NovelToon NovelToon

Embun Dan Tama

Penyesalan Mantan

Dulu, Arkatama Barry Daneswara melihat Embun hanya sebagai mahasiswa sekaligus sahabat adiknya saja. Namun sekarang sepertinya akan berubah, karena Tama sadar kalau dia benar-benar menyukai Embun.

"Kamu beneran enggak mau jawab ajakan saya tadi, Mbun?" tanya Tama kepada Embun.

Saat ini Tama dan Embun sedang dalam perjalanan menuju acara resepsi pernikahan Shenina, mantan Tama. Dan disini Embun menjadi pasangan bohongan Tama. Iya, hanya bohongan, sebelum akhirnya Tama benar-benar menginginkan Embun untuk menjadi pasangannya yang sesungguhnya.

Mendengar pertanyaan Tama, Embun menghela nafas pelan.

"Jangan sekarang Pak, saya sedang mencerna semuanya. Saat ini saya sedang tidak bisa berpikir apa-apa," jawab Embun.

Semua terjadi begitu tiba-tiba, dan Embun tentu saja sangat terkejut dibuatnya. Embun tidak menyangka saja kalau Tama benar-benar menaruh hati pada dirinya. Dan yang pasti, Embun masih belum yakin apakah Tama serius atau tidak dengan ucapannya.Karena ya itu, semua ini terlalu tiba-tiba.

"Baiklah kalau begitu, kamu pikirkan saja dulu. Saya akan menunggu jawaban kamu, Mbun," ujar Tama.

Embun sendiri tidak mengatakan apa-apa, dia hanya berdehem pelan saja sebagai jawabannya.

Sesampainya di gedung tempat acara resepsi pernikahan Shenina dilangsungkan, terlihat Amara, Ando, Vero, dan--- Nirina sudah berada di parkiran menunggu kedatangan Tama dan Embun.

"Loh Nirina, kamu kenapa ada disini? diundang juga?" tanya Tama.

Nirina adalah sekretaris Tama, dan selama Tama menjalin hubungan dengan Shenina, keduanya jelas saling mengenal. Jadi Tama menebak kalau Shenina juga mengundang Nirina.

Nirina tidak mengatakan apa-apa, wanita itu hanya tersenyum tipis.

"Dia dateng sama gue," ujar Vero.

ucapan Vero membuat Tama langsung mengalihkan perhatiannya kepada Vero dan Ando. Kini alis Tama tampak terangkat satu seolah bertanya 'bagaimana bisa kalian datang bersama?'

"Mereka pacaran," ujar Ando, "jadi perempuan yang Vero rahasiain dari kita itu ternyata sekretaris lo," tambahnya lagi.

Varo dan Nirina berpacaran? Tama sendiri bahkan tidak tau kalau antara Sekretaris dan sahabatnya itu dekat. Selama ini mereka bahkan sangat jarang terlibat interaksi satu sama lain. Hanya sesekali saja saat Vero main ke kantornya. Mengingat Vero adalah seorang arsitek dan sering keluar kota, Vero lebih jarang main ke kantor dibandingkan dengan Ando.

"Sejak kapan kalian pacaran? gue kok enggak tau kalau kalian deket," ujar Tama.

"Udah cukup lama sih, sekitar 3 bulanan yang lalu. Dan kalau deket? ya jelas lo enggak tau. Kan gue sama Nirina deketnya diem-diem," jawab Vero santai.

Memang antara Vero dan Nirina jarang terlibat interaksi saat bertemu di kantor Tama. Namun dibalik itu, mereka sangat dekat saat diluar. Awalnya tentu saja Vero yang mendekati Nirina, dia meminta nomor telfon wanita itu. Dan setelahnya hubungan mereka berlanjut begitu saja. Namun, Nirina meminta kepada Vero agar hubungan mereka dirahasiakan untuk sementara waktu. Nirina belum siap saja kalau Tama tau dia menjalin hubungan dengan sahabat atasannya sendiri. Dan untungnya Vero pun paham akan keinginan Nirina.

"Oo gitu, ya udah deh, selamat atas hubungan kalian," ujar Tama.

Tama sendiri sama sekali tidak masalah dengan hubungan keduanya. Bukan urusannya juga Vero dan Nirina harus menjali hubungan dengan siapa. Kalau mereka saling menyukai ya sudah.

"Ini udah kan ngobrolnya? yuk masuk, kita udah lama berdiri di parkiran loh," ujar Amara.

Yang lain langsung menganggukkan kepala.

"Iya, ayo masuk," ujar Ando.

