cuma sayangnya sama aku."
Ares mendengus, cukup keras sampai Alle bisa merasakan, "Jangan naif Al, perasaan bisa berubah, gue muak dengan sikap mu yang selalu manja, dan selalu nempel sama gue."
Meskipun terdengar menyakitkan Alle tetap teguh pendirian, dia tak akan goyah, Ares bukan seperti itu.
"Tapi selama ini kamu tidak mempermasalahkan itu Ares, bahkan kamu tau aku ngak gampang akrab dengan orang baru, aku ngak punya teman, aku cuma punya kamu."
"Itu masalahnya, Lo harus punya teman ngak harus dekat sama gue terus-terusan gue risih."
Air mata Alle turun bertepatan dengan gerimis yang tiba-tiba datang, belum sempat membalas ucapan Ares. Laki-laki itu berlari manjauh sembari sebelumnya membentangkan jaket yang dilepas untuk melindungi Kara dari gerimis yang semakin besar.
Alle menggeleng tak percaya, dulu dia ada diposisi itu tapi, kenapa harus gadis itu yang ada didekat kekasihnya.
Setelah menenangkan diri, bukannya malah berteduh gadis itu kembali duduk, air matanya kembali deras. namun bibirnya terus bergumam.
"Ngak, ini pasti mimpi, Ares cuma mau ngasih kejutan yang lebih besar lagi, aku yakin."
Ares tadi mempertanyakan kenapa dia tidak berteman dengan orang manapun, padahal dia sendiri tau kenapa dirinya sampai tidak mau berteman dan hanya selalu disisi Ares semata.
Sekitar 2 jam hujan mengguyur tubuhnya, Alle memutuskan untuk pulang, tubuhnya mengigil dengan bibir yang semakin pucat.
Sebaiknya dia tidur, mungkin besok ketika dia bangun akan kembali normal seperti semula, Ares yang manis dan dengan segala perhatiannya.
Keesokan paginya, tubuh Alle terasa sangat panas, belum lagi kepalanya terasa sangat pusing.
Mungkin efek kehujanan kemarin ditamba sejak sore perutnya belum terisi makanan sedikitpun.
Gadis itu mengecek ponselnya, siapa tau ada pesan dari Ares. Namun nihil, terakhir hanya pesan kemarin.
Dia pun mengetik pesan untuk Ares.
Sayang, udah bangun?
Aku sakit, kepalaku agak pusing, tapi ngak apa-apa, aku pengen ketemu kamu. (p'_'o )
Terkirim 7.30.
Jangan Lupa Sarapan, Nanti Sakit.
Terkirim 7.31.
Setelah turun dari kamarnya yang ada dilantai 2 Alle segera menuju dapur, disana ada mbok Sari pembantu yang bekerja dirumah, tengah memasak. Dan nampaknya sudah selesai tinggal menghidangkan, Alle pun segera duduk.
"Loh, Non Alle, kayaknya pucat. Sakit? Tanyak mbok Sari setelah melihat wajah Alle.
Gadis itu tersenyum tipis, sembari menggeleng.
Memang mbok Sari tidak terlalu dekat dengan Alle, karna Alle pendiam.
selesai sarapan Alle menuju kampus.
Jarak yang lumayan jauh membuat Alle membutuhkan waktu 45 menit untuk sampai disana.
Sesampainya disana, baru saja dia turun dari mobil, Alle mendapati semua orang mantap aneh dengan dirinya, dan itu membuatnya tidak nyaman.
Kasihan yaa, gue kira hubungan mereka bakalan langgeng, soalnya kayak perangko sama kertas, nempel mulu sampe sempat dapat julukan.
Tapi risih juga ngak sih, kalo jadi Ares, tiap hari dikintilin mulu sama dia.
Tapi kasihan juga ngak sih, udah ortunya ngak ada, sekarang dia ditinggalin pacarnya.
Alle semakin mempercepat langkahnya, kupingnya terasa panas mendengarkan orang-orang yang mengunjingkan dirinya.
Baru saja akan berjalan menuju kelas bisnis dimana kelas Ares memang berbeda dengannya, karna dia jurusan bahasa. Dia mendapatkan 3 teman dekat Ares yang memang tidak terlalu dekat dengannya.
"Mau kemana Lo? mau nyamperin Ares? Dia ngak ada dikelas, lagi nyamperin pacarnya dikelas Sastra." ujar seorang berwajah judes.
Andre namanya, laki-laki itu memang teman pacarnya yang terlihat sangat membencinya, bahkan mungkin saja dia orang yang paling suka jika dirinya dan Ares berpisah.
