NovelToon NovelToon

Petualangan Danu

Danu dan gadis kecil

"Di Kerajaan Eternal Blessing, Hidup legenda kuno tentang empat kesatria legendaris dan 4 monster kuno yang menjadi awal dari bersatunya sebagian besar kerajaan di benua Terra Magna. Ada yang menyebut legenda itu sebagai bencana besar kuno, perang besar kuno, wabah kegelapan, dan pembentukan kembali kekuasaan.

Legenda di awali dengan munculnya empat monster kuno yang membawa petaka, penyakit, kehancuran, dan pembantaian umat manusia.

Banyak cerita yang berbeda tentang mereka, tapi memiliki satu persamaan, pada masa munculnya monster hewan-hewan menjadi gila dan mulai bertransformasi menjadi lebih ganas, muncul wabah penyakit entah dari mana, adanya daerah yang makmur dalam sekejap tapi raib di keesokan hari, dan terbunuhnya keluarga Kerajaan secara misterius.

Di masa yang sulit itu, manusia dipaksa untuk bersatu, menghadapi empat monster kuno dengan segala keterbatasan mereka. Manusia mengalami banyak sekali kerugian, banyak yang kehilangan keluarga, harta, dan tempat tinggal karena perang berkepanjangan hingga perang mencapai puncaknya, yaitu pertarungan sengit antara empat kesatria dan empat monster. Pada akhirnya, monster-monster itu berhasil dikalahkan dan di segel." Cerita seorang kakek tua kepada segerombolan anak kecil yang mengelilinginya.

Seorang gadis kecil yang polos bertanya padanya " kekek~..., di mana tempat 4 monster itu disegel?"

"Hahaha, tidak ada yang tahu pasti, dimana ke 4 monster itu berada karena empat kesatria sendiri lah yang menempatkan 4 segel tersebut. Namun, 4 pahlawan itu sempat memberikan 4 artefak kuno sebelum kepergiannya. Dikatakan bahwa 4 artefak tersebut ditinggalkan untuk berjaga-jaga apabila segel tersebut terlepas." Jawab sang kakek dengan serius.

"Jadi, dimana ke-4 artefak tersebut barada sekarang?" Tanya cucu laki-lakinya yang duduk disampingnya.

"Hmm..., Ke-4 artefak tersebut dijaga oleh keturunan langsung dari 4 kesatria dan hanya beberapa bangsawan tingkat 3 dan tamu kehormatan dari keluarga tersebut yang dapat melihatnya."

"Yah.... Berarti kita tidak bisa dong melihat artefak kuno itu. Kita-kan bukan bangsawan, huhhhh." Keluh Danu, cucunya.

Sang kakek tertawa terkekeh-kekeh. "Tenang saja, selama kalian tumbuh besar dan bermanfaat bagi orang banyak kalian pasti mendapatkan kesempatan untuk melihatnya, jadi kalian tidak boleh nakal dan rukun biar kita bisa lihat artefak itu bersama-sama, ya.."

"Baik kakek." jawab anak-anak serempak.

"Sudah dulu cerita kita untuk hari ini, sana pergi bermain, besok lagi ya ceritanya..." Tutup sang kakek.

Anak-anak mulai membubarkan diri dan pergi bermain dengan teman-teman mereka, kecuali Danu, cucunya, dan seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tampak malu-malu ingin bicara dengan sang kakek.

"Ada apa Klara? Apa ada yang mau kamu tanyakan?" Tanya sang kakek pada gadis kecil itu.

Gadis itu kesusahan untuk bicara pada sang kakek karena terlalu gugup, menundukkan kepala, sering melirik ke sekitar, dan tangannya meremas-remas ujung pakaian yang dikenakan olehnya.

Danu yang melihat Klara cuma diam dan tidak mengatakan apa-apa saat kakeknya bertanya menjadi kesal. Dia berjalan ke hadapan bocah itu dan memarahinya. "Kalau ada orang tua tanya itu jawab jangan diam saja! Kamu harus .. e eh ka-kakek sakit" Danu tak menyelesaikan perkataannya karena telinganya di tarik oleh kakeknya.