Vero dan Nirina berjalan didepan, keduanya tampak bergandengan tangan. Kemudian disusul ada Amara dan Ando dibelakangnya, namun keduanya hanya berjalan bersisian saja. Karena biar bagaimana pun Amara dan Ando memang tidak memiliki hubungan apa-apa. Dan meskipun Ando adalah sahabat Abangnya sendiri dan mereka juga sudah saling mengenal cukup lama, namun tetap saja Amara merasa sungkan kalau harus menggandeng Ando terlebih dahulu.

Dan dibelakang sendiri, tentu saja ada Tama dan Embun. Yang mana sejak tadi Embun hanya diam, gadis itu tidak mengatakan sepatah kata pun sejak keluar dari mobil Tama. Tama sendiri sadar kalau Embun pasti sedang memikirkan ucapannya tadi.

"Jangan terlalu dipikirin, santai saja Mbun," bisik Tama lirih namun masih bisa Embun dengar secara jelas.

Setelah itu, tanpa meminta izin terlebih dahulu Tama menggandeng tangan Embun dan berjalan mengikuti yang lain. Embun lagi-lagi hanya bisa diam, meskipun saat ini jantungnya berdetak menjadi lebih cepat.

Begitu masuk, tatapan Tama langsung tertuju kedepan, dimana ada Shenina dan Andito yang berdiri diatas panggung pelaminan sebagai raja dan ratu sehari. Dan bersamaan dengan itu, Shenina ternyata menatap kearah Tama juga.

Apakah Shenina sengaja menunggu kedatangan Tama? entahlah, tapi sejak pintu terbuka, Shenina akan mengalihkan perhatiannya kearah pintu.

Mengetahui kalau Shenina melihat kearahnya, secara refleks Tama menarik tubuh Embun agar semakin mendekat kearahnya.

"Pak---" Pekik Embun lirih.

Tama tersenyum tipis, kini tatapannya bertemu dengan Embun yang memang sedang menatap kearah dirinya. Tinggi Embun yang hanya sebatas pundak Tama membuat gadis itu harus mendongakkan kepalanya.

"Disini jangan panggil aku 'Pak', Mbun. Panggil aku 'Abang' kaya Amara. Dan tolong jangan berbicara dengan bahasa formal, kita enggak lagi di kampus loh," ujar Tama.

"Tapii---"

Embun mana bisa memanggil Tama tanpa embel-embel 'Pak'. Mengingat dari awal mereka kenal, memang seperti itulah cara Embun memanggil Tama.

"Tolong dibiasakan ya, Mbun. Sekarang aku jadi enggak nyaman kalau kamu panggil 'Pak'. Kesannya aku tua banget, padahal kita cuma beda beberapa tahun doang," ujar Tama.

Karena sekarang Tama sudah sadar kalau dia menyukai Embun. Jadi Tama tidak mau kalau Embun masih memanggilnya 'Pak'. Kecuali kalau mereka sedang ada di kampus, itu tidak baru tidak apa-apa.

Tidak ingin mendebat, Embun memilih untuk menganggukkan kepala. Hal ini membuat Tama tersenyum cerah.

"Baguss," ujar Tama.

Setelah itu, Tama menggandeng Embun untuk bergabung bersama dengan yang lain. Dan tanpa mereka ketahui, diatas panggung ada Shenina yang sejak tadi tidak bisa mengalihkan tatapannya dari Tama dan Embun.

"Kamu lagi liatin apa sih Yang?" tanya Andito yang berada disamping Shenina.

Shenina menggelengkan kepala, lalu tersenyum tipis.

"Enggak liat apa-apa Yang. Cuma liatin tamu doang," jawab Shenina.

"Oo, aku pikir kamu lagi liat apa. Soalnya kaya fokus banget," ujarnya.

Kali ini Shenina tidak mengatakan apa-apa, dia hanya sekedar memperlihatkan senyumnya.

-Apa keputusan aku kembali ke Andito adalah keputusan yang tepat?-

Padahal Shenina yang berselingkuh dibelakang Tama. Dia juga yang memilih untuk kembali pada mantan kekasihnya dan memutuskan hubungannya dengan Tama. Tapi melihat Tama bersanding dengan perempuan lain kenapa membuat hati Shenina terasa nyeri ya? tidak mungkin Shenina cemburu kan?

-Enggak, aku enggak mungkin cemburu hanya karena melihat Tama sama perempuan lain. Untuk apa juga ku cemburu? aku sudah memiliki Andito yang sangat aku cintai.-

Meskipun Shenina mencoba sekeras mungkin agar tidak lagi memikirkan Tama dan menatap kearah mantan kekasihnya itu, tapi ternyata Shenina tidak bisa. Karena kemana pun Tama melangkahkan kakinya, tatapan mata Shenina selalu mengikutinya. Dan setiap kali melihat bagaimana Tama memperlakukan perempuan disampingnya dengan begitu manis, hati Shenina terasa nyeri.

