"Dabwa?" Bulat mata sebiru permata, rambut halus dan hidung mancung, dia tersenyum manis dihadapan seorang laki-laki dewasa yang menatapnya bingung. "Daddy!"
"Huh? Kau tersesat boy?" tanya Laki-laki itu.
"Daddy!" Anak berusia empat tahun itu, lagi-lagi hanya meneriakkan kata 'Daddy' berulang kali yang membuat Pria Dewasa ini mendelik.
"Kau mencari Daddy-mu?" tanya Pria itu. Anak itu menggeleng. "Lalu?"
"Daddy!" Anak itu mengangkat tangannya meminta untuk digendong—Pria dewasa itu tersenyum dia menatap sekeliling dan tersenyum sinis.
Ia menggendong anak itu dan menatapnya. "Jadi kamu ingin saya menjadi Daddy-mu?" Anak itu mengangguk.
"Daddy!"
"Ya, im your Daddy now, boy!"
"Eung!" Anak itu mendusel di pundaknya yang membuat Pria itu tersenyum senang.
"Ah lucunya!"
Disaat mereka berdua seperti itu, seorang wanita dengan rambut coklat cerah terurai dan poni tipis, kulitnya cerah, bibirnya ranum dan senyumnya manis berjalan menghampiri laki-laki dan anak itu.
"Permisi Tuan, sepertinya anak yang ada bersama anda itu adalah anak saya, bisakah saya mengambilnya?"
Pria dewasa itu membalikkan badan dan tersenyum. "Oh iya— Nuna?"
Wanita yang tadi mengembangkan senyum perlahan luruh saat melihat siapa laki-laki dihadapannya itu. "R—Rowan?"
—
[Empat Tahun Lalu]
"Aku akan segera kembali ke Australia, kau ingin menetap di Indonesia kan, kalau begitu aku bisa menceraikanmu sekarang, kan?"
"Semudah itu kah, Tuan Muda?"
Nuansa Aruna atau akrab disapa Nuna, menatap wajah Zachary Rowan McLane—laki-laki yang baru lima belas hari menjadi suaminya itu.
"Selama kita nikah aku rasa kamu, selalu menumpahkan itu di dalam, kamu gak ngerasa kalau benih itu bakal tumbuh, kan?" tanya Aruna kepada Rowan. Rowan menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya kemudian bergegas memakai kemejanya.
"Aku tidak se-peduli itu Nuna, aku menikahimu hanya untuk kepentingan bisnis keluarga McLane setelahnya tidak ada yang peduli dengan pernikahan ini, aku ingin kehidupan bebas ku kembali," jelas Rowan kepada Aruna.
Aruna yang menutupi dirinya dengan selimut bergerak ke arah Rowan dan menarik kemeja laki-laki itu agar mendekat ke arahnya. "Kamu yakin tidak akan menyesali ini, Tuan Rowan? Kamu tahu kan, kalau aku putri konglomerat yang bisa melakukan apa saja?"
"Hahaha, Kucing ini mulai liar, kau ingin melakukan apa, menjebakku lebih lama dalam pernikahan ini dengan kekuasaan keluargamu?"
Aruna hanya tersenyum dan menghela napas. "Sayangnya aku cuma seorang putri yang tidak terlalu dianggap, pergilah Rowan, aku tidak akan menghalangimu, terimakasih sudah membuatku terlihat ada dengan pernikahan ini."
"Yah jika aku hamil—" ucapan Aruna belum selesai tapi Rowan sudah menutup bibir Nuna dan tersenyum.
"Bawa benih itu pergi dan bertindak seolah aku tidak pernah memberikannya," ujar Rowan memotong pernyataan Aruna.
Aruna mengangguk. "Sesuai permintaanmu."
Malam itu. Rowan meninggalkan Aruna di mansion yang sudah dia berikan untuk Nuna tanpa Aruna tahu Rowan akan pergi kemana—Nuna sebenarnya juga tidak terlalu peduli.
Dari awal Rowan dan dirinya sepakat menikah atas usulan Keluarga McLane dan Keluarga Gantara, dan setelah menjalani pernikahan yang isinya hanya hubungan badan, Aruna sendiri merasa bukanlah tempat pembuangan hasrat dan mengajukan perceraian yang langsung disetujui oleh Rowan.
