NovelToon NovelToon

BERGELUT DENGAN NAFSU

SUAMI LUCNUT

"PRAAAANKK!!!

"PYAAAAR!!!"

Terdengar suara barang barang jatuh ke lantai dari sebuah ruangan dengan lampu remang remang terkesan gelap.

"ZEVA!!! KELUARLAH!!" teriak seorang pria mabuk dengan jalan sempoyongan hingga ia tidak melihat jalanan dan menjatuhkan beberapa barang.

Tidak mendengar sahutan, pria ini semakin marah dan segera mempercepat langkah kakinya ke kamar.

"BRAAAK!!"

Pria setengah sadar ini membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"SIALAN! TERNYATA KAMU ENAK ENAK TIDUR YA SAAT SUAMI PULANG KERJA!!" teriaknya lagi sambil berdiri didepan pintu dan menatap seorang wanita yang sedang meringkuk di atas tempat tidur.

Tanpa menunggu sahutan dari wanita tersebut yang berusaha membuka matanya dengan wajah pucat, pria ini terlebih dahulu menarik sang istri hingga jatuh dari ranjang.

"AAAKH!!" rintih wanita itu sambil memegang perutnya.

"BERDIRI!! CEPAT!! SEBELUM AKU TARIK KE KAMAR MANDI!!" perintah pria itu.

"Thon...please..biarkan aku malam ini saja. Perutku sangat...sakit..." lirih wanita yang dipanggil Zeva itu dengan pandangan sangat mengiba, memohon belas kasihan dari suaminya.

Grep!!!

Tiba tiba pria itu berjongkok dihadapan Zeva dan mencengkram wajah sang istri.

"Aku tidak akan membiarkanmu bersantai sayang. Keluarga mu sudah memberikanmu kepada ku untuk membantu bisnis keluarga yang hampir bangkrut itu. Dengan istilah mereka sudah menjualmu kepadaku. Aku tidak akan menyia nyiakan wanita cantik dan sexy seperti ini bukan?" ucap pria itu.

"Aku..aku tau, Anthon. Tapi, hari ini aku sedang datang bulan, aku tidak bisa melayanimu" sahut Zeva.

Mendengar kalimat datang bulan, membuat Anthon seketika melepaskan cengkramannya.

"Aah, berarti lagi lagi kamu belum bisa mengandung keturunan Galio. Dasar wanita tidak berguna!" hina Anthon.

Zeva hanya menunduk dan menahan air matanya jangan sampek menetes karena jika menetes dirinya akan semakin terlihat lemah. Menikah setahun dengan Anthon Stephen Galio membuat hidupnya tidak berwarna.

Karirnya sebagai desainer dan baker (pembuat roti) pun harus pupus karena Anthon benar benar melarangnya untuk bekerja atau beraktifitas diluar.

Bahasa lainnya, Zeva terpenjara di rumah tangganya sendiri.

Anthon tidak ingin istrinya diketahui banyak orang. Kecantikan Zeva hanya boleh dia yang menikmati.

Anthon tak ingin melihat wajah kesakitan Zeva didepan matanya dan memilih keluar kamar lalu pergi lagi entah kemana.

Emang dasar suami lucnut! Istri sakit malah keluar lagi😤

Zeva berusaha sekuat tenaga untuk berdiri, lalu dengan sisa tenaganya dia mengambil ponsel dinakas dan menelepon seseorang.

"Theo...tolong..aku.." rintih Zeva saat panggilan tersambungkan.

"Zeva..kamu kenapa?" tanya panik pria yang sedang ditelepon oleh wanita itu.

"Perutku sakit..datang bulan ku kali ini begitu menyakitkan" jawab Zeva.

"Tunggu aku di belakang rumahmu. Jangan sampai Anthon tau jika aku menolongmu lagi" ujar Theo.

"Ba..baik..aku akan menunggu mu" sahut Zeva dengan suara yang sangat lemah.

Lalu panggilan selesai. Zeva bersiap siap untuk keluar rumah tanpa perlu melalui pintu utama. Zeva menggunakan pintu belakang saat kabur dari Anthon untuk menghirup udara segar dan terkadang juga bertemu dengan Theo sebagai saudara iparnya, meskipun hanya saudara angkat dari Anthon.

Tidak sampai 15 menit, Theo sudah sampai menggunakan motornya yang sengaja ia matikan saat sudah berjarak 10 meter dari pintu belakang agar tidak ketahuan.

Ia pun berjalan mendekati pintu dan ternyata Zeva sudah berjalan kearahnya.

"Zeva" panggil Theo lirih dan melihat wajah wanita itu pucat.

"Bawalah aku kerumah sakit sebelum aku akan pingsan" ucap wanita itu.

