NovelToon NovelToon

Kalong

Korban Pertama

Malam ini adalah malam bulan purnama, dimana rembulan berbentuk bulat penuh dengan memancarkan cahaya putih kekuningan yang cukup untuk menerangi Desa Semilir yang tampak tenang, gelap dan hanya beberapa binatang malam yang memperdengarkan suaranya.

Tengah malamnya, tiba-tiba saja langit berubah gelap gulita, bulan purnama yang awalnya tampak indah kini tertutup awan hitam dan dari arah Barat bergeraklah kabut tipis yang makin lama makin tebal dan akhirnya menutupi desa tersebut.

Di tengah pekatnya kabut, terbanglah seekor kalong besar berkeliling di Desa Semilir hingga hampir setengah jam an kemudian hewan itu pun hinggap di atap sebuah rumah, tepatnya di atas kamar Sari, seorang gadis perawan yang berumur 16 tahun, yang saat itu masih bersekolah di suatu SMK kelas X.

Sesudah menyirep seisi rumah, kalong tersebut menembus atap lalu masuk ke dalam kamar Sari lantas langsung menggigit leher kiri gadis itu dan menghisap darahnya sampai habis, tubuhnya menjadi kering dan keriput. Hanya butuh waktu 20 menitan makhluk tersebut menempel pada leher Sari.

Setelah menyedot darah gadis itu, kalong tersebut kembali ke luar dari kamar dengan menembus atap kemudian terbang ke arah Barat lagi menuju ke area hutan yang paling dalam yang dikenal para warga sebagai hutan terlarang.

Seiring kepergian binatang malam itu, kabut tebal tadi pun bergerak lagi ke arah Barat dan awan gelap di langit Desa Semilir juga makin lama makin hilang dan memunculkan penampakan bulan purnama kembali.

*

Jam 5 pagi...

"Aaaaaa!" Mak Tirah berteriak histeris saat melihat anak perempuannya sudah meninggal dengan kondisi tubuh yang tidak wajar.

Awalnya, wanita berumur 42 tahun itu ingin membangunkan anak tunggalnya tersebut karena tidak biasanya jam 5 pagi Sari masih belum bangun juga.

Suara teriakan Mak Tirah tentu saja membuat suaminya yang kala itu sedang membersihkan kandang kambing pun langsung berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah.

"Pak, Sari, Pak!" ucap Mak Tirah sambil menangis sesenggukan setelah suaminya sampai di kamar anaknya.

"Ya Allah, astagfirullah al-adzim... Sari, kamu kenapa, Nduk? Kok bisa seperti ini? Toloong-toloong!" Pak Mardi, suami Mak Tirah, juga sangat shock saat melihat keadaan anak perempuannya.

Beberapa tetangga dekat yang mendengar teriakan Mak Tirah dan Pak Mardi pun segera mendatangi rumah pasangan suami istri itu dan reaksi mereka pun sama ketika melihat tubuh Sari yang tampak mengering, sangat pucat dan keriput.

"Ya Allah, Sari kenapa, Pak Mardi?" tanya Pak Dikun kaget campur penasaran.

"Kami juga tidak tahu, Pak," balas Pak Mardi dengan air mata berurai dan hati hancur.

"Panggilkan Pak Ustad Mahmud, Sen," perintah Pak Dikun pada anak sulungnya yang bernama Seno.

"Inggih, Pak," tanpa banyak tanya, Seno pun melaksanakan perintah bapaknya dan segera berlari menuju ke rumah Pak Ustad Mahmud.

10 menitan kemudian datanglah Pak Ustad Mahmud dan Seno, yang kemudian Pak Ustad itu langsung memeriksa tubuh Sari. Di Desa Semilir, Pak Ustad Mahmud memang dikenal memiliki sedikit kelebihan, yakni menerawang dan melihat penampakan makhluk tak kasat mata.

"Astaghfirullah al-adziim...," Pak Ustad Mahmud beristighfar.

"Bagaimana Pak Ustad? Anak saya kenapa?" Pak Mardi merasa tidak sabaran untuk mengetahui apa penyebab anaknya meninggal dan siapa pelakunya.