Awalnya Aruna menerima pernikahan ini karena inilah satu-satunya cara agar perhatian bisa tertuju kepadanya, belasan tahun dia hidup tidak dianggap dan baru kali ini dia dianggap karena bersedia menikahi Tuan Muda sulung dari keluarga McLane.
Tapi mungkin Aruna akan kembali diasingkan jika keluarga Gantara tahu bahwa pernikahannya dengan Rowan sudah selesai dan tidak ada lagi alasan atensi untuk diberikan kepadanya.
"Nona Muda, maaf menganggu malam anda, Tuan Besar Godrick Gantara ingin anda segera menemuinya di kediaman keluarga Gantara." Seorang Maid menghampiri Aruna yang membuat Nuna hanya menghela napas.
"Sampaikan kepada Ayahku, aku akan segera kesana." Sepertinya kabar perceraian ini berhembus kencang sampai ke telinga sang Tuan Besar Gantara.
—
"Nona Muda Aruna sudah tiba, Tuan!"
"Suruh dia masuk dan segera menghadap kepadaku!" Pelayan tersebut mengangguk mendengar pesanan Gantara. Ia keluar dari ruang keluarga itu dan menemui Aruna yang menunggu diluar.
"Nona Aruna, Tuan Besar sudah menunggu anda," jelas pelayan itu kepada Aruna. Aruna mengangguk dan berjalan masuk ke ruang keluarga itu.
Di dalam sana, Aruna bisa melihat kehadiran keempat kakak laki-lakinya, Glen, Daniel Freddy dan Zayn.
"Ada apa Tuan memanggil saya kemari?" tanya Nuna menghadap kepada sang Ayah. "Saya kira Tuan Besar sudah lupa memiliki anak perempuan."
"Nuansa Aruna Gantara! Apa maksud ucapanmu itu!" ujar Gantara menatap tajam Nuna.
Aruna menghembuskan napas panjang. "Terserah Tuan saja."
"Aruna! Yang sopan kamu sama Ayah yah!" Freddy angkat suara yang membuat Aruna diam.
"Apa yang bisa diharapkan dari anak perempuan yang lahir dari keluarga ini, tidak berguna," timpal Glen.
Aruna lagi-lagi diam mendengar ucapan kasar kedua kakaknya itu. Ia menghela napas dan masih berdiri di hadapan Gantara.
"Aruna! Apa benar bahwa kamu sudah bercerai dengan Rowan?"
Aruna mengangkat kepala. "Kalau benar, memangnya kenapa?"
PLAK! Sebuah tamparan mendarat ke wajah Nuna—membuat Aruna seketika terhuyung dan kehilangan keseimbangan.
"Nuna!" Daniel—kakak pertama, lekas berdiri dan hendak menghampiri Aruna sebelum ayah mereka mengangkat tangan meminta tidak ikut campur.
"Jangan ada siapapun yang ikut campur atas apa yang sudah dilakukan anak yang tidak tahu diri ini!" teriak Gantara membuat mata Aruna memerah, bukan karena sakitnya tapi dia sadar sekarang berapa tidak berharganya dia.
"Setidaknya jangan berlaku kasar kepada Nuna, Ayah!" Daniel tidak tahan dan hendak berdiri tapi tangannya ditahan oleh Zayn yang mengisyaratkan untuk diam dengan gelengan kepala.
"Lalu, aku harus apa? Hidup sebagai anak berbakti penuh hutang budi dengan menggadaikan kehormatanku?"
"Jaga ucapan kamu!"
"Itu yang Ayah lakukan sekarang kepadaku! Ayah menggadaikan kehormatanku kedalam pernikahan yang tidak di inginkan, apakah begini cara keluarga ini memperlakukan seorang perempuan!?"
Mata Gantara memerah menyala. Aruna menghela napas panjang. "Jangan dilanjutkan Ayah, aku sudah tidak ingin terjebak didalam keluarga ini, keluarga yang tidak bisa menghargai kehadiran anak perempuan."
"Lantas, apa yang akan kau lakukan diluar sana, kau pikir kau bisa bertahan?" tanya Gantara—Aruna mengibaskan rambut coklat panjangnya dan membalikkan badan. "Heh! Jika kau keluar dari mansion ini, kau benar-benar tidak akan menjadi bagian keluarga Gantara."