-Padahal dulu aku yang mendapatkan semua perhatian Tama.-

Seharusnya Shenina tidak boleh merasa seperti ini kan? dia bahkan sudah memiliki pengganti Tama.

Menunjukkan Sikap Romantis

Saat ini rombongan Tama duduk bersama dalam satu meja. Karena kebetulan setiap meja bulat yang tersedia memiliki 6 kursi, jadi cukup untuk mereka semua tanpa harus berpisah meja.

"Mbun, ambil makan yuk. Kayanya makanan disini enak-enak deh," ujar Amara.

Sejak sampai disini, mata Amara memang langsung tertuju dengan banyaknya hidangan yang tersaji. Sebagai orang yang memang memiliki daya tarik lebih atas makanan, Amara jelas saja tertarik melihat semua makanan disini yang dari look nya saja terlihat sangat menarik.

Embun dan yang lain tersenyum tipis mendengar ajakan Amara. Kecuali Nirina, mereka semua memang sudah tau kalau Amara itu suka dengan makanan enak. Bahkan terkadang makanan yang rasanya kurang enak pun menurut Amara rasanya tetap enak. Ya begitu lah, intinya Amara memang suka makan.

"Kita kan baru sampai Ra, sebentar ya, aku mau duduk dulu, capek soalnya," jawab Embun.

Embun tidak berbohong, dia memang merasa lelah saat ini. Dan salah satu penyebab yang membuat Embun merasa lelah ya Tama.

Ucapan Tama tadi benar-benar tidak masuk akal menurut Embun. Dan sejak tadi Embun terus memikirkannya hingga dia merasa lelah sendiri karena tidak menemukan jawaban.

"Ya udah deh," ujar Amara tidak memaksa.

Sebenarnya bisa saja Amara mengajak Nirina, tapi kan mereka belum terlalu dekat ya. Mengingat Amara sendiri memang jarang ke kantor apalagi ke ruang kerja Tama, jadi ya dia hanya sekedar mengenal Nirina saja.

"Sama aku aja yuk? aku juga udah laper nih," ujar Ando menawarkan diri.

Melihat Amara yang sepertinya sangat ingin membuat Ando menjadi tidak tega. Jadi tidak ada salahnya kalau dia menemani Amara kan? apalagi saat ini Amara memang sedang menjadi pasangannya.

Mendengar itu, Amara tampak langsung tersenyum cerah.

"Beneran Mas? ayoo," ujar Amara dengan semangat. Namun kemudian dia menoleh kearah Embun, "aku makan duluan nggak papa Mbun? nanti kamu ambil sama Bang Tama aja ya?" ujar Amara.

Embun tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepala.

"Iya enggak papa, Ra," jawab Embun.

Kemudian Amara menoleh kearah Nirina.

"Mbak Nirina mau ikut sekalian enggak?" tanya Amara.

Disini ada Nirina, dan tidak mungkin kalau Amara mengabaikan wanita itu tanpa mengajaknya serta. Jangan sampai Nirina berpikir kalau dia tidak suka dengannya. Padahal Amara dan Embun memang tipe orang yang mudah canggung kalau bersama dengan seseorang yang belum terlalu mereka kenal.

"Duluan aja Ra, aku nanti," jawab Nirina seraya tersenyum tipis.

Amara menganggukkan kepala, setelah itu dia beranjak dari kursinya dan pergi salah satu stand ditemani Ando.

Jadi, di meja ini sekarang hanya tinggal Tama, Embun, Vero, dan Nirina saja.

"Tam, gue liat-liat dari tadi lo diliatin terus sama Shenina. Kayanya dia gagal move on dari lo deh," ujar Vero.

Vero memang lebih pendiam kalau dibandingkan dengan Ando, tapi percayalah kalau sudah berbicara, Vero bisa menjadi penggosip yang handal.

"Biarin aja, gue juga enggak peduli," jawab Tama seraya mengangkat kedua bahunya santai.

Sementara itu, diam-diam Embun mencuri pandang kearah Shenina. Dan ternyata memang benar, wanita yang sedang menjadi pengantin itu tampak beberapa kali mencuri pandang kearah Tama. Sampai akhirnya tatapan Shenina dan Embun bertemu, dengan cepat Embun langsung mengalihkan tatapannya.

"Dia yang selingkuh, dia juga yang gagal move on. Aneh banget jadi orang," komentar Vero.