"Berdasarkan kemampuan penerawangan yang saya miliki, Sari meninggal karena kehabisan darah, Pak Mardi. Jika saya lihat bekas gigitan di lehernya, kemungkinan besar ini adalah ulah binatang jejadian, tapi saya tidak tahu apa wujudnya," terang Pak Ustad Mahmud.

"Astaghfirullah al-adziim...," beberapa orang yang berkumpul di rumah itu turut beristighfar karena kaget.

"Binatang jejadian? Jangan-jangan untuk tumbal, Pak," celetuk Mak Ipah.

"Dijadikan tumbal atau tidak, saya masih belum tahu," sahut Pak Ustad terus terang.

"Sekarang bagaimana, Pak Mardi? Sari segera dimakamkan?" imbuh Pak Ustad Mahmud.

"Iya, Pak," jawab suaminya Mak Tirah.

"Kalau begitu, minta tolong bantuannya nggih pada Bapak Ibu yang pagi ini tidak mempunyai urusan penting, tolong dibantu Pak Mardi dan Mak Tirah untuk mempersiapkan upacara pemakamannya Sari," kata Pak Ustad Mahmud.

Berita kematian Sari yang tidak wajar pun dengan cepat menyebar di Desa Semilir yang membuat berita itu menjadi viral dan sebagian besar tetangga merasa takut campur penasaran.

Begitu berita kematian Sari disebarluaskan, para tetangga pun berdatangan di rumah Pak Mardi dan Mak Tirah untuk takziyah dan membantu persiapan upacara pemakaman.

Proses persiapan upacara pemakaman Sari awalnya berjalan dengan lancar, tapi saat jenazah gadis itu akan dikafani, sesuatu yang mengejutkan lagi-lagi terjadi yakni kulit Sari berangsur-angsur berubah menghitam dan mengeluarkan bau langu.

"Astaghfirullah al-adziim, apa lagi ini? Ya Allah Nduk kenapa nasibmu setragis ini. Siapa yang sudah tega berbuat sekeji ini padamu?" gumam Mak Tirah sambil meneteskan air matanya lagi. Mak Ipah yang juga menyaksikan perubahan kulit gadis itu dan mencium bau langu nya pun ikutan trenyuh.

Rupanya, bau langu yang dikeluarkan oleh tubuh Sari juga dicium oleh para pelayat yang sedang duduk di dalam rumah itu, yang semakin membuat mereka menyimpan tanda tanya besar karena saking penasarannya. Untungnya, ketika jenazah Sari dimasukkan ke liang lahat hingga penimbunan galian, semua berjalan lancar-lancar saja.

Tengah malamnya...

"Maaak, Bapaaak, tulungono akuu...," sayup-sayup terdengar suara Sari yang menyayat hati.

Mak Tirah yang kala itu sudah tertidur pulas pun terbangun lantas menajamkan telinganya untuk memastikan apakah yang didengarnya tadi hanya sekedar halusinasinya saja atau fakta.

"Maaak, Bapaaak, tulungono akuu...," untuk kedua kalinya suara tersebut terdengar lagi hingga membuat wanita berumur 42 tahun itu beranjak dari kasurnya lalu melangkah ke luar dari kamar.

Sekalipun jantung Mak Tirah deg-deg an, wanita tersebut memberanikan diri untuk membuka kamar anak tunggalnya tapi kamar itu tampak kosong.

"Brakk!!"

Mak Tirah terlonjak kaget ketika jendela kayu yang ada di kamar Sari terbuka secara tiba-tiba padahal jendela tersebut dalam keadaan terkunci.

Dengan langkah pelan, wanita berumur 42 tahun itu pun mendekati jendela tersebut dengan maksud hendak menutupnya kembali, namun wajahnya menegang ketika Mak Tirah melihat penampakan anaknya sedang berdiri di kebun samping rumah.

"Maaak, tolong akuu... Gelap Maak...," ucap gadis itu pelan.

"Sari...," suara Mak Tirah tercekat di tenggorokan. Setelah wanita itu memanggil nama anaknya, sosok Sari tiba-tiba menghilang dari pandangan mata.

Mak Tirah yang dasarnya belum siap kehilangan anak tunggalnya, untuk kesekian kalinya dia meneteskan air matanya lagi sambil menahan kepedihan di hatinya.