"Ayah!" Daniel kembali berdiri.
"Baiklah, jika itu maumu," Aruna tersenyum dan berjalan meninggalkan ruangan itu. "Aku tidak butuh untuk diakui keluarga ini lagi, aku akan menjalani hidupku sendiri mulai sekarang, Ayah."
"Pergi dari sini! Dasar kau anak tidak berguna!"
"Kau tahu Ayah? Rasa sakit hati yang paling sulit di ungkapkan adalah rasa sakit hati seorang anak kepada orang tuanya, karena jika itu ku katakan, maka dunia akan menganggapku sebagai anak durhaka, jaga dirimu Ayah, dan aku akan menjalani hidupku sendiri!" jawab Aruna berlalu dari hadapan mereka semua.
— <3 —
Rowan terdiam. Dia duduk di tepi ranjang dan mengusap wajahnya kesal, kedua mata biru keputihan miliknya menatap nanar alat reproduksinya. "Kenapa, dia tiba-tiba tidak ingin e*eksi? Sial!" Rowan membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menghela napas. "Dan kenapa di waktu-waktu seperti ini, aku malah memikirkan Nuna?"
Tok! Tok! Tok!
"Tuan Muda, Bisakah saya masuk sekarang?" tanya Ho—Sekretaris pribadi milik Rowan.
"Masuk, saja Ho!"
Ho membuka pintu kamar hotel itu dan masuk ke dalam. "Tuan Muda, setidaknya pakai dulu pakaian dalammu." Wajah Ho sangat datar saat melihat Rowan masih setengah telanjang.
"Apa anda ingin saya mencari wanita saja, Tuan?" tanya Ho kepada Rowan—Rowan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak perlu, aku juga tidak ingin bermain-main dengan wanita lain, carikan aku Nuna! Aku membutuhkan dia, aku hanya memikirkan wanita itu di saat seperti ini," jawab Rowan menyugar rambutnya. "Dan pastikan dia ingin menemuiku."
Ho menggaruk tengkuknya. "Soal itu, aku ingin mengatakan suatu hal Tuan Muda?"
"Apa!?"
"Nona Muda Aruna sudah tidak menjadi bagian keluarga Gantara, dari yang saya dengar dia sudah berpindah ke negara lain dan tidak ada satupun yang mengetahui keberadaannya."
Rowan membulatkan mata sempurna. "Apa!?" Rowan bangkit dari duduknya dan mengguncangkan tubuh Ho. "Lalu bagaimana dengan nasib junior ku ini, dia cuma bisa bangkit jika mengingat Nuna! Kau ingin melihat diriku impoten hah!?"
"Tapi bukannya itu tidak penting, kehidupan bebas yang Tuan inginkan cuma tidak menikah bukan main sana-sini dengan perempuan lain!"
"Tapi bagaimana nasib istri masa depanku, Ho!"
"Tenang dulu, Tuan!"
"Bagaimana bisa aku tenang, kalau benda ini cuma bereaksi pada Aruna! Sial! Sial! Sial!"
Ho menghela napas panjang. "Sepertinya anda harus menjalani kehidupan lebih baik dan menikah saja Tuan Muda, mungkin ini cara Tuhan menyadarkan anda."
"Bunuh saja aku, Ho!"
"Saya tidak memiliki kredibilitas untuk menghilangkan nyawa Tuan, tapi saya akan melakukan apapun untuk membuat Tuan Muda tersenyum."
"Kalau begitu cari keberadaan Aruna segera!"
"Saya tidak menjamin, tapi saya akan berusaha, Tuan Muda." Ho berjalan meninggalkan Rowan di kamar itu. Sementara Rowan dia hanya merebahkan badan memikirkan bagaimana nasibnya kedepannya.
Berbulan-bulan Rowan mengerahkan anak buahnya mencari keberadaan Nuna, tapi tidak satupun membuahkan hasil dan setelah satu tahun dia menyerah karena memang rasanya dia harus menjalani hidup tanpa kehidupan bebas lagi mulai sekarang.
Empat tahun berlalu, Rowan menjalani kehidupannya sebagai seorang Direktur Rumah Sakit di Australia, kehidupan sebagai Dokter membuat Rowan sedikitnya melupakan keinginannya untuk berhubungan badan dengan wanita lain selama empat tahun, meskipun dipastikan bukan impoten, tapi Rowan tidak pernah lagi menjalani pemeriksaan apapun dan pasrah saja.
