"Shakila, ada yang harus ayah katakan kepadamu," kata Zayyan dengan mimik serius.
"Apa itu, Ayah?" tanya Shakila masih dengan senyum manisnya karena hatinya sedang berbunga-bunga.
Zayyan masih menatap Shakila dengan perasaan tidak menentu. Dia tidak tahu sebesar apa kesedihan yang akan dirasakan oleh putri kesayangannya itu.
"Ayah senang akhirnya Abian melamar kamu dan mengajak menikah. Tetapi, ayah tidak bisa menjadi ... wali nikah kamu," ucap Zayyan dengan suara bergetar.
Seketika senyum yang menghiasi wajah cantik Shakila, hilang. Terlihat ekspresi wajah heran sekaligus tidak percaya dengan pendengarannya.
"Ma-maksud A-yah?" tanya Shakila dengan tergagap.
"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan dengan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini. Bagaimana bisa itu terjadi.
"Kenapa Ayah bicara seperti itu?" tanya Shakila yang mukanya memerah karena menahan tangis. "Bagaimana bisa aku bukan putriku?"
Selama 25 tahun Shakila dan Zayyan hidup bersama menjadi anak dan ayah. Semua dokumen identitas dirinya juga mengatakan perempuan itu adalah putri dari Zayyan Mahendra dan Almahira Khairunnisa.
"Sekarang sudah saatnya ayah memberi tahu kebenarannya kepadamu," kata Zayyan. Bagaimanapun Shakila harus tahu siapa dia sebenarnya.
Shakila merasa dadanya sesak dan kepalanya sakit. Kebahagiaan yang sejak siang tadi dirasakan olehnya karena dilamar oleh Abian, kini berubah.
"Dahulu ibumu dinikahkan dengan laki-laki yang bernama Arya Wirawardana. Jujur saja ayah tidak mengenal orang itu. Tetapi, pernah sekali bertemu dengannya," ucap pria paruh baya yang memakai kacamata.
"Arya Wirawardana?" batin Shakila. Dia telah menyimpan nama itu di dalam ingatannya.
"Pernikahan mereka itu mendadak dan baru secara agama, belum tercatat di KUA." Suara Zayyan mulai berat.
Tadinya Shakila mengira terlahir dari hasil hubungan haram, ternyata ibunya sudah menikah terlebih dahulu dengan ayah biologisnya. Dia jadi penasaran kenapa mereka bisa bercerai.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Kamila sampai berniat bunuh diri.
"Kenapa? Kenapa dia melakukan itu sama ibu?" tanya Shakila.
"Karena Arya tidak menyukai ibumu. Dia terpaksa menikahinya karena diancam akan dicoret dari daftar ahli waris oleh kakeknya. Ternyata malam itu kakeknya meninggal dunia, maka Arya pun menjatuhkan talak kepada ibumu," jawab Zayyan yang mendengar langsung cerita ini dari mendiang istrinya, dahulu.
"Apa?" Seketika muncul rasa amarah di dalam hati Shakila mengetahui kebusukan perbuatan ayah kandungnya.
"Walau marah dan kecewa Alma menerima perceraian itu. Dua bulan kemudian baru ketahuan kalau sedang hamil. Alma pun mencari Arya dan memberi tahu kalau dirinya sedang hamil anaknya. Namun, Arya tidak percaya karena baru sekali melakukannya," jelas Zayyan sambil menyeka air mata.
"Alma yang sedang hamil muda bingung harus bagaimana. Ditambah mendapatkan tekanan dari keluarganya yang menuduh hamil anak haram, membuat dia depresi sampai berniat bunuh diri ...," lanjut Zayyan terisak.
"Ayah berhasil menggagalkan usahanya itu dan berjanji akan melindungi dan menjagan Alma seumur hidup. Menjadikan bayi di dalam perut sebagai anak sendiri."
Shakila ikut meneteskan air mata. Dia bisa membayangkan rasa sakit yang dahulu dirasakan oleh ibunya. Wanita mana yang tidak sedih dan putus asa ketika berada di posisi ibunya.
Almahira hidup bersama dengan ayah, ibu tiri, dan saudara tirinya yang selalu menekan hidupnya. Zayyan tahu ini makanya berjanji akan membahagiakan wanita yang memiliki hati yang tulus dan berwajah cantik.