Theo langsung membawa Zeva menggunakan motornya dan kedua tangan istri dari saudara serta sahabat baiknya itu dilingkarkan diperutnya erat.

"Bertahanlah" ujar Theo.

Zeva menyandarkan wajahnya dipunggung Theo sambil memejamkan mata, menghirup udara segar.

Sejak ia dijual oleh keluarganya untuk mempertahankan perusahaan keluarga, hidupnya seakan akan sudah mati suri. Sebagai anak satu satunya perempuan di keluarga Hermes yang tinggal di kota kecil Paris yaitu Crécy-la-Chapelle (Desa pedesaan di tepi Grand Morin), ia harus merelakan mimpi serta kehidupannya.

Tak lama kemudian, sampailah mereka di UGD rumah sakit.

Theo memarkirkan motornya di parkiran motor dan memapah Zeva masuk kedalam.

Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, UGD tidak terlalu ramai.

"Selamat malam tuan, silahkan diletakkan dulu pasien di brankar. Akan kamu periksa" ucap salah satu dokter jaga serta 1 perawat yang membantu.

"Baik, dok" sahut Theo sambil merebahkan tubuh Zeva di brankar.

Setelah pemeriksaan, dokter menjelaskan keadaan Zeva kepada Theo.

"Pasien saat ini sedang mengalami kram menstruasi dan tekanan darahnya rendah. Ia perlu beristirahat sejenak. Kami sudah berikan obat dan pereda rasa nyeri" jelas sang dokter.

"Terima kasih, Dok" sahut Theo.

"Saya buatkan resep obatnya dulu, mungkin sekitar 30 menit, saya akan berikan obatnya. Waktu ini bisa digunakan untuk memulihkan keadaan pasien sebentar" ujar Dokter.

"Baik dok. Akan saya tunggu" ujar Theo.

Dokter dan perawat pun membiarkan pasien beristirahat dan membiarkan Theo menemani Zeva.

Wajah pucat wanita itu sungguh memprihatinkan hatinya.

Theo jadi mengingat saat pertama kali Zeva datang kerumah keluarga Galio dan diperkenalkan sebagai calon istri dari Anthon.

Saat itu dirinya dan Anthon berusia 29 tahun dan Zeva berusia 27 tahun.

Ternyata waktu itu ia malah langsung jatuh cinta padanya. Namun, siapa dirinya sampai berani mencintai calon istri sahabat sekaligus saudara angkatnya itu?

Theo tidak berani mengkhianati keluarga angkatnya. Meskipun statusnya sebagai anak angkat di keluarga Galio, ia menerima kasih sayang yang cukup dan bersyukur tidak tinggal lagi di panti asuhan yang kurang terawat dan suka menyiksa anak anak yang nakal.

Maka dari itu, sejak perasaanya ia tahan agar tidak bertumbuh, Theo memutuskan untuk tinggal sendiri di Locronan (Kota di Perancis) dengan rumah kecil yang tetap nyaman untuk seorang pria bujang. Daerah ini dekat dengan perusahaan IT yang sedang ia bangun dengan modal utama dari perusahaan besar Galio.

Theo rela meninggalkan rumah mewah keluarga Galio di Paris untuk menghindari bertemu dengan Zeva, meskipun ada beberapa moment keluarga mereka tetap bertemu. Jarak rumahnya saat ini sekitar 550km dengan waktu tempuh sekitar 5 jaman.

Cukup jauh agar Theo tidak dengan mudah bertemu Zeva.

*kawasan rumah Theo

Namun, 6 bulan yang lalu, Anthon membeli rumah sendiri untuk bersama istrinya karena selama tinggal di rumah keluarga Galio, Anthon merasa tidak bisa lepas untuk menikmati atapun menyiksa Zeva. Rumah yang hanya berjarak sekitar 7km dari rumah utama di kota Paris.

Saat ini sudah tanggal 20 Desember 2022, dalam persiapan natal Theo dipanggil Herjunot Galio, ayah angkatnya untuk pulang ke Paris. Selain itu beberapa kali Bora, ibu angkat serta istri Herjunot meneleponnya untuk segera pulang.

Dan ternyata ketika baru saja masuk kamarnya, ia mendapatkan telepon dari Zeva dan membuatnya langsung menghampiri wanita itu.

Begitulah, perasaan yang ia selau hindari selama setahun ini ternyata tidak bisa hilang juga hanya karena berjaga jarak.

Theo menatap wajah Zeva dengan lekat. Tangannya saat ingin membelai wajah cantik wanita itu namun ia berusaha menahannya.