Seraya berurai air mata, wanita berumur 42 tahun itu menutup jendela kembali dan berbaring di kamar anaknya hingga dia pun tertidur pulas hingga keesokan harinya.

Andri Menjadi Korban Kedua

Keesokan harinya Mak Tirah terbangun karena tubuhnya diguncang-guncang oleh suaminya. Dengan tidak bersemangat wanita itu pun mengucek-ngucek kedua matanya lalu duduk di tepi ranjang. Karena kebanyakan menangis mata Mak Tirah terlihat membengkak.

"Emak kok tidur di sini?" tanya Pak Mardi setelah duduk di samping istrinya. Wajah pria paruh baya itu tampak sayu dan agak pucat.

"Tengah malam kemarin Emak terbangun karena mendengar suara Sari yang minta tolong, Pak. Awalnya Emak pikir hanya halusinasi, ternyata memang beneran," terang wanita berumur 42 tahun tersebut.

"Emak memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Sari, lalu tiba-tiba saja jendela kayu itu terbuka dan Emak melihat Sari sedang berdiri di kebun," imbuh Mak Tirah dengan memberikan isyarat gerakan kepala lemah ke arah jendela.

"Sampai sekarang Emak masih belum ikhlas kehilangan Sari, Pak, apalagi dia meninggal dengan cara yang tidak wajar. Emak kasihan karena jiwanya tidak tenang, makanya dia minta tolong pada kita," tambah wanita paruh baya itu terus terang.

"Sebenarnya Bapak juga tidak ikhlas dengan kepergian Sari, Mak, tapi keadaan memaksa kita untuk menghadapi kenyataan pahit ini. Kita terus doakan saja Sari agar dia bisa tenang di alam sana," kata Pak Mardi.

"Kira-kira siapa ya Pak orang yang sudah tega membunuh Sari dengan mengirim binatang jejadian itu?" Mak Tirah sangat penasaran.

"Bapak juga tidak tahu, Mak. Lebih baik kita perbanyak doa saja agar dalangnya segera mendapat azab dari Gusti Allah," sahut pria paruh baya itu.

*

Untuk mengantisipasi peristiwa lanjutan, Bapak Kepala Desa pun mengajak para warga khususnya para kaum adam untuk mengaktifkan ronda malam lagi, yang mana tiap malamnya paling sedikit harus ada 3 orang yang melakukan ronda. Adapun pengaturan jadwalnya bersifat fleksibel, yang mana mereka bisa memilih hari yang sekiranya ada waktu longgar.

Malam ini adalah malam ke 4 pelaksanaan ronda, yang mendapat jatah untuk melakukan ronda pada malam ini adalah Seno, Doni dan Andri. Diantara ke 3 pria lajang itu yang paling muda adalah Andri karena dia masih kelas XI SMK. Andri sengaja memilih waktu ronda pada hari Jum'at karena hari Sabtu nya dia libur sekolah.

Jam 11.05, ketiga pemuda itu mulai berkeliling desa dengan Seno dan Andri membawa senter sedangkan Doni membawa kentongan yang sesekali dia pukul.

Ketika mereka sedang melintasi jalanan yang kanan kirinya adalah area tegalan, beberapa meter di depan mereka tiba-tiba menyeberanglah seorang perempuan yang perawakannya mirip seperti Sari dengan mengenakan pakaian terusan berwarna putih. Melihat penampakan sosok perempuan itu, ke 3 pemuda tersebut langsung menghentikan langkahnya.

"Mas Seno dan Mas Doni lihat juga gak?" tanya Andri dengan suara pelan, jantung pemuda itu mulai berpacu lebih cepat.

"Iya, aku juga lihat. Kayaknya kok seperti Sari," timpal Seno dengan suara yang juga pelan.

"Aku juga berpikir begitu. Jadi si Sari gentayangan karena arwahnya tidak tenang?" sela Doni.

"Bisa jadi, kematiannya kan tidak wajar," sahut Seno.

"Sambil jalan lebih baik kita baca surat-surat pendek saja agar kita tetap aman," imbuh anaknya Pak Dikun itu.