Andre maju satu langkah, lalu tersenyum miring, "gue lebih setuju sama Kara sih, lebih kalem, cantik, mandiri ngak kayak Lo, manja dan nyusahin."
Alle menggigit bibir bawahnya, menahan sakit hatinya.
"Dedek Al muka Lo pucat, Lo sakit? Sini Abang temanin ke UKS, jangan dengarin botol kecap." ujaran penuh perhatian itu tak membuat Alle mendongak.
Namanya Leo, laki-laki yang cukup baik dan humoris. meskipun semenjak dia berpacaran dengan Ares, dia cukup tertutup dengan semua orang termaksud ketiga teman Ares.
Dan yang terakhir Tico, laki-laki dingin yang sangat cuek dengan keadaan, hanya beberapa kali Alle mendengar dia berbicara.
Keempat orang termaksud Ares adalah laki-laki tertampan yang cukup terpandang dikampusnya jadi tak heran jika salah ada masalah ataupun hal sepele akan menjadi topik hangat yang cepat menyebar.
Dan diam-diam Tico cukup kasihan dengan Alle, gadis pendiam itu sangat tertutup dan hanya akrab dengan Ares, semua orang tau Alle sudah tidak mempunyai keluarga.
"Udah lah Co, jangan peduliin gadis bisu, yang ngak tau diri ini."
Baru saja akan beranjak, suara deduman sesuatu terbentur kelantai cukup keras membuat ketiganya menoleh, diikuti pekikan beberapa pelajar.
"Astaga." pekik Andre, sembari berlari membantu Alle yang pingsan, dia memopong tubuh kecil Alle untuk membawa ke UKS.
"CK, Nyusahin. Pasti dia lagi caper aja."
Andre tak mengindahkan ucapan temannya itu, dia segera membawah tubuh Alle yang ternyata panas ke ruang UKS.
Setelah ditangani petugas, dia pun bergegas kekantin untuk membeli makanan karna dokter yang sedang mencek kondisi Alle berkata tubuh Alle lemah karna belum makan 2 hari.
"CK, tuh cewek yang sudah tidak jadi pacarnya Ares masih aja nyusahin, beban aja hidupnya." gerutu Leo ketika melihat Andre berlarian membawah bungkusan makanan dan minuman hangat yang diyakininya untuk Alle.
Mereka berdua memang tengah berada dikantin, setelah Andre Mambawa Alle. Leo mengajak Tico kekantin karna memang kelas akan dimulai 1 jam lagi.
"Untung aja udah putus, kalau ngak. Gue kasihan Ares ditempelin cewek manja dan bisu kayak dia."
"Loh bisa diam ngak sih? Beriiiisikkk..." tekan Tico dengan suara dingin dan tajamnya, wajahnya tidak menatap Leo namun suaranya yang menusuk membuat laki-laki yang terus menjelekkan Alle itu terus diam.
Tak lama kemudian, Ares datang dengan Kara. Disampingnya hal itu membuat seisi kantin cukup heboh berbisik-bisik dan senyum Leo bangkit seketika.
sedikit heran dengan hubungan keduanya, awalnya mereka tidak pernah bertegur sapa sebelumnya tapi kenapa bisa-bisa keduanya menjalin hubungan.
Kara memang bukan orang pendiam seperti Alle namun dia mahasiswa yang terbilang biasa saja, tidak terlalu menonjol karna kepintaran ataupun kecantikannya. Meskipun gadis itu memiliki rupa yang cantik.
"Wah, ini pasangan baru kita?" celutuk Leo ketika keduanya duduk didepan mereka.
"Andre kemana?" tanya Ares, ketika tak mendapati salah satu temannya itu.
Wajah Leo mendadak memalas "Lagi sibuk ngurusin si beban." degusnya dengan nada tak suka.
Alis Ares terangkat tak mengerti maksud Leo.
"Alle" jawab Andre melihat raut tak mengerti Ares.
Laki-laki itu hanya merespon dengan diam.
"Kenapa Alle?" itu bukan Ares yang tanya, melainkan Kara.
"Tadi dia pingsan." jawab Leo sembari melirik Ares, laki-laki itu tampak acuh, membuat Leo sedikit heran karna biasanya jika terjadi sesuatu dengan Alle dialah orang yang paling peduli, bahkan selama ini waktunya habis untuk Alle dan mereka jarang berkumpul mengingat Alle memang tidak terlalu akrab dengan orang-orang.
"Apa dia sakit karna hujan, hujanan kemarin ya?" gumam Kara pelan namun masi dapat di dengar.
