Di sebuah Desa terpencil yang lumayan jauh dari keramaian Kota, Aminah tengah sibuk mengurusi Putranya yang baru berusia Empat Bulan. Hatinya sangat senang atas kehadiran Buah hatinya yang tampan itu. Aminah pun memberikan sebuah Nama Raden Umar.
kebahagian sang Ibu sangat melekat pada Aminah, meski keadaanya lebih dominan tak berpihak padanya. Sikap Galah sang Suami selalu bersikap kasar dan tak wajar. Dari mulai memberi nafkah yang jauh dari berkecukupan serta Hiperseks pada Galah selalu melukai tubuh Aminah hingga memar. Tak hanya itu saja, Galah selalu mabuk-mabukan setiap harinya.
Rasa lelah Aminah mengahadapi Galah hampir membuatnya menyerah. Namun, semenjak kehadiran Putranya di tengah konflik Rumah Tangganya. Membuat Aminah bertahan dalam kondisi apapun, itu semua demi Putranya. Aminah tidak mau Putranya tumbuh tanpa seorang Ayah, meski Ayahnya tak memiliki akal sehat selayaknya para Ayah yang lain.
"Aminah ...." teriak Galah sekeras musik Barongsai yang sibuk menunjukkan aksinya di kerumunan.
"ya, Mas ..." jawabnya tertunduk dan perlahan.
Tubuh Galah yang saat itu tampak kokoh dan tampan, membuat Aminah tak kuat menatap matanya berlama-lama. Bukan berarti untuk memujinya, melainkan takut akan memicu Hasrat Hiperseks nya.
"Ayok lah, jangan diam saja kau, Minah" katanya bernada serak dalam keadaan mabuk sepulang dari Tongkrongan bersama rekan-rekannya di siang bolong.
Galah mulai memicu hasrat birahi dalam keadaan mabuk dan duduk di sofa panjang di ruang tengah. Tubuhnya sudah tak mengenakan baju dan celana lagi, Aminah perlahan menghampirinya dengan keadaan tubuh masih lemas karena kesakitan sisa dari semalam ulah Galah menyetubuhinya di kamar mandi.
Ingin sekali rasanya meluapkan amarah. Namun, Aminah tidak bisa selain jiwanya yang selalu memberontak seorang diri. Marah tapi, tidak ada keberanian. Berupaya tapi, kalah keras dan hanya menyiksa dirinya.
"Apalagi, Mas...?" Ucapnya bernada pelan dalam keadaan tubuh sempoyongan dan menjauhkan pandangannya terhadap tubuh Galah yang tak sehelai tertutup kain.
"ahh ..., kau ini pura-pura saja, layani aku sekarang, cepat!" Penuh tajam pada pandangannya.
"Baru semalam kita melakukannya di Kamar mandi, sekarang kau meminta lagi?"
"Banyak bicara kau" Bentak Galah dan menariknya paksa dengan kasar.
Aminah diam tak merespon apa yang di lakukan Suaminya. Ia pasrah dalam keadaan sakit yang menggerogoti tubuhnya. Keganasan Galah semakin jadi-jadi, apalagi ia dalam keadaan mabuk. Hasratnya begitu kuat mengalir dan berupaya untuk menghabisi hasratnya di sofa panjang bersama Aminah.
Sofa panjang itu menjadi saksi bisu di siang bolong bagi Aminah yang terus di bulak-balikan tubuhnya oleh Galah hingga Dua jam lamanya. Rasa sakit yang berlebihan sudah terbiasa menemani Aminah.
Tubuhnya mulai memerah karena cengkraman Galah begitu kuat, Aminah hanya membiarkan itu terjadi. Melawan bukan hak nya, menyerah bukan keputusan yang bijak ditengah hasrat Galah yang meluap.
"Ini yang kalian berikan kepada Putri ke sayang mu?" Keluh Aminah dalam hatinya atas pilihan terbaik bagi kedua orang tuanya.
Perjodohan adalah awal malapetaka bagi Aminah, dimulai dari status kehalalannya terikat Sah dan akan berakhir setelah Halal itu terpisah oleh sebuah surat yang di keluarkan oleh pengadilan Agama. Itu pun tidak tahu kapan akan terjadi.
Dampak dari Materialistis kedua orang tuanya akan mencatat sejarah pada Sumsum Hati Aminah, perempuan yang saat itu pernah menjadi kembang Desa bagi para pemuda sekampungnya. Kini menjadi Sejarah korban Hiperseks lelaki halal.
"Ini untuk mu .." kata Galah memberikan uang nafkah senilai Lima puluh ribu rupiah usai memuaskan nafsunya di sofa selama Dua jam. Lalu, pergi keluar entah kemana.