Seraya membaca surat-surat pendek dengan suara pelan, ke 3 pemuda itu pun melanjutkan perjalanannya, namun baru beberapa langkah mereka berjalan tiba-tiba saja dari arah depan muncul kabut yang bergerak agak cepat yang semakin lama semakin tebal, hingga ke 3 pemuda tersebut secara reflek saling merapatkan badan mereka sambil terus melantunkan surat-surat pendek dengan suara lebih keras dari sebelumnya.

"Mas Seno, Mas Doni, kita harus bagaimana ini? Lanjut jalan atau balik ke pos ronda?" Andri mulai ketakutan, tapi entah mengapa pemuda itu tidak mendapatkan jawaban dari ke 2 tetangganya.

"Mas Senoo! Mas Donii!" Andri memanggil ke 2 nama tetangganya dengan suara keras tapi masih tetap tidak ada jawaban, hingga tiba-tiba sepasang telinganya mendengar seperti suara kepakan sayap yang terbang berputar-putar di atas kepalanya. Karena saking tebalnya kabut, mata Andri tidak bisa melihat kepakan sayap binatang apakah itu.

Ketakutan Andri semakin bertambah ketika dia ingat cerita bapaknya yang mengatakan jika Sari meninggal karena darahnya dihisap sampai habis oleh binatang jadi-jadian. Otak pemuda itu pun langsung berpikir jangan-jangan suara kepakan sayap yang sekarang ini masih berputar-putar di atas kepalanya adalah binatang jadi-jadian yang dimaksud.

"Aaaaa!!" Andri berteriak histeris ketika persis di depan wajahnya tiba-tiba saja muncul seekor kalong besar yang tampak menyeringai hingga memperlihatkan taringnya yang tajam. Mata binatang nokturnal itu berwarna merah menyala dan wajahnya tampak beringas.

Detik berikutnya Andri pun jatuh tak sadarkan diri karena pemuda itu telah disirep oleh si kalong. Begitu korbannya sudah tidak berdaya, makhluk tersebut langsung menggigit leher kiri Andri lalu menyedot darahnya sampai habis hingga kondisi fisiknya mirip dengan Sari.

20 menit setelah kepergian si kalong, kabut pun bergerak ke arah Barat hingga suasana kembali tampak seperti semula.

"Don, Doni!" panggil Seno sesudah pemuda itu melihat temannya tersebut, dengan segera anaknya Pak Dikun itu menghampiri

"Ya ampun Seen, aku takut setengah mati. Kamu itu lo tak panggil beberapa kali kok gak nyaut-nyaut," keluh Doni dengan raut wajah tampak pucat.

"Kamu beberapa kali manggil aku? Mosok to? Kok aku gak denger sama sekali. Aku tadi juga manggil-manggil namamu lo, tapi kamu juga gak njawab sama sekali," rupanya apa yang dialami oleh Doni sama dengan yang dialami oleh Seno.

"Kok aneh yo Sen, aku jadi curiga dengan kejadian ini termasuk kabut tebal tadi. Gak biasanya lo musim panas di desa kita kabuten sampek setebal tadi," tutur Doni terus terang.

"Andri mana, Don?" Seno baru teringat dengan Andri, spontan kedua pemuda itu langsung mengedarkan pandangan mereka untuk mencari Andri.

"Ayok Don kita cari Andri sekarang," firasat Seno mulai tidak enak.

Segera saja kedua pemuda tersebut menyusuri jalanan tapi sampai di perbatasan desa sosok Andri belum ketemu juga. Karena sangat khawatir mereka berbalik arah lagi dan berjalan menuju ke pos ronda tapi nihil, Andri masih belum diketemukan.

"Piye iki, Sen?" Doni tambah panik.

"Kita pergi ke rumah Andri dulu, Don."

Segera saja kedua pemuda itu berjalan menuju ke rumah Andri dan langsung mengetuk pintu rumah, yang beberapa detik kemudian muncullah Pak Udin dari balik pintu.

"Loh Seno, Doni, ada apa? Kalian kok hanya berdua, Andri nya mana?" tanya si empunya rumah dengan masih setengah ngantuk.

Mencari Andri

Mendengar perkataan Pak Udin, Seno dan Doni pun langsung saling pandang untuk sesaat dengan perasaan semakin was-was.

"Kalian ini kenapa to? Kok aneh banget. Andri nya mana?" ucap si empunya rumah keheranan.