"Hujan. Hujanan? Kenapa emangnya Ra?" tanya Leo penasaran.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Ares tiba-tiba ketika Kara hendak membalas pertanyaan Leo.
"Nasi goreng aja." jawab Kara dengan pelan.
Ares pergi untuk memesan makanannya dan juga Kara.
"Ohiya, gue kepo dengan hubungan kalian deh, gimana bisa kalian pacaran? Gue aja ngak pernah lihat kalian dekat." Leo kembali bertanya, bahkan kursinya sedikit dimajukan seakan siap mendengar cerita Kara.
Kara berdehem singkat "Udah sekitar dua bulanan sih."
"Apa?"
Leo sedikit berpikir, "Kok bisa? Padahal dua Minggu yang lalu gue lihat dia masi mesra-mesraan sama tuh cewek beban deh."
"Apa mungkin Kelian selingkuh dibelakang cewek beban itu?" tanya Leo menuduh dengan tatapan intimidasi, membuat Kara sedikit gelagapan takut dan wajahnya menjadi panik.
"Wahahahah...." tiba-tiba saja Leo tertawa cukup keras, membuat Kara menjadi heran dan Arga tak peduli. "Gue becanda, gue sih ngap apa-apa Kelian selingkuh kek, apa kek, tapi gue tetap dukung kalian, gue lebih suka loh sama Ares daripada sama cewek itu "
Kara bernafas lega dia takut jika ternyata teman-teman Ares membencinya tapi ternyata tidak.
Tak lama kemudian Andre datang dengan wajah capeknya yang langsung menyambar minuman Tico namun laki-laki itu hanya diam, sudah biasa dengan kelakuan seenaknya Andre.
"Ares? Kara?" tanya Andre setelah duduk disamping Arga.
"Emmm iya?" Kara menjawab dengan wajah malunya.
Andre hanya mengangguk tak peduli. "Kemana Ares?"
"Lagi pesanin Kara makan"
"Oh, Yo pesanin gue mie ayam dong."
Leo mendengus "Apaan dah datang-datang nyuruh-nyuruh, siapa juga yang nyuruh Lo bantuin sibeban, suruh noh dia yang pesanin ngerepotin aja."
"Cepat deh Yo, gue lapar. Lo mau nanti gue pingsan Lo bopong gue ke UKS?"
Leo mendelik, mantap Andre malas namun tetap berdiri dan memesankan makanan.
Hingga tak lama kemudian Ares datang, dia sendiri hanya memesan seporsi siomay dan memberikan Nasi gorengnya kepada Kara.
"Res, Alle tadi pingsan." ujar Andre tiba-tiba sedikit pelan takut menyinggung Kara yang dia dengar dengar menjadi kekasih temannya itu meskipun tidak tahu pasti kapan Ares dan Alle berpisah.
Ares menghela nafas pelan, namun terkesan tidak peduli. "Udah Lo bawak ke UKS kan?"
Andre mengangguk.
"Yaudah, udah bukan urusan gue lagi."
Alle mengerjakan matanya sembari meringis kecil ketika tubuhnya reflek bangun.
"Eh, udah bangun?" suara seorang membuatnya menoleh.
Alle mendapati dokter yang biasanya terjaga lali tersenyum tipis.
Setelah membantu Alle duduk, dokter bernama Leti itu mengambil bungkus makanan dan cup minuman yang sudah menjadi dingin karna Alle pingsan cukup lama.
"Tadi kamu pingsan, kamu dari kemarin belum makan ya?" tanya dokter Leti sembari menyiapkan makanan untuk Alle.
"Siapa yang membawa saya kesini dok?"
"Tadi cowok tampan, fotonya pernah saya lihat dimading foto laki-laki tertampan dikampus ini kayaknya, tapi saya lupa siapa namanya."
Senyum Alle terukir, pasti Ares pikirnya.
"Dia juga bawain makanan ini tadi." lanjut dokter itu menjelaskan. "Sekarang habiskan makanannya, tubuh kamu masi lemas, kamu boleh istirahat disini atau kamu mau pulang ngak apa-apa."
Alle tersenyum dan mengangguk setelah dokter Leti memberikan makanannya, dia segera melahapnya dengan cepat karna berpikir pasti Ares yang membelikan.
Memang tadi pagi dia sarapan, tapi dimuntahkannya kembali. padahal dia hanya memakai sedikit nasi dan lauk, semua terbuang sia-sia karna tubuhnya seakan tidak mau menerima.
Selesai makan dia segera memeriksa ponselnya yang ada ditas, pesan yang dikirimnya tadi pagi belum ada satupun yang dibaca Ares, jangankan dibalas dibuka saja tidak.