Namun Tama tidak menanggapi apa-apa, dia terlalu malas untuk menanggapi sesuatu yang tidak penting seperti itu.

Embun dan Nirina, mereka tidak mengatakan apa-apa. Meskipun sebenarnya mereka berdua sama-sama tau dengan kisah yang terjadi diantara Tama dan Sherina, namun bukan berarti mereka bisa ikut campur kan? dan kebetulan mereka juga tidak tertarik untuk mencampuri urusan pribadi Tama. Mereka bukan sahabat Tama yang boleh ikut campur lebih dalam.

"Ya udah deh, gue mau cobain makanannya juga. Kayanya makanan disini enak-enak. Liat tuh, Amara sama Ando udah asik makan aja," ujar Vero.

Terlihat saat ini Amara dan Ando sedang asik menikmati salah satu menu yang disediakan. Sepertinya mereka sengaja makan disana agar nanti lebih mudah saat ingin mengambil makanan yang lain lagi.

"Ayo Yang," ujar Vero mengajak Nirina serta.

Nirina menganggukkan kepala, kemudian menerima uluran tangan Vero sebelum akhirnya mereka sama-sama beranjak meninggalkan meja ini.

Dan sekarang disini hanya tinggal Tama dan Embun saja. Jujur, Embun bingung tidak tau harus melakukan apa. Dari pada berduaan saja bersama Tama, Embun rasa lebih baik dia bergabung bersama Amara kan?

"Soal ucapan Vero jangan kamu pikirkan, Mbun. Kalaupun iya Shenina gagal move on dari aku, toh aku nya juga udah enggak ada rasa sedikit pun sama dia," ujar Tama.

Entah kenapa Tama merasa dia perlu menjelaskan ini kepada Embun.

"Saya enggak mikir apa-apa kok, Pak. Dan kalau pun memang Pak Tama juga masih ada rasa, itu kan juga bukan urusan saya. Kita enggak punya hubungan apa-apa," jawab Embun dengan suara lirih.

Sebenarnya ucapan Embun ini membuat Tama merasa sebal. Kenapa Embun terlihat setidak peduli itu coba?

"Kita memang belum ada hubungan apa-apa karena kamu belum kasih jawaban buat nerima aku. Tapi kamu perlu tau kalau sekarang saya cinta sama kamu," ucap Tama.

Untungnya mereka hanya berdua saja, dan disekitar meja mereka juga tidka terlalu ramai. Jadi Embun tidak terlalu panik saat mendengar ucapan Tama ini.

Mendengar ucapan Tama, disini Embun hanya bisa diam. Embun tidak tau harus mengatakan apa.

"Dan lagi, jangan panggil aku 'Pak', Embun. Kita enggak lagi di kampus," ujar Tama mengingatkan.

Sejak tadi Tama sudah meminta Embun agar tidak memanggil dirinya 'Pak', tapi tetap saja Embun tidak menurut.

"Tapi saya enggak terbiasa, Pak," jawab Embun lirih.

"Iya, makanya dibiasakan dari sekarang Mbun," ujar Tama.

Embun menghela nafas pelan, kemudian menganggukkan kepala.

"Saya coba," ujarnya.

"Satu lagi, jangan berbicara dengan bahasa formal."

Dan lagi-lagi Embun hanya bisa menganggukkan kepala.

Melihat itu, Tama tampak terlihat mengulum senyum. Dalam hati dia merasa sangat bahagia melihat bagaimana Embun menurut kepada dirinya.

"Kamu laper enggak? ambil makan yuk. Kayanya makanan disini beneran enak-enak deh. Amara sama yang lain kayanya beneran menikmati makanannya," ujar Tama.

"Say--- aku belum laper, Bang," jawab Embun.

Seperti kata Embun tadi, dia mencoba untuk tidak lagi berbicara dengan bahasa formal dan memanggil Tama dengan panggilan 'Pak'. Tama yang mendengar itu kembali mengulum senyum.

"Ya udah, kamu disini dulu ya. Biar aku yang ambilin sesuatu buat kamu," ujar Tama.

Tanpa menunggu jawaban Embun, Tama beranjak dari kursinya lalu berjalan menuju stand makanan.

Embun yang melihat itu sebenarnya ingin melarang, namun entah kenapa dia seperti tidak bisa mengatakan apapun. Ucapannya seolah tertelan begitu saja.

Dan tidak lama kemudian Tama datang dengan sebuah piring berisi aneka desset, ada brownies, puding, es krim, bahkan buah potong. Semua makanan itu sudah memang sudah ditempatkan pada wadah masing-masing untuk setiap porsinya. Dan ditangan Tama yang lain, dia memegang segelas jus jeruk.