Sore itu, Rowan berada di lapangan golf pada akhir pekan seperti biasanya, bersama dengan Ho menghabiskan waktunya untuk bermain golf sebelum seorang anak laki-laki yang belum lancar berbicara menghampirinya.
"Daddy!" Anak itu mengangkat tangannya meminta untuk digendong oleh Rowan. Rowan tersenyum dia menatap sekeliling dan tersenyum sinis.
Ia menggendong anak itu dan menatapnya. "Jadi kamu ingin saya menjadi Daddy-mu?" Anak itu mengangguk.
"Daddy!"
"Ya, im your Daddy now, boy!"
"Eung!" Anak itu mendusel di pundaknya yang membuat Rowan tersenyum senang.
"Ah lucunya!"
Disaat mereka berdua seperti itu, seorang wanita dengan rambut coklat cerah terurai dan poni tipis, kulitnya cerah, bibirnya ranum dan senyumnya manis berjalan menghampiri laki-laki dan anak itu.
"Permisi Tuan, sepertinya anak yang ada bersama anda itu adalah anak saya, bisakah saya mengambilnya?"
Pria dewasa itu membalikkan badan dan tersenyum. "Oh iya—Hm, Nuna?"
Wanita yang tadi mengembangkan senyum perlahan luruh saat melihat siapa laki-laki dihadapannya itu. "R—Rowan?"
Rowan menurunkan anak itu dan menatap Nuna serius. Nuna segera mengambil anaknya ke dalam gendongannya dan hendak pergi dari sana sebelum Rowan menahan tangannya.
"Nuna, bagaimana kabarmu, aku sudah lama mencarimu, siapa anak ini, apakah dia anak kita?" Pertanyaan tiba-tiba Rowan membuat Nuna sontak menggeleng. "Kemana saja kamu selama ini?"
"Maaf Rowan, aku harus pergi sekarang." Nuna menepis tangan Rowan dan berlalu dari hadapan Rowan. Rowan menatap punggung Aruna dan tersenyum pelan.
"Akhirnya aku menemukanmu, Aruna!"
"Tuan Muda?"
"Ada apa, Ho!"
"Nona Aruna sudah tidak terlihat lagi."
Rowan mengusap matanya dan menatap sekeliling. "Kenapa hilang begitu cepat, cari keberadaan Aruna segera, aku tidak ingin berlama-lama."
-
-
-
"Tuan Muda, saya sudah mengetahui informasi bahwa, Nona Aruna menjalankan sebuah toko bunga kecil-kecilan disekitar sini dan ini alamatnya, apakah anda ingin saya menemuinya?" Ho berdiri dihadapan Rowan dan menjelaskan informasi yang dia dapatkan.
Rowan menggelengkan kepala. "Tidak udah Ho, biar aku yang langsung menemui wanita cantik dan pemarah itu, ah iya, tentang anak itu, siapa anak itu?"
Ho membuka sebuah kertas ditangannya. "Belum diketahui siapa anak itu, tapi dari catatan riwayat hidup Nona Aruna, dia belum pernikahan menikah lagi setelah bercerai dengan Tuan Muda."
Rowan menyulam senyum di wajah lesunya. "Bagus! Aku akan menjadi satu-satunya yang mengikat janji kepadanya, siapkan aku mobil Ho, aku akan menemui istriku itu."
"Secara teknis dia bukan istri anda lagi, Tuan."
"Diamlah!" Rowan berdiri dan memperbaiki posisi jasnya.
"Tuan Rowan, apakah anda yakin baik-baik saja? Sepertinya Tuan Rowan sakit wajah anda seperti kepiting rebus!"
Rowan menatap wajahnya di kaca. "Aku tidak apa-apa dan berhentilah berbicara denganku, suaramu menyebalkan."
"Sangat tega, tapi tidak apa-apa, apakah kita harus berangkat sekarang?"
"Lebih cepat lebih baik! Ayo kita temui istri kesayanganku itu!"