Aminah tersungkur di ujung sofa panjang tanpa sepatah kata, selain menerima uang yang mungkin tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Batinnya mengeluh dan memicu Kepalanya berputar cepat untuk meminta uang lebih. Namun, tertahan karena tubuhnya yang akan menjadi korban selanjutnya. Ia memilih diam dan menghindar perlahan dengan menopangkan tubuhnya di setiap dinding rumahnya menuju kamar Umar yang tengah sibuk tidur.
"Tidur mu nyenyak, Nak" kata Aminah dan mengelus pipi Umar yang selembut sutra.
Aminah bernyanyi dengan suara yang begitu merdu untuk membuat Umar lebih nyenyak dalam tidurnya. Nyanyian itu mengurai air mata Aminah berjatuhan pada baju yang dikenakannya. Itulah sisi baik Ibu, berupaya dalam situasi yang tak berpihak hanya demi kebahagiaan Putranya.
Malam tiba di penghujung sepertiga malam pertama, angin mengendap-endap di sela lubang jendela dan mulai menggerayangi tubuh Aminah dan Umar. Selimut tebal pun di tariknya untuk menutupi tubuh keduanya. Namun, bagi Umar tak cukup selimut tebal saja. Ia merengek menangis karena rasa lapar dan hausnya menggerogoti perutnya. Aminah lekas bertindak cepat untuk menyusui Umar yang menangis.
"Owa, owa, owa ...." Suara tangis Umar kencang dan terhenti sekaligus, karena sikap Aminah yang lembut mampu menenangkan Umar dalam sekejap, apalagi Air Susu Aminah membuat Umar serasa menikmati sajian terenak malam ini.
Seketika malam itu pun berubah hening dan mengalir sebuah kebahagian di atas ranjang empuk mereka. Lalu, keduanya melanjutkan tidurnya saling memeluk di antara tumpukan selimut serta pembatas kasur empuk oleh bantal kecil.
Ditempat yang sama, sekumpulan lelaki dewasa yang sudah memiliki istri kini tengah sibuk membicarakan sesuatu yang tak seharusnya di bicarakan. Kekurangan dan kelebihan sang istri selalu menjadi tranding topik seolah dunia sosial media. Tujuannya hanya untuk mencari jati diri, bahwa aku lah pemenangnya.
Jhon, adalah salah satu teman dekat Galah. Ia selalu membicarakan soal Istrinya yang nakal dalam adegan ranjang, namun Jhon kewalahan menghadapinya. Galah merasa iri karena ia tak seberuntung Jhon. Diam adalah pilihan terakhir untuk tidak menjadi korban ejekan para temannya. Namun, isi kepala Galah mulai liar mengarah terhadap perempuan yang akan memuaskan nafsunya.
Setelah obrolan mereka selesai dalam beberapa hari. Galah mulai terobsesi terhadap cerita Jhon soal kenakalan Istrinya di ranjang. Jelas hal itu mulai menumbuhkan
sebuah rencana busuk Galah mengalir kuat dan mendorongnya ke sesuatu tempat yang sering di kunjungi. Tapi, tak berani untuk masuk selain dari tawaran tuannya waktu itu.
Tempat itu adalah Rumah Jhon, Galah mulai memberanikan diri untuk masuk dengan mengendap-endap perlahan untuk menemui istri Jhon yang saat itu tengah bermandikan parfum seusai mandi. Tampak jelas, tubuh indah istri Jhon melintasi isi kepala Galah untuk memilikinya.
"Hei ..." tegur nada pelan Galah yang sudah berada di kamar Jhon.
Kaget dan bercampur aduk bagi istri Jhon atas kehadiran Galah yang tiba-tiba berada di kamarnya. Malu bukan main yang di rasa istri Jhon, karena ia mengenakan baju teramat tipis tanpa mengenakan dalaman. Jelas itu memicu Hasrat Galah yang ganas.
"Apa yang kau lakukan di kamar ku?" Tanya Sarah istri Jhon dan menjauh dari Galah.
Galah bersikap tenang seperti lautan tak memiliki ombak. Ketenangan salah satu rencananya untuk mengusir kepanikan Sarah yang berada di penghujung kamar.
Selain wangi parfum pada tubuh Sarah,warna lipstik yang melekat merah pada bibir Sarah membuat Galah semakin terobsesi untuk mengunyahnya. Penyudara yang bulat dan kokoh, semakin menari-nari di kedua bola mata Galah.
"Mulus dan besar ..., Jhon beruntung mendapatkan Sarah!" Kata Hati Galah dengan manik-manik mata keranjang.
Lalu, Galah mengeluarkan ponselnya untuk memutar percakapan Jhon saat bersama teman-temannya. Dalam rekaman itu terdengar jelas bahwa Jhon mengeluh akan kenakalan Sarah di atas ranjang yang membuatnya kewalahan.
Percakapan itu membuat Sarah malu karena sisi kepribadian soal biologisnya telah di ketahui oleh orang lain. "Terus apa yang kau inginkan?" Tanya Sarah.