Dia pun segera turun mengingat ini memang jam pulang entah berapa lama dia pingsan, namun baru kakinya menginjak lantai tiba-tiba saja kepalanya kembali pusing dan nyaris ambruk untung saja dokter Leti mengetahui dan segera tanggap membantu.
"Kamu mau pulang? Ada teman atau saudara yang mau menjemput?" tanya dokter Leti, sembari membantu Alle duduk kembali.
Alle menggeleng lemah, teman? Dia tak punya teman satupun ataupun saudara? Dia tak ingin mengingat itu.
"Bentar saya Carikan orang-orang yang bisa membantumu pulang."
Setelah dokter Leti pergi, Alle berinisiatif menelpon Ares namun beberapa kali panggilan tidak satupun dijawabnya.
Nomornya memang aktif, namun sepertinya Ares tidak mengetahui atau tak mengakatnya.
Tak lama kemudian dokter Leti membawa seorang laki-laki, Alle tak mengenalnya, selain karna Alle jarang bertegur sapa dengan orang-orang disekitarnya dia memang tidak terlalu ingin untuk bersikap biasa aja.
"Kamu bisa mengantarnya pulang?"
Laki-laki itu memandang Alle nakal, raut wajahnya yang tak baik terlihat ketika melihat dengan detail dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Alle yang sempat melirik wajah laki-laki itu semakin gemetar ketakutan dia meremas ujung bajunya dengan sangat gelisah.
"Bisa kok dok."
"Dok saya bisa pulang sendiri." cicit Alle pelan.
"Ngak, kamu masih lemas, biar dia saja yang mengantar kamu pulang."
Dengan sedikit terpaksa Alle bangun dibantu dokter Leti sampai didepan pintu keluar.
Ketika keluar, dia mendapati suasana yang sangat sepi hal itu membuatnya semakin gemetar.
"Ngak usah pegang, aku ngak papa." Alle berujar dengan gugup sembari memberi jarak.
Namun laki-laki itu tak tinggal diam tetap merangkul tubuh Alle yang dirasanya gemetar sangat hebat, bukan merasa kasihan laki-laki itu malah semakin gemes dibuatnya.
"Lo itu lemas, nanti kalau ada apa-apa gue yang disalahin tuh dokter, nurut aja, gue cuma mau ngasih Lo enak kok."
Laki-laki itu menatap Alle dengan tatapan nakal, membuat gadis itu hanya bisa menggigit bibirnya menahan ketakutan.
"Ares, aku takut." Alle merintih dalam hati.
Hingga ketika melewati lorong yang sangat sepi, laki-laki itu semakin berani, tubuh Alle semakin dieratkan padanya dan tangannya yang semula ada dibahunya semakin turun hendak menyentuh payudaranya.
TAK!!
Namun sebelum itu terjadi, sebuah tangan menyentak tangan laki-laki yang merangkul Alle cukup keras sampai terlepas dan Alle yang masih melemas nyaris limbung jika saja tak ada seseorang yang menahan tubuhnya.
"Biar gue aja yang antar, dia teman gue."
Suara berat dan dingin yang cukup tak asing membuat Alle mendongak, bisa dia melihat wajah Arga yang menatap laki-laki tadi dengan tatapan tajam, membuat laki-laki yang akan kurang ajar padanya mendengus dan pergi dengan kekesalannya.
Laki-laki itu merasa kesal karna tidak bisa melawan Arga, laki-laki dingin yang soalnya sangat menakutkan jika sekali bicara ditamba tatapannya yang tak biasa.
Setelah membantu Alle berdiri dengan sempurna, Arga memberi jarak.
"Bisa pulang sendiri?"
Alle mengangguk dengan sedikit takut menatap wajah tampan Tico namun menyeramkan.
"Kalau Lo mau, gue bisa antar kedepan dan gue ngak akan pegang kalau Lo ngak nyaman."
"Terima kasih." Alle masih menunduk dalam. "Maaf udah ngerepotin."
Merekapun jalan bersampingan, Tico dengan sabar menunggu Alle berjalan dengan sangat pelan.
Suasana tampak canggung, Tico yang memang tak berniat membuka obrolan dan Alle yang memang pada dasarnya takut dengan Tico yang mempunyai aura cukup menakutkan.
Namun dengan menyangkut hal ini dan dengan mengumpulkan keberanian Alle menatap Tico sekilas sangat cepat sampai Tico tidak menyadarinya.
"Kakak liat Ares?" tanya Alle melirih setelah membasahi bibinya beberapa kali.