Ia juga bisa melihat rahang Zeva yang memerah seperti bekas cengkraman lalu bagian kulit di tangan yang membiru.

Theo begitu marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berkutik saat melihat wanita yang ia cintai begitu tersiksa begini.

Pecundang? Pengecut? Mungkin sebutan ini cocok untuknya.

"Maafkan aku" lirihnya.

"Maafkan aku, Zeva. Aku belum bisa menyelamatkanmu dari Anthon" lanjutnya lagi.

Mendengar suara bariton Theo meskipun lirih membuat Zeva membuka matanya.

"Tidak perlu..minta maaf..terima kasih sudah menolongku" lirih Zeva dengan senyuman tipis.

Benar benar hati Theo saat ini seperti teriris pisau tajam dan berdarah didalam tanpa bisa ia hindari.

Tiba tiba tangan Zeva bergerak untuk memegang salah satu tangan Theo yang berada didekatnya.

"Boleh kah jika malam ini, temani aku beristirahat sebentar di hotel atau menginap dimanapun yang kamu mau? Aku sungguh tidak ingin pulang kerumah saat ini" minta Zeva.

Theo menatap tangannya yang merasakan sensasi dingin dari sentuhan tangan wanita itu lalu menatap wajah Zeva yang sedang meminta sesuatu padanya.

Kali ini sepertinya Theo sangat sangat ingin menemani wanita ini. Meskipun hanya beberapa jam sebelum pagi datang.

"Baiklah. Aku akan menemanimu malam ini" ucap Theo.

Lagi lagi Zeva tersenyum mendengarnya.

"Istirahat lah lagi. Masih ada 15 menit lagi untuk menunggu obat dari dokter" suruh Theo.

"Aku ingin segera keluar dari sini" sahut Zeva.

Giliran Theo tersenyum.

"Oke jika itu yang kamu mau. Tunggulah disini, aku akan menyelesaikan administrasinya dan mengambil obat" ucap Theo dan Zeva mengangguk.

Ia pun keluar tirai perawatan dan menuju receptionis lalu apotik.

Zeva termenung meratapi nasibnya.

"Seandainya, aku memiliki keberanian untuk kabur dan meninggalkan keluargaku demi mengejar kebahagiaanku, aku akan pergi dari kota ini sejauh mungkin dan hidup sesuai apa yang aku inginkan" batinnya.

"Jika saja ayah dan ibu tidak sedang sakit dan tidak memerlukan pengobatan yang memerlukan biaya mahal, aku pun tidak akan bergantung pada keluarga Galio" lanjutnya dalam hati.

"Jika saja kakak laki lakiku adalah pria hebat, bukan pria manja, pria lemah, dan pria brengsek, maka aku tidak perlu menanggung nama baik keluarga Hermes sejauh ini" lagi lagi ia hanya bisa curhat dalam hati.

Suara Theo membuatnya sadar kembali.

"Sudah aku urus semua. Disebelah juga ada hotel, kita akan menginap disana saja agar kamu bisa segera istirahat" ucapnya.

Zeva merasa senang lalu ia berusaha mendudukan dirinya.

Perawat datang sambil membawa kursi roda dan membantu melepas infus.

"Tadi Tuan ingin meminjam kursi roda ya, ini tuan" jelas perawat.

"Baik, sus. Terima kasih" sahut Theo.

Setelah Theo membantu Zeva untuk turun brankar dan duduk di kursi roda, mereka pun keluar UGD.

Sesampainya di parkiran motor, Zeva berdiri sambil bersandar di motor dan menunggu Theo kembali untuk mengembalikan kursi roda kedalam.

Melihat Theo berlari menghampirinya, ada perasaan hangat dihati Zeva.

"Seperti ini rasanya diperhatian oleh pria. Begitu hangat" batin wanita itu.

"Maaf ya membuatmu menunggu" ujar Theo.

"Tidak masalah. Aku merasa cairan infus di UGD ini sangat berguna untuk memulihkan tenagaku. Aku sudah tidak terlalu merasa nyeri di perut" sahut Zeva.

Theo tersenyum mendengarnya lalu mereka berdua pun mengendarai motor lagi menuju hotel disamping rumah sakit.

BANGKITLAH GAIRAH

Sesampainya di hotel yang bertepatan berada di samping rumah sakit, Theo dan Zeva akhirnya membooking kamar untuk menginap.

Mereka berdua memasuki kamar suite yang mereka pesan dan memiliki pemandangan menara eiffel.

Theo mendadak menjadi canggung. Zeva pun sama, baru kali ini ia berduaan dengan saudara sekaligus sahabat dari suaminya di hotel.

"Hmmm, istirahat lah. Aku akan tidur di sofa setelah aku mandi" ucap Theo memecah keheningan.