"Setelah kamu lahir, ayah dan ibumu menemui Arya dan memberi tahu kalau anaknya adalah perempuan. Namun, belum juga semenit kita datang ke rumahnya sudah diusir dan menuduh ibumu dengan sangat kejam," ucap Zayyan dengan suara bergetar dan air matanya tidak berhenti bercucuran.
Kejadian 25 tahun yang lalu masih membekas di dalam ingatan Zayyan dan tidak akan pernah melupakan seumur hidupnya. Dia kira semua akan baik-baik saja. Namun, ketika Shakila memperkenalkan Abian sebagai laki-laki spesial di hatinya, dia tersadar kalau Arya diperlukan untuk menjadi wali nikah putrinya.
"Ayah dan ibumu menikah, lalu merekayasa identitas kamu sebagai anak kandung ayah. Maafkan ayah yang menyembunyikan hal ini sama kamu, Shakila," ujar Zayyan, sedih.
Suara tangisan yang tidak bisa ditahan lagi oleh Shakila membuat hati Zayyan tersayat-sayat. Laki-laki itu merasa kalau gadis itu adalah putri kandungnya sendiri. Sejak baru lahir dia, lah, yang mengasuh dan mengurusnya. Dia sangat menyayangi Shakila sepenuh hati, jiwa, dan raganya.
"Lalu, sekarang ayah kandungku ada di mana?" tanya Shakila.
"Dia tinggal di ibu kota," jawab Zayyan.
"Apa Ayah tahu di mana tempat tinggalnya?" tanya Shakila.
"Semoga saja dia masih tinggal di sana," jawab Zayyan.
***
Keesokan harinya Shakila dan Zayyan pergi ke ibu kota pagi-pagi sekali, agar sore hari sudah sampai ke sana. Dengan menggunakan mobil tua yang penuh kenangan mereka pergi mencari Arya.
Zayyan mengerutkan kening karena bangunan rumah yang tertera di alamat itu berubah menjadi bangunan yang megah dan mewah. Jauh dengan rumah yang dahulu didatanginya.
"Anda mencari siapa?" tanya satpam itu ketika mobil yang dikemudikan oleh Zayyan berhenti di depan pintu pagar.
"Apa benar ini rumah Pak Arya Wirawardana?" tanya Zayyan.
"Bukan. Sekarang rumah ini Den Lingga," jawab satpam itu.
"Sejak kapan, Pak?" tanya Zayyan penasaran.
"Sudah sejak lama, Pak. Dari orang tua Den Lingga sudah tinggal di sini," jawab satpam itu.
Terlihat kekecewaan dari raut wajah Zayyan. Dia tidak tahu harus mencari Arya ke mana.
"Apa Bapak tahu pemilik sebelumnya?" tanya Shakila.
"Tidak tahu, Non. Coba tanyakan kepada Pak RT. Dia tinggal di sini sejak dahulu. Siapa tahu kenal dengan orang yang kalian cari."
Akhirnya Shakila dan Zayyan pergi ke rumah Pak RT. Orang itu merupakan laki-laki paruh baya yang kenal baik dengan Arya karena merupakan teman sepermainan.
"Arya menjual rumah itu sudah lama, sekitar dua puluh tahunan yang lalu. Dia juga bercerai dengan istrinya karena ketahuan selingkuh dan anak yang dilahirkannya itu ternyata bukan anak kandungnya, tetapi anak orang lain," kata Pak RT dan itu membuat Shakila dan Zayyan terkejut.
"Lalu, sekarang dia pindah ke mana?" tanya Zayyan.
"Waduh! Aku kurang tahu. Soalnya tidak memberi tahu. Tahu-tahu rumahnya sudah dijual begitu saja," jawab Pak RT.
Shakila dan Zayyan bingung harus mencari Arya ke mana lagi sekarang. Tidak ada sedikit pun informasi tentangnya.
"Ayah, apa sebaiknya kita pulang?" tanya gadis berjilbab warna mocca.
"Sebentar, Yah. Aku cari informasi lewat internet atau medsos," jawab Shakila.
Rupanya banyak sekali orang yang menggunakan akun bernama, Arya Wirawardana. Shakila fokusnya mencari akun berfoto laki-laki paruh baya.
"Yang mana ayahku?" batin Shakila.
"Ketemu!" seru Zayyan yang juga mencari lewat internet.
***
Bismillahirrahmanirrahim, assalammualaikum. Aku kembali dengan karya baru, semoga kalian suka. Jangan lupa tinggalkan jejak di setiap bab-nya sebagai dukungan. Terima kasih.