"Danu.., kalau tidak boleh begitu, kalau bicara sama perempuan itu yang lembut lalu berikan dia kesempatan untuk bicara, lagian dia udah bicara kalau gak kamu selah tadi!" Omel sang kakek

"Iya-iya kek, Danu faham, Danu minta maaf. Adu duh.." jawab Danu sambil menahan jiwiran sang kakek.

Kakek Surya -nama kakek Danu- melepaskan jiwirannya dan tersenyum lembut pada Klara.

"Nak Klara, maafkan Danu ya.. kalau omongan Danu sering ceplas-ceplos. Jadi, apa yang ingin Nak Klara tanyakan?" Bujuk Kakek Surya

Klara yang sempat terdiam beberapa saat, menatap Danu dengan cemas, dengan gugup dan terbata-bata dia berkata, "ma.. ma.. maaf karena tidak sopan. A a aku akan pergi."

Klara pergi dengan terburu-buru, meninggalkan Danu dan Kekek Surya. Hal ini membuat Kakek Surya menghela nafas panjang, dia menyayangkan sikap Danu yang membuat Klara yang pemalu pergi meninggalkan mereka, walau pada saat dia bercerita Klara-lah yang paling antusias saat mendengarkan dan bertanya.

Danu melihat Klara yang pergi menjauh darinya dengan terburu-buru dengan tatapan meremehkan. Dia melihat Klara hingga punggung dari gadis berambut merah itu tidak terlihat dari pandangan matanya.

....

Pada sore harinya, Danu berjalan di samping lapangan tempat biasa anak-anak desa biasa berkumpul dan bermain. Dia masih kesal dengan Klara karena membuatnya dimarahi oleh kakeknya padahal hanya masalah sepele.

"Haa.. cuma karena gitu aja takut, cih. Pemalu amat sih itu anak." keluh Danu sambil menendang batu yang tak bersalah dan menyilangkan kedua tangannya di belakang kepalanya.

Suasana di sana memang cocok untuk melepas lelah dan kesal. Di sana angin bertiup dengan perlahan, rerumputan akan berdesir saat angin menghembusnya, dan kicauan burung yang terdengar ramai saat mereka berdatangan ke sarangnya di pepohonan sekitar lapangan bermain itu.

Danu terus berjalan santai di bawah cahaya senja yang mulai surup, sebagai tanda akan datangnya malam. Danu menghentikan langkah kakinya dikarenakan adanya suara rintihan dan teriakan disekitarnya.

Danu melihat sekeliling dan berjalan perlahan ke balik sebuah pohon besar, di sana dia melihat Klara yang dijambak oleh seorang gadis seumuran dengannya nya dan dua orang anak laki-laki yang ikut mengganggunya.

Klara menangis sambil menahan jambakan rambut dengan tangannya, dia terus mencoba meronta dengan keadaan tubuh yang lemah. Klara memohon pada anak itu, "Aku mohon lepaskan aku. A-aku tidak bawa uang sekarang. A aku janji akan membawanya besok. A aah, jadi tolong lepas."

"Haa, besok? Memang orang kaya itu sama saja ya. Kamu pikir aku bakal percaya. Dengarkan!" Teriak gadis nakal itu sambil mendekatkan kepala Klara ke arahnya, "Kau tahu, kami sudah berkorban untukmu agar orang asing sepertimu dapat bermain di sini dan kau tinggal bayar saja apa susahnya sih!"

Gadis nakal itu adalah Sofi, dia memiliki wajah yang terlihat polos, tapi memiliki temperamen yang buruk. Dia melanjutkan kata-katanya sambil memperhatikan dengan seksama pakaian yang digunakan Klara, "Mana ada kamu tidak bawa uang, lihat pakaian kamu aja mahal!"

Sofi menjatuhkan Klara ke tanah dan membuat Klara tersungkur hingga mengotori pakaian yang dikenakannya. Klara merintih kesakitan sambil menangis dengan sengal-sengal.