"Makan dulu, kamu belum makan apa-apa kan malam ini?" ujar Tama.

"Tapi emang beneran aku belum lapar," jawab Embun lirih.

Dan sepertinya Tama tidak menerima penolakan, dia mengambil sesendok brownies dan menyuapkannya kepada Embun.

"Aaa, cobain dulu," ujar Tama.

Awalnya Embun masih menolak, tapi akhirnya membuka mulutnya saat Tama memperlihatkan wajah serius seolah dia tidak menerima sebuah penolakan.

"Gimana? enak kan?" tanya Tama dengan sebuah senyum yang tersungging dibibirnya.

Embun menganggukkan kepala.

"Iya, enak," jawab Embun.

Setelah menyuapi Embun, Tama pun menyuapi dirinya sendiri. Jadi satu sendok itu mereka gunakan bersama. Embun yang melihat itu tentu saja terkejut, namun meski begitu dia juga tidak tau harus mengatakan apa. Embun terlalu bingung dengan situasinya saat ini.

Disisi lain, nyatanya apa yang Tama lakukan kepada Embun menjadi pusat perhatian bagi segelintir orang. Selain Shenina yang sejak tadi tidak melepaskan tatapannya dari Tama, ada juga Amara dan para sahabat Tama yang menyaksikannya.

"Kayanya Embun bakalan jadi kakak ipar kamu, Ra," ujar Ando kepada Amara.

Amara yang mendengar ucapan Ando tampak mengulum senyum.

"Kalau beneran iya, aku sih bakalan bahagia banget," jawab Amara.

Melihat Tama dan Embun yang terlihat dekat nyatanya justru membuat Amara merasa bahagia. Embun adalah gadis yang baik, dan menurut Amara sepertinya cocok kalau sahabatnya itu bersanding dengan Abangnya.

Setelah puas menikmati hidangan yang ada, mereka kembali berkumpul di meja yang sama.

"Makanannya beneran enak-enak kan Mbun?" tanya Amara kepada Embun.

Sebenarnya Amara ingin menggoda Embun saat ini juga. Tapi Amara memilih untuk mengurungkan niatnya karena sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Tapi tenang saja, besok dia pasti akan melakukannya.

"Iya, enak," jawab Embun kikuk.

Embun tau kalau Amara melihat dirinya disuapi oleh Tama. Bahkan tidak hanya Amara saja, Ando, Vero, dan Nirina pun melihatnya. Ya memang sih mereka tidak mengatakan apa-apa. Tapi tetap saja Embun merasa malu.

"Ya udah, sekarang salaman ke pengantin yuk. Abis itu kita pulang, udah malem juga soalnya," ujar Vero.

Yang lain pun langsung menganggukkan kepala setuju. Kemudian mereka beranjak menuju panggung pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada sang pengantin.

Kali ini Vero dan Nirina yang mengawali. Kemudian Ando dan Amara, dan disusul Tama juga Embun dibelakangnya.

"Kak Shen, selamat atas pernikahannya ya. Semoga langgeng sampai maut memisahkan," ujar Amara.

Meskipun Amara tau kalau hubungan Tama dan Shenina putus karena wanita itu berselingkuh dibelakang abangnya. Tapi Amara mencoba untuk terlihat biasa saja. Meskipun dalam hati sebenarnya dia sebal sekali kepada wanita itu.

"Makasih ya, Ra," jawab Shenina seraya tersenyum tipis.

Terlihat jelas kalau Shenina sebenarnya malu dengan apa yang telah dia lakukan. Namun wanita itu mencoba terlihat untuk biasa saja.

Kemudian giliran Embun.

"Selamat ya Kak," ucap Embun singkat. Embun sendiri tidak tau harus mengatakan apa lagi selain itu.

"Iya, terima kasih," jawab Shenina.

Namun tidak terlihat senyum tersungging dibibir wanita itu.

Dan tiba giliran Tama, pertama dia memberikan selamat kepada Andito.

"Selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng ya. Dan semoga terhindar dari perselingkuhan," ujar Tama.

Terlihat Tama tersenyum tipis seolah apa yang dia katakan sangat tulus. Sementara itu Andito dan Shenina sendiri tau kalau ucapan itu adalah sarkasme dari Tama.

"Terima kasih," jawab Andito singkat.

Sementara Shenina, bibirnya terasa kelu. Entah kenapa ada rasa tidak rela kalau benar ternyata Tama sudah memiliki penggantinya. Namun tentu saja saat ini tidak ada yang bisa Shenina lakukan. Kalaupun sekarang dia menyesal, toh sudah tidak ada gunanya juga kan?