"Sederhana saja, Sarah! Aku hanya ingin membuat mu merasakan kepuasan yang sejati, maka dari itu aku datang kesini!" Ujar Galah berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, selain kedua bola matanya terus memandangi Penyudara milik Sarah.
Perkataan Galah mulai menjalar merasuki Kepala Sarah dan memutar cepat berupaya untuk menyaringnya. Namun, Sarah lemah akan hal itu, karena ia sendiri tak bisa mengelak dari kenyataan yang sebenarnya, bahkan sempat ingin mencari sosok lelaki yang bisa memuaskan nafsunya.
Lalu, Keduanya diam sejenak tanpa mengatur sebuah rencana. Tapi tidak dengan batin mereka, seolah ada gesekan dan mulai merangkai Kolusi Hati. Itu semua, hanya untuk mendapatkan keuntungan dari kedua belah pihak yang haus akan itu.
Lambat laun, wajah Sarah memerah malu perlahan terlihat dan menunjukkan, bahwa Biologisnya tak pernah terpenuhi dengan puas oleh Jhon. Sarah terpojok dalam situasi ini dan ia berusaha menahan diri untuk tidak berulah secara Agresif karena Galah sendiri belum menunjukan sesuatu yang di carinya selama ini.
"Lantas apa yang akan kau perbuat?" Tanya Sarah setenang embun di penghujung daun.
Galah mulai membuka kancing pada bajunya satu persatu dan menunjukkan tubuh yang tinggi serta kokoh pada ototnya tanpa sepatah kata. Setelah itu, Galah tetap diam seolah menunggu rencana apa yang ada dalam isi kepala Sarah.
"Tapi ..." kata Sarah tertuju pada tubuh Galah sampai tak bisa menyelesaikan perkataannya.
"Sampai kapan kau akan menahan diri" Batin Galah dengan angkuh karena upayanya membuat Sarah mulai terlena.
Tak pandang bulu, Galah lekas membuka celananya di mulai dari kancing, gesper serta resletingnya. Lalu, sekaligus celana jeans-nya miliknya mengendor dan terurai jatuh perlahan ke lantai.
Seketika Sarah terpacu akan sesuatu milik Galah yang berotot besar jauh lebih besar milik Suaminya. Adrenaline mulai terasa kuat di dalam aliran darah Sarah dan bergejolak panas hingga mengundang keringat di setiap pori-pori penyudaranya, merespon ingin melakukannya dengan cepat sekaligus. Pertanda itu terlihat jelas oleh Galah dan beranggapan Sarah mulai tergoda dalam hitungan detik.
"Brug ...." suara tubuh keduanya beradu yang dimulai oleh Sarah dan mulai menjalari tubuh Galah dengan nakal.
Percintaan semalam mulai mencatat sejarah tanpa sebuah kesepakatan yang di setujui akan berakhir seperti apa. Yang ada hanya kepuasan nafsu dari keduanya yang terus mengalir cepat. Keduanya memiliki hasrat yang tinggi atau Hiperseks. Sarah yang beringas dalam adegan di atas ranjang membuat Galah merasakan sensasi tiada banding dengan hal apapun. Apalagi Galah sempat mengingat soal Aminah yang payah akan hal itu. Tidak ada sedikit pun untuk menahan diri bahkan semakin lupa daratan dan fokus pada keberingasannya yang mendapatkan lawan seimbang.
Galah selalu mengajaknya untuk berpindah tempat mengelilingi rumah Sarah untuk mencari suasana yang lebih indah, dan Sarah pun mengiyakannya dengan pasrah tanpa menolaknya. Hampir Lima jam lamanya mereka terus merangkai hasrat murni yang sudah ada sejak lahir. Mereka terus melancarkan aksinya di luara batas Normal dan mengakhiri dengan tubuh yang benar-benar lelah seolah usai bekerja berat seharian.
"Hah ..., ternyata nikmatnya luar biasa" kata Galah bermandikan keringat.
Pagi tiba, dan Galah lekas pergi dari pintu belakang untuk menghindari dari orang-orang sekitar dan pulang menuju rumahnya. Lalu, Sarah mulai membersihkan tubuhnya dengan mengelus lembut. Di sela itu, ia mengingat akan keberingasan Galah terhadap tubuhnya terkoyak habis. Namun, membuatnya justru merasa senang.
"Jhon .., maaf! Kau suami yang payah dan aku akan terus bercinta dengan teman mu setiap waktu" kata Sarah tak menyesali atas perbuatannya sambil tertawa tipis penuh kebusukan.
Angin mulai menyapa Umar di dalam gendongan Aminah yang tampak rapuh, namun berusaha kuat di setiap pandangan orang sekampungnya. Senyum terus mengalir di sela perjalanannya menuju pulang saat melihat berulang kali Umar yang berada didalam kain gendongan dengan tertidur pulas.