"A.. a aku kan sudah bayar. Hiks hiks, j- jadi .." Klara kesulitan bicara karena menangis dan tak dapat menyelesaikan perkataannya di saat Sofi menarik kera bajunya dengan kasar.

Sofi menatapnya dengan tajam, dia berteriak pada Klara, "jadi apa?! Karena kamu pulang telat ya otomatis biayanya naik dong. Aah masak gitu aja gak tahu"

Danu yang melihat dari balik pohon mulai merasa tidak nyaman dengan kelakuan Sofi yang semena-mena. Dia mengerutkan alisnya dan berjalan ke arah kegaduhan itu.

Di saat Sofi mengintruksikan ke dua temannya untuk pergi dari sana bersamanya, Danu mengejutkan mereka dengan berdiri dengan wajah yang garang.

Sofi melotot ke arah Danu. Keduanya saling menatap satu sama lain untuk menunjukkan dominasi masing-masing.

Sofi menunjukan jarinya ke arah Danu, dia ngomong dengan cetus "Apa lihat-lihat! Mau sok jadi pahlawan! Sana pergi!".

Emosi Danu semakin menggebu-gebu, dia menyeringai dan mengepalkan kedua tangannya, dia menatap Sofi dengan sinis dan berkata "haaa.. kau pikir ini daerah siapa, hee.. berani-beraninya kamu memalak orang tanpa izinku di sini!"

Sofi memberikan isyarat kepada kedua temannya untuk membereskan Danu. Kedua anak laki-laki itu segera maju menyerang Danu bersama. Danu tidak tinggal diam, dia berlari terlebih dahulu ke arah mereka sebelum sempat bereaksi. Danu menendang perut salah satu mereka, memukul bagian dagu, dan kembali menendang perut bocah itu hingga iya merintih kesakitan. Namun, Danu segera tertangkap oleh anak lain yang menerjangnya dan membuatnya terjatuh, rekan anak itu segera membantu dan memukuli Danu tepat pada wajahnya Danu mencoba melindungi wajahnya dengan kedua tangannya.

Sofi tersenyum puas, dia melihat Danu yang menjadi samsak teman-temannya dalam waktu singkat selama pertarungan. Klara merasa terkejut dan khawatir kepada Danu, walau begitu Klara melihat tidak ada tanda dari Danu kalau dia akan menyerah dan justru memperlihatkan ekspresi penuh semangat dan penuh emosi.

Danu menahan setiap serangan yang diterimanya sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang balik. Dia selalu mengingatkan dirinya sendiri "tunggu saat yang tepat, sebentar lagi, sebentar lagi. Rasa sakit ini akan aku balas berkali-kali lipat.'

Danu menerima beberapa pukulan di wajah, tendangan di pinggangnya, dan leher yang dicekik oleh lawannya. Di saat kedua orang itu beranjak berdiri dan menganggapnya telah berakhir, Danu segera menarik salah seorang dari mereka dan menjatuhkannya dangan keras dia tertawa dan mengejek anak itu "hahaha... Kamu pikir semua pukulanmu tadi sakit he.. rasakan pukulan ku ini."

Danu memukul anak itu tepat dibagian wajahnya dan mulai terjadi perkelahian yang intens di antara mereka. Danu beranggapan bahwa pertarungan antar anak-anak seperti mereka itu bukan hanya soal seberapa kuat serangan mereka tapi juga soal seberapa bisa mereka bertahan. Itulah yang Danu percaya. Hal itulah yang membuat Danu bertarung dengan brutal dan menjadi-jadi. Danu terus terjatuh dan bangun beberapa saat berikutnya. Kedua anak itu mulai ragu apakah mereka bisa menang melawan Danu yang telah jatuh berkali-kali. Mereka bisa merasakan detak jantung mereka yang berdetak kencang terutama saat mereka melihat ke mata Danu yang tidak menunjukkan tanda akan menyerah walau mereka telah berkali menghajarnya, tapi pertarungan perlahan dipimpin oleh Danu yang mulai menyesuaikan diri, menghindar, dan menyerang balik mereka.