"Udah pulang."
Jawaban singkat itu membuat Alle merasa kecewa, apakah Ares sudah tak sepeduli itu? Tapi kenapa tadi dia mau mengantarnya ke UKS atau memang dia tidak tahu kalau dia sakit? Berbagai macam pertanyaan bersarang dibenaknya tanpa tau jawabannya.
"Tadi pagi, kakak tau siapa yang membawaku ke UKS?"
"Andre."
Kata itu semakin membuatnya dilanda kecewa, ternyata bukan Ares, padahal dia berharap Areslah orangnya.
"Salam buat kak Andre ya kak, makasih."
"Hemmm..."
"Salam juga buat kak A."
"Sudah sampai, Lo bisa nyetir sendiri?"
Alle mengerjap, tak menyangka Tico akan memotong ucapannya dan dia lebih tidak menyangka dia lebih secerewet itu, tidak biasanya, dan dia biasanya cerewet hanya pada Ares saja.
Hingga dengan kecerewetannya dia tidak menyadari sudah sampai diparkiran.
"Akku bisa kak, sekali lagi makasih."
Tanpa membalas ucapan Alle, Tico langsung menuju tempat parkiran motornya berada.
Melihat sekelilingnya ternyata hanya ada beberapa motor dan mobil saja yang masih terparkir disana dan benar saja, mobil Ares tidak ada disana.
Dengan lesu Alle segera masuk ke mobil, takut ada hal yang tidak diinginkan kembali menakutinya.
Sepanjang perjalanan dia termenung, apakah benar Ares benar-benar tidak mencintainya, tapi tak mungkin mengingat semua tingkah dan sikapnya kepada Alle sangat spesial dan tidak ada yang berubah.
Hingga ketika melihat kedai ice cream langganannya dengan Ares mampir sebentar, dia memang menyukai ice cream dan ice cream lah membuat moodnya membaik.
Namun jika biasanya dia datang bersama dengan Ares, sekarang dia sendiri.
Setelah memesan ice cream coklat vanila kesukaannya dia menyandarkan pandangannya, kedainya sangat ramai hingga dia cukup kesulitan mencari tempat duduk tadi.
Namun setelah tempat agak pojok dilihat bisa untuk dia duduki, hingga cukup lama mengedarkan pandangan dia mendapati pemandangan yang membuatnya sesak.
Disana hanya berjarak 2 meja, Ares dan Kara tengah menikmati Ice cream didepannya seperti memang tak menyadari kehadirannya.
Baru saja akan bangkit dia melihat Kara tengah menyuapi sesendok ice cream rasa kajang hijau, dan Ares nampak tengah melamun dan mengaduk ice cup didepannya tak menyadari dan hanya membuka mulutnya.
Dengan kepala yang masih agak pusing Alle pun segera berlari menepis ice cream itu tepat waktu sebelum ice cream itu masuk kemulut Ares.
Semua orang terkejut melihat kegaduhan itu karna tiba-tiba saja Kara terkejut dan tergelincir.
Ares yang awalnya terkejut menatap Alle tajam namun sesaat seperti ada tatapan lain beralih melihat Kara berdiri, untung saja benturan tubuhnya dilantai tidak cukup keras karna tadinya hanya kursinya yang terjengkang dan dia ikut roboh.
"Lo apa-apa an sih Al." sentak Ares setelah membantu Kara duduk, gadis itu sedikit meringis.
"M-maaf kak, tadi Kara mau ngasih ice cream kacang hijau, kakak kan alergi."
"Tapi Ngak sampai segitunya Al." geram Ares, sembari membantu Kara membersihkan tangannya yang tadi terkena ice cream yang tercecer.
Orang-orang yang tadi ikut terkejutpun kembali menikmati makanannya sendiri sendiri.
"Aku refleks, takut alergi kakak kambuh."
"Itu urusanku."
"Tapi kak ..."
"Aduh perutku keram Res." rintih Kara memotong ucapan Alle, gadis itu terlihat meringis sembari memegang perutnya.
Ares yang tampak khawatirpun segera bangkit dari duduk dan segera membantu Kara berjalan dengan pelan meninggalkan Alle yang dilanda rasa bersalah.
Tapi sungguh dia tadi hanya menepis ringan tidak kasar, dan sedikitpun tidak ingin melukai Kara tapi kenapa bisa gadis itu terjatuh.
Mungkin besok dia akan meminta maaf jika bertemu dan semoga...
Kandungannya tidak kenapa-kenapa.
Bagaimana pun dia adalah darah daging kekasihnya.
Mungkin.