Manik-manik di setiap pandangan Aminah mulai menjalar untuk memiliki sebuah mainan kecil yang tampak lucu di sebuah Toko Mainan anak-anak. Andai saja mainan itu bisa di belinya untuk menghadirkan kecerian Putra nya yang sudah berumur 6 Bulan dan mulai menunjukan ingin rasa tahunya terhadap sebuah benda. Tapi, Aminah hanya mampu menelan air liur nya yang terasa lengket karena ia tak memiliki uang lebih.
Lantas Aminah melanjutkan langkahnya ingin segera sampai dirumah. Karena tak kuat menahan kesedihan terhadap mainan kecil itu. Lalu, tak sengaja di pertengahan niatnya untuk cepat sampai, tetangganya menyapa dan mengatakan sesuatu pada Aminah.
"Galah sedang bersama perempuan di Rumah mu" kata Tetangga polos tak bertele-tele.
Sekejap Aminah terdiam, batinnya hancur seketika tak terbentuk. Retakan hatinya mulai terbentuk tanpa mengeluarkan suara. Namun, terasa sakit sekali bagai hantaman sebuah Ombak besar menghantam terumbu karang sampai hancur sekaligus.
Berusaha untuk tak menghiraukan perkataan tetangganya, namun ingatannya kembali datang soal suaminya memang gila akan Hiperseks nya yang sudah menetap kuat sejak lahir. Maka ia mulai berasumsi, perkataanya itu memang benar.
Sekejap kedua kakinya tak ingin melangkah kembali karena asumsi yang merasuki dirinya terlalu kuat. Berupaya untuk mengusirnya, tapi sia-sia dan hanya bisa melangkah sedikit demi sedikit untuk ke suatu tempat yang dimana bisa menenangkannya.
"Hmmm ..." desah nafas Aminah berusaha melangkahkan kembali kedua kakinya.
Aminah menuju tempat pemakaman umum, disana ada makam warga setempat termasuk kedua orang tuanya berada disana. Kematian kedua orang tuanya berselang waktu dengan pernikahan Aminah dan Galah baru berusia Tiga Bulan.
Padang rumput yang begitu luas dan pagar membatasi batas wilayah pemakan itu. Aminah memberanikan diri untuk menginjak- kan kakinya di antara rentetan Makam warga. Disana ia melihat Dua makam kedua orang tuanya yang sudah cukup berumur.
Sekejap Air mata nya mengalir membasahi kedua pipinya sambil mengelus gendongan yang didalamnya ada Umar. Hatinya tercampur aduk dengan kacau, ia ingin mengadu, bercerita tentang semua Rumah Tangganya yang hasil dari sebuah perjodohan atas keegoisan Kedua orang tuanya. Bahwa, Rumah Tangganya tak sebahagia yang mereka pikirkan. Tapi ia tahu, tidak akan ada tanggapan dan percuma saja, karena makam itu hanya terbaring terbujur kaku.
Dirumah Aminah, Galah tengah sibuk mengukir cerita cinta bersama Sarah di tengah rumah tepat di atas sofa. Mereka terlalu asik dengan dunianya sampai tak menyadari bahwa yang mereka lakukan sungguh berdosa. Namun di rasanya, itu hanya perkataan bodoh karena yang terpenting adalah kenikmatan semata.
"Ayok Sarah, pacu Adrenaline mu" Kata Galah bersimbah keringat membasahi sekujur tubuhnya.
Sarah pun menggila atas perkataanya dan mulai beraksi dengan beringas. Seisi rumah hanya sibuk menonton ulah percintaan mereka yang sudah berjam-jam. Tak ada upaya sedikit pun dari isi rumah itu untuk melerai mereka.
"Brug ..." suara pintu terbuka sekaligus oleh Aminah sepulang dari makam.
Tamparan sekaligus menghampiri wajah Aminah oleh peristiwa yang tak bermoral di rumahnya. Narasi itu mulai menceritakan sebuah peristiwa sakit tak berdarah dan sekejap memenuhi pandangan Aminah hingga diam tak berkutik.
Sakit mulai mengukir luka dalam sumsum Hati Aminah melihat Dua tubuh yang tak mengenakan sehelai kain tengah asik dengan Dunianya. Jantungnya berdebar hebat bukan karena lelah sehabis olah raga, aliran darah memicu cepat otaknya dan menjalar menuju tubuh Aminah untuk mengundang emosinya yang mulai mendidih panas dan meluapkan sekaligus secara mendadak. Namun, mustahil untuk bertindak. Karena sadar diri akan Galah yang tak memiliki kebaikan sedikitpun. Berapa kali untuk melerainya percuma saja dan akan berakhir membalik- kan keadaan tak berpihak padanya meski bertindak benar.
"Masuk kau Aminah ke kamar mu!" Bentak Galah melototinya dalam keadaan tubuh memangku Sarah. Dan Sarah menunjukkan wajahnya dengan perasaan tidak merasa bersalah.
Aminah lekas pergi memasuki kamarnya sambil menggendong Umar. Ia duduk menangis tak bersuara karena takut membangunkan Umar yang sejak tadi tidur pulas dalam pangkuannya.