Tapi, apakah Danu benar-benar baik-baik saja? Nyatanya, tanpa Danu sadari, tubuh Danu telah mengeluarkan banyak keringat, tangannya sudah bergetar pada pertengahan pertarungan, nafasnya juga mulai tidak teratur, meski Danu tidak menyadarinya.

Danu berdiri dengan tenaga terakhirnya, beberapa bagian pakaiannya telah sobek dan memperlihatkan beberapa luka lembab dan goresan pada kulitnya, sementara ke-dua lawannya tidak jauh berbeda darinya.

Danu melihat dengan seksama kedua lawannya, dia ingin segera mengakhiri pertarungan ini dengan cepat. Dia menelan luda karena tenggorokannya terasa kering, setelah itu dia tersenyum dan mulai tertawa bengis setelah menyadari kalau musuhnya sudah terlihat kelelahan. hal ini menimbulkan kengerian di hati lawannya, termasuk Sofi yang terlihat cemas dari tadi.

"He hehe hahaha. Hai kalian! Siapa nama kalian?" Tanya Danu dengan garang.

Ke dua anak yang dilawannya saling menatap satu sama lain, mereka merasa heran mengapa Danu tiba-tiba bertanya nama mereka.

"Na-nama?" Tanya salah daru mereka dengan ragu.

"Ya. Nama kalian."

"Aku Sabda dan dia Rantas" jawab salah seorang dari mereka dengan nafas yang tersengal-sengal.

Sebenarnya mereka memiliki ciri-ciri tubuh yang mirip, keduanya kurus, berambut hitam, dan berkulit sawo matang. Namun, yang membedakan mereka berdua adalah wajah Sabda yang oval sedangkan Rantas memiliki wajah yang bundar.

Danu melebarkan senyumannya dan seru pada mereka berdua,"Bagaimana kalau kita akhiri sampai di sini? Saat ini hari telah petang jadi orang tua kita pasti sudah mulai mencari. Kalian tidak ingin dihukum kan?"

Namun, nyatanya mereka berdua tampak tidak begitu mempedulikan dan segera bergerak setelah saling pandang sesaat. Meraka maju bersamaan, melancarkan pukulan pada Danu tapi Danu dengan sigap menangkap tangan Sabda, memberikan pukulan balik yang sangat keras pada rahang kanannya, dan membantingnya ke Rantas. Mereka berdua terjatuh, Danu mengangkat kera baju Rantas yang mencoba bangkit, menendang perutnya dengan lutut hingga Rantas tidak dapat menahan diri untuk menggerutu kesakitan, dia memberikan tatapan tajam pada Sabda dan Sofi. "Pergilah selagi aku memberikan kesempatan!!" perintah Danu dengan geram.

Sofi menunjukkan ekspresi tidak percaya, dia kesal karena Danu seorang diri dapat mengalahkan kedua temannya. Setelah berdecak, Sofi mengisyaratkan kepada Sabda dan Rantas untuk pergi meninggalkan tempat itu.

Klara termenung sambil memperhatikan Danu yang berdiri dengan berani mengalahkan kedua anak yang mengganggunya. Klara mendekat pada Danu perlahan, tatapan matanya kikuk, dia mengucapkan terima kasih dengan wajah yang polos kepada Danu, tapi Danu cuma diam saja dan melangkah pergi dari sana. Klara terus memperhatikan Danu hingga punggungnya tidak terlihat dari pandangannya.

"Klara!" Teriak seorang laki-laki paru baya dari kejauhan.

Klara menoleh ke arah suara tersebut, dia segera dihampiri oleh orang tersebut yang merupakan ayah Klara. Tuan Daniel, ayah Klara, mengusap rambut anaknya dengan lembut dan mengusap bagian pakaiannya yang kotor.