Setelah sampai dirumah dia terkejut mendapati mobil seseorang yang sangat ingin dihindarinya telah terparkir disana, tak biasanya karna orang itu jarang pulang sering menghabiskan malam diapertemen miliknya.
Dengan tubuh yang kembali gemetar Alle berjalan sangat pelan, sungguh daripada berhadapan dengan laki-laki yang kurang ajar tadi dia 3 kali lebih takut berhadapan dengan orang itu.
Ketika masuk Alle menyandarkan pandangannya, gadis itu bernafas lega ketika tak melihat orang itu tak ada disekitar ruang tamu mungkin aja langsung masuk kamar.
Semoga Aja.
"Hay Cantik." seruan dari dapur itu membuatnya tersentak kaku ditempat, dia yang baru saja akan melangkahkan kakinya kelantai dua dibuatnya terkejut dengan suara barusan.
Seiring dengan langkah kaki yang kian mendekat genggaman tangan Alle dianak tangga semakin mengerat.
Hingga sebuah tarikan membuatnya limbung jika orang itu tak menahannya namun sungguh daripada berada direngkuhan orang itu lebih baik tubuhnya menghantam lantai yang cukup keras itu.
"Kak Lex, Lepass." rintih Alle tak nyaman, bahkan tubuhnya Masi bergetar karna takut.
Yah, laki-laki yang paling dihindarinya adalah Lex, lebih tepatnya Alexsander Pratama. Putra satu-satunya dari Tantenya Claudia Tatanugro dan Bima Pratama.
Bukannya melepaskan, Lex malah tersenyum miring ketika melihat raut ketakutan Alle yang malah membuatnya gemesss.
"Lo makin lama, makin gemesssin tau ngak." desis Lex sembari menegakkan tubuh Alle namun tangannya tetap melingkar dipinggang gadis itu dengan tanpa jarak diantar keduanya. "Apalagi bibir merah Lo ini."
setelah berkata demikian Lex langsung memanggut bibir pucat Alle yang masih tampak merah, tanpa lipstik sekalipun.
Alle meronta, memang ini bukan sekali dua kali Alle diperlakukan seenaknya oleh sepupu gilanya itu.
Setelah dirasa Alle kehabisan nafas dan tubuhnya melemas Lex melepaskan ciumannya, bibir Alle bertambah merah dengan beberapa Saliva yang masih menempel.
Bibirnya gemetar begitupun dengan tubuhnya.
"Lo kali ini lolos, cepetan tidur. Gue ngak suka ciuman sama orang sakit."
Setelah mengucapkan itu Lex kembali kedapur, sepertinya laki-laki itu kembali mabuk karna bisa Alle lihat banyak botol dan gelas berserakan dimeja makan.
Dengan tubuh yang lemas dan Alle segera naik dengan susah payah.
Hingga ketika sampai dikamar dia segera menutup pintu dan masuk, tubuhnya luruh didepan pintu yang sudah dia kunci, air matanya mengalir deras.
'Ares, dia kembali. Tolong aku.'
Dia Lex, sepupunya sendiri yang membuatnya tak bisa akrab dengan laki-laki lain selain Ares, termasuk teman Ares yang cukup baik padanya.
Dia trauma dengan tindakan Lex 3 tahun silam.
3 tahun yang lalu, Alle yang tengah diboyong tantenya kerumah karna seminggu sebelumya orangtua Alle meninggal karna kecelakaan mobil, keduanya tewas ditempat membuat Alle menjadi sebatang kara yang menyedihkan.
Untung saja ada tante dari mamanya yang masih menyayanginya, sayangnya pekerjaan pembisnis membuatnya selalu sibuk bersama sang Suami, mereka sering bolak balek keluar Negeri dan keluar kota untuk mengadakan pertemuan dan masalah pekerjaan.
Membuatnya selalu tinggal bersama pembantunya dan anak yang berandalan dan kala itu masih menjadi ketua geng motor, jarak umur Alle dan Lex 3 tahun.
Awalnya Alle tidak begitu takut, hingga malam naas itupun terjadi.
Saat itu Alle barusaja 2 bulan jadian dengan Ares, hari harinya yang sempat suram ketika peninggalan orantuanya menjadi lebih berwarna karna kehadiran Ares yang begitu manis padanya.
Hingga ketika dia habis kencan dengan Ares dan pulang hingga pukul 8 dia mendapati Lex, sepupunya yang tengah mabuk sembari membawa minuman keras, memang bukan sekali duakali dia mendapati sepupunya itu pulang dengan keadaan yang begitu hanya saja dia tidak pernah perpapasan saat keadaan yang membuatnya takut.
