Azura And The Vultures
Bab 1
Langit pagi itu mendung, seolah ikut merasakan atmosfer aneh yg menyelimuti SMA 2 HARAPAN. Semua siswa sedang melakukan kegiatannya masing-masing.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah pelan. dari balik kerumunan, muncul seorang gadis berambut hitam panjang dengan mata tajam yg sulit di tebak, ia masuk ke dalam kelas 12-B.
Dia berdiri di depan semua siswa kelas 12-B, tanpa senyum.
ibu guru
anak-anak.. ini azura. dia akan bergabung dengan kelas 12-B mulai hari ini. ibu harap kalian bisa berteman dengan baik.
Tatapan semua murid langsung tertuju pada azura. Bisik-bisik pun mulai terdengar.
siswa
serem banget sih tatapannya
siswi
jangan macam macam deh sama dia
Azura melirik sekilas ke arah mereka, lalu mengangkat satu alisnya dengan ekspresi cuek.
azura
gua ga nyari teman, jadi.. santai aja
Gumamnya pelan, cukup untuk didengar murid di dekatnya.
Salah satu murid perempuan yg duduk di bagian paling depan dengan nametag 'Noura Valenci' berani menyaut.
noura
sombong banget, baru juga datang udah kayak nguasain sekolah
Azura melangkah pelan ke arah Noura, lalu berhenti tepat di depannya.
azura
kalo lu ngerasa keganggu, minggir! gua dah cukup males sama sekolah, jangan tambah panjang masalahnya.
suasana langsung sunyi. noura hanya terdiam dan tidak bisa membalas.
Azura berjalan menuju kursinya yang ada di paling ujung dekat jendela, tanpa memperdulikan tatapan murid lain. Kepalanya tegak, bahunya santai, tapi aura gelap di sekitarnya jelas terasa.
saat istirahat, ara duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku. Di sebelahnya ada gadis lain yg sedang duduk sambil memakan roti.
Tanpa mereka sadari, mereka duduk di wilayah milik 'the vultures' geng yg paling di takuti karna anggotanya yang di kenal brutal dan tanpa ampun. Pemimpinnya adalah anak dari donatur terbesar sekolah, membuat siapapun enggan melawan mereka, bahkan para guru sekalipun.
Langkah kaki bergema di lorong belakang sekolah. Suara gesekan sepatu bertemu tanah berdebu, makin mendekat, makin berat.
Semua murid yang tadinya nongkrong langsung menepi,
seolah tau:
"The vultures datang"
Empat pria muncul dari balik bayangan bangunan tua.
Paling depan, ketua The vultures. Kael Dimitry Vailancourt, cowok tinggi dengan jaket kulit hitam, tatapan matanya tajam dan penuh ancaman.
Di belakangnya, tangan kanan The vultures. Orion Demares, cowok dengan seragam yang di keluarkan dengan dasi yang di gulung di telapak tangannya. hacker The vultures, Rizky Arjianta atau biasa di sebut dengan Jian, jalan sambil memakan permen lolipop. Enforcer The vultures, Gentala Ardhana, cowok yang memakai seragam dengan kancing di buka 2, cuek tapi siap ngebut kalo situasi panas.
Orion melihat Azura dan Anna (gadis yg sedang memakan roti itu). Dia menghampiri mereka dengan senyum simpulnya.
orion
kalian duduk di tempat kami
Suaranya halus tapi mengancam.
Lia langsung panik, berdiri gugup. Tapi Azura? Azura ga gerak. Dia bakan melirik orion cuma sebentar.
azura
punya sertifikat resmi? atau cuma ngaku ngaku doang?
wajah orion langsung berubah, suasana tegang.
Beberapa siswa dari kejauhan mulai berbisik.
siswa
siapa tu cewe? berani banget
siswi
halah paling cuma caper doangg
azura
gue? gue orang yang gasuka di atur, itu udah cukup jelas kan?
Dalam detik itu, seluruh taman sunyi. Lalu suara langkah berat terdengar dari kejauhan. Kael menghampiri mereka diikuti oleh Jian dan Gentala.
Tatapan Azura tajam begitu juga dengan Kael.
kael
lo tau tempat ini milik siapa?