"Kenapa bajumu kotor seperti ini, apa Klara baik-baik saja?" Tanya Tn. Daniel - cemas.

Klara menggelengkan kepalanya dan mengatakan "Klara tidak apa-apa".

"Lalu kenapa kok bisa kotor semua, ha.. ya sudah, ayo kita pulang dulu, mama mu sudah khawatir dari tadi"

Klara mengangguk dan mengandeng tangan ayahnya, pulang bersama.

Dua Sisi berbeda

Danu berjalan dengan lelah ke rumahnya, tapi dia langsung di sambut oleh rotan yang menghantam meja dengan keras.

"Hayo.., dari mana saja kamu Danu. Jam sekarang kok baru pulang. Lihat tuh. Ibumu sampek khawatir." Tegur Tuan Senja lalu menunjuk lebam pada wajah Danu, "habis berkelahi dengan siapa kamu? Kok bonyok semua?".

Danu menunduk lalu menjawab dengan suara lirih, "Danu habis dari lapangan pak.."

"Terus, mukamu kenapa kok kayak gitu?" Tanya Pak Senja

"Habis berantem sama temen-temennya Sofi"

Danu mengulurkan tangannya dengan enggan, ini bukan pertama kalinya dia menerima hukuman jadi mengambil inisiatif sendiri untuk mengulurkan tangannya.

Pak Surya menghela nafas dan merilekskan wajahnya. Dia menatap dengan wajah Danu dengan penuh wibawa.

"Bagus, jadi kamu masih ingat apa yang bapak ajarkan padamu." Ujarnya dengan nada tegas, Tuan Senja mulai memukulkan rotannya ke tangan Danu sambil meneruskan pembicaraannya, "Danu, meski kita bukan dari keluarga terpandang tapi ingat apa yang selama ini bapak ajarkan ke kamu. Tak masalah jika kamu melakukan kesalahan selama kamu mau bertanggung jawab atas masalah tersebut"

Tuan Senja menghentikan pukulan rotannya, tangan Danu agak memerah karena pukulan tersebut tapi tidak terlalu menyakitkan karena Tuan Surya tidak benar-benar memukulnya dengan keras dan hanya memukul sekedarnya.

"Selalu ingat itu, Danu" tegas kembali Tuan Surya.

Danu mengangguk dan memegang bagian tangannya yang memerah karena pukulan Tuan Surya, matanya terbuka lebar saat Tuan surya mengelus kepalanya.

'Hangat' itulah kata yang terpikirkan oleh Danu saat bersama bapaknya.

tuan Surya: "Ya sudah, masuklah! kakek dan ibumu sudah menunggu di dalam, besok kita kerumah teman-teman Sofi buat minta maaf."

Danu melangkah masuk ke dalam rumah dengan senyuman kecil yang terukir di mulutnya, dia berjalan beberapa langkah dan berhenti saat melihat Tuan Surya tidak ikut masuk sementara pandangan matanya sedang menyusuri sekitar.

"Bapak gak masuk?" Tanya Danu.

"Kamu masuk dulu aja nu. Bapak sedang cari pecok bapak ni, dari tadi sore bapak cari gak nemu-nemu." Jawab Pak Senja.

Danu menatap Pak Senja dengan tatapan keheranan, pasalnya pecok atau sebuah cangkul kecil yang digunakan dengan satu tangan tersebut terikat di pinggang bapaknya.

"Dah itu apa?" Tunjuk Danu pada pecok yang ada di pinggangnya.

"Loh iya," tanggap Pak Surya, lega, "ya udah kalau gitu ayo masuk."

Mereka masuk ke dalam rumah kayu sederhana bersama, meninggalkan gelap malam yang datang bersamaan dengan tenggelamnya matahari.

###

Di Rumah Klara,

Ruang keluarga, Mama Klara, nyonya Vivi, duduk pada sofa sambil mengoleskan salep pada luka Klara, tangannya bergerak dengan perlahan, penuh kehati-hatian.