"Brug ..." suara pintu kamar di buka paksa oleh Galah.
Tatapan penuh emosi menggumpal di sekitaran wajah Aminah. Apa yang seharusnya di lakukan adalah Memaki Suaminya. Namun hal itu, akan membuatnya kacau dan mengganggu tidur Umar.
"Taruh Umar di kasur ..." Bentak Galah.
Aminah menurutinya, melepaskan kain gendongan perlahan dan lekas meletakkan Umar d tengah kasur yang cukup rapih.
"Kau tunggu disini, jangan kemana-mana dan jangan bersikap bodoh" ancam Galah dan kembali keluar. Lalu, mengunci pintu kamar nya dari luar.
Tubuhnya yang telanjang bulat tak membuat Galah merasa malu di hadapan istrinya. Ia malah kembali ke pangkuan Sarah yang masih berada di sofa panjang.
"Bagaimana Aminah?" Tanya Sarah dengan wajah bodohnya atas pertanyaan konyol.
"Sudahlah, jangan banyak basa-basi!" Jawab Galah tak ambil pusing.
Akhirnya mereka kembali bercinta , bahkan semakin gila dan tak wajar sampai mengeluarkan desahan yang terdengar jelas oleh Aminah.
Aminah mendengar jelas desah mereka berdua di balik pintu yang mengandung sebuah makna. Desahan itu cukup sederhana. Namun, sangat menyakitkan bagi Aminah dan semakin sakit, semakin menggali lubang Hatinya dan benar-benar terluka.
Menangis dan menangis yang Aminah lakukan sambil mengelus wajah lembut Umar dan menutupi kedua telinganya untuk menghindari asal suara di balik pintu.
Berselang waktu, keheningan mulai terjadi di balik pintu kamar Aminah dalam beberapa jam dan hanya terdengar obrolan yang samar dari keduanya. Rupanya Galah sudah selesai bercinta dengan Sarah. Dan mereka tengah asik mengobrol sambil menikmati sandaran tubuh yang lelah dan penuh manja.
"Sayang .., sebaiknya kau pulang!" Kata Galah.
"Hhmm ...!"
"Tak usah menggeram begitu, nanti ku selesaikan semuanya!" Jelas Galah.
"Awas kalau kau tak becus menghadapi semuanya, ku buat kau menderita!" Ancam Sarah sambil merapihkan rambutnya yang berantakan.
"Ya ..." singkat Galah sambil menghisap Rokok dengan tenang.
"Aku tunggu secepatnya ..." Lalu, Sarah pergi menjauh dari rumah Galah.
Galah menemani kenikmatannya bercinta dengan beberapa batang Rokok dan minuman beralkohol dalam gelas yang tak henti di tuangnya. Isi kepalanya memutar santai seolah sedang membangun sebuah rencana.
"Aminah ..." Kata Galah sehabis membuka pintu kamarnya.
Aminah tengah sibuk duduk di hadapan kaca rias dengan terurai halus rambutnya dan tercium aroma parfum yang wanginya tersebar di dalam kamar. Tak hanya itu, ia juga mempercantik bibirnya dengan lipstik berwarna merah merona. Aminah berdandan bukan untuk memberikan kecantikannya kepada Galah. Namun, selintas hanya ingin terlihat lebih cantik hari ini. Itu saja yang ada dalam pikiran Aminah saat ini.
"Aminah dengar aku tidak?" Bentak Galah.
Aminah pun membelokkan pandanganya terhadap Galah dan menunjukkan wajah penuh kekosongan seakan tak bersemangat lagi untuk hidup. Namun, Galah merasa kaget, karena Aminah terlihat lebih cantik dan mulai memberanikan diri untuk menatap tajam Galah yang tak bermoral lagi bagi Aminah.
"Apa maksud dari tatapan mu?" Tanya Galah sempat mengagumi kecantikannya, namun berupaya untuk mengelak, karena Aminah mulai berani untuk menatapnya dengan tajam.
"Hhmm ..." gumam Aminah bukan berarti kehabisan kata-kata. Melainkan, ia lebih memilih tenang tak berbicara, karena merasa tidak pantas lawan bicaranya tak lain dari Binatang.
Seketika Galah terpancing dengan emosinya dan menarik paksa tubuh Aminah keluar kamar dan membawanya ke ruang tengah serta menyandarkan tubuh Aminah pada dinding.
"Tumben kau cantik kali ini!" Cakap Galah sambil memegang kuat dagu lancip milik Aminah.
Kedua bola mata Galah berputar-putar seakan mencari celah untuk hasratnya terhadap Aminah. Diam selau diam yang di lakukan Aminah. Namun, tak mengurangi sedikit pun dengan tatapannya yang tajam. Hal itu jelas membuat Galah merasa kesal bercampur aduk hasrat birahi.
"Berani kau menatap ku tajam!" Cekam Galah.