//tanya kael, suaranya rendah tapi penuh tegangan.
azura
kenapa? emangnya lu beli bangku ini pake duit pribadi?
berberapa siswa disana hanya terdiam. Jian langsung mendekati Kael.
arjianta
el, mau gua aja yang-
//kalimatnya terputus ketika kael mengangkat tangannya
kael
gua tanya sekali lagi. lo sadar ga, lo lagi nginjek wilayah the vultures?
//tanya kael lebih pelan tapi lebih tajam
Azura menutup bukunya, lalu berdiri. Suara Azura pelan tapi penuh tantangan.
azura
dan lo sadar ga, lo ngomong sama orang yang ga main tunduk sama siapapun?
Mata mereka masih bertabrakan, tegang, panas.
Tapi tiba-tiba... sudut bibir kael sedikit naik.
kael
berani juga, lo ini... idiot, atau sengaja nyari masalah?
//gumamnya
azura
//membalasnya dengan senyum tipis
tergantung, lo tipe yang takut sama masalah, atau yang suma sok paling kuat?
Kael menghela napas pendek, seolah berusaha menahan sesuatu. Jian dan Gentala saling pandang, ga biasa liat ketuanya di tantang kaya gini... dan ga langsung ngamuk.
Lalu Kael menunduk sedikit, cukup dekat ke telinga Azura, suaranya pelan tapi bikin bulu kuduk naik.
kael
bagus. biar gua ingat siapa yang berani ngelawan The vultures
Untuk pertama kalinya, Kael... tersenyum.
Tapi bukan senyum hangat.
Senyum seperti seseorang yang baru nemuin tantangan paling menarik dalam hidupnya.
Bab 2
Setelah Kael dan yang lainnya pergi, suasana taman pelan pelan kembali normal.
Azura kembali duduk. Tenang, seperti tidak terjadi apa-apa. Membuka kembali bukunya, dan melanjut halaman yang tadi dia baca.
Lia berdiri canggung di samping bangku, masi kelihatan bingung antara kagum, takut, dan terkejut.
lia
kamu... gila ya?
//gumamnya
lia
tadi tuh... The Vultures. orang orang yang bisa bikin anak kelas 2 pindah sekolah dan bisa bikin tunduk kepala sekolah.
azura
terus kenapa? mereka manusia juga
lia
tapi... kamu ngelawan kael. kael! kamu gatau dia siapa?
azura
kalau dia tuhan, baru gue pikir dua kali
lia
//tertawa kikuk
kamu aneh banget
azura
makasih
//mengangkat alisnya
azura
takut boleh, tapi jangan sampai mereka lihat itu
azura
karena orang yang suka nunjukin kekuatan... biasanya cuma kuat kalo sama orang lemah
Kael bukan tipe yang mikirin hal dua kali.
Biasanya, cukup sekali tatap dan semua orang langsung tunduk. sekolah ini sudah seperti permainan lama buat dia. semua aturan tidak tertulis, semua rasa takut, semua 'aturan main'.... dia yang pegang.
Sampai dimana, ada cewe dengan rambut yang terurai panjang, berani menyautnya.
Dia nyoba anggap itu cuman ucapan cewek sok badas yang bakal nyesel nanti. Tapi wajah itu... tatapan tajam yang ga lari, ekspresi datar yang ga peduli siapa dia... bikin pikirannya ga tenang.
arjianta
lo kenapa, el?
//tanya jian sambil ngebolak-balik botol minumnya di rooftop sekolah
kael
ga kenapa napa
//jawab kael yang sedang duduk di samping jian, sambil melihat ke lapangan bawah
arjianta
lo daritadi diam aja. biasanya kalo ada yang nantangin lo, lo langsung... ya gitu lah
gentala
//Gentala nyengir
atau jangan jangan lu... penasaran?
orion
//orion ngelirik tajam
eh, jangan asal ngomong. cewe itu bahaya. lo lihat sendiri nyalinya segede gunung
kael akhirnya berdiri, ngerogoh kantong jaketnya dan mengambil ponsel
kael
azura.. cekin dia
//gumamnya pelan
gentala
lo mau nyari data dia?
kael hanya membalas dengan anggukkan
Malam itu sekolah udah sepi. Angin dingin nyeret debu di lapangan basket belakang, satu satunya tempat yang lampunya masih nyala setengah mati. Azura duduk di tribun, ngerjain tugas sambil makan camilan. Dia emang orang yang gasuka ngerjain tugas di rumah.