Setelah itu, Tama dan yang lain pun turun dan tidak lama setelahnya mereka pergi meninggalkan gedung pernikahan Shenina.

Vero dan Nirina tampak pulang bersama tentunya. Amara, dia juga pulang bersama Ando karena laki-laki itu merasa, kalau dia yang menjemput ya dia juga yang harus memulangkannya. Meskipun sebenarnya bisa saja Amara pulang bersama dengan Tama, mengingat mereka satu rumah. Tapi untungnya Amara mau-mau saja diantar pulang oleh Ando. Ini Amara lakukan agar Tama dan Embun memiliki lebih banyak waktu untuk menghabiskan waktu berdua.

Dan Tama, sudah pasti dia yang akan mengantar Embun pulang ke rumah. Tidak mungkin Tama membiarkan Embun pulang sendiri.

Menunggu 2 Minggu

Kalau boleh jujur sebenarnya Embun lebih nyaman kalau seandainya Amara ikut pulang satu mobil bersama dirinya dan Tama. Tapi mau bagaimana lagi, Amara sudah setuju untuk pulang diantar oleh Ando. Jadi tidak ada yang bisa Embun lakukan. Tidak mungkin kan kalau Embun memaksa Amara untuk ikut satu mobil bersama dengannya?

"Jangan tegang gitu dong Mbun, aku enggak bakal apa-apain kamu kok. Kamu tenang aja."

Mendengar ucapan Tama, Embun langsung menoleh kearah laki-laki itu.

"Enggak kok, saya biasa aja," jawab Embun mengelak.

Embun jelas tidak mau mengaku kalau sebenarnya dia ehmm-- cukup tegang. Karena sebenarnya memang bukan seperti itu, Embun hanya merasa sedikit tidak nyaman saja saat ini.

"Tuh kan pakai bahasa formal lagi, kan aku udah bilang jangan pakai bahasa formal kalau kita enggak lagi ada di kampus," ujar Tama.

Ya gimana coba? Embun memang belum terbiasa berbicara dengan bahasa santai kepada Tama. Lagi pula sebelumnya sikap Tama kepada dirinya cenderung dingin, lalu tiba-tiba berubah menjadi seperti seseorang yang tidak Embun kenal sebelumnya. Kan Embun juga jadi merasa aneh.

Meski begitu Embun memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Toh Tama juga sudah tau kalau dia belum terbiasa dengan semua ini kan? karena apa yang terjadi hari ini benar-benar setiba-tiba itu.

Tama melirik kearah Embun yang hanya diam, dan itu membuat Tama sedikit merasa bersalah kepada gadis itu.

"Kamu enggak nyaman ya, Mbun? maaf ya, aku enggak bermaksud bikin kamu kaya gitu," ujar Tama.

"Eehh? enggak kok Bang, aku cuma belum terbiasa aja. Jadi yaa--- gitu," jawab Embun.

Ya meskipun Embun merasa tidak nyaman, tapi dia juga tidak ingin membuat Tama jadi merasa bersalah kepada dirinya. Lagi pula Tama tidak salah kan?

Tama tersenyum tipis.

"Ya udah, sekarang senyamannya kamu aja. Tapi mulai dibiasakan jangan panggil aku 'Pak' ya. Kan aku bukan bapak kamu, Mbun," ujar Tama.

Entah Tama berniat untuk melucu atau tidak, namun Embun tertawa kecil untuk menghargainya. Setidaknya hal ini membuat kecanggunggan diantara mereka sedikit mencair.

"Tapi soal ungkapan perasaan aku tadi, aku beneran serius, Mbun. Aku berharap kamu bisa mempertimbangkannya." Kali ini nada suara Tama terdengar lebih serius.

Mendengar itu, Embun tampak menghela nafas pelan.

"Kenapa Bang Tama bisa suka sama aku?" tanya Embun.

Ini adalah pertanyaan yang sejak tadi muncul dikepala Embun. Hanya saja baru sekarang Embun berani menanyakannya.

Tama tersenyum tipis.

"Kenapa? aku sendiri enggak tau alasannya karena apa. Semua terjadi begitu saja seiring dengan intensitas pertemuan kita, Mbun. Awalnya juga aku enggak yakin kalau itu benar perasaan suka antara pria dan wanita. Karena biar bagaimana pun kamu mahasiswi aku sekaligus sahabat Amara. Tapi--- saat aku tau ada laki-laki lain yang ternyata sedang mencoba untuk mendekati kamu, ada sebuah rasa tidak terima yang aku rasakan. Dan pada momen itu aku sadar kalau aku memang suka sama kamu, karena membayangkan kamu bersanding sama laki-laki lain bikin aku cemburu, Mbun," jelas Tama panjang lebar.