"Ba..baiklah.. terima kasih" sahut Zeva dan pria itu hanya bisa memberi senyum tipis.

Jaket kulit yang Theo pakai, ia lepaskan dan letakkan diatas sofa. Lalu ia pun masuk ke kamar mandi dan bersandar di balik pintu.

"Astaga. Kenapa aku jadi kikuk begini berdua sama wanita? Mana Theo yang cassanaova hah?" batinya menggerutu pada dirinya sendiri.

Zeva bisa menatap punggung Theo yang bersandar di balik pintu dan tersenyum lalu berubah menjadi datar serba salah.

"Pasti dia saat ini sedang memikirkan saudara bejatnya itu. Ck, bagaimana Anthon bisa tumbuh menjadi pria brengsek sedangkan Theo tumbuh menjadi pria yang sangat mempesona" batinnya.

Melihat punggung Theo sudah menjauh dari pintu, barulah Zeva melepas mantel musim dinginnya dan ia letakkan di atas nakas setelah dilipat.

Lalu ia baringkan tubuhnya di atas ranjang.

Mendengar suara shower, Zeva bisa tau jika Theo benar benar sedang mandi.

Ia berusaha memejamkan matanya namun tidak juga kunjung terlelap.

"Hmmmm, kenapa aku tidak bisa tidur? Apa yang aku tunggu" gerutunya.

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka dan membuat Zeva terkejut. Begitu pula dengan Theo yang baru saja keluar kamar mandi dengan pakaian yang sama seperti sebelumnya hanya saja rambutnya saat ini basah dan sedang ia keringkan dengan handuk.

"Kenapa kamu belum tidur?" tanya Theo.

Zeva terlihat mencari jawaban masuk akal beberapa detik dalam diamnya.

"Hmmm, sepertinya aku lapar. Lagipula aku juga belum minum obat" jawab Zeva apa adanya meskipun terdengar seperti alasan logis tapi sebenarnya ia tidak terlalu merasa lapar. Mengingat ia tadi mendapatkan obat jadi kesempatan beralasan.

"Oh iya.. maafkan aku sampai lupa tidak memesankanmu makan. Coba aku telepon recepsionisnya" ujar Theo.

"Mau makan apa?" tanyanya kemudian.

"Apa saja" sahut Zeva lalu Theo mengangguk.

Setelah panggilan diterima, pria itu pun akhirnya memesan 2 steak tenderloin.

"Sudah aku pesankan. Tunggulah sebentar" ujar Theo.

"Iya" jawab singkat Zeva karena entah kenapa posisinya saat ini yang berdekatan dengan Theo membuat buluk kuduknya merinding hanya dengan menghirup aroma pria itu setelah mandi.

Saat Theo menjauh dan duduk di sofa, barulah Zeva bisa bernafa lega.

"Hampir saja aku benar benar tidak bisa menahan diri jika didekat Theo" batin wanita itu.

"Bagaimana keadaanmu sekarang, udah enakan?" tanya Theo mulai perhatian.

"Lumayan. Saat ini aku sudah memiliki tenaga untuk hidup kembali meskipun aku tau hanya beberapa jam sebelum aku bertemu dengan pria itu" jawab Zeva.

"Pria itu? Maksudmu Anthon?" tebak Theo.

"Iya, saudara mu itu begitu membuatku muak dengan hidup ini" sahut Zeva dengan ekspresi marah.

Theo menghela nafas panjang sambil menghentikan gerakan tangannya mengeringkan rambut.

"Anthon tidak seburuk itu, Zeva. Dia sebenarnya pria baik namun karena selama ini Ayah selalu memaksanya untuk kuat sehingga ia menjadi keras seperti itu. Lunakkan dia dengan perasaan cinta darimu, pasti dia pun akan sadar cepat atau lambat" ucap Theo.

Zeva tersenyum smirk mendengarnya.

"Sebangga itu kah kamu dengan dia? Kamu..kamu tidak tau hidup seperti apa yang aku alami selama setahun ini bersamanya, Theo" sahutnya dengan mata yang sudah berkaca kaca.

"Aku tau dan kamu seharusnya juga mengerti bahwa ini adalah konsekuensi dari pernikahan bisnis diantara keluarga kalian. Jika kamu dari awal tidak menyukai Anthon seharusnya kamu menolak pernikahan ini" ujar Theo yang masih berusaha mempertahankan citra baik dari saudara angkatnya.

"Kamu sangat mencintai saudara dan sahabatmu ini ya. Baiklah, aku mengerti. Mungkin setelah malam ini, tidak seharusnya aku meminta bantuan mu" sahut Zeva dengan nada kecewa.