Hingga baru saja beberapa langkah dia masuk, tubuhnya langsung direnggut dan dipeluk paksa oleh Lex.
"Lo itu cantik, tapi sombong Al."
Aroma Alkohol yang sangat pekat menyeruak memenuhi penciumannya ketika laki-laki itu berbicara karna jarak yang hanya beberapa senti saja dengannya.
Alle mencoba memberontak karna tak nyaman, namun tubuhnya yang kalah tenaga membuatnya tak berkutik.
"Gue cinta sama Lo, tapi Lo malah pacaran sama tu cowok berengsek." rahang Alle terasa sakit ketika Lex menekannya sangat kuat.
"Lex kita sepupu, jangan kayak gini." Alle berbicara dengan susah payah.
Namun Lex tampaknya tak mengindahkan, laki-laki itu hanya tersenyum menyeringai, menakutkan.
"Siapa yang larang kita bersama? coba bilang. SIAPA???" sentaknya diakhir kalimat, sembari melemparkan botol minuman keras yang masih tersisa sedikit didalamnya dan melepaskan cengkramannya sangat keras.
Merasa hal yang tak dinginkan akan terjadi, dengan cepat Alle berlari menghindari Lex yang sepertinya setengah dipengaruhi Alkohol, Lex memang tidak lemah masalah minum namun melihat mata lelaki itu memerah membuat Alle cukup yakin jika lelaki itu meminum cukup banyak minuman keras.
'Srek.'
Baru menaikkan undakan tangga, tangannya dicekram kuat oleh Lex dan langsung ditarik menuju kamarnya.
Alle semakin takut ketika melihat tatapan Lex yang begitu menakutkan, dengan sekali sentak Lex membukakan pintu dan langsung melepaskan Alle keatas ranjang.
Lex tersenyum menyeringai ketika melihat Alle bersikut mundur ketakutan melihatnya, namun hal itu membuat sesuatu yang ada didalam dirinya bangkit, dia menginginkan Alle.
"Kalau ada yang menghalangi kita pakai cara instan saja, biar tidak ada satupun memisahkan kita." desis Lex, sembari menatap Alle seduktif.
"KAK LEX, KAKAK MAU NGEPAIAN?"
Alle dibuat panik, ketika Lex membuka bajunya dan menghampirinya. Lex datang dengan wajah yang sekan menelanjanginya.
Dengan sekali tarikan tubuh Alle berada dibawah kungkungan Lex yang memang mempunyai tenaga yang sama sekali tidak sebanding dengannya.
Membuatnya semakin takut dan gemetar sehingga ketika Lex tiba-tiba menciumnya Alle tidak bisa membendung air matanya.
Lex menciumnya dengan kasar dan Alle rasa bibirnya terasa sobek karna merasakan anyir bibirnya bercampur dengan Saliva.
Dengan lemah Alle memukul dada Lex dan mencoba mendorongnya, namun nihil.
Hingga ketika tiba tiba saja Lex merobek dress berwarna violet dengan sekali hentakan membuat tubuh Alle lemas dengan sisa tenaganya berusaha menutupi badian dadanya dan bagian bawahnya yang terekspos hanya dengan tertutupi bra hitam dan celana dalam yang warna senada.
"Hiks, kak Lex, jangan ini salah."
Lex bangkit bukan untuk menyudahinya namun dia melihat tubuh Alle dengan seksama, tubuh putih bak pualam milik Alle tampak indah hanya dibalut pakaian dalam.
Memang selama ini Alle memakai pakaian yang cukup tertutup hingga Alle tak menyangka bentuk tubuh Alle lebih indah dari yang dia bayangkan.
"Lo semakin seksi kalau begini Al."
Dengan tatapan menyeringai dia menikmati tatapan menakutkan Alle melihatnya melepas celana jeans nya.
Lex kembali mencium Alle dengan brutal bahkan lebih kasar dari sebelumnya, lalu turun keleher meninggalkan jejak-jejak merah yang membuat Alle merasa jijik dengan dirinya sendiri.
Hingga ketika kecupan Lex semakin menurun menuju belahan payudaranya, Alle sekuat tenaga menahannya namun lagi-lagi tak ada perubahan hingga membuatnya menjadi frustasi.
"Hiks, kak aku mohon."
"Ini terlalu nikmat untuk dilewati Al." bersamaan dengan itu Lex menarik bra Alle dan membuangnya dengan asal.
Lex menatap payudara Alle dengan penuh damba, tatapannya begitu mendamba.