— <3 —
"Nona sudah kembali?" Zeya—pekerja paruh waktu di toko bunga Aruna berjalan ke arah Aruna yang baru saja memasuki toko bunganya dengan menggendong Aiden—putranya yang baru berusia empat tahun itu. "Apa baik-baik saja, Nona?"
"Ah Zeya, tidak apa-apa, oh iya jam kerja kamu sudah habis yah, kamu berangkat kuliah saja, biar saya menghandle toko setelah ini," jawab Aruna menghela napas panjang.
"Nona, yakin?"
"Yah, sana berangkat kalau kamu kelamaan disini, nanti terlambat," jelas Aruna.
Zeya mengangguk dia beranjak mengganti seragamnya di ruang ganti kemudian berangkat meninggalkan toko bunga yang kini dijaga oleh Aruna. Aruna diam di balik meja kasir dan menghela napas panjang.
"Kamu bahkan belum bisa berbicara Aiden, tapi kenapa kata pertamamu adalah Daddy, dan kenapa harus kepada orang itu?" Aruna menghela napas panjang kemudian mendudukkan Aiden di kursi khusus bayi disampingnya.
Sejenak Aruna teringat flashback saat dia dinyatakan positif hamil dan menemui Rowan untuk terakhir kalinya sebelum benar-benar pergi dari hidupnya.
[Flashback On]
"Rowan."
"Ada apa menemuiku, Aruna, apakah mansion itu tidak cukup untukmu?" tanya Rowan kepada Aruna yang dimana keduanya kini berada disebuah restaurant. "Pelayan bawakan satu set daging sapi kemari."
"Kenapa diam? Bukannya kamu menemuiku untuk mengatakan sesuatu?" tanya Rowan kepada Aruna—Aruna menghela napas panjang kemudian menatap mata biru keputihan milik Rowan.
Aruna memantapkan dirinya. "Jika ada seseorang yang mengaku mengandung bayi dari benihmu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Hm, tidak ada, karena aku buka tipe laki-laki yang suka bermain-main dengan wanita untuk mengotori diriku sendiri, jadi mana mungkin ada wanita yang mengandung anakku," jelas Rowan menyesap minumannya.
Aruna menghela napas. "Bagaimana jika itu terjadi denganku?"
Rowan mengangkat alis. "Maksudmu?"
"Bagaimana jika aku yang hamil, Rowan."
Rowan menyulam senyum smirk di bibirnya. "Entahlah Aruna, mungkin aku akan menyingkirkan anak itu jika kau mengatakan mengandung anakku saat ini."
"Seperti yang kuduga."
"Apa dugaanmu?"
"Laki-laki yang hanya hidup untuk keidealisan sepertimu tidak akan punya waktu untuk memiliki hati nurani," jelas Aruna berdiri dari duduknya. "Aku harap kita tidak pernah bertemu lagi, Tuan Muda."
Rowan mengangkat alisnya, Aruna sendiri meninggalkan Rowan disana setelah menemukan jawaban yang menurutnya sudah menjadi jawaban atas semua keinginannya dan besoknya dia akan benar-benar ke Australia untuk memulai hidup baru.
[Flashback Off]
"Bagaimana bisa aku bertemu dengannya lagi setelah bertahun-tahun berdiri sendiri, bagaimana jika dia tahu kalau Aiden adalah putranya, mungkinkah dia akan menyingkirkan Aiden?" Aruna benar-benar terbayang-bayang akan apa yang akan terjadi nantinya sampai dia tidak sadar suara lonceng di pintu berdentang menandakan ada seseorang yang masuk ke tokonya.
"Nona, bisakah anda memberikan sebuah bunga?"
Aruna menghela napas dan mengangkat kepalanya. "Ah Tuan, Bunga apa yang anda mau—" Seketika ucapan Aruna terhenti saat mendapati sosok dihadapannya kini adalah Rowan.
Dia memakai kemeja putih dan jas, penampilan korporat untuk sebatas Direktur Rumah Sakit menurut Aruna pribadi.
Rowan tersenyum dan memangku dagunya di atas meja kasir Aruna. "Bunga apa saja, asalkan bunganya secantik floristnya, maukah kau menyiapkannnya untukku, sayangku?"
Aruna terdiam, bagaimana bisa laki-laki yang dia hindari itu kini berdiri dihadapannya dengan tatapan tanpa dosa kepadanya.
— <3 —
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!