Theo tau apa yang barusan ia katakan cukup menyakitkan bagi Zeva dimana ia pun tau bagaimana keadaan keluarga Hermes saat ini.

Zeva memilih diam dan menatap ke luar jendela. Ia memalingkan wajahnya dari hadaoan Theo karena ia tidak bisa menahan air matanya lagi.

Ia kira Theo bisa mengerti dirinya dan mungkin pria ini bisa mengobati hati yang terluka, ternyata lebih memilih menjaga nama baik suaminya yang sangat brengsek.

Ting..tong...

Bel kamar berbunyi sepertinya pesanan makan sudah datang.

Theo berdiri dan membuka pintu dan benar saja 2 steak tenderloin sudah terhidangkan.

"Selamat malam, Tuan. Selamat menikmati" ucap waiter/ restaurant yang langsung mengantarkan pesanan ke kamar.

"Terima Kasih" sahut Theo dan tidak lupa pria ini memberikan tips 15 Euro kepada waiters tersebut.

Ia pun menutup kembali pintu kamar dan mendorong trolli makanan.

"Sudah datang. Makanlah" ucap Theo.

Zeva menyeka air matanya lalu menoleh kearah pintu.

"Terima kasih" ujar Zeva lirih dengan raut wajah yang masih kesal.

"Sama sama. Ayo kita makan" ajak Theo.

Di kamar suite itu ada sebuah meja yang bisa digunakan makan untuk berdua. Theo menata 2 steak di meja.

Zeva pun terpaksa turun dari ranjang dan berjalan ke arah meja.

Namun saat merasakan aliran darah datang bulannya deras, ia rasa sudah menembus celana. Ia pun menoleh ke atas ranjang.

"Astaga! Tembus!" batinnya panik.

Lalu ia buru buru mengambil pembalut yang ia bawa ditasnya dan masuk kamar mandi tanpa berkata apapun kepada Theo hingga pria itu kebingungan.

"Ada apa Ze? Apa kamu baik baik saja?" tanya Theo didepan pintu kamar mandi.

"Aku..aku baik baik saja..hanya saja aku perlu ganti pembalut" jawab Zeva.

Mendengar kata pembalut, Theo mengerti jika Zeva juga perlu mengganti bantalan yang menahan darah datang bulan.

Lalu ia membalikkan tubuhnya dan melihat ada jejak darah di seprei ranjang.

Ia pun tersenyum smirk.

"Hmmm gara gara ini ya sampai dia panik dan langsung masuk kamar mandi" gumamnya.

Theo yang gentleman dan sudah mengusai mengatasi wanita, tidak ingin Zeva menjadi malu padanya karena hal ini.

Ia langsung menelepon receptionis untuk meminta ganti sprei. Karena hotel ini cukup mewah dengan pelayanan yang baik, hanya menunggu 5 menit, sprei sudah diganti baru. Tentunya Theo akan dikenakan biaya tambahan, tapi bukan masalah.

Zeva yang tidak ada c-d ganti, tidak bisa keluar kamar mandi karena bagaimana dia bisa pakai pembalut jika tidak ada c-d yang ia pakai terlebih dahulu.

Ia pun enggan untuk meminta tolong pada Theo karena malu.

Namun Theo yang sangat peka, setelah menyaksikan sprei itu diganti, ia buru buru keluar kamar dan berlari menuju swalayan 24 jam didekat jalanan hotel. Ia membeli c-d darurat untuk wanita di swalayan itu.

Ia pikir, Zeva hanya memerlukan c-d karena wanita itu bisa memakai handuk untuk membelit bagian bawahnya.

Toko fashion jam 12 malam sudah tutup semua.

Theo langsung kembali setelah mendapatkan c-d untuk Zeva.

Tok...tok..tok..

Theo mengetuk pintu kamar mandi.

"Ze, bukalah pintu. Ini aku bawakan sesuatu yang bisa kamu pakai" ujarnya.

Zeva pun penasaran apa yang dibawa Theo, mana mungkin pria itu tau apa yang dibutuhkan seorang wanita yang sedang datang bulan hingga bocor/tembus.

"Apaa itu? Kamu membawakanku apa?" tanyanya.

"Ce-la-na dal-am" jawab singkat Theo membuat Zeva langsung sedikit membuka pintu.

Theo langsung memberikan paperbag yang ia bawa di sela pintu itu. Lalu ia menunggu Zeva duduk di meja makan.

Tak lama kemudian, Zeva keluar kamar mandi dengan lilitan handuk di bawahnya.

"Terima kasih" ucap Zeva malu malu.

"Sama sama. Ayo makan" ujar Theo.