"Kami benar-benar minta maaf Pak Udin, kami kira Andri nya sudah pulang, kalau di rumah tidak ada berarti dia...," Seno tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

"Maksud kalian Andri nya hilang? Kok bisa? Bukannya kalian ronda bersama?" cecar Pak Udin dengan volume suara agak tinggi yang membuat istrinya yang bernama Mak Minten terbangun dan akhirnya ikutan bergabung dengan ke 3 pria itu.

"Kami tadi sempat mengalami kejadian aneh saat ada kabut tebal Pak Udin, kami sempat terpencar. Kami sudah mencari Andri sampai di perbatasan desa tapi kami belum menemukannya juga," terang anaknya Pak Dikun.

Bagai disambar petir di siang bolong, Pak Udin dan Mak Minten langsung kaget. Mereka tiba-tiba merasa takut kalau-kalau anaknya juga bernasib tragis seperti Sari.

"Astaghfirullah al-adziim... Don, segera kamu pukul kentonganmu," perintah Pak Udin dengan panik yang langsung dituruti oleh Doni.

Belasan menit setelah kentongan dibunyikan terus-menerus, beberapa kaum adam tampak berkumpul di halaman rumah Pak Udin.

"Ada apa, Don?" tanya Pak Agung, bapaknya Doni, setibanya di halaman rumah Pak Udin.

"Andri ilang, Pak," jawab pemuda itu.

"Andri ilang? Kok bisa? Kalian kan ronda barengan," sela Pak Dikun.

"Begini Pak, tadi sewaktu kita keliling desa trus lewat jalanan yang kanan kirinya tegalannya Mbah Mitro dan Pak Gatot, kita lihat sosok perempuan yang perawakannya seperti Sari sedang nyebrang, trus habis itu tiba-tiba ada kabut tebal datang," jelas Seno.

"Setelah kabut tebal itu datang, entah apa sebabnya kita bisa terpencar, saya dan Doni saling panggil tapi tidak ada yang ngrespon sama sekali," lanjut pemuda itu.

"Kalian beneran lihat Sari?" mendengar nama anaknya disebut, Pak Mardi pun jadi kepikiran lagi.

"Dari perawakannya sih sama seperti Sari, Pak," sahut Doni mantap.

"Musim panas begini kok ada kabut tebal ya? Padahal sewaktu saya ngronda dengan Pak Bambang dan Pak Lanjar normal-normal saja, tidak ada kabut sama sekali," tutur Pak Dikun.

"Sama Pak, waktu kelompok saya ngronda suasananya juga biasa-biasa saja," celetuk Pak Hasan.

"Menurut saya kabut ini bukan kabut biasa, Bapak-Bapak," kata Pak Ustad Mahmud.

"Lebih baik sekarang kita berpencar untuk mencari Andri. Mudah-mudahan saja dia tidak apa-apa," Pak Ustad tersebut masih berharap yang terbaik sekalipun hati kecilnya mengatakan jika Andri mengalami nasib yang buruk.

Tak lama kemudian, kaum adam itu pun membentuk 2 kelompok, kelompok pertama menyisir desa bagian Timur, sedangkan kelompok kedua mencari di bagian Barat.

Sambil memanggil-manggil nama Andri, kelompok Barat yang dipimpin oleh Pak Ustad Mahmud, menelusuri tegalan, gang-gang, dan beberapa tempat lainnya. Sekalipun Pak Ustad itu memiliki kemampuan untuk menerawang, namun pada kasus ini pria tersebut benar-benar mengalami kebuntuan.

Ketika kelompok Barat sedang menyisir tegalan milik Pak Sastro yang lumayan luas, mereka tiba-tiba diserang oleh sekawanan kelelawar, yang tentu saja membuat mereka kelabakan.

"Bapak-Bapak, lantunkan ayat kursi!" seru Pak Ustad Mahmud sambil kedua tangannya menangkis serangan kelelawar yang tampak ganas itu.

Seraya mengucapkan ayat kursi dengan keras, para kaum adam tersebut terus berusaha melawan sekelompok binatang nokturnal itu, hingga belasan menit kemudian kawanan kelelawar tersebut akhirnya pergi juga.