Tak berselang lama, tuan Daniel datang dan duduk di samping istrinya dengan membawa kotak yang berisikan daging ikan yang sangat disukai oleh Klara, membuatnya tampak antusias.

"Lihat apa yang papa bawakan." Ajak tuan Daniel sambil menyodorkan kotak tersebut pada Klara.

Klara melebarkan pupil matanya, tersenyum lembut, dan mendekat untuk memperhatikan lebih jelas.

tuan Daniel mengelus kepalanya dan bertanya dengan ramah. "Coba cerita dulu, kenapa bisa Klara sampai seperti ini?"

Klara mengaitkan ke dua ujung jarinya, dengan senyum yang lembut dia mulai bercerita. "Tidak apa-apa, cuma~ Klara tadi diganggu sama anak nakal.. lalu Klara di tolong sama.." Klara terdiam sesaat, senyumannya semakin lebar, "teman."

Klara meneruskan dengan lebih semangat. "Klara awalnya mau nangis tapi teman datang lalu nolong Klara" Klara mengepalkan tangan, semakin antusias, "dia yang ngusir anak-anak nakal itu, padahal teman Klara udah dipukul sampai jatuh, ta tapi teman Klara gak nyerah seperti kesatria dari dongeng mama."

tuan Daniel dan nyonya Vivi saling memandang dan tersenyum lega, mengetahui anak mereka baik-baik saja.

Klara memegang telunjuk tuan Daniel dan menatapnya dengan mata polosnya. "Papa~ Klara belum terima kasih ke taman Klara, boleh kasih daging ini ke teman Klara.."

tuan Daniel tertawa kecil, mengelus rambut Klara dengan lembut, dan menjawab. "Iya tidak apa-apa, tapi yakin.. Klara kan suma sama daging ikan ini? Apa tidak yang lain saja?"

Klara sempat menatap sekotak daging itu dengan pandangan tak rela, tapi dia segera menekan perasaan itu dan tersenyum tulus. "Iya, Klara gak apa-apa kok."

"Ya sudah kalau gitu, kamu tidur dulu ya, kotaknya papa simpan dulu, besok kamu kasih sendiri ke anak itu."

Klara mengangguk, berjalan ke kamarnya yang ada di lantai dua.

Nyonya Vivi menggenggam lembut punggung tangan suaminya, tersenyum manis padanya.

tuan Daniel merasakan kehangatan pada tangan dan hatinya. Dia membelai rambut istrinya yang tergerai pada wajahnya membuat pipi putih wanita itu memerah sesaat.

tuan Daniel mengajaknya untuk istirahat dan tidur di kamar bersama.

.....

Di dalam kamar Klara,

Klara berbaring di atas kasurnya dan meredupkan lampu minyak yang ada di kamarnya, menyisakan sedikit cahaya untuk sekedar memandang sebuah buku yang tergeletak di atas kasurnya, buku dengan sampul bergambar kesatria yang menunggangi kuda dengan gagah.

Ia sempat mengelus buku itu sebelum beranjak dari kasurnya dan mengembalikan buku itu pada jajaran buku yang ada di dalam kamar itu.

Kamar yang cukup luas hingga cukup untuk di tempati sebuah lemari buku sedang, meja, dan kasur yang cukup untuk dua orang dewasa.

Ada satu buku yang dibiarkan oleh Klara tergelatak di atas meja. Ada sebuah pola lingkaran pada sampul buku itu, sesekali memancarkan cahaya kemerahan pada polanya.

Klara mengeluarkan sebuah kalung dengan yang disembunyikan di balik bajunya, meletakkannya di atas meja, mematikan lampu minyak, dan berbaring kembali, membiarkan rambut merahnya berubah warna menjadi putih.

Klara tidur dengan senyuman manis, seolah telah melewati hari yang indah.

###

Dari balik pepohonan, sebuah bayangan tampak samar-samar muncul dan mengintai desa dari kejauhan.

Matanya merah menyala, tanah di bawahnya basah karen air liurnya.