Akhir dari perbuatan Aminah atas tatapannya, Aminah pun bernasib naas karena Galah mulai menggerayangi tubuh Aminah yang wangi akan parfum.
"Baru kali ini aku serasa bernafsu liar terhadap mu! Ayolah kita habiskan waktu ini sampai larut malam." ujar Galah kerasukan hasrat birahi hingga kalap.
Rusak seketika tubuh Aminah berikut kecantikannya mulai memudar atas perilaku Galah terhadapnya. Habis sudah seluruh tubuh Aminah dijilati lidahnya yang haus seks. Kali ini Galah menggila, membawa Aminah ke kamar mandi dan menyiram seluruh tubuhnya dengan beberapa gayung.
"Wow ..., bulatnya penyudara mu!" kata Galah setelah menyiram tubuh Aminah.
Tak pandang bulu, Galah lekas menelanjangi Aminah dengan Agresif. Begitu pula, Galah membuka pakaiannya sendiri dan bergegas pada intinya dengan sekaligus menembus dan memenuhi ruang tertutup milik Aminah.
"Ini baru sedap, Minah ..." teriak Galah.
Aminah menahan sakit luar biasa. Namun kali ini, ia tetap tenang dan tak mengeluh karena nasibnya sudah terukir jelas dalam sejarah nya dan akan terus menulis jalan cerita hidupnya yang tak berpihak kebaikan sedikitpun. Bahkan, ia mulai menikmati kesedihan itu semakin jauh.
"Ayok minah ..., aku ingin puas sekali terhadap mu!" jeritnya Galah tak henti mengoyak Ototnya berulah masuk keluar, masuk keluar pada adegannya.
Suara gemuruh di kamar mandi terdengar jelas oleh alam liar di luar rumah Aminah. Ingin sekali mereka menyemangati Aminah yang bernasib buruk. Tapi apalah daya, mereka hanya sebatas alam liar yang tumbuh dengan sendirinya.
Berselang waktu, usai sudah percintaan yang terjadi di rumah mereka. Aminah mulai mengendap-endap di antara dinding sambil tersenyum seolah sakit jiwa. Mentalnya seketika rusak dan mulai berhalusinasi yang tidak-tidak. Galah pun hanya sibuk menandinginya sambil berkata.
"Kau ku ceraikan malam ini! Jadi, ku beri waktu kau untuk meninggalkan Rumah ini sampai besok pagi!" Jelas Galah lalu pergi keluar entah kemana.
Aminah tetap tenang tak ingin berontak sambil tertawa terbahak-bahak dan menyenderkan tubuhnya ditembok bercat putih polos.
"Puas kalian ..." Kata Aminah dengan lantang sambil menangis histeris.
Aminah seperti menghadapi sebuah proses gangguan mental dalam dirinya. Tawa tak henti bercampur tangisan tanpa sebuah pertunjukan apa pun sangat jelas sekali terlihat pada diri Aminah. Namun sesuatu terjadi saat Aminah sedang kacau dengan jiwanya, tiba-tiba Umar menangis kuat di dalam kamar, suara tangisannya terdengar jelas oleh Aminah dan seketika membuat Aminah diam sambil menatap pintu kamarnya yang tertutup.
"Umar ...?" Batin Aminah merasa tenang setelah mendengar tangisan Umar.
Ia teringat Umar dan segera membuka pintu kamar dengan cepat. Umar yang sudah setengah berguling mencari sosok Ibu yang tak berada disampingnya. Dengan sigap, Aminah memeluk Umar penuh kelembutan.
"Kenapa kamu, Nak?" Tanya Aminah lembut dengan mata keduanya berbinar-binar entah kebahagian atau kesedihan yang tersirat diantara wajah keduanya.
"Kamu haus ya ...?" ujar Aminah dengan tenang.
Umar pun seketika diam mendengar suara Ibunya dan menatapnya penuh tatapan polos karena kenyamanan yang dirasakan Umar. Apalagi, Sang Ibu memeluknya dengan penuh kasih sayang. mampu membuat Umar setenang lautan samudera bersahabat dengan ombak dalam hari-harinya.
"a, b, c, e, f, g, h, i, j, ..." sebuah kata tersusun berantakan oleh Umar.
Kejadian itu membuat senyum Aminah bangkit lagi dan seketika menghapus nasib yang tak berpihak terhadapnya, seolah perkataan Umar yang berantakan adalah obat penyembuh dari semua luka hati Aminah akibat Rumah Tangganya yang sudah berjalan kurang lebih selama Dua Tahun bersama Galah sang lelaki Hiperseks, kini hancur lebur untuk selama-lamanya.
"Kita pergi dari rumah ini yah Nak, kita temukan kebahagian di luar sana, kita cari sampai maut memisahkan kita!" Kata Aminah bersimbah air mata mengurai panjang di setip wajahnya seraya mengelus jemari manisnya terhadap senyum Umar.