"Astaghfirullah al-adziiim...," Pak Ustad Mahmud dan beberapa pria terdengar beristighfar.

"Jangan-jangan binatang jejadian yang sudah membunuh anak saya adalah kelelawar, Pak Ustad. Dilihat dari bekas gigitan di leher Sari kok sepertinya begitu," Pak Mardi berasumsi.

"Bisa jadi Pak, tapi saya tidak yakin, kemampuan penerawangan saya tidak bisa menembus," balas Pak Ustad itu terus terang.

Sesudah suasana kembali kondusif mereka pun melanjutkan penyisiran lagi, tapi baru beberapa meter berjalan mereka melihat sosok perempuan sedang berdiri di bawah pohon mangga yang lumayan besar dan rimbun.

"Ya Allah, Sari, itu kamu, Nduk?" celetuk Pak Mardi setelah yakin jika sosok yang dia lihat adalah anak perempuannya. Sejak Sari meninggal, baru kali ini pria itu melihat penampakan anaknya.

"Tenang Pak Mardi, jangan didekati, dia hanya jin qorin nya Sari," Pak Ustad Mahmud memperingatkan Pak Mardi.

"Dia sudah dibawa pergi," ujar sosok perempuan tersebut yang suaranya mirip suara Sari.

"Siapa maksudmu? Andri? Dia dibawa pergi kemana dan oleh siapa?" tanya Pak Ustad.

"Hutan terlarang," setelah berkata demikian, makhluk tak kasat mata itu pun langsung menghilang.

"Maksud hantunya tadi si Andri dibawa ke hutan terlarang gitu, Pak Ustad?" ucap Pak Hasan.

"Bisa jadi," timpal Pak Ustad Mahmud gamang.

"Masalahnya kok tambah runyam begini ya. Kalau Andri beneran dibawa ke hutan terlarang, kemungkinan besar dia bakalan gak bisa ditemukan. Hutan itu kan angker banget, demitnya jahat-jahat," celetuk Pak Bambang.

"Trus sekarang kita harus bagaimana, Pak Ustad? Kita lanjutkan mencari atau tidak?" sela Pak Mardi.

"Kita lanjutkan mencari saja, omongannya jin belum tentu bisa dipercaya," sahut Pak Ustad.

Hingga matahari terbit, Andri masih belum diketemukan juga. Sesuai kesepakatan sebelumnya, mereka pun berkumpul lagi di halaman rumah Pak Udin pada jam 6 an. Ketika kelompok pertama dan kelompok kedua kembali bertemu, Pak Udin diberitahu oleh beberapa bapak-bapak yang masuk dalam kelompok Barat.

"Andri dibawa ke hutan terlarang? Yang bener? Sama siapa?" Pak Udin masih belum percaya dengan cerita bapak-bapak itu.

"Benar atau tidaknya kita tidak tahu Pak Udin, itu kan yang ngomong jin qorin nya Sari," balas Pak Hasan.

Suaminya Mak Minten hanya bisa terdiam, dia sudah tidak sanggup berkata apa-apa lagi karena otaknya sedang buntu.

Setelah saling bertukar cerita dan informasi, para kaum adam itu pun kembali ke rumah masing-masing untuk mandi dan sarapan lalu mereka melanjutkan pencarian lagi yang kali ini jumlah pencarinya lebih banyak lagi karena beberapa ibu-ibu ada yang ikut bergabung.

Hingga siang harinya pencarian masih tetap nihil, Andri masih belum diketemukan juga. Tanpa banyak berpikir lagi, setelah 1 x 24 jam anaknya menghilang, Pak Udin pun memutuskan untuk melapor ke kantor polisi terdekat dengan mengajak Seno dan Doni.

Ketika di kantor polisi, Seno dan Doni memberikan keterangan kronologi sebelum Andri menghilang. Tak lupa mereka juga bercerita tentang kasus kematian Sari yang tidak wajar, yang sepertinya ada kaitannya dengan menghilangnya Andri.

Mendapat laporan ada orang hilang yang mengandung unsur mistisnya, pihak kepolisian yang notabene mengandalkan pikiran logis, tidak serta merta percaya 100% pada cerita ke 3 pria itu. Sebelum melangkah lebih lanjut, mereka meminta pertimbangan pada kepala kepolisian setempat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!