Tama tidak ingin terjadi kesalah pahaman pada Embun. Oleh karena itu Tama memilih untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Laki-laki yang coba deketin aku? siapa?" tanya Embun.

Embun tidak tau kalau ada laki-laki lain yang sedang mencoba untuk mendekati dirinya. Siapa coba? kenapa Tama justru lebih tau dibandingkan dengan dirinya?

"Laki-laki yang kasih kamu coklat sama ajak kamu nonton," jawab Tama.

Barulah disini Embun sadar kalau laki-laki yang Tama maksud adalah Dimas.

"Maksud Bang Tama, Kak Dimas?" ujar Embun memastikan.

"Aku enggak ingat namanya, yang jelas dia laki-laki yang kasih kamu coklat 2 kali. Dan satu coklat nya pernah saya minta kan?"

Ingat saat pertama kali Tama datang ke rumah Embun untuk meminta bantuan gadis itu menjadi pasangan bohongannya? saat itulah Tama secara sengaja meminta coklat yang dia tau merupakan pemberian dari Dimas.

Embun menganggukkan kepala, dia ingat sekali saat dimana Tama meminta coklat pemberian ke dua Dimas.

"Kamu tau? aku cemburu saat tau kamu dikasih coklat sama dia. Dan semakin cemburu saat tau kamu diajak nonton juga. Itu lah alasan kenapa aku minta Amara buat ajak kamu belanja weekend kemarin. Supaya rencana nonton kalian gagal."

Tama tidak tau kenapa dia merasa perlu memberitahu Embun atas semua yang dia rasakan.

Embun yang mengetahui fakta itu tentu saja terkejut. Embun tentu saja tidak menyangka kalau gagalnya rencana menonton antara dirinya dan Dimas ternyata terdapat campur tangan Tama juga. Ya memang sih sebelumnya Embun memang belum memutuskan mau diajak menonton atau tidak. Tapi sebenarnya kalau hari Sabtu kemarin Embun tidak ada rencana lain, dia berencana untuk menerima ajakan Dimas untuk menonton.

"Waahh, aku enggak nyangka kalau Bang Tama bisa melakukan itu," ucap Embun seraya menggeleng-gelengkan kepala.

Sementara Tama hanya mengangkat kedua bahunya santai.

"Semua aku lakukan agar kamu enggak menjalin hubungan sama laki-laki lain, Mbun," jawab Tama santai.

"Jadi gimana? sekarang kamu sudah tau kan kalau aku benar-benar suka sama kamu. Dan kamu juga sudah tau kalau aku beneran jatuh cinta sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku, Mbun?" ujar Tama.

Tama tidak ingin melewatkan kesempatan untuk kembali menyatakan perasaannya kepada Embun.

Embun menghela nafas pelan.

"Untuk sekarang aku belum bisa jawab, Bang. Kaya yang aku bilang tadi, semua terjadi terlalu tiba-tiba. Dan aku masih bingung harus merespon gimana," jawab Embun.

Embun juga tidak ingin gegabah dengan langsung menerima ajakan Tama untuk menjadi kekasih laki-laki itu. Ya memang Embun sendiri sadar kalau dia pun merasa ada sedikit ketertarikan yang dia rasakan kepada Tama. Tapi hanya sebatas itu, Embun belum benar-benar tau bagaimana perasaannya saat ini.

"Ya udah, enggak papa. Aku bisa nunggu kok," ujar Tama, "Kamu butuh berapa lama untuk memikirkannya, Mbun?"

Berapa lama? Embun sendiri tidak tau. Tapi---

"1 bulan Bang," jawab Embun.

"Enggak, itu terlalu lama," ujar Tama.

Bagaimana bisa Tama menunggu sampai 1 bulan lamanya? tidak, itu terlalu lama.

"3 minggu," ujar Embun lagi.

Dan Tama kembali menggelengkan kepala.

"1 minggu," ujar Tama.

Kini giliran Embun yang menggelengkan kepala.

"2 minggu, itu udah enggak boleh diubah lagi. Kalau Bang Tama enggak setuju, ya udah. Aku enggak mau jawab," ujar Embun.

Entah keberanian darimana, padahal biasanya Embun paling tidak bisa kalau harus menyangkal ucapan Tama. Dan sekarang, Embun berani melakukannya.