Pandangan Zeva langsung mencari jejak darahnya tadi tapi tidak ada.

Theo tau apa yang wanita itu cari.

"Aku sudah mengganti spreinya. Eh..lebih tepatnya room service yang mengerjakannya tadi" celetuk Theo.

Seketika itu Zeva semakin malu namun juga ada perasaan bahagia, ternyata ada pria yang mengerti seorang wanita yang sedang mengalami datang bulan.

Zeva berjalan berlahan mendekati meja didepan jendela dan duduk didepan Theo.

"Sudah dingin. Apa perlu aku pesankan lagi?" tanya Theo.

"Tidak perlu. Aku masih bisa memakannya" jawab Zeva.

Lalu mereka berdua pun makan malam bersama.

Steak yang mereka pesan sama sama habis tak tersisa. Entah kenapa kedua orang itu seperti sama sama kelaparan.

Theo membantu mengambilkan obat Zeva di tas wanita itu karena saat keluar UGD tadi obat yang telah ia ambil ia berikan.

"Minumlah" ucap Theo.

Zeva tersenyum dan mengambil obat itu lalu meminumnya.

"Tidurlah" ucap Theo lagi.

"Iya" jawab singkat Zeva.

"Oh ya, maafkan aku. Di kamar mandi ada celana yang kujemur" lanjut wanita itu.

"Tidak masalah" sahut Theo dengan senyuman.

Zeva berdiri dan berniat ke ranjang namun tiba tiba ia terpeleset dan hampir jatuh jika Theo tidak menariknya dalam pelukan.

"Kamu tidak apa apa?" tanya Theo seketika panik.

"Ti..dak..apa apa..aku yang tidak berhati hati" jawab Zeva gugup sambil tetap menikmati pelukan Theo.

"Aroma wanita ini sungguh membuatku tak bisa menahan diri" batin Theo dan tiba tiba nalurinya muncul sebagai pria cassanova, tapi ia sekuat tenaga menahannya.

Theo memilih untuk mendorong wanita itu dan membalikkan tubuhnya membelakangi Zeva.

"Hati hati kalau jalan. Mungkin aku tidak ada disampingmu jika kamu terjatuh" ucap Theo sok cuek padahal hatinya berdebar.

Zeva sepertinya yang tidak bisa menahan diri terhadap pria dihadapannya ini.

"Biarkan aku dicap sebagai wanita murahan, aku tidak peduli!" batinnya sebelum ia terbakar gairah.

Grep!!

Zeva memeluk Theo dari belakang.

Kedua gundukan kenyal miliknya menempel di punggung pria yang sedang ia peluk dan bergerak lembut disana sesuai irama tarikan nafas Zeva.

"Ze..zeva..apa yang kamu lakukan?" tanya Theo dengan suara bergetar karena gugup dan kaget.

"Memelukmu. Biarkan aku memelukmu sebelum aku tertidur" jawab Zeva semakin mengeratkan pelukannya.

Theo tak berkutik dan desiran panas dalam tubuhnya mulai bangkit.

JANGAN DIBAGIAN ITU

Seolah olah sudah pasrah jika Zeva akan dianggap sebagai wanita murahan, wanita itu mencoba menggoda Theo dengan menurunkan tangannya hingga ke bawah pusar, berniat akan meraih sesuatu dibawahnya lagi.

Namun tangannya langsung dicekal oleh Theo.

"Apa yang kamu lakukan, hah? Kamu menggodaku?" tanya Theo yang masih membelakangi wanita itu dan membiarkan tubuhnya dipeluk.

"Aku sudah menjadi wanita murahan dan diperjual belikan oleh keluargaku, maka aku menganggap tubuhku ini bisa menjadi transaksi dengan pria lain yang telah membantuku" jawab Zeva.

Theo memegang kedua tangan wanita itu dan membalik badannya menatap Zeva. Ia menatap kedua mata istri dari sahabat serta saudaranya itu dengan lekat.

Wanita dengan mata biru yang berkaca kaca dengan kesedihan didalamnya.

"Aku tidak ingin membuatmu semakin terluka, Zeva. Aku tidak ingin membuatmu semakin disalahkan oleh Anthon atau ayah dan ibu. Bayangkan saja bagaimana jika mereka tau apa yang sudah kita lakukan? Aku pun tidak bisa mengkhianati mereka. Mereka keluargaku, keluarga yang membesarkanku" jelas Theo mencurahkan perasaannya.

Jujur, jika Zeva bukan istri Anthon, mungkin Theo sudah merebut wanita itu dari suaminya.