Suara pekikan Zayyan membuat Shakila menoleh ke arah ayahnya. Dia pun penasaran ingin melihat muka laki-laki yang memiliki darah daging yang sama dengannya.
"Mana, Yah?"
"Ini adalah Arya. Ayah kandung kamu," ucap Zayyan sambil menyerahkan handphone miliknya.
Seorang laki-laki paruh baya yang memiliki wajah dingin dan tegas dengan sorot mata yang tajam menghiasi layar handphone. Shakila merasa biasa saja, tidak ada getar rindu atau senang ketika melihatnya.
"Dia ayahku?" tanya Shakila untuk memastikan.
"Iya, Nak," jawab Zayyan. "Dia adalah ayah kandung kamu. Rupanya dia sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Bahkan masuk ke majalah internasional. Hebat!"
Shakila tidak menyangka kalau ayah kandungnya adalah seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, AW Grup. Dia juga bekerja di salah satu anak perusahaan itu yang ada di kotanya.
"Bagaimana mungkin ...." Shakila masih tidak percaya.
"Sebaiknya kita pergi ke perusahaan milik Arya. Kita harus menemuinya," kata Zayyan tersenyum. Dia berharap semua bisa berjalan lancar dan laki-laki itu mau menjadi wali nikah Shakila.
Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke kantor pusat perusahaan milik Arya. Jaraknya cukup jauh. Ternyata begitu sampai kantor sudah tutup. Satpam yang berjaga juga memberi tahu semua orang sudah pulang.
"Lalu, sekarang bagaimana, Yah?" tanya Shakila.
"Kita cari hotel terdekat. Besok pagi-pagi kita ke sini lagi," jawab Zayyan sambil mencari lokasi hotel terdekat lewat internet.
***
"Selama pagi, saya ingin bertemu dengan Pak Arya Wirawardana. Apakah dia sudah datang?" tanya Zayyan kepada resepsionis.
"Oh, Pak Arya sedang melakukan perjalanan ke luar negeri," jawab perempuan muda itu dengan sopan.
Lagi-lagi terlihat kekecewaan pada raut wajah Shakila dan Zayyan. Terlalu sulit untuk bertemu dengan Arya.
"Kira-kira kapan dia kembali?" tanya Shakila.
"Kurang tahu, Mbak. Karena terkadang Pak Arya suka lama jika bepergian ke luar negeri melakukan perjalanan bisnis," jawab perempuan yang rambutnya di sanggul kecil dan tertata rapi.
"Ayah, bagaimana ini?" tanya Shakila.
Zayyan terdiam berpikir. Karena tidak bisa sembarang orang mendapatkan nomor pribadi Arya. Jika melakukan janji pun harus menunggu keputusan dari pihak Arya, mau bertemu atau tidak.
"Coba kamu tanya ke kantor tempat kamu bekerja. Apa bisa di mutasi ke kantor pusat ini? Karena kita tidak tahu kapan ayahmu kembali. Satu-satunya cara, kamu harus bekerja di sini agar bisa bertemu dengannya," jawab Zayyan.
"Aku tidak mau berpisah dengan Ayah," kata Shakila merajuk.
Zayyan punya usaha pabrik roti dan beberapa toko roti di kota tempat tinggalnya. Mana mungkin dia melepaskan begitu saja usahanya itu. Karena ada beberapa karyawan yang bergantung hidup di sana. Namun, di sisi lain Shakila juga tidak terbiasa jauh darinya.
"Nak, kamu harus bisa belajar mandiri. Demi masa depan kamu. Jika kamu sudah mendapatkan restu dan ayahmu menjadi wali nikah, kamu bisa kembali tinggal sama ayah," ujar Zayyan.
Shakila paham dengan maksud ayahnya. Mau tidak mau dia harus berpisah untuk sementara waktu dengan orang yang selalu bersama dengannya di kala susah, senang, dan sedih.
***
Beruntung Shakila bisa dipindah tugaskan ke kantor pusat, walau harus menjadi karyawan biasa. Dia tinggal di sebuah kontrakan kecil yang tidak jauh dari sana.
Selain berpisah dengan Zayyan, Shakila juga harus berpisah dengan Abian. Calon suaminya itu juga terkejut begitu tahu ternyata Zayyan bukan ayah kandung Shakila. Namun, dia juga tidak diberi tahu siapa ayah kandung perempuan itu sebenarnya.