Tapi dari jauh, suara langkah kaki mulai terdengar. Gak cuma satu, banyak.
Azura mendongak pelan. Lima orang cowok, berseragam lusuh datang dari arah gerbang belakang.
Geng 'junkyard dogs', rival lama The Vultures, yang biasanya muncul cuma buat nyari ribut. Dan sekarang... mereka mengelilingi Azura.
rey
lu yang namanya azura, iya kan?
Si pemimpin, Rey. Cowok tinggi dengan jaket robek dan bekas luka di pelipisnya.
Azura tidak menjawab. Dia berdiri pelan, dan menyimpan bukunya di tas.
rey
lo pikir setelah nantang The Vultures, lo ngerasa keren?
azura
kalian ini siapa sih? tukang parkir?
//berbicara datar
Cowo paling depan langsung maju, mendorong bahu Azura dengan kasar. Azura mundur satu langkah, lalu berhenti.
alvin
kita cuma ngasih tau lo, di sekolah ini bukan cuma The Vultures yang punya taring.
Anggota inti junkyard dogs, Alvin. Cowo tinggi ber kacamata.
azura
//menghela napas pelan, lalu nyengir kecil.
sialnya.. gua ga takut sama taring palsu
Tanpa aba-aba, satu dari mereka nyerang. Azura geser satu langkah, tangannya nyamber pergelangan lawan, lalu jebrett!—lututnya nyodok ke perut cowok itu.
Yang lain kaget, tapi langsung nyerbu bareng-bareng.
Satu pukulan hampir kena pipi Azura—dia nunduk, muter, nyikut dada si penyerang. Yang satu lagi narik rambutnya—Azura tangkap tangan itu, crack, lalu tendang kaki belakangnya sampe jatuh.
Tiga lawan satu.
Tapi Azura gak mundur.
Tangannya luka, bibirnya sobek, tapi matanya... tetep dingin.
Sampai akhirnya, suara berat terdengar dari ujung lapangan.
Kael berdiri di bawah lampu jalan yang berkedip.
Semua mata langsung nengok.
azura
lo.. kenapa disini?
//tanya azura ngos ngos-ngosan, tapi gamau keliatan lemah.
kael
//kael maju pelan, tatapannya ke anggota junkyard dogs
satu kesempatan. pergi sekarang. atau gua yang turun tangan
Setelah melihat wajah Kael yang gak main main, mereka akhirnya pergi satu per satu.
Azura duduk, nahan napas, luka kecil mulai berdarah.
kael
gua dah bilang... lo ganggu
//ucapnya sambil menyodorkan sapu tangan
azura
//mengambil sapu tangan itu dengan kasar
dan lo.. terlalu penasaran
Azura duduk bersandar di tiang tribun, napasnya belum stabil. tapi waktu nengok ke samping..
kael dah pergi, begitu saja.
azura
cowok anehh
//gumamnya
Gelap.
Suara napas terengah. Lampu berkedip di dinding logam. Bau logam dan darah menguar di udara.
Azura berdiri di tengah ruangan, napasnya berat. Tangan kanannya gemetar... menggenggam pisau.
Pisau itu... berlumuran darah.
Di depannya, ada bayangan tubuh. Tak bergerak.
Wajahnya tidak jelas. Namun tangan Azura penuh luka, dan dia—dia tertawa.
Perlahan. Histeris. Takut dan puas dalam satu rasa.
Lalu... suara berat dari pengeras suara di ruangan menyala.
“Subjek AZ-13: fase ketiga melewati batas. Aktivasi ulang ditolak. Kendali hilang.”
“Catat anomali ini. Ini... di luar kendali.”
Azura membanting pisaunya. Berteriak.
Suaranya bergema. Lalu...
---
Clek!
Dia terbangun.