"Kamu memikirkan ku? Kamu menghindari perasaan mu selama ini hanya karena memikirkanku dan keluargamu? Aku tau Theo, sejak pernikahan ku dengan Anthon, kamu menjaga jarak dari ku mangkanya kamu pergi ke Locronan (Kota di Perancis) yang jarak tempuhnya hampir 5 jam itu kan? Kenapa kamu harus menghindari perasaanmu sendiri hah?" tanya Zeva.

"Jika kamu tau aku sangat berusaha menghindarimu, seharusnya kamu pun tidak berusaha meminta lebih dari ku, Ze. Aku saudara iparmu, aku menemanimu beberapa kali untuk menghirup udara segar karena mencoba memberikanmu waktu agar bisa menenangkan diri dan akhirnya menerima Anthon sepenuh hati" jawab Theo.

Tes.

Satu tetes air mata Zeva jatuh ke pipi.

"Hahahaha, aku sampai menangis mendengar penjelasan mu" sarkasme wanita itu sambil melepaskan tangan Theo, lalu ia melangkahkan kakinya mundur.

"Entahlah, Theo. Aku merasa kamu seorang cassanova yang senang bermain dengan wanita dan mengerti tentang mereka, kenapa kamu begitu bodoh didepanku? Aku bukan wanita lugu yang tidak tau perasaan pria yang menyukaiku" lanjutnya.

"Cassanova kamu bilang? Darimana kamu bisa menilai ku seperti itu?" tanya Theo dengan senyuman smirknya.

"Selain kamu yang diam diam memperhatikan ku, aku pun sudah memperhatikan mu sejak awal kita bertemu. Aku sudah sering mendengarkan cerita dari ayah dan ibu serta Anthon tentangmu. Jadi bukan rahasia lagi kalau kamu pemain wanita" jawab Zeva.

"Tapi kenapa kamu tidak bisa bermain denganku, hah? Apa aku tidak cantik jika dibandingkan dengan wanita wanita mu yang lain? Apa aku tidak menggoda dibandingkan mereka?" lanjutnya seperti menantang seorang singa.

"Jawabku tetap sama, karena kamu adalah istri dari sahabat sekaligus saudaraku" jawab Theo.

"Hmm lama lama aku begitu muak dengan hubungan mu dengan Anthon" ucap Zeva.

Theo diam saja.

"AKU MUAK DENGAN SEMUANYAAA!!!" teriak wanita itu kemudian seperti melampiaskan amarah lalu menangis tersedu sedu sambil berjongkok dan menutup wajah dengan kedua tangannya.

Theo benar benar dilema. Apakah ia harus memperjuangan perasaan dan nafsunya kepada Zeva ataukah menjaga hubungan dengan keluarga angkatnya?

"Ze" panggilnya sambil berjalan mendekat laku ikut berjongkok.

"Zeva" panggilnya lagi saat mendengar isakan tangis dari wanita itu.

Grep!

Theo memeluk Zeva tanpa izin.

"Please, jangan menangis. Aku tidak bisa melihatmu menangis" ujarnya.

Isakan tangis Zeva mulai mereda dan kedua tangan wanita itu mulai memeluk punggung Theo.

Mereka berpelukan.

"Tidak bisakah kita bersama?" tanya Zeva lirih.

"Bisa" jawab Theo singkat.

Zeva melepas pelukannya dan menatap pria itu.

Theo pun menatap kedua mata sembab wanita dihadapannya.

"Ceraikan dulu Anthon, baru kita bisa bersama" lanjutnya.

"Apakah kamu janji?" tanya Zeva dengan tatapan yang kini terbesit harapan.

"Ya, aku janji" jawab Theo sambil menyeka air mata di pipi Zeva.

"Aku akan segera menceraikannya. Aku akan menaruh hidupku padamu" sahut wanita itu.

"Apakah kamu mencintaiku sampai kamu rela melakukan ini semua?" tanya Theo.

"Aku mencintai diriku sendiri dengan memilih mencintaimu, Theo" jawab Zeva dengan senyum yg kembali menghiasi wajah cantiknya.

"Bagaimana keluargamu? Keluarga Hermes kini menjadi tawanan bagi keluarga Gailo. Apakah kamu tega menyakiti mereka?" tanya Theo lagi.

"Aku sudah hidup untuk membantu mereka selama setahun ini dan aku sangat menderita. Tapi mereka tidak peduli dengan penderitaan ku. Orang tuaku yang hanya bisa berbaring di tempat tidur karena sakit tidak mampu untuk membela atau menolongku. Kakak laki laki kebanggaan keluargaku pun tidak bisa atau tidak ingin menolongku, jadi aku tidak akan mengorbankan hidupku lagi untuk mereka" jawab Zeva.

Theo tersenyum mendengar penjelasan wanita itu.