Pengumuman keras bagi pembaca!!!
"Mohon bijak untuk menanggapi semua peristiwa dalam Dua Bab pertama! Penulis bukan berarti mengarahkan terhadap penindasan Wanita, ini hanya pemanis untuk bumbu cerita Love Story About Aminah Maher. Dan Penulis berupaya untuk mencarikan kebahagian sejati untuk Aminah Dan Umar di suatu tempat!"
Sekumpulan embun di penghujung daun sisa semalam, tengah sibuk dengan membasahi sepatu mereka dari berbagai merek berkualitas hingga sedikit kuyup di pinggiran sepatunya. Karena pijakan mereka terhadap embun hingga harus meninggalkan noda basah pada sepatu mereka. Itu berlaku bagi jejak sepatu Aminah yang sedang berjuang mencari sejumlah uang dengan berjualan keliling di pinggiran jalan dekat Gedung tinggi pencakar langit.
"Kue ..., kue .." teriak Aminah sambil melihat satu persatu wajah mereka yang tak di kenalinya sama sekali.
Teriak seorang Ibu paruh baya memanggil Aminah. "Bu ..."
Aminah tersenyum ramah. Menghentikan langkahnya. "Ya .., Bu!"
Ibu paruh baya pun menanyakan soal kue apa saja yang di jualnya, Aminah menanggapinya dengan penuh senyuman. Maksud dari tujuannya tak lebih untuk menggoda sang calon pembeli agar kue yang di buatnya habis terjual.
Berganti tempat dan terus melangkah lebih jauh, Aminah tetap berteriak tanpa rasa letih hanya demi dagangnya habis terjual.
Sore mulai menepi, dimana mereka mulai kelelahan karena seharian bekerja. Sebagian dari mereka mengistirahatkan tubuhnya bersama keluarga sambil menikmati secangkir kopi. Tapi tidak dengan Aminah, ia lekas mencuci baju tetangga kontrakannya dengan upah minimum cukup kecil, hanya untuk mencari uang tambahan.
Umar meneriaki Aminah sambil berlarian dan di tangannya ada mainan kecil Robot Ultraman. "Ibu ..." senyumnya menggeliat pada Anak berumur 2 tahun dengan jalan sempoyongan.
Aminah menyambutnya dengan manja. "Apa sayang ku .."
Umar berusaha berbicara sebaik mungkin. Namun, Aminah kurang mengerti karena Umar masih berantakan mengeja setiap perkataanya.
"Mm .., itu, ya ..., auh, itu .." Kata Umar dengan berantakan, segalanya ia adukan kepada Ibu nya sambil mengeluarkan kedua bola matanya sedikit menaiki alisnya.
Lucu bukan main, ketika Umar berbicara belepotan dan itu membuat Aminah hanya sibuk menanggapinya seolah pertunjukan teater komedi. Kejadian itu membuat Aminah tertawa bahagia hingga mampu mengusir rasa lelahnya di setiap waktu.
"Lucunya anak mu, Minah ..." kata pemilik kontrakan bernama Mpok Wati
Aminah bersimbah senyum. "Tapi, seharian Umar membuat onar tidak, Mpok?"
"Oh tidak, justru anak mu pintar sekali, dia tidak merengek, dia sibuk main dan sisa nya tidur, makan, tidur, makan!"
Aminah senang mendengar apa yang dikatakan Mpok Wati. "Terimakasih ya, Mpok Wati. Sudah mau menjaga Umar seharian!" terseyum malu tapi bahagia. Sambungnya Mpok Wati hanya mengangguk senyum merasa tidak keberatan untuk menjaga Umar.
Aminah merasakan memiliki Keluarga baru, ketika ia di Jakarta dan tinggal di kontrakan Mpok Wati dalam Satu Tahun lebih. Setelah kepergian kedua orang tuanya, Aminah tidak memiliki tempat untuk mengadukan semua ceritanya. Kali ini, ia menemukan pengganti itu semua pada Mpok Wati. Sedikit banyaknya Aminah selalu menceritakan asal mulanya ke jakarta. Tapi, tidak dengan mantan Suaminya yang gila Hiperseks, ia menguburnya dalam-dalam di suatu tempat yang tak akan pernah di ketahui siapapun kecuali dirinya.
Masa kelam itu sangat menyakitkan bagi Aminah, bahkan sampai detik ini, Trauma yang mendalam masih membekas di hatinya. Dari balik masa kelam nya yang mampu membuat sebuah retakan besar pada hati Aminah. Ia tidak tahu sampai kapan akan menyendiri dan kapan akan mencari kebahagian yang lebih sempurna, dan hari ini hanya Umar lah kebahagian yang tak akan pernah sirna.