Shakila harus menyembunyikan identitas diri sebenarnya dan tujuan utama dia bekerja di kantor itu. Gaya hidup dan kebiasaan dia dengan pegawai perempuan lainnya, membuat Shakila dinilai cupu oleh mereka. Namun, Shakila tidak memperdulikan hal itu. Dia hanya perlu bertahan bekerja di sana sampai mengatakan kebenaran identitas dirinya kepada Arya.
"Shakila, kamu mau makan di mana?" tanya Kamila, satu-satunya rekan kerja yang dekat dengan Shakila. Mungkin karena sama-sama karyawan baru.
"Aku bawa bekal sendiri," jawab Shakila sambil mengeluarkan cooler bag. "Kalau kamu mau kita makan bersama. Aku bawa banyak, kok."
Kedua orang itu makan di halaman belakang gedung utama. Di sana ada beberapa karyawan lainnya juga.
"Eh, Nona Silvia cantik sekali! Kapan, ya, kita bisa jalan-jalan ke luar negeri?" celetuk salah seorang wanita yang duduk tidak jauh dari Shakila dan Kamila.
"Nona Silvia itu the real princess! Sudah cantik, terlahir dari keluarga kaya, pintar, punya kekasih seorang CEO juga," balas temannya.
Shakila diam mendengar ucapan mereka dalam diam. Dia membayangkan bisa bertemu dengan Arya dan diakui olehnya, serta dikenalkan kepada seluruh dunia kalau dia adalah putrinya.
"Apa orang-orang juga akan menganggap aku sebagai seorang putri karena terlahir menjadi anak Arya Wirawardana?" batin Shakila.
***
Tidak terasa sudah satu bulan Shakila bekerja di kantor pusat perusahaan AW GRUP. Namun, dia belum pernah bertemu dengan Arya. Laki-laki paruh baya itu belum kembali dari perjalanan bisnisnya.
Shakila yang tinggal seorang diri sering merasa rindu kepada Zayyan—ayahnya— dan kepada Abian juga. Mereka hampir setiap hari melakukan panggilan video call untuk melepas rasa rindu. Gadis itu selalu menceritakan keseharian yang sudah dijalaninya.
"Ayah, aku mau pergi bersama Kamila ke mall," kata Shakila dengan nada ceria.
"Hati-hati, ya! Apalagi sama laki-laki," ujar Zayyan mengingatkan putri kesayangannya.
"Baik, Ayah. Apa Ayah akan pergi ziarah ke makam ibu dan adik?"
"Iya, tapi nanti sore."
Ibu Shakila sudah lama meninggal ketika dia berusia lima belas tahun, bersama dengan adik laki-lakinya yang berusia tiga belas tahun. Zayyan tidak menikah lagi dan memilih fokus mengurus Shakila. Jika dia menikah lagi, takut istrinya tidak sayang kepada Shakila.
Kamila menjemput Shakila naik motor. Mereka akan pergi jalan-jalan ke mall untuk nonton bioskop, makan, dan cuci mata mencari barang bagus dengan harga miring.
Kedua gadis itu terlihat bahagia, setelah nonton film, mereka makan di salah satu resto yang ada di sana. Makanan Korea yang sedang trend di kalangan anak muda membuat Shakila dan Kamila penasaran.
"Aku belum pernah coba makan tteokbokki," ucap Kamila.
"Kalau begitu coba saja," balas Shakila. "Aku akan pilih ramyeon."
Ketika sedang asyik makan, terdengar suara pecahan kaca dan disusul oleh bunyi lainnya. Semua pengunjung resto itu menoleh ke arah sumber suara. Terlihat ada seorang pelayan berwajah pucat sedang berhadapan dengan seorang perempuan yang berpenampilan glamor.
"Apa yang kau lakukan?" teriak perempuan itu setelah melihat noda pada bajunya.
"Maaf, Nona!"
Shakila kebetulan melihat kejadian tadi. Sebenarnya bukan salah pelayan, tetapi salah wanita cantik yang memakai pakaian dan tas branded. Wanita itu jalan tanpa melihat ke depan, sibuk bertelepon sambil melihat ke arah lain. Sementara pelayanan itu sedang berdiri hendak meletakkan makanan pesanan pengunjung resto.
"Kamu telah tahu siapa aku, hah!" bentak wanita itu lagi.
"Dia, kan, Nona Silvia. Putri semata wayang Pak Arya Wirawardana pemilik perusahaan AW GRUP," ucap orang yang duduk di samping meja Shakila.