"Aku mencintaimu juga. Aku sudah mencintaimu sejak sepasang mataku melihat kehadiranmu di hidupku" sahut Theo.

Lalu tanpa aba aba, pria itu mencium bibir Zeva dengan lembut. Ciuman pertama mereka.

Dan seperti mendapatkan lampu hijau, kini Zeva memberikan respon yang luar biasa terhadap ciuman pria yang ia inginkan.

Kedua tangannya ia kalungkan di leher Theo dan mengikuti pergerakan bibir pria itu.

Entah sejak kapan kini posisi mereka duduk di lantai dengan Theo bersandar di tepi ranjang dan Zeva berada di pangkuannya.

Decapan bibir mereka begitu sexy menggoda menggema diruangan.

Hingga nafas keduanya hampir habis dan terlepas lah ciuman mereka.

"Ah...ha...ha...aku sudah tidak bisa menahan nya. Menahan gairah nafsuku untuk menyentuhmu, Zeva" lirih Theo sambil mengatur nafasnya.

"Sentuhlah aku. Tapi ingat, jangan dibagian intiku karena aku sedang datang bulan" ujar Zeva.

Theo tersenyum tipis lalu seolah mengerti intruksi itu dan kembali mencium istri dari saudara angkatnya.

Ciuman kembali terjadi dan kini Theo sudah memindahkan tubuh Zeva diatas ranjang.

Pria ini memang benar seorang cassanova dari setiap sentuhan yang ia berikan kepada Zeva, wanita ini sangat reaktif.

Theo membuka kemeja Zeva setelah membuka kaosnya terlebih dahulu.

Terlihat gundukan kenyal menantang dihadapannya, langsung ia mainkan tanpa melepas penutupnya.

Zeva pun tidak ingin kalah, salah satu tangannya meraih bagian menonjol di balik celana Theo yang masih terpasang.

"Ah!! Zeva!!!" de-sah Theo saat tangan lembut Zeva meremas bagian miliknya itu.

"Meskipun malam ini belum menjadi malam pertama kita, tapi aku masih bisa memuaskanmu" ujar wanita itu.

"Aku sudah terdengar seperti wanita penghibur" batin Zeva yang malu sendiri mendengar apa yang ia katakan. Tapi sepertinya ia akan berusaha menggoda Theo dan membujuk pria itu hingga menolongnya dari Anthon.

"Ternyata, kamu begitu nakal yaa.. Sayang sekali, kamu bertemu dengan Anthon terlebih dahulu. Jika aku yang mengenalmu duluan, pasti aku akan membawa mu lari dari sini" ujar Theo.

"Bawalah aku lari, aku sudah tidak peduli kamu mau membawaku kemana. Yang penting aku tidak ingin menikah dengan Anthon lagi" sahut Zeva.

Theo tersenyum smirk.

Zeva benar benar membenci Anthon.

"Kamu sudah tidak bisa kembali lagi. Mulai malam ini, kamu sudah membuatku terikat denganmu. Ingat Zeva, segera ceraikan Anthon. Dan aku akan bersamamu" ujar Theo dan wanita itu mengangguk lalu mencium kembali bibir pria diatasnya.

Lagi lagi mereka berciuman dan tangan mereka menyentuh kesana kemari, kecuali bagi Theo saat ini belum bisa menyentuh inti dari Zeva.

Mereka mengakhiri permainan awal hubungan mereka saat, Theo sudah membasahi celananya dengan cairan kental kepuasan pertama.

"Hmm, gara gara kamu, celanaku basah" sindir Theo.

"Salah sendiri gak mau dibuka celananya" sahut Zeva.

Theo menghela nafas panjang.

"Kalau aku lepas celanaku, mungkin saat ini darah ada dimana mana" ucapnya sambil tersenyum smirk dan Zeva tau artinya.

Lalu wanita itu membelai pipi Theo.

"Lain kali, aku pastikan cairanmu mu akan keluar di tempat yang tepat. Bersabarlah dan tunggulah aku" ucap Zeva.

Theo tersenyum lalu mencium kening Zeva sebelum ia harus ke kamar mandi untuk membersihkan celananya.

"Tidurlah dulu. Aku harus menyelesaikan permainan ini sendiri di kamar mandi sekaligus membersihkannya" ujar Theo.

"Baiklah. Good night, Theo" sahut Zeva.

"Good night, Zeva" balas Theo lalu ia masuk ke kamar mandi dan mulai bermain solo.

"Aku harus segera mencari ide untuk bercerai dengan Anthon. Dan lihatlah, Theo akan menjadi alat balas dendamku kepadanya" batin Zeva.

Lau ia pun memilih untuk tertidur terlebih dahulu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!