Bintang hadir di malam hari dengan malu-malu, ia selalu menyembunyikan dirinya di balik awan hitam, tatapan kosong menghadapi masa depan terbayang selalu oleh Aminah, akan di bawa kemana arah hidupnya? Selain Umar, mungkin tidak cukup bagi Aminah. Karena kelak Umar akan menanyakan siapa Ayahnya, dan hal itu yang paling Aminah takuti.
Umar terbangun di tengah malam, saat Aminah tengah sibuk membungkus kue yang di buatnya untuk besok di jual. "Kenapa sayang ku?" kata Aminah bercampur kotor pada lengannya.
"Ibu ...," kata Umar sambil merengek nangis dan hanya bisa memanggil nama Aminah dengan Ibu.
Aminah mengerti maksud Umar adalah susu botol, mungkin perutnya terasa lapar serta kedinginan karena angin malam cukup kencang. Aminah bergegas membuat susu dalam botol bercampur air hangat dan segera memberikannya kepada Umar yang masih rewel.
"Ini sayang, ayok habiskan" kata Aminah dengan lembut memberikan susu dalam botol sambil mengelus keningnya.
Seketika Umar pun terdiam dan mulai sayup-sayup pada kedua matanya ingin kembali tidur dalam hitungan detik.
Aminah tersenyum melihat Umar yang menunjukan wajah tenangnya saat menikmati susu dalam botol. Tidak ada kata-kata yang dapat menggantikan rasa bahagia Aminah atas wajah Umar yang tenang itu.
"Tok ...tok .., Minah!" suara ketuk pintu dan memanggil nama Aminah.
"ya tunggu sebentar ..." jawab Aminah.
"Arumi ..., ada apa malam-malam begini?" sambung tanya Aminah dengan sedikit berantakan karena belum usai membungkus kuenya.
"hehehe ..., sorry ya malam-malam ini gue ganggu!" jawab Arumi dengan bahasa gaul sehari-hari Jakarta dan berpenampilan tomboy serta rompi dari kulit berwarna hitam.
Aminah mencibir bibirnya, karena sudah terbiasa Arumi selalu bertamu tanpa rencana. "Sudah biasa kali" ujar Aminah dan kembali membungkus kue.
"Gue masuk ya .."
"ya, Rum ..."
Arumi seorang gadis asli betawi yang berpenampilan sedikit slengean karena hobinya adalah musik. Arumi bercita-cita ingin menjadi musisi yang terkenal. Namun, sampai saat ini cita-citanya belum terwujud. Penampilan nya seperti itu menggambarkan jati dirinya sebagai pecinta musik Blues. Dan ia adalah teman dekat Aminah semenjak pertemuannya di kontrakan Mpok Wati satu tahun yang lalu. kebetulan, Arumi sepupu dari Mpok Wati. Maka tak heran, mereka menjadi akrab karena sering bertemu di hari-harinya.
"Eh .., ngomong-ngomong lo gak cape ngerjain yang beginian?" Tanya Arumi.
Aminah hanya tersenyum tipis-tipis dan tetap membungkus kue nya yang tinggal sedikit lagi selesai.
"Minah ..., gue nanya lo!" kesal Arumi.
"Ada pertanyaan yang lebih bermanfaat dari itu, Rum?" Tenang Aminah tanpa menolehnya.
Arumi merasa dongkol karena Aminah tak menanggapinya serius. Lalu, ia pun berusaha menggangu Umar yang tertidur pulas tak jauh darinya.
"Oh Umar gue yang tampan, Kaka bawa Ultraman nih" konyol Arumi menggangu Umar dengan mengiming-imingi Ultraman.
Umar hanya bergumam dan membalikan tubuhnya seolah tak mau menanggapi Arumi yang sibuk mengganggunya. Tawa Aminah mulai terdengar jelas atas sikap Umar yang tak peduli terhadap Arumi.
Arumi semakin kesal, dari keduanya tak ada satu pun yang menanggapinya. "Emang enak di cuekin Umar" celetuk Aminah dan menaruh kue dalam bungkusan kotak di atas meja kecil.
"Apes dah Gue ..." Cibir Arumi.
"hihi...,"
"Oia Min .., gue besok ikut jualan ya! Bete habisnya, temen se-band gue pada sibuk entah ngapain!" Pinta Arumi.
"Boleh ..., tapi kau tidak malu ikut keliling jualan sambil menenteng kue?"
"Mmm ..., malu gak ya?" Arumi menaruh lengannya di pundak Aminah terlihat akrab.
"kalau malu tutup muka mu pakai plastik"
"ish ..., dasar lo ya, enak benget kalo ngomong, memang muka gue cabe di bungkus plastik"
Arumi menyinyir candaan Aminah yang tak selucu komedi dalam TV. Namun, Aminah hanya membalas nya dengan senyuman sebagai tanda kedekatan mereka.
Kebiasaan mereka itulah yang selalu menghangatkan kehidupan Aminah dan Umar selama di Jakarta. Setidaknya, bisa menghibur Ibu janda anak satu yang masih melekat dengan kecantikannya yang sederhana tepi menawan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!