Dengan tak sabaran Lex melahap bukit kembar itu dengan penuh nafsu, membuat tangis Alle semakin keras, bukannya merasa nikmat Alle merasa jijik dan benci pada dirinya sendiri karna ketidak berdayaannya.
"Hiks, kak Ares tolong."
Tiba-tiba saja Lex mendongak mendengar nama Ares disebut, tatapan Lex tajam dengan kemarahannya.
Dengan sekali tarikan Lex menarik rambut Alle dengan keras membuat gadis itu meringis kesakitan dengan wajah mendongak.
"Jangan sebut laki-laki sialan itu didepan gue, atau gue akan bersikap lebih kejam dari ini Alle." desis Lex sembari mencengkram rahang Alle sangat kuat.
Alle makin terisak kuat dengan kepala yang tiba-tiba pening luar biasa ketika Lex menghempaskan kepalanya dan mengenai ujung ranjang.
Belum sempat selesai dengan rasa sakit. Tiba-tiba saja Lex menarik benda satu-satunya yang masih melekat ditubuhnya membuat Alle gelagapan mencari selimutnya untuk menutupi seluruh tubuhnya
Namun terlambat, Lex yang sudah dikuasai nafsu langsung kembali mencium Alle dengan tangan yang bermain di tubuh-tubuh Alle keduanya sama-sama telah telanjang.
Dalam hati Alle hanya berdoa semoga ada orang yang mampu menyelamatkannya.
'Kak Ares bantu Alle tolong kak.' batin Alle menjerit berusaha agar Ares mendengar jeritan hatinya.
Hingga ketika Lex akan menyatukan tubuh keduanya, Lex terpental dengan bersamaan suara debuman dan umpatan keras.
"SIALAN, BERENGSEK."
Alle yang masih terisak hanya mampu menarik selimut dan membalut tubuhnya lalu beringsut keatas ranjang.
"Hiks, Kak Ares." rintih Alle melihat laki-laki pujaannya menghajar tubuh Lex yang tampaknya sudah tak berdaya.
Mendengar suara lirih itu, Ares segera mendongak tatapannya sendu, dengan langkah pelan-pelan Ares menghampiri Alle dengan raut yang tidak bisa dijelaskan.
Dengan segera Ares memopong tubuh Alle dan membawanya menuju kamar gadis itu sendiri.
Disepanjang perjalanan Ares terus saja mengecup dahi Alle sembari menggumam Maaf karna terlambat menyelamatkannya.
Alle yang masih terisak hanya bisa menyembunyikan wajahnya didada Ares yang terasa hangat.
Dia mendongak ketika Ares merebahkan dirinya dikamar, dilihatnya mata laki-laki itu berkaca-kaca hingga ketika kepalanya disembunyikan disela leher Alle tak lama isakan laki-laki itu terdengar dengan tubuh yang bergetar hebat.
Ares menangis.
"Maaf, maaf, Maaf aku datang terlambat, maafkan aku Alle."
Untung saja disaat perjalanan lipstik yang tadi dipakai Alle di mobilnya lupa dimasukkan, memang sepele dan Alle pun tidak mempermasalahkan karna yang pasti Alle punya lipstik lain dirumahnya.
Namun entah rindu atau apalah dia hanya ingin kembali melihat wajah manis itu apalagi jika dia sedikit saja menggodanya wajah putih itu sudah merah padam, dan dia suka itu.
Setelah sampai, dia mendapati rumah sudah sangat sepi, memang bukan hal yang tak biasa hanya saja terasa aneh apalagi ketika saja baru beberapa langkah dia masuk dia mendapati beberapa botol alkohol yang berceceran pecah.
Merasa ada yang tidak beres Ares segera naik kelantai dimana kamar Alle namun gadis itu tidak ada disana, hingga dia mendengar suara isakan lirih kamar yang tak jauh dari kamar kekasihnya berada.
Tepat ketika sampai berada didepan pintu kamar, tak perlu membuka karna memang pintu tidak tertutup sama sekali, dia mendapati pemandangan yang membuat hatinya meremas ribuan tangan tak kasat mata ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri kekasihnya hampir saja dilecehkan oleh sepupunya sendiri jika dia telat beberapa detik.
Dengan perasaan marah, sedih, kecewa Ares berjalan dengan langkah lebar dan langsung menghantam kepala Lex dengan penuh amarah.
Dia menghajar Lex dengan membabi buta karna telah melecehkan kekasihnya.
"Alle maaf ngak bisa menjaga kamu."
"Ngak Kak, Kakak udah melindungi aku. Makasih kak, makasih."
_____
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!