Bayangkan itu mengintai sesaat dan kembali pada kegelapan penuh di hutan. Kembali dalam kegelapan dengan puluhan Cahaya kemerahan dari mata yang lainnya.

Sekotak ikan

Pada pagi yang cerah, anak-anak bermain bersama di lapangan desa. Beberapa dari mereka bermain kejar-kejaran, sepak bola, dan beberapa permainan lainnya.

Klara duduk di samping lapang, melihat Danu yang sedang bermain bentengan dengan anak sepantarannya. Sebuah permainan di mana dibentuk 2 kelompok yang harus menjaga benteng atau sebuah tiang agar tidak disentuh oleh lawannya. Permainannya sederhana, anak yang lepas lebih dulu dari benteng dapat ditangkap oleh anak yang lebih akhir berpegangan pada benteng dan apabila tertangkap maka dia harus berdiri di samping benteng lawan sebagi tawanan. Anak yang menjadi tawanan akan lepas apabila timnya berhasil menjemputnya dengan menyentuh mereka.

Saat itu, Danu mendapat tugas untuk menjemput teman-temannya yang menjadi tawanan. Dia berlari ke depan tapi segera dihadang oleh dua orang lawan, Danu menghentikan langkahnya, mundur beberapa langkah lalu melompat kesamping saat lawan mencoba mengenainya, Danu berlari memutar dan membuatnya dikejar oleh lebih banyak orang sehingga membuat rekannya yang lain dapat menolong teman yang tertawan tersebut dan segera menyentuh pohon yang dijadikan benteng lawan.

"Benteng!" Teriak salah seorang mereka yang berhasil menyentuh benteng lawan.

Klara terus memperhatikan Danu, di pangkuannya ada sebuah kotak yang dibungkus kain dangan rapi. Dia sudah ada di sana sejak satu jam yang lalu, menonton permainan Danu dan berharap dapat memberikan kotak itu padanya.

Akhirnya Danu berhenti bermain, dia menghampiri Klara saat melihat Klara yang tampak menunggunya. Klara segera berdiri dan tersenyum dengan canggung, dia melirik ke samping berusaha untuk tidak berkontak mata dengan Danu.

"Apa yang kamu lakukan sendiriaan di sini?" Tanya Danu.

Klara menyodorkan kotak yang pegangnya ke Danu sambil berkata "te-terima ka-sih."

"Ha.. apa?"

Danu tidak mendengar dengan jelas ucapan Klara karena suaranya yang lirih.

Klara kembali mengucapkan terima kasih pada Danu, wajah yang putih memerah karena malu.

Danu mengambil kotak tersebut, membuka ikatan talinya, dan mendapati sebuah kotak berisikan nasi dan daging ikan laut yang telah dikukus di dalam kotak itu.

Danu terkejut karena dia sangat jarang sekali makan daging ikan apalagi daging ikan laut yang lebih mahal dari daging ayam atau kambing karena daerahnya sangat jauh dari pesisir dan keluarga mereka harus menabung 3 bulan penuh hanya untuk mendapat 1 Gr daging kambing yang paling murah.

Danu menatap Klara dengan keheranan, seolah tak percaya dengan apa yang baru diberikan oleh Klara.

"Kamu yakin mau memberikan ini?" Tanya Danu - tak percaya.

Klara cuma mengangguk dan segera berlari pergi, sementara Danu masih terpaku disana, sampai Danu terlambat merespon dan membuatnya terhenti saat mencoba memanggil Klara yang telah berlari jauh, menghampiri orang tuanya yang sedang mengangkut beberapa barang ke dalam kereta kuda.

Danu ragu apakah dia harus menghampiri mereka atau tidak untuk mengucapkan terima kasih.

"Danu, Ayo lanjut!!" Panggil teman-temannya dari lapangan.

Danu menoleh ke arah mereka dan segera berpamitan untuk pulang dan menghiraukan panggilan mereka.

***

Danu pulang, menemui kedua orang tuanya yang sedang berbena pada gubuk budidaya jamur mereka.