Malam. Napasnya masih tersengal. Pakaian tidurnya basah oleh keringat. Matanya liar menatap sekitar kamarnya yang remang-remang.
Dia duduk, meraih segelas air di meja samping. Namun tangannya masih gemetar.
Lalu dia berbisik pelan.
Suara yang nyaris tidak terdengar.
“...itu lagi.”
Dia memandangi tangannya. Seolah bekas darah masih ada di sana, meski jelas-jelas kosong.
Lalu, satu kalimat muncul di benaknya—seperti mantra yang selalu ia bisikkan sejak bertahun-tahun:
“Aku bukan mereka. Aku bukan alat.”
Namun... mengapa masih ada bagian dari dirinya yang meragukannya?
Bab 3
Pagi itu, langit mendung. sekolah seperti biasa, tapi.. suasananya ga tenang.
Azura masuk melalui gerbang belakang. telat dikit karna semalam susah tidur. Pandangannya kosong, tapi langkahnya tetap santai.
Tapi begitu dia belok ke lorong belakang aula..
Dia berhenti
Lia. di cekik ke dinding oleh Zale, salah satu anak The Vultures juga.
Di sampingnya, gentala nyengir sambil ngomong kasar.
gentala
lo pikir, dengan jabatan lo sebagai osis.. lo bisa aman terus? ga semua aturan di sekolah ini di tulis di buku, ngerti?
lia
a-aku ga ganggu siapa siapa..
//ucapnya sambil menangis kecil
Di ujung lorong, Orion berdiri dengan tangan menyilang di depan dada, sambil tersenyum miring.
orion
kasian banget ya, azura... teman mu ini ga ngerti tempat
Azura diam.
Matanya melihat wajah Lia, pucat dan panik. Tangan gadis itu gemetar, mencoba melepaskan cekikan Zale yang makin kenceng.
Dan tiba-tiba...
azura
lepasin
//suara azura datar, tapi tegas
azura
//azura maju perlahan
gua bilang lepasin
Zale noleh ke orion, untuk meminta aba aba.
Orion mengangguk.
Zale mendorong Lia ke lantai. Gadis itu tersungkur, terbatuk pelan.
Azura menghampiri Lia dan membantunya untuk berdiri.
Lia berdiri, dan langsung pergi darisana.
orion
lo ngapain sih? mau jadi pahlawan?
azura
gua bukan pahlawan, tapi kalian terlalu pengecut buat lawan orang yang lebih kuat
Gentala langsung maju, tapi sebelum nyentuh Azura..
Bughh!!
Azura mendorong pundaknya keras, membuat gentala terbentur ke dinding. Zale mencoba untuk menyerang, tapi di tangkis dan menendangnya di perut.
Tapi sebelum Orion ikutan maju..
Suara langkah berat terdengar.
Kael datang dari arah aula, mukanya datar. semuanya langsung minggir.
Kael ngelirik Orion lalu Gentala, tapi dia ga ngomong apa apa.
azura
ga heran kalian di sebut brandalan
kael
//kael maju satu langkah
lo gatau apa apa tentang kita!
azura
//azura tersenyum tipis
dan lo gatau apa apa soal gua
mereka saling tatap.
tegang, sunyi, semua murid di sana merasakan suasana yang tidak meng-enakan.
Bel masuk jam pelajaran ketiga baru saja berbunyi. Azura duduk di kelas, lalu membuka bukunya, pas suara interkom terdengar di seluruh gedung sekolah.
“Azura emberlyn renata. Harap ke ruang kepala sekolah sekarang juga.”
Semua mata langsung tertuju pada azura.
Azura diem sejenak. Nggak kaget, nggak panik. Tapi napasnya pelan-pelan berat. Kayak... dia udah nebak ini bakal terjadi.
[Ruang Kepala Sekolah]
Ruangan itu dingin. Bukan karena AC, tapi karena auranya. Lengkap dengan rak buku tua, karpet merah gelap, dan meja besar yang keliatan kayak lebih cocok buat ruang sidang daripada kantor sekolah.
Kepala sekolah, pria berjas hitam dengan rambut setengah abu dan kacamata bulat, duduk di balik meja. Namanya Pak Dirga—orang yang jarang muncul, tapi semua orang tahu: kalo dia udah turun tangan, berarti ada yang gak beres banget.
Begitu Azura masuk, dia gak langsung menyuruhnya duduk.
Dia cuma mandang lama.
pak dirga
saya dapat laporan... kamu terlibat dalam perkelahian lagi
azura
bela diri, kalau teman mu di cekik, kamu juga bakal lawan mereka
Pak Dirga melirik rekaman CCTV di layar laptop nya.
Cuplikan tadi pagi, Zale menyerang Lia. Azura membalasnya dengan cepat. Terlalu cepat buat anak SMA biasa.
pak dirga
gerakan mu... sangat terlatih
//gumamnya pelan
pak dirga
Kamu tau kan, sistem kami menyimpan data semua murid. Tapi file mu... berbeda. Saya penasaran, siapa yang cukup berkuasa untuk memasukkan kamu kesini tanpa sepengetahuan penuh OSIS atau staf akademik lainnya.
azura
kalau anda tau aku 'bermasalah', kenapa tidak langsung keluarkan saja?
pak dirga
//pak dirga tersenyum tipis
karna kadang... monster di butuhkan untuk melawan monster yang lebih besar
Ruangan itu hening, Azura hanya diam, tapi pundaknya mulai menegang.
pak dirga
pertanyaan terakhir, azura. apakah kau masih mengingat fasilitas di ruang bawah tanah itu?
azura
//mata azura langsung berubah
... kenapa anda tau soal itu?
pak dirga
karna saya bagian dari proyek itu
Kalimat itu seperti ledakan.
Bunyi detak jam di ruangan kepala sekolah mendadak terdengar lebih keras. Tangan Azura di atas lututnya mengepal. Suara napasnya mulai berubah.
Pikiran di kepalanya—suara, ingatan, jeritan. Semuanya muncul bersamaan.
“AZ-13 tak stabil.”
“Subjek menunjukkan respon berbahaya dalam stimulasi trauma.”
“Aktifkan protokol red restraint—sekarang!!”
azura
berhenti
//gumamnya pelan
pak dirga
//pak dirga masi duduk tenang, matanya tajam
lihat? kamu mulai retak. bahkan sebelum saya sengaja memancing mu
Ulang Azura lebih keras. Matanya mulai memerah, bukan karna menangis, tapi karna.. sesuatu yang lain.
pak dirga
kamu bisa merasakannya, bukan? denyut di dalam tubuhmu. sesuatu yang tidak wajar itu..
BRAK!
Azura melempar kursi yang tadi dia duduki. Kursi itu mental ke rak buku, jatuh berantakan.
Pak Dirga berdiri, tapi sebelum sempat bicara lagi—
SREETT!
Azura udah ada di depan meja Pak Dirga.
Tangannya menghantam meja kayu besar itu, meninggalkan retakan panjang. Nafasnya berat, matanya liar, tubuhnya tremor.
azura
kau pikir aku boneka?!
//teriaknya
Pak Dirga gak mundur. Tapi tangannya turun pelan ke tombol darurat di bawah mejanya.
Terlambat.
DOR!
Azura menyerang. Tangannya melayang ke arah leher Pak Dirga, refleks dan liar—tapi juga terlatih. Serangan pembunuh.
CLANG!
Tiba-tiba, suara metalik menghentikan semuanya.
Sebuah perisai energi aktif dari meja—sistem pelindung untuk keadaan darurat.
Azura terpantul. Terlempar ke belakang.
Dia jatuh, punggungnya membentur lemari. Napasnya terengah. Tapi matanya—mata itu udah berubah. Bukan lagi Azura biasa.
Pak Dirga berdiri, masih tenang walau keringat dingin turun dari pelipisnya.
pak dirga
AZ-13... masih hidup. tapi kontrol emosinya... semakin buruk.
//ucapnya sambil memencet tombol darurat yang ada di bawah meja nya
> “Unit pengamanan khusus. Subjek aktif. Bawa ke ruang isolasi.”
Azura bangkit pelan. Tapi sebelum siap melawan lagi—
Tiga pria berbaju hitam muncul. Obat penenang disuntik cepat.
Semuanya gelap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!