Mata Shakila membulat mendengar ucapan orang itu. Setahu dia dari Pak RT, Arya Wirawardana bercerai dengan istrinya karena ketahuan selingkuh dan anaknya bukan anak laki-laki itu.
"Bagaimana bisa? Bukannya Arya Wirawardana tidak pernah menikah lagi sampai sekarang? Lalu, siapa Silvia itu?" batin Shakila yang shock.
***
Kejadian di mall kemarin membuat Shakila kepikiran tentang Silvia. Lalu, dia pun mencari tahu tentang wanita itu. Banyak sekali foto-fotonya bersama dengan Arya Wirawardana sejak masih kecil sampai dewasa.
Berbeda dengan Arya, Silvia sering sekali mengunggah foto dirinya dan update status kegiatan apa saja yang dilakukan olehnya. Wanita itu hidup penuh dengan kemewahan dan glamor. Teman-temannya juga sangat banyak dan suka sekali pesta dan liburan.
"Beda, ya, kalau orang kaya," ujar Kamila setelah melihat layar handphone di tangan Shakila.
"Maksudnya?" tanya Shakila menoleh ke arah sahabatnya.
"Mereka yang hidup menjadi orang kaya terlihat bahagia. Mau beli apa saja bisa. Beda dengan orang miskin yang tidak bisa beli apa pun yang diinginkan, karena untuk makan saja mereka harus bekerja keras," jawab Kamila terlihat sedih.
"Apa yang terlihat di permukaan tidak selamanya benar. Mungkin saja mereka yang terlihat bahagia menyimpan kesedihan. Begitu juga sebaliknya, yang terlihat miskin dan memprihatinkan hidupnya, hatinya merasakan ketenangan dan kebahagiaan," balas Shakila dan Kamila setuju dengan itu.
Kedua gadis itu pun kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda karena jam istirahat. Mereka harus bisa menjalankan tugas dengan baik agar tetap bisa bertahan di kantor pusat. Jika melakukan kesalahan bisa saja dimutasi ke tempat lain.
"Shakila, antarkan berkas keuangan bulan ini ke kantor direktur!" perintah manajer keuangan, Pak Ali.
"Baik, Pak."
Dengan perasaan gugup Shakila melangkah keluar dari lift. Lantai ini merupakan ruangan kerja para petinggi kantor pusat. Dia berharap bisa bertemu dengan Arya Wirawardana.
"Pak Arya meminta Anda untuk datang ke kediamannya," ucap seorang perempuan muda dengan sopan kepada seorang laki-laki muda yang terlihat gagah dan rapi.
"Apa? Dia pikir aku ini tidak sibuk! Dilempar ke sana kemari hanya untuk membicarakan kerjasama," gerutu laki-laki itu dengan nada kesal.
"Sebaiknya kita pergi ke sana, Lingga. Kalau sampai kerjasama ini gagal, tuan besar akan marah," ucap laki-laki muda lainnya yang berparas oriental.
"Aku ini lelah, Kenzo!"
Mata Lingga itu bersirobok dengan Shakila. Dia mengerutkan kening berasa tidak asing dengan wajahnya. Begitu juga dengan sang gadis yang merasa familiar dengan laki-laki itu.
"Kamu!" Shakila dan Lingga bersamaan dan saling menunjuk satu sama lain.
"Kamu karyawan di sini?" tanya Lingga dengan ekspresi arogan.
"Kenapa memangnya?" Shakila balik bertanya dengan galak.
Pertemuan pertama, kedua, dan ketiga mereka tidaklah bagus. Selalu saja ada insiden yang membuat keduanya berujung pertengkaran.
"Kamu mengenal perempuan ini?" tanya Kenzo penasaran.
"Ya. Dia wanita monster yang aku bicarakan dulu sama kamu," jawab Lingga dan membuat Kenzo membelalakkan matanya.
"Yang benar saja?" Kenzo tidak percaya karena tubuh Shakila terbilang ramping dan kelihatan lemah.
"Mbak Shakila, apa itu berkas keuangan yang diminta oleh Pak Direktur?" tanya seorang perempuan muda yang baru saja menghampiri.
"Iya. Maaf terlambat," ucap Shakila segera berjalan menghampiri perempuan itu.
Lingga sempat memerhatikan Shakila sejenak sebelum dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Diikuti oleh Kenzo yang menahan tawa.
"Kenapa? Apanya yang lucu?" tanya Lingga begitu masuk ke dalam lift.
"Tidak menyangka saja perempuan dengan tubuh begitu berhasil membanting tubuh kamu yang jauh lebih tinggi dan lebih besar darinya," jawab Kenzo tertawa kecil.
"Tunggu!" teriak Shakila ketika pintu lift akan tertutup.
Namun, Lingga yang tersenyum jahat malah sengaja tidak menahan pintu lift dan akhirnya menutup sempurna. Shakila pun tidak bisa turun dan harus menunggu.
"Dasar pria gila!" teriak Shakila kesal. "Kenapa dunia ini begitu sempit? Bisa-bisanya bertemu dengan laki-laki itu lagi."
***
Sudah dua bulan Shakila bekerja di kantor pusat perusahaan AW GRUP, tetapi belum sekalipun bertemu dengan Arya. Laki-laki paruh baya itu sering datang ke kantor agak siang dan tidak bisa sembarang orang bertemu dengannya.
"Ya Allah, kapan aku bisa bertemu dengan ayah kandung ku sendiri? Kenapa sulit sekali?" gumam Shakila sambil melamun memandang langit biru.
Kamila yang masih makan menoleh, dia sering melihat Shakila menengadah melihat langit. Perempuan itu jadi ikutan melihat ke atas.
"Kamu rindu sama ayahmu?" tanya Kamila. "Bukannya setiap hari kamu bilang selalu video call di pagi dan malam hari."
Shakila tidak memberi tahu kisah hidupnya kepada siapa pun termasuk Kamila. Dia sengaja menyembunyikan identitas dirinya untuk saat ini.
"He-he-he. Ketahuan, ya, kalau aku ini anak manja. Karena tidak terbiasa berpisah lama sama ayahku," jawab Shakila. "Dulu ketika ibu dan adikku meninggal juga aku setiap hari datang ke kuburan mereka untuk melepaskan rasa rindu. Karena aku terbiasa dengan kehadiran mereka. Makanya begitu mereka meninggal mendadak, aku sangat kehilangan sampai rasanya mau gila."
Kamila ikut sedih mendengar cerita Shakila. Walau kedua orang tuanya masih hidup, tetapi dia bisa membayangkan bagaimana seandainya salah seorang di antara mereka tiba-tiba meninggalkannya, pastilah akan terpukul.
Mata Shakila tanpa sengaja melihat Arya ke luar dari gedung menuju ke mobil yang sudah menunggu di depan pintu. Lalu, dia pun buru-buru berlari menghampiri laki-laki paruh baya itu. Namun, terlambat. Arya sudah masuk ke dalam mobil dan melaju melewati gadis itu.
Shakila kecewa karena itu merupakan kesempatan dia untuk menyapa ayahnya dan memberi tahu kalau dia adalah anak kandungnya. Dia tidak tahu kapan bisa bertemu dengannya lagi.
***
Sejak itu Shakila sengaja makan di halaman depan agar bisa melihat kapan Arya ke luar gedung kantor. Padahal mereka berada di satu tempat yang sama, tetapi sangat sulit untuk bertemu.
Siang itu Shakila berjalan di lorong hendak pergi ke toilet. Dia tidak sengaja melihat Silvia memarahi seorang karyawan wanita.
"Apa kamu tidak punya mata?" bentak Silvia sambil menoyor kepala karyawan yang hanya diam menunduk.
Silvia menarik kartu identitas yang tergantung di leher karyawan itu. Dengan senyum jahat dia pun menghubungi HRD dan menyuruhnya untuk memberhentikan karyawan itu.
"Nona Silvia, aku mohon! Maafkan aku. Aku mengaku bersalah," ucap karyawan itu memohon.
"Gaji kamu setahu saja tidak akan bisa menggantikan baju aku yang rusak karena perbuatan kamu," balas Silvia dengan angkuh.
Shakila tidak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, dia semakin tidak suka dengan perbuatan Silvia yang suka mengintimidasi orang lain.
"Ada apa ini?"
"Papa, dia sudah berbuat buruk sama aku! Makanya aku disiplinkan dia," kata Silvia dengan manja dan bergelayut pada lengan Arya.
Mata Shakila terbelalak ketika melihat ada Arya Wirawardana berdiri beberapa meter di hadapannya. Kakinya melangkah mendekati mereka tanpa disadari.
"Ayah ...." Mulut Shakila berucap lemah.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!