"Bapak, Ibuk. Danu pulang." Panggil Danu

" Doh. sudah pulang to. Tumben." Sahut ayahnya.

"Wah, anakku sayang sudah pulang ya. Sini sama ibuk." Panggil seorang wanita paru baya yang membawa nampan berisikan jamur tiram yang telah panen. Wanita tersebut berdiri di samping Tuan Senja dengan mengenakan pakaian dari kain katun, dan rambut yang di ikat seperti konde.

Wanita itu mengarahkan pandangannya pada sebuah kotak yang di bawa oleh anaknya, "apa yang kamu bawa ini sayang?"

"Ini... Ini pemberian teman Danu tadi, katanya terima kasih"

"Terima kasih? " Tanya Cendana, ibu Danu.

"Kemarin dia diganggu sama anak nakal, jadi Danu tolong." Danu menjawab dengan mata polos yang meluluhkan hati sang ibu.

"Kemarin?"

Tuan Senja ingat kalau Danu kemarin pulang dengan babak belur, dia merasa kalau kejadian ini berhubungan.

"Coba lihat, apa isi kotak itu?" Tanya Nyonya Cendana.

Danu membuka kotaknya, Kedua orang tua Danu sangat terekejut, mata mereka terbelalak saat tahu kalau yang ada di dalamnya adalah daging ikan laut yang segar.

"Ya ampun nak... Ini beneran di kasih kan?" Tanya sang ibu seolah khawatir anaknya mencuri.

"Kamu beneran gak bohongkan kalau ini dikasih?" Imbuh Tuan Senja.

"Danu gak bohong kok. Kalau gak percaya tanya aja sama temen Danu yang punya rambut warna merah." sangkal Danu.

Pak Senja dan istrinya saling memandang satu sama lain, mereka telah mengajari Danu untuk bicara jujur sejak kecil dan bertanggung jawab, jadi tidak mungkin Danu yang masih polos berbohong. Akhirnya Tuan Senja mengambil tindakan, dia mengajak Danu masuk dan menyuruh istrinya untuk membuat bubur dari beras dan ikan yang mereka dapatkan.

Sang istri segera membawa daging ikan yang telah di potong dadu di dalam kotak tersebut ke dapur di belakang rumah mereka, dia mencincangnya hingga menjadi lembut, memanaskan kuali air, sementara dia membersihkan beras hingga bersih dan sia dimasukan ke dalam air yang telah mendidih.

Sementara Nyonya Cendana sibuk menyiapkan makan malam, Danu dan Ayahnya duduk di meja makan bersama, keduanya diam untuk beberapa saat, hingga Tuan Senja membuka pembicaraan, "Jadi, anak itu memiliki rambut warna merah ya?"

Danu mengangguk pelan.

Tuan Senja berfikir sejenak, seingat dia cuma ada satu keluarga di desa ini yang memiliki rambut berwarna merah, yaitu keluarga Tuan Daniel yang merupakan saudagar kaya di desa mereka, jadi tak heran kalau dia memberikan sekotak ikan dan nasi ini pada mereka.

"Baik, bapak mengerti sekarang, tapi tetap saja, yang mereka kasih itu barang mahal. Danu, besok kita ke rumah mereka untuk berterima kasih, kamu ikut bapak ya besok.''

Danu mengangguk.

Selang beberapa saat, Kakek Surya datang dengan membawa sebuah buku di pelukannya, dia didampingi oleh beberapa pemuda yang tampak terpelajar dan sedang berdiskusi santai dengannya.

Ayah Danu berdiri untuk menyambut sang kakek dan orang-orang terpelajar itu, mempersilahkan mereka masuk, dan memberikan mereka beberapa mangkuk bubur daging ikan yang telah matang lalu memberikan beberapa bungkus bubur tersebut untuk dibawa pulang oleh mereka.

Danu memperhatikan setiap gerakan dari ayahnya dan bertanya-tanya dalam hati, "kenapa mereka harus berbagi makanan? Padahal mereka sendiri juga jarang makan mekanan enak seperti ini."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!