Tama yang mendengar itu tentu saja jadi ketar-ketir sendiri. Jangan sampai Embun benar-benar tidak mau menjawabnya.

"Ya udah, 2 minggu," ujar Tama yang pada akhirnya memilih untuk mengalah.

Tanpa Tama tau, saat ini Embun tengah mengulum senyum. Embun benar-benar tidak menyangka kalau Tama akan langsung menurut begitu saja.

"Tapi beneran 2 minggu ya? jangan lebih dari itu, Mbun," ujar Tama lagi.

Sejujurnya 2 minggu masih terlalu lama untuk Embun. Tapi ya sudahlah ya, dari pada 1 bulan atau bahkan tidak sama sekali.

Embun menganggukkan kepala.

"Iya," jawabnya.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 30 menit, akhirnya mereka sampai di rumah Embun.

"Makasih udah antar aku sampai rumah, Bang," ujar Embun kepada Tama.

Tama menganggukkan kepala.

"Iya, sama-sama Mbun," jawab Tama seraya tersenyum tipis.

"Kalau gitu aku turun dulu. Bang Tama hati-hati di jalan," ujar Embun lagi.

Setelah itu Embun turun dari mobil Tama.

Embun pikir begitu dia turun, Tama akan langsung pergi. Tapi ternyata tidak, Tama justru ikut turun dari mobil.

"Loh, kenapa turun?" tanya Embun.

Tama menggelengkan kepala.

"Cuma mau anter kamu sampai masuk rumah," jawab Tama singkat.

"Padahal enggak perlu, Bang. Kan aku cuma tinggal buka pintu aja," ujar Embun.

"Enggak papa, aku temenin sampai kamu masuk rumah," jawabnya.

Embun tidak ambil pusing, dia berjalan menuju rumah, lalu membuka pintunya.

"Udah," ujar Tama, "Bang Tama udah bisa pulang, aku udah sampai kan?"

Tama tersenyum tipis.

"Ya udah, aku pulang dulu ya. Kamu masuk aja, dan jangan lupa kunci pintu dan semua jendela. Good night Embun," ujar Tama.

Mau tidak mau, Embun pun ikut tersenyum.

"Good night juga Bang," jawab Embun.

Setelah Embun benar-benar masuk dan terdengar suara pintu terkunci, barulah Tama masuk ke mobilnya. Dan tidak lama setelahnya dia langsung tancap gas pulang menuju rumahnya sendiri.

Sepanjang perjalanan, senyum terus saja tersungging dibibir Tama. Sungguh, malam ini dia merasa sangat bahagia.

Tama pikir setelah pulang dari acara pernikahan Shenina dia akan merasa marah dan tidak terima. Tapi ternyata tidak, Tama justru tidak peduli dengan semua itu.

Sementara Embun, kini jantungnya terasa berdetak sangat cepat. Embun tidak tau apa saat ini dia sedang merasa bahagia atau bagaimana.

Tapi setelah mendengar pertanyaan cinta dari Tama, entah kenapa ada rasa yang berbeda. Bahkan detak jantungnya pun terasa tidak normal seperti sebelumnya.

"Masa iya aku juga suka sama Bang Tama?" gumam Embun.

"Aah udahlah, aku bingunggg."

Embun memilih untuk tidak ambil pusing dengan semua itu. Toh dia masih memiliki waktu 2 minggu untuk memikirkannya kan? dan selama 2 minggu itu Embun akan menggunakan dengan sebaik mungkin untuk memastikan perasaannya kepada Tama. Karena biar bagaimanapun Embun tidak ingin gegabah dengan menerima Tama tanpa memikirkannya secara matang.

Sesampainya di kamar, Embun berencana untuk langsung bersih-bersih. Namun sebelum itu dia memilih untuk mengecek ponselnya terlebih dahulu. Siapa tau ada sesuatu yang penting kan, mengingat sejak tadi Embun memang sengaja meng-setting ponselnya dengan mode silent.

Dan ternyata ada sebuah pesan dari Amara.

from: Amara

Ekhem, ada yang anu nihhh.

Pesan ambigu yang Embun sendiri langsung paham dengan maksudnya. Embun tau kalau Amara sedang menggoda dirinya atas apa yang terjadi antara dirinya dan Tama tadi.

Saat Tama menyuapi dirinya, tatapan Embun dan Amara sempat bertemu. Dan pada saat itu Amara tengah mengulum senyum menggodanya.

Membaca pesan Amara, Embun pun ikut tersenyum.

to: Amara

Apa sihh, gaje banget kamu, Ra.

Setelah membalas pesan itu, barulah Embun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan setelah itu  Embun